Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANDIRI

TINDAK PIDANA KORUPSI


Farhan Mulyo Nugroho
J1 – 17
29.1014

KASUS KORUPSI BESAR DI INDONESIA


Berita mengenai penangkapan orang-orang yang terlibat dalam pencurian uang negara tak
henti-hentinya memenuhi media.

Dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat tak luput dalam jerat korupsi. Tak tanggung-
tanggung, nilai kerugian negara akibat kasus korupsi bahkan mencapai triliunan rupiah.

Berikut beberapa kasus korupsi dalam negeri yang memiliki nilai kerugian fantastis, diurutkan
berdasarkan besaran nilai:

1. Jiwasraya

Dugaan kasus korupsi yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan publik
dalam beberapa hari terakhir.

Jiwasraya sebelumnya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan
sebesar Rp 12,4 triliun. Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan
sejumlah bank sebagai agen penjual. Akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 triliun.

"Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ungkap Jaksa Agung ST
Burhanuddin, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (18/12/2019).

Setelah melakukan penyidikan sejak 17 Desember 2019, Kejaksaan Agung menetapkan lima
orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro,
mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam
Minera Tbk Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim dan
pensiunan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.

2. Asabri

Selain kasus Jiwasraya, kasus PT Asabri juga menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.Hal
itu menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Poliitik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD yang mengatakan ada indikasi korupsi di tubuh Asabri. Meski belum diketahui secara pasti
karena sedang dalam kajian, total kerugian negara diyakini mencapai Rp 10 triliun. Sepanjang 2019,
saham-saham milik Asbari mengalami penurunan sekitar 90 persen.

3. Bank Century

Kasus korupsi yang memiliki nilai fantastis berikutnya adalah kasus Bank Century. Pasalnya,
negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun. Nilai tersebut berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan
(LHP) kerugian negara atas kasus tersebut.

Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century telah menyebabkan
kerugian negara Rp 689,394 miliar. Kemudian untuk penetapan sebagai bank berdampak sistematik
telah merugikan negara sebesar Rp 6,742 triliun.

Kasus ini turut menyeret beberapa nama besar. Namun, baru Budi Mulya yang sudah divonis 15
tahun penjara.

4. Pelindo II

Beberapa waktu lalu, BPK telah mengeluarkan laporan kerugian negara akibat kasus dugaan
korupsi di Pelindo. Dalam laporan tersebut diketahui empat proyek di PT Pelindo II menyebabkan
kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Empat proyek tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane
dan quay crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK.

Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan tersangka sejak
2015 lalu. Dalam kasus ini, Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung
HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.

5. Kotawaringin Timur

Kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis selanjutnya yakni kasus korupsi yang menyeret
Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi. Nilai kerugian negara akibat kasus tersebut hingga Rp 5,8 triliun
dan 711.000 dollar AS.

Berstatus tersangka, Supian diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha
pertambangan kepada tiga perusahaan. Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia
dan PT Aries Iron Mining. Masing-masing perizinan itu diberikan pada 2010 hingga 2012.

6. BLBI

Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ini terjadi pada 2004 silam
saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul
Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30
Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.

Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai 4,58 triliun.
Kasus ini turut menyeret beberapa nama, seperti Syafruddin Arsjad Temenggung dan Sjamsul Nursalim.

7. E-KTP

Kasus korupsi KTP elektronik menjadi kasus yang menarik perhatian publik karena nilainya yang
fantastis dan penuh dengan drama. Berdasarkan perhitungan BPK, negara mengalami kerugian sebesar
Rp 2,3 triliun.

Beberapa nama besar yang terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto,
Irman Gusman, dan Andi Narogong.

8. Hambalang

Kasus korupsi terakhir yang memiliki nilai kerugian tertinggi adalah kasus proyek Hambalang.
Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 706 miliar.
Akibat korupsi tersebut, megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada tahun 2012.

Beberapa nama yang ikut terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat
Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Kemenpora
Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.

KASUS KORUPSI DI DAERAH (MEGAPROYEK HAMBALANG)


Semuanya menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga Bendahara
Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap.

Nazar mulai mengungkap pelbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya, salah satunya korupsi
pada proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat lainnya:
Anas Urbaningrum, Andi Alfian Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.

Dalam perjalanannya, muncullah kronologi sebagai berikut:

1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp 2,5 triliun.

8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uang Rp 100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi
proyek Hambalang. Rp 50 miliar digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai
Demokrat; sisanya Rp 50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi
Alfian Mallarangeng.
9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata dengan tegas, "Satu rupiah
saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas.

5 Juli 2012: KPK menjadikan tersangka Dedi Kusnidar, Kepala Biro Keuangan dan Rumahtangga
Kemenpora. Dedi disangkakan menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen
proyek.

3 Desember 2012: KPK menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai
Menpora dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adik Andi,
dan M. Arif Taufikurrahman, pejabat PT Adhi Karya.

22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum. Anas diduga menerima gratifikasi
berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang.

Ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus sejak
jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault.

Dipilihlah wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah.

Saat Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi. Tender pun
dilakukan. Pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.

Anas Urbaningrum diduga mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin,


Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Masalah sertifikasi juga berhasil diselesaikan.

Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT Dutasari Citralaras menjadi
subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin
Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri Anas.

Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 miliar.
Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Partai Demokrat dan sisanya dibagi-
bagikan oleh Mahfud kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Mallarangeng.

Selain itu, Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.

Anda mungkin juga menyukai