Anda di halaman 1dari 7

OPTIMALISASI PEMBAYARAN PAJAK untuk MENGHEMAT PAJAK

RINGKASAN MATERI KULIAH


MANAJEMEN PERPAJAKAN

DOSEN PENGAJAR: NI MADE SUINDARI, SE.,M.Si,BKP

NAMA : NI PUTU AYU DIAN YULIA DEWI


NPM : 1833121040
KELAS : D1-AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2021
Optimalisasi pembayaran pajak ini merupakan suatu langkah pengamanan yang harus
dilakukan wajib pajak terkait transaksi dengan pihak ketiga dan penjagaan cash flow
perusahaan, yang tujuan nya adalah untuk mendatangkan penghematan pajak. Optimalisasi
pembayaran pajak dapat dilakukan seperti diuraikan dibawah ini:
a. Pengamanan kontrak-kontrak bisnis dari potensi pemotongan with
b. Holding tax
c. Optimalisasi pengkreditan Pajak Penghasilan yang telah dibayar
d. Pengajuan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25
e. Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23
f. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak
g. Rekonsiliasi atau ekualisasi SPT PPh badan dengan SPT PPH Pasal 21 , PPh Pasal
23/26 dan SPT Masa PPN
1. Pengamanan Kontrak - Kontrak Bisnis dari Potensi Pemotongan Witholding
Tax
Dalam praktik bisnis banyak terjadi kasus pemungutan atau pemotongan pajak dari
pihak ketiga, dimana yang membuat kontrak bisnis misalnya kontrak jual beli/kontrak jasa
konstruksi/kontrak sewa-kurang memahami atau memgabaikan aspek perpajakannya
secara detail dan sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga saat periksaan oleh fiskus,
perusahaan dikenai kewajiban untuk membayar witholding tax ditambah denda
keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.
Belum lagi bila vendor tidak bersedia dipotong pajaknya karena pembayaran nya
mengacu pada kontrak yang telah di setujui sebelumnya, sehingga bila perusahaan pembeli
atau pemilik proyek tidak memotong witholding tax, perusahaan pembeli atau pemilik
proyek mau tidak mau dikenai kewajiban untuk membayar witholding tax ke kas negara
berikut sanksi perpajakanya. Ada 2 pilihan perlakuan perpajakan atas transaksi tersebut:
a. Jika mau witholding tax tersebut dibiayakan dalam Laporan Keuangan Fiskal, maka
nilai traksaksi dalam kontrak yang akan dibayar tersebut di gross-up, sehingga
jumlah transakasi dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut.
b. Bila perusahaan membayarkan witholding taxtidak boleh dibebankan sebagau
biaya oleh oerusahaan karena tidak di gross-up.

1
2. Optimalisasi Pengkreditan PPh yang Telah Dibayar
Kredit pajak merupakan jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh wajib pajak
sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain.
Optimalisasi kredit pajak dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan administrasi harus tertata dengan baik dan tertib, baik dalam hal
pencatatannya maupun kelengkapan dokumentasinya
b. Untuk memenuhi kelengkapan formal, terutama pada saat pe,meriksaan
berlangsung, setiap kali pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain
sebaiknya langsung diminta Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh nya.
3. Pengajuan Permohonan Penurunan Angsuran PPH Pasal 25
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan di sertai proyeksi laba pada akhir tahun dan alasan terjadinya penurunan
laba, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalanya tahun pajak, wajib pajak dapat
menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar
penghitungan besarnya pajak penghasilan pasal 25.
b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 harus
disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan.
4. Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23
Pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan Pajak Penghasilan diberikan
Dirjen Pajak melalui Surat Keterangan Bebas. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
wajib pajak adalah:
a. Wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal berhak melakukan kompensasi
keuangan fiskal
b. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dan pajak penghasilan
yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan
dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jendral
Pajak

2
5. Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak
Wajib pajak diberi hak mengajukan permohonan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak untuk semua jenis ketetapan pajak, baik berupa SKP maupun STP. Pasal
19 ayat (1) KUP No.28 tahum 2007 mengatur pengenaqn sanksi administrasi berupa bunga,
dalam hal apa wajib pajak di perbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
6. Rekonsiliasi/equalisasi SPT PPh Badan dengan SPT Lainnya dan Laporan
Keuangan (Fiskal)
a. Rekonsiliasi/ ekualisasi SPT PPH badan dengan SPT PPN
Rekonsiliasi dilakukan atas transaksi pembelian dan penjualan serta PPN yang
mengikutinya, yakni PPN Masukan dari transaksi pembelian dan PPN Keluaran dari omset
penjualan, an apakah kedua SPT tersebut telah menunjukkan angka yang sama atau belum.
b. Rekonsiliasi/ ekualisasi SPT PPH badan dengan SPT PPh pasal 21
Rekonsiliasi SPT PPH badan dengan SPT PPh pasal 21 adalah prosedur pengecekan
yang dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biaya gaji dan tunjangan yang dibayarkan pihak
perorangan yang berkaitan dengan hubungan kerja.
c. Rekonsiliasi/ Ekualisasi SPT PPH badan dengan SPT PPh pasal 23
Rekonsiliasi PPH badan Dengan SPT PPh pasal 23 berkaitan dengan prosedur
pengecekan yang dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biaya sewa, bunga, dividen, royalti,
dan jasa lainnya yang dipotong dalam PPh pasal 23.
7. Kebijakan Perpajakan Lainnya Untuk Penghematan PPH Atas Transaksi
Tertentu
a. Penilaian kembali/ revaluasi aktiva tetap
Penilaian kembali dilakukan oleh perusahaan penilai yang diakui pemerintah. apabila
nilainya tidak mencerminkan nilai sebenarnya, maka Dirjen pajak akan menetapkan
kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
b. Utang/piutang kepada pemegang saham
Semua pinjaman yang diberikan oleh pemegang saham kepada perusahaan akan
terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar, kecuali untuk pinjaman tanpa bunga dari
pemegang saham yang diterima oleh wajib pajak berbentuk perseroan terbatas
diperkenankan.
c. Bunga pinjaman
Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai Biaya, sepanjang pinjaman tersebut
digunakan oleh wajib pajak untuk kegiatan operasional perusahaan.

3
d. Pencadangan/Penghapusan Piutang Tak Tertagih
Sesuai dengan ketentuan UU PPh 2008 Pasal 9 (1) huruf c, jenis jasa yang
diperkenankan menyisihkan cadangan diperluas.
e. Biaya Pra-Oprasi (Pre-Operating Cost/Biaya Pendirian)
Pengeluaran untuk biaya pendirian suatu perushaan dibebankan pada tahun terjadinya
pengeluaran sesuai dnegan kelompok harta tak berwujud yang ditetapkan dengan ketentuan
sebagaimna dimaksud dalam pasal 11 A ayat (2) UU PPh No.36 tahun 2008.
f. Reimbursement
Transaksi reimbursementitems merupakan pengeluaran- pengeluaran yang sudah
ditalanagi lebih dulu oleh pihak lan kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan.
Secara fiskal reimbursementdituntut senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan
formal dalam kontrak, pembukuan dan dokumentasinya.
g. Pembukuan dalam Valuta Asing
Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan
satuan mata uang selain rupiah yaitu bahasa inggris dan satuan mata uang dolar amerika
serikat. Wajib pajak tersebut meliputi:
- Wajib pajak dalam rangka penanaman modal asing.
- Wajib pajak dalam rangka kontrak karya.
- Wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama
- Bentuk usaha tetap
h. Transaksi dalam Mata Uang Asing
Secara umum peraturan perpajakan tentang selisih kurs diatur dalam peraturan
pemerintah No.94 tahun 2010. Peraturan pelaksana perpajakan tentang selisih kurs diatur
dalam surat edaran dirjen pajak No. SE-03/P3.31/1997. Perlakuan Pajak penghasilan atas
laba/rugi selisih kurs atas perkiraan utang kepada kantor pusat bagi BUT (SE.No.
11/PJ.42/2000 dan 08/PJ.42/2000).
i. Rekonsiliasi Fisikal
Rekonsiliasi fisikal adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPH Badan berupa kertas
kerja yang berisi penyesuaian laba/rugi sebelum pajak menurut komersial atau pembukuan
(yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi) dengan laba/rugi yang terdapat dalam
laporan keuangan fisikal.

4
8. Bentuk Kertas Kerja Rekonsiliasi Fisikal
Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh wajib pajak sebagai
penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntadi secara komersial yang diatur dalam SAK.
Namun berdasarkan ketemtuan peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan
merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan
pengahasilan atau sebagian merupakan biaya
Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara
akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fisikal, misalnya dalam ketentuan masa
manfaat dari aktiva yang dilakukan penyusutan atau amortisasi.
9. Penerapan Tax Planning Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Aspek
Keadilan Dalam Kebijakan Perpajakannya
a. Perubahan UU PPH Dan Kriteria Usaha UMKM
Ketentuan terbaru pasal 31UU PPH Nomor 36 tahun 2008 menyiratkan penetapan
wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan 50 miliar rupiah
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% sebagai pengusaha UMKM.
b. Peningkatan Daya Saing Perekonomian Indonesia
Dengan adanya perubahan undang-undang PPH, tarif PPH badan menjadi tarif tunggal
dan diturunkan menjadi 28% tahun 2009, dan menjadi 25% tahun 2010.
c. Pasal 31 E UU PPH Nomor 36 Tahun 2008
Penambahan pasal 31 E yang menetapkan bahwa wajib pajak badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai dengan 50 miliar rupiah mendapat fasilitas pengurangan
tarif sebesar 50%. n
10. Strategi Tax Planning UMKM
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008, pemekaran usaha adalah
pemisahan satu wajib pajak badan yang modalnya terbagi atas saham, menjadi dua wajib
pajak badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian harta dan kewajibannya kepada badan usaha baru tersebut tanpa melakukan
likuidasi badan usaha yang lama. Kebijakan berdasarkan peredaran bruto ini dapat
menimbulkan upaya tax avoidance yang dilakukan wajib pajak badan, khususnya UMKM
untuk memperkecil omzet demi mencapai syarat dari fasilitas yang diberikan melalui pasal
31 E tersebut.

5
11. Aspek Keadilan dalam Kebijakan Perpajakan UMKM
Dalam mendesain sebuah kebijakan perpajakan, pembuat kebijakan harus
memperhatikan asas-asas perpajakan sehingga kebijakan tersebut tidak timpang karena
ketimpangan tersebut bisa merugikan pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kebijakan
tersebut. Formulasinya adalah asas keadilan (equity). Pemilihan kebijakan yang sudah adil
dalam formulasinya (secara normatif) namun belum tentu adil dalam pratiknya, karena
pada umunya mengukur keadilan sangat relatif tergantung dari aspek/sudut
pandang/parameter mana kita menilainya. Adanya ketidakadilan itu tampat dalam
kebijakan pengurangan tarif PPh bagi WP badan UMKM ini.
12. Ukuran Keadilan Pajak
Prinsip keadilan itu ada dua macam, yaitu keadilan horizontal dan vertikal. Prinsip
keadilan horizontal adalah, badan UMKM yang berpendapatan sama harus membayar
jumlah pajak yang sama, sedangkan prinsip keadilan vertikal beranggapan bahwa badan
UMKM yang memiliki kemampuan berbeda, membayar jumlah pajak gmyang berbeda
pula.
a. Ketidakadilan Horizontal
b. Ketidakadilan Vertikal
13. Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2013 Tentang PPHh Final 1%
Pada pertengahan tahun 2013 pemerintah mulai lagi memberikan sentif fisikal kelada
pengusaha-pengusaha UMKM dengan mengeluarkan peraturan pemerintah No.46 tahun
2013 yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2013, diterapkam sebagai berikut:
a. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap, yang menerima
penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melrbihi Rp.48.000.000.000,00
dalam satu tahun pajak, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif
sebesar 1% dari bruto.

Anda mungkin juga menyukai