Anda di halaman 1dari 7

RESUME THEORIES OF MEDIA

Semiotic Tradition
 Pesan media selalu lebih menarik jika dilihat dari perspektif semiotic karena pesan
media biasanya berisi campuran dari symbol yang terorganisasi dengan jarak dan
secara urut untuk menciptakan citra, menularkan ide atau mendatangkan makna ke
audience.
 Salah satu pakar semiotic adalah Roland Barthes, sedangkan pakar semiotika media
yaitu Jean Baudrillard.
 Baudrillard percaya bahwa media memaksa menciptakan jarak antara simbol dengan
realita. Konsep Jean Baudrillard dikenal dengan nama simulacra/simulation.
 Baudrillard membagi tahap sign-order menjadi 4, yaitu: (1) Symbolic Order, a sign is
reflection of basic reality, (2) Counterfeits, a sign masks and perverts basic reality,
(3) Production, A sign masks the absence of the a basic reality, (4) Era of
simulation, a sign bears no relation on any reality whatever: it is its own pure
simulacrum.
 Konsep simulacrum disini maksudnya adalah bahwa (1) Media mulai membentuk
realitas yang tidak ada dalam dunia nyata menjadi “ada”. (2) Media mulai
mengarahkan apa yang penting dan bagaimana sebuah figur “ideal” mulai ditampilkan
melalui media. (3) audience mulai menggunakan sesuatu bukan karena alasan praktis
tapi karena sesuatu tersebut telah menjadi simbol.
 Konsep Roland Barthes adalah mengenai makna konotasi atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Myth.

The Sociocultural Tradition


Terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu Medium Theory, Agenda Setting dan Social Action
Media.
Medium Theory
 Dalam pembahasan mengenai Medium Theory akan dijabarkan bagaimana
masyarakat berinteraksi dengan media di era yang berbeda-beda, pertama di era
Classical Medium Theory, kedua di era McLuhan dan ketiga di era New Media
Theory.
 Di era Classical Medium Theory, lahir medium teori McLuhan yang mengatakan
bahwa media, apart from whatever content is transmitted, impact individuals and
society. Ide ini dia dapatkan dari mentornya Harold Adam Innis yang mengajarkan
1
mengenai communication media are the essence of civilization and that history is
directed by the predominant of media each age. Bagi McLuhan dan Innis, media are
the extensions of the human mind.
 Di era Building McLuhan, Donald Ellis memberikan perspektif yang baru mengenai
apa yang telah dikemukakan oleh McLuhan dan Innis, yaitu the predominant media
at any given time will shape behavior and thought. Implikasinya, media elektronik,
verbal dan non verbal komunikasi mempunyai efek yang berbeda-beda tergantung
bagaimana kita berinterkasi atau menggunakan media tersebut.
 Era New Media Theory berkembang sejak tahun 1980 sampai sekarang. Titik berat
dari era New Media Theory mengenai perubahan konsep media, dari semula “mass”
menjadi lebih bermacam-macam bentuknya, dari yang sangat luas cakupannya hingga
ranah pribadi. Bentuk baru dari media tadi mempengaruhi jenis pesan yang
tersalurkan. Mulai dari pesan yang sifatnya pribadi hingga interaksi antar individu.
 Terdapat dua pandangan yang dominan dari perbedaan antara the first media age
dengan the second media age, dimana first media age menekankan pada
siarannya/broadcast, sedangkan untuk second media age menekankan pada
jaringannya/networks, yaitu pendekatan social interaction dan pendekatan the social
integration.
 Social Interaction Approach, first media age: Transmission of information , second
media age: more interactive and create a new sense of personalized communication.
 Social Integration Approach, first media: Instrument of information, second media:
allowing to come together to in some form of community and offering a sense of
belonging.
Agenda Setting
 Formula agenda setting dikemukakan oleh Walter Lippman yang dia sebut dengan
pseudoenvironment. Lippman mengatakan: “ the public responds not to actual events
in the environment but to “the pictures in our heads”. Dengan kata lain, agenda
setting membangun isu atau image secara perlahan ke dalam benak publik.
 Dua tahapan agenda setting yaitu pertama membangun isu-isu umum yang penting,
kedua membedakan bagian atau aspek mana dari isu-isu tersebut yang penting.
 Agenda setting adalah proses tiga tahap. Pertama, isu yang menjadi prioritas agenda
media perlu ditetapkan. Kedua, agenda media berinteraksi dengan apa yang
dipikirkan oleh publik, sehingga menciptakan agenda public/ public agenda. Ketiga,
agenda publik mengakibatkan para pembuat kebijakan berfikir mengenai apa yang
2
dirasa penting, kemudian disebut public agenda. Dimana kemudian public agenda
mempengaruhi policy agenda.
 Efek teori tradisional agenda setting menurut Siunne dan Borre yaitu (1)
representation, (2) persistence, (3) persuasion.
 Relasi kuasa antara media dengan pihak luar yang menentukan agenda media dibagi
menjadi 4: (1) a high power source – a high power media, (2) a high power source –
low power media, (3) a lower power source – high power media, (4) a low power
source – low power media.
Social Action Media Studies
 Enam premis dalam Social Action Media Studies: (1) meaning is not in the message
itself but is produced by an interpretive process in the audience. (2) the meaning of
media messages and programs is not determined passively but produced actively by
audiences. (3) the meaning of media shift constantly as the members approach the
media in different ways. (4) the meaning of a program or message is never
individually established but is communal. It is part of the tradition of a group,
community or culture. (5) the actions that determine a group’s meaning for media
content are done in interaction among members of the group. (6) researchers join the
communities they study, if only temporarily, and therefore have an ethical obligation
to be open about what they are studying and share what they learn with those studied.
 Cara lain dalam pendekatan media adalah berfikir bahwa audience terdiri dari
bermacam-macam interpretive communities, dimana mereka masing-masing memiliki
arti yang berbeda-beda terhadap apa yang telah dibaca, dilihat maupun didengar.
Thomas Lindlof menggaris bawahi tiga aliran interpretive communities yaitu (1)
content; (2) interpretation; (3) social action.

The Sociopsychological Tradition


Tradisi sosiopsikologi membicarakan efek media terhadap kehidupan masyarakat. Dalam
tradisi ini dibagi menjadi empat sub bab yakni The effects tradition, Cultivation theory, Uses
and Gratifications, Depedency Theory.
The Effects Tradition
 Dari penelitian yang dilakukan oleh Raymond Bauer diketahui audience susah untuk
dibujuk, sehingga Bauer menyebutnya “obstinate”. Bauer juga menolak teori
Hypodermic-Needle dimana teori ini mengemukakan bahwa efek hanya terjadi antara

3
komunikator dengan audience. Bauer menambahkan banyak variabel yang
berinteraksi untuk membentuk efek dalam berbagai bentuk.
 Perkembangan dari teori Hypodermic Needle adalah teori two-step flow, yang
menyatakan bahwa media menginformasikan pesan kepada opinion leaders, yang
kemudian opinion leaders ini mempengaruhi orang lain melalui komunikasi
antarpribadi.
 Kemudian di tahun 1960, berkembang teori lain mengenai variabel yang membentuk
efek, yakni dikembangkan oleh Joseph Klapper yang terkenal dengan nama the
reinforcement. Satu teori lagi yang juga menyoroti masalah terpaan media yakni
selective-exposure theories. Persamaan kedua teori ini : melihat komunikasi massa
menjadi semakin kompleks dari yang dibayangkan sebelumnya.
Cultivation Theory
 Teori kultivasi dikembangkan oleh George Gerbner dan teman-temannya. Teorinya
berbunyi “television brings about a shared way of viewing the world”.
 Teori kultivasi menitikberatkan studinya pada keseluruhan kumpulan pola
berkomunikasi dengan televisi dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan
kontek khusus atau efek tertentu.
 Menurut Gebner, audience dibagi menjadi dua, yaitu (1) heavy viewers, (2) light
viewers. Heavy viewers menurutnya, akan percaya terhadap apa yang disajikan oleh
televisi. Ada semacam pengukuhan atas pengalaman yang terjadi pada dirinya setelah
melihat televisi yang menyajikan pengalaman yang sama. Walaupun sebenarnya
televisi tidak menghadirkan realita yang sebenarnya.
 Gebner berpendapat televisi mengandung muatan unsur kekerasan (violence) atau
lebih khusunya dramatic violence. Adanya muatan ini berakibat pada perilaku
penonton televisi. Ada empat perilaku yang Nampak, yaitu (1) chance of involvement
with violence, (2) fear of walking alone at night, (3) perceived activity of police, (4)
general mistrust of people.
Uses, Gratifications and Dependency
 Teori Uses and Gratifications memfokuskan pada audience dan bukan pada pesannya.
Disni, audience diasumsikan sebagai pemirsa yang aktif dan tahu apa keinginannya.
Audience memilih media yang mereka gunakan untuk memenuhi atau memuaskan
kebutuhan mereka.
 Teori Pengharapan nilai (Expectancy-Value Theory) dari Palmgreen merupakan
perluasan dari teori uses and gratifications. Teori dari Palmgreen ini menyoroti
4
masalah pengharapan dari media yang digunakan. Artinya, ketika
pengharapan/keinginan audience akan isu sesuatu itu tinggi, maka audience tersebut
akan lebih sering menggunakan media daripada sebelumnya untuk memuaskan
kebutuhan mereka akan suatu isu tertentu.
 Teori Dependensi (Depedency Theory) dari Ball –Rokeach dan DeFleur
memfokuskan kajiannya pada hubungan yang integral antara audience, media dan
komunitas sosial yang lebih besar. Dua faktor yang membedakan seberapa
bergantungnya audience kepada media, yaitu (1) Audience akan lebih bergantung
pada media dimana media tersebut mampu memenuhi atau memberikan kepuasan
akan beberapa kebutuhan audience daripada media yang hanya dapat memberikan
kepuasaan akan sedikit kebutuhan. Jadi, semakin besar media mampu memenuhi
kebutuhan audience, audience akan semakin bergantung kepada media. (2) sumber
kebergantungan yang kedua yaitu stabilitas sosial. Artinya, ketika situasi sosial dan
konflik sedang tinggi atau memanas, maka kebergantungan seseorang terhadap media
akan meningkat.

The Cybernetic Tradition


Cybernetic tradition melihat suatu fenomena atau suatu problem tidak hanya lewat satu
sistem saja. Lingkaran cybernetic yang besar dan ada meliputi media, opinion leader dan
jaringan komunikasi interpersonal. Teori yang menggambarkan mengenai hal ini yakni
pendekatan Opini Publik (Public Opinion) dan Spiral of Silence.
 Fokus dalam spiral of silence dan opini publik adalah bahwa media berperan penting
dalam penciptaan opini. Disini, menurut Noelle-Neumann, Spiral of Silence muncul
ketika individu merasa bahwa opini mereka populer dalam menyatakan dirinya atau
gagasannya, sebaliknya mereka yang berfikir bahwa opini mereka tidak populer,
mereka memilih untuk diam.
 Dua dasar pemikiran dari Spiral of Silence: (1) people know which opinions are
prevalent and which are not. (2) people adjust their expressions of opinion to these
perceptions.
 Spiral of Silence ini disebabkan karena adanya ketakutan akan diisolasi. Artinya,
seseorang takut jika nantinya akan diisolir oleh kelompok sosial tertentu jika
berbicara mengenai isu yang kontroversial, untuk itu dia lebih baik diam. Namun, ada
beberapa kelompok orang yang tidak takut akan spiral of silence, yaitu inovator, agen
perubahan dan avant-garde.
5
 Dua pengalaman yang menyokong adanya sikap merasa powerless ketika berhadapan
dengan media yaitu: (1) Kesulitan mendapatkan publisitas untuk suatu sebab atau
pandangan tertentu, (2) Menjadi kambing hitam oleh media, yang disebut Neumann
sebagai pillory function.
 Singkatnya, Spiral of Silence ini sebuah fenomena yang mengikutsertakan individu
dan media komunikasi. Media mempublikasikan opini publik yang membuat jelas
opini mana yang menonjol.

The Critical Tradition


Pembahasan tradisi kritik oleh Littlejohn dan A.Foss meliputi cabang-cabang dari teori kritik
media dan perkembangan teori feminis media.
Cabang-cabang Teori Kritik Media (Branches of Critical Media Theory)
 Menurut McQuail ada lima cabang utama dalam teori kritik media. Pertama, classical
Marxism. Disini media dilihat sebagai dominansi kelas dan suatu alat dimana kapitalis
meningkatkan keinginannya untuk membuat untung. Kedua, teori political-economic
media. Teori ini menyalahkan kepemilikan media yang menyebabkan society’s ill.
Ketiga, Frankfurt School, dimana ia melihat media sebagai alat untuk mengkonstruksi
budaya, tempat, lebih luasnya lagi mengkonstruksi ide-ide daripada barang-barang.
Keempat, teori hegemoni. Disini media mempunyai peran utama dalam proses
mengekalkan keinginan beberapa kelas tertentu diatas yang lain. Kelima, cultural
studies. Pendekatan ini berbeda dengan keempat pendekatan diatas. Pendekatan ini
lebih kepada semiotic, pemaknaan terhadap tanda-tanda produk budaya.
Feminist Media Studies
 Feminist media studies menawarkan pemahaman yang kompleks dan terus meningkat
mengenai gender dalam hubungannya dengan media. Salah satu teori yang khusus
mempelajari feminist media theory adalah teori kritik media oleh Bell Hooks.
 Teori Hooks adalah mengenai penghapusan dominasi dengan penggunaan
komunikasi. Yang termasuk ke dalam dominansi yaitu pertautan sistem antara sexism,
racism, class elitism, capitalism dan heterosexism.
 Hooks mempunyai sarana untuk menekan dominansi yaitu melalui decolonization.
Decolonization adalah sebuah proses pembongkaran dengan asumsi dari realitas
mengenai budaya yang dominan, termasuk tendensi dari orang-orang yang tertindas
atau terhimpit untuk menginternalisasi status mereka sebagai orang bawahan.

6
 Dua bentuk decolonisasi yang diajukan Hooks: pertama, critique. Kritik menurut
Hooks haruslah menginterogasi, menantang dan berhadapan muka. Kedua, penemuan
atas bentuk budaya yang tidak mendominasi. Artinya, menciptakan kehidupan yang
tidak mengeksploitasi dan tidak mendominasi di dalam kehidupan seseorang melalui
media.
 Menurut Hooks, kritik tidak berarti jika tidak merubah kebiasaan individu, tanpa
mengikutsertakan ide-ide atau kritik tersebut ke dalam kehidupan kita dan dalam jiwa.
 Pada akhirnya, tradisi kritik dipengaruhi oleh tradisi semiotik. Tradisi kritik juga
menunjang seluruh tradisi di komunikasi untuk membantu pemahaman kita akan
media dan bagaimana mereka berfungsi di dalam kehidupan sosial dan di dalam
kehidupan kita.

Anda mungkin juga menyukai