Anda di halaman 1dari 10

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH


NOMOR 52 TAHUN 2008

TENTANG

PEDOMAN PEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN BAGI MASYARAKAT


DI KALIMANTAN TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Menimbang : a. bahwa kebakaran hutan, lahan dan pekarangan yang bersumber


dari aktifitas pembukaan lahan dan pekarangan dengan sengaja
atau tidak sengaja oleh berbagai pihak dapat mengakibatkan
pencemaran udara/kabut asap yang berdampak pada politik,
ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.

b. bahwa kebiasaan masyarakat yang membuka lahan dan


pekarangan dengan cara membakar dikhawatirkan dapat
menimbulkan terjadinya kebakaran hutan, lahan dan
pekarangan.

c. bahwa untuk menghindari terjadinya kebakaran akibat


pembukaan lahan dan pekarangan oleh masyarakat dengan
cara membakar perlu dilakukan upaya pencegahan melalui
kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, b dan c perlu menetapkan Peraturan Gubernur
tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi
Masyarakat di Kalimantan Tengah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan


Undang–Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 Tentang
Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah
Dan Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956
-2-

Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I


Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan Dan Kalimantan Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 83)
Sebagai Undang-Undang ( Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1622);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem


Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3478);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan


Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437),sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
-3-

(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 108,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3853);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang


Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan
Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau
Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4076);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);

12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-


45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara
(ISPU);

13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun


2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan
(Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003
Nomor 17 Seri E);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PEMBUKAAN


LAHAN DAN PEKARANGAN BAGI MASYARAKAT DI
KALIMANTAN TENGAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.


2. Provinsi adalah Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Tengah.
4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
-4-

5. Camat adalah Camat di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah


6. Lurah/Kepala Desa adalah Lurah/ Kepala Desa di wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah
7. Gambut adalah jenis tanah yang bahan pembentuknya dari tumbuh-tumbuhan
yang terakumulasi dalam keadaan tergenang dan berlangsung selama ribuan
tahun.
8. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan baik jenis lahan kering atau
lahan basah yang peruntukannya dapat untuk pengusahaan sawah, ladang dan
kebun bagi masyarakat.
9. Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung disekitar rumah
tinggal dan jelas batas-batasannya yang masih mempunyai hubungan pemilikan
dan/atau fungsional sosial dan ekonomi.
10. Sawah adalah sebidang atau sehamparan lahan usahatani yang kondisi fisiknya
dominan basah atau berair, untuk penanaman padi sebagai komoditi utama
maupun palawija.
11. Ladang adalah sebidang atau sehamparan lahan usahatani yang kondisi fisiknya
dominan kering, untuk penanaman padi sebagai komoditi utama dan palawija
serta tanaman lainnya.
12. Kebun adalah sebidang tanah atau lahan yang ditanami tanaman keras/tanaman
industri, dan buah-buahan.
13. Pembakaran Terbatas dan Terkendali adalah pembakaran yang tidak
menyebabkan api merambat keluar areal sawah, ladang dan kebun masyarakat
ketika pembakaran dilaksanakan, karena telah memperhatikan dan menerapkan
aspek teknis modern dan tradisi/budaya/kearifan lokal masyarakat adat
setempat.
14. Kebakaran tidak terkendali adalah :
a. Kebakaran yang terjadi tanpa diketahui asal usul api dan pelakunya .
b. Kebakaran yang terjadi merambat keluar areal pembakaran yang diizinkan.
15. Pembukaan Lahan dan Pekarangan adalah kegiatan membuka lahan baru untuk
sawah, ladang dan kebun masyarakat termasuk pemeliharaan dan pembersihan
lahan dan pekarangan.
16. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah angka yang tidak mempunyai
satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu
tertentu, yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai
estetika dan makhluk hidup lainnya.
17. Indeks Cuaca Kebakaran atau Fire Weather Index (FWI) adalah peringkat
numerik dari intensitas kebakaran yang merupakan peringkat bahaya kebakaran
secara umum.
18. Darurat Pencemaran Udara adalah terjadinya pencemaran udara yang
ditunjukkan dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) telah mencapai
angka 300 atau lebih dan kualitas udara mencapai kategori ”berbahaya”.
19. Potensi Kekeringan Dan Asap atau Drought Code (DC) adalah peringkat
numerik dari kandungan kadar air di lapisan organik yang berada di bawah
-5-

permukaan tanah, digunakan sebagai indikator kekeringan dan potensi


terjadinya kabut asap.
20. Indeks Resiko Kebakaran adalah nilai prakiraan jumlah titik api yang diprediksi
dengan menggunakan data indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) atau
data prakiraan hujan bulanan.
21. Pejabat yang berwenang pemberi izin adalah Bupati/Walikota, Camat,
Lurah/Kepala Desa dan Ketua RT.
22. Pemangku Adat adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang adat
istiadat dan diakui oleh masyarakat setempat.
23. Damang adalah seorang Kepala Adat yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
24. Instansi yang berwenang dalam penanggulangan kebakaran lahan adalah
instansi yang ditugasi melaksanakan pemadaman kebakaran lahan di
Kabupaten/Kota/Kecamatan/Desa/Kelurahan dengan cara bekerjasama dan
mengedepankan peran serta kelompok masyarakat baik yang dibina oleh
pemerintah maupun kelompok masyarakat yang berinisiatif sendiri.
25. Instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup adalah instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di Kabupaten/kota.
26. Instansi teknis adalah instansi yang ditugasi untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian pembakaran lahan dan pekarangan secara terbatas dan terkendali
di Kabupaten/Kota.

BAB II
PEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN
Pasal 2

(1) Setiap orang dapat membuka lahan dan pekarangan pada lokasi baru baik
didalam maupun diluar wilayah hak adat sesuai dengan hukum yang berlaku
dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang.

(2) Setiap orang dapat membuka lahan dan pekarangan pada lahan yang pernah
digarap sebelumnya yang dibuktikan surat penguasaan tanah atau hak-hak
lainnya seperti hak-hak adat atas tanah yang diakui oleh masyarakat setempat.

(3) Pembukaan lahan dan pekarangan diutamakan dengan cara Pembukaan Lahan
Tanpa Bakar (PLTB).

(4) Setiap orang yang melakukan kegiatan pembukaan lahan dan pekarangan
dengan cara pembakaran, harus dilaksanakan secara terbatas dan terkendali,
setelah mendapat izin dari pejabat berwenang.

(5) Pembukaan lahan dan pekarangan dengan tujuan akhir :


a. Untuk kebun dilakukan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali
dilakukan pada tahun I (pertama), selanjutnya pada tahun ke II (kedua) dan
ke III (ketiga) pada lokasi yang sama dikelola menggunakan teknologi
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
-6-

b. Untuk sawah dan atau ladang dapat dilakukan pembakaran terbatas dan
terkendali, dan jika areal sawah dan atau ladang telah bersih dari sisa pohon
maka selanjutnya diterapkan terknologi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar
(PLTB).

(6) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (5) dilakukan pembinaannya oleh


Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha dengan
mengacu kepada Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor
38/KB.110/SK/DJ.BUN/05/95 tanggal 30 Mei 1995 yang disempurnakan dengan
Pedoman Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) Direktorat Jenderal
Perkebunan Departemen Pertanian tahun 2006.

(7) Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan untuk sawah,
ladang, kebun pada lahan gambut, ditetapkan sebagai berikut :
a. Pada jenis gambut pantai (yang dipengaruhi dan tergenang oleh pasang air
laut) dengan lapisan gambut tipis, pembukaan awal dapat dilakukan dengan
pembakaran terbatas dan terkendali, tetapi tidak dilakukan pada musim
kemarau.
b. Pada jenis gambut pedalaman yang masih tergolong mentah (tidak
dipengaruhi dan tidak oleh genangan pasang air laut), terutama lapisan
gambut dengan ketebalan lebih dari 50 cm, tidak diperkenankan dilakukan
pembakaran.

(8) Setiap orang yang melakukan pembersihan lahan dan pekarangan tetapi bukan
untuk sawah, ladang, atau kebun, harus tetap menerapkan cara pembakaran
terbatas dan terkendali, serta tidak dilakukan pada musim kemarau.

BAB III
PERIZINAN
Pasal 3

(1) Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara
pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapatkan izin dari pejabat yang
berwenang sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Gubernur ini.

(2) Pejabat yang berwenang memberikan izin adalah Bupati/Walikota.

(3) Kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dengan
luas lahan dibawah 2,5 Ha, dilimpahkan kepada :
a. Camat, untuk luas lahan diatas 0,5 sampai dengan 2,5 Ha;
b. Lurah/Kepala Desa, untuk luas lahan diatas 0,1 sampai dengan 0,5 Ha;
c. Ketua RT, untuk luas lahan sampai dengan 0,1 Ha.

(4) Pemberian izin untuk pembakaran secara komulatif pada wilayah dan hari yang
sama :
a. Tingkat Kecamatan maksimal 100 Ha atau;
b. Tingkat Kelurahan/Desa maksimal 10 Ha.
-7-

(5) Permohonan perizinan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :


a. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk;
b. Foto Copy Surat Penguasaan Tanah/Bukti Kepemilikan;
c. Persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan;
d. Mengisi Formulir permohonan izin sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Gubernur ini.

(6) Dalam pemberian izin, pejabat yang berwenang harus memperhatikan data
Indeks resiko kebakaran dan atau hotspot (titik panas), Indeks Peringkat
Numerik Cuaca Kebakaran atau Fire Weather Index (FWI) dan atau Peringkat
Numerik Potensi Kekeringan dan Asap atau Drought Code (DC); dan atau jarak
pandang yang berada diwilayahnya berdasarkan data dari instansi Lingkungan
Hidup Kabupaten/Kota.

(7) Semua perizinan pembakaran terbatas dan terkendali dinyatakan tidak berlaku
apabila Gubernur mengumumkan status “BERBAHAYA” berdasarkan Indeks
Kebakaran dan atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sampai tingkat
kebakaran dan atau keadaan darurat pencemaran udara dinyatakan berhenti.

BAB IV
TATA CARA
Pasal 4

(1) Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara
pembakaran, wajib melaksanakan tata cara dan teknik pembakaran terbatas dan
terkendali.

(2) Tata cara dan teknik pembakaran terbatas dan terkendali sebagaimana
dimaksud ayat (1), antara lain :
a. Mengharuskan biomas (daun/ranting) tidak menumpuk di bagian tepi
lahan,yaitu dengan cara menebang pohon di bagian tepi rebah ke bagian
dalam lokasi lahan.
b. Membuat sekat bakar keliling dengan lebar yang cukup dan aman dari
bahaya kebakaran;
c. Menyediakan bahan dan peralatan pemadam api yang memadai;
d. Memberitahukan pemilik lahan yang berbatasan sebelum melakukan
pembakaran;
e. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergiliran untuk lokasi
yang berkelompok dan berdekatan;
f. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergotong royong
pada waktu yang tepat yaitu mulai pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul
18.00 WIB;
g. Pembakaran terbatas dan terkendali dimulai dari tepi lahan yang
berlawanan arah angin, dan setelah api bergerak jauh ke arah dalam,
pembakaran dilakukan dari bagian tepi lahan searah angin.
-8-

h. Selama kegiatan pembakaran terbatas dan terkendali harus dijaga secara


bersama dan teliti, agar tidak ada api yang merambat keluar lahan;
i. Setiap orang tidak diperkenankan meninggalkan lahan dan pekarangan
yang sedang dibakar sebelum api benar-benar padam;
j. Menggunakan dan mengutamakan tata cara tradisional / budaya/ kearifan
leluhur masyarakat adat setempat.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5

(1) Setiap orang berhak untuk :


a. Memperoleh bantuan dan pembinaan dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan dunia usaha terkait dengan penerapan teknis
pembakaran terbatas dan terkendali sampai dengan saatnya penerapkan
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) dan mekanisasi pertanian.
b. Memperoleh Informasi yang berhubungan dengan indeks resiko kebakaran,
titik api, teknik dan tata cara pembakaran secara terbatas dan terkendali,
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), mekanisasi pertanian dan informasi
lainnya.
c. Meminta bantuan pemadam kebakaran kepada Instansi terkait dan satuan
pengendali kebakaran terdekat, apabila terjadi kebakaran lahan dan
pekarangan yang tidak terkendali.

(2) Setiap orang berkewajiban untuk :


a. Melaporkan kepada pejabat daerah setempat tentang kejadian kebakaran
tidak terkendali;
b. Melakukan penanggulangan awal terhadap kebakaran lahan dan pekarangan,
bilamana terjadi kebakaran yang tidak terkendali.
c. Memelihara dan membersihkan lahan dan pekarangannya pada musim
penghujan dan menjaga dari ancaman kebakaran pada musim kemarau.

BAB VI
TANGGUNG JAWAB
Pasal 6

(1) Bupati/Walikota, Camat, Lurah/Kepala Desa dan Ketua RT bertanggung jawab


terhadap penyampaian informasi indeks resiko kebakaran dan indeks terkait
lainnya, pengendalian pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat
dengan cara membakar secara terbatas dan terkendali sebagaimana dimaksud
Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 di wilayahnya masing-masing.

(2) Setiap orang bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran lahan dan
pekarangan yang dimiliki/digarapnya.
-9-

BAB VII
KOORDINASI
Pasal 7

(1) Bupati/Walikota, Camat dan Damang melakukan koordinasi terhadap


pengendalian pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat dengan cara
membakar secara terbatas dan terkendali di wilayahnya masing-masing.

(2) Lurah/Kepala Desa melakukan koordinasi dengan Pemangku Adat/Damang


terhadap pengendalian pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat di
wilayah desa/kelurahannya.

(3) Koordinasi pelaksanaan pembakaran terbatas dan terkendali untuk lahan dan
pekarangan bagi masyarakat melalui Pos Simpul Koordinasi (POSKO)
Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan disetiap jenjang
Pemerintahan.

BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 8

(1) Gubernur, Bupati/Walikota, Camat melakukan pembinaan dan pengawasan


terhadap pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat, dengan
pembakaran yang terbatas dan terkendali di wilayahnya masing-masing.

(2) Lurah/Kepala Desa dan Pemangku Adat/Damang melakukan pembinaan


terhadap Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan bagi
masyarakat, dengan pembakaran yang terbatas dan terkendali yang ada di
wilayahnya masing-masing.

(3) Pembinaan teknis berkaitan dengan pemanfaatan indeks resiko kebakaran


dalam mencegah bahaya kebakaran dan pembukaan lahan dan pekarangan
bagi masyarakat dengan pembakaran yang terbatas dan terkendali serta PLTB
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan dan
Badan/Dinas/Instansi teknis terkait lainnya.

(4) Setiap orang sejak tahun I (pertama) dan selanjutnya dibina menjadi petani
menetap.

(5) Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan dan Badan/Dinas/Instansi


teknis terkait lainnya wajib menyampaikan laporan bulanan pembukaan lahan
dan pekarangan bagi masyarakat dengan pembakaran yang terbatas dan
terkendali serta PLTB secara berjenjang.
- 10 -

BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 9

Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan Peraturan Gubernur ini, dibebankan


pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota
serta sumber dana lain yang tidak mengikat, sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Peraturan Gubernur ini tidak berlaku bagi Perkebunan Besar Sawit (PBS) di
Kalimantan Tengah.
Pasal 11

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Kalimantan
Tengah

Ditetapkan di Palangka Raya


pada tanggal 11 Agustus 2008

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

ttd

AGUSTIN TERAS NARANG

Diundangkan di Palangka Raya


pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

THAMPUNAH SINSENG

BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN NOMOR

Anda mungkin juga menyukai