SASARAN BELAJAR
http://www.buzzle.com/images/diagrams/hemoglobin-structure.jpg
Tipe rantai globin yang tersedia untuk sintesa hemoglobin tergantung pada tahap
perkembangan individu.
1. Hb Embrionik.
Sintesa Eritrosit dimulai dalam yolk sack embrio yang berumur 19 hari, berlanjut
dalam hati pada usia 6 minggu, dan mulai dalam sumsum tulang pada
kehamilan 4-5 bulan.
2. Hb Fetal
Hemoglobin janin (Hemoglobin F atau HbF) merupakan komponen hemoglobin
utama dalam aliran darah janin dan timbul 90%-95% dalam hemoglobin uterus dari
kehamilan 8-35 minggu sampai pertukaran dari HbF ke Hb dewasa.
3. Hb Dewasa
OLVIA A S 1102014203
Hb dewasa (Hb A) terdiri dari 2 rantai aãglobin dan 2 rantai ßãglobin, dan
menyebabkan 96%-98% Hb dewasa. Hb A2 (a¨2d‘2) terdiri dari 2 rantai a¨globin
dan 2 rantai dqglobin, dan menunjukkan 1,5-3% Hb dewasa. JumlahHb F yang
kecil (0,5-1%) juga masih dijumpai pada orang dewasa.
Sintesa globin
1. Chromosome 11 (b- cluster) :
Urutannya e-Gg-Ag- yb-d-b
2. Chromosome 16 (a-cluster):
Urutannya x2-yx1-ya2-ya1-a2-a1-q
% o f to ta l
g lo b in 5 0
s y n th e s is
3 0
1 0
6 1 8 3 0 b ir th 6 1 8 3 0 4 2
p re n a ta l a g e (w k s ) p o s tn a ta l a g e (w k s )
OLVIA A S 1102014203
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Pada orang normal ada 7 sintesis rantai globin yang berbeda yaitu : 4 pada masa
embrio seperti Hb Gower 1 ( ζ2ε2 ), Hb Gower 2 ( α2ε2 ), Hb Portland 1 ( ζ2 ε2 ), dan
Hb Portland 2 (ζ2 γ2 ). Hb F (α2γ2 ) adalah Hb yang predominant pada saat
kehidupan janin dan menjadi hemoglobin yang utama setelah lahir. Hb A (α2β2 )
adalah hemoglobin mayor yang ditemukan pada dewasa dan anak-anak. Hb A2
(α2δ2 ) dan Hb F ditemukan dalam jumlah kecil pada dewasa ( kira-kira 1,5 - 3,5 %
dan 0,2 – 1,0 % ). Perbandingan komposisi Hb A, A2 dan F menetap sampai dewasa
setelah umur 6 – 12 bulan. Pada orang dewasa , HbA2 kira-kira 1,5% -- 3,5%
hemoglobin total, Persentasenya jauh lebih rendah dari pada waktu dilahirkan, kira-
kira 0,2% - 0,3% meningkat pada saat dewasa pada 2 tahun pertama. Kenaikan yang
tajam terjadi pada 1 tahun pertama dan naik dengan perlahan pada 3 tahun kelahiran.
LO.1.2. Kelainan
OLVIA A S 1102014203
Varian rantai α
Varian rantai β
6 Glu Val S
6 Gl Lys C
26 Glu Lys E
Varian rantai γ
Varian rantai δ
Mutasi gen globin dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yaitu:
1. Hemoglobinopati structural
Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai globin
tertentu. Hemoglobinopati yang penting sebagian besar merupakan varian rantai
beta. Contohnya: penyakit HbC, HbE, HbS, dan lain-lain.
OLVIA A S 1102014203
2. Thalassemia
Perubahan kecepatan sintesis (rate of syhntesis) atau kemampuan produksi rantai
globin tertentu. Salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami
presipitasi, membentuk Heinz bodies. Eritrosit yang mengandung Heinz bodies ini
mengalami hemolisis intrameduler sehingga terjadi eritropoesis inefektif disertai
pemendekan masa hidup eritrosit yang beredar. Contohnya pada thalassemia beta,
rantai beta tidak terbentuk, sehingga rantai alfa mengalami ekses yang
mengakibatkan presipitasi rantai ini. Untuk mengurangi ekses rantai alfa maka
dibentuk rantai gama yang mengikat rantai alfa yang berlebihan sehingga terjadi
konfigurasi baru sebagai α2γ2 atau HbF.
Sintesis globin terjadi di eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan
tingkat terbatas sampai di retikulosit. Gen-gen untuk sintesis globin terletak di
kromosom 11 ( rantai gamma,delta & beta ) dan kromosom 16 ( rantai alfa ). Manusia
mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu rantai α dan non α yang terdiri dari β, γ,
δ, ε, ζ.
OLVIA A S 1102014203
Semua gen globin mempunyai tiga ekson (region yang mengkode) dan dua
intron (region yang tidak mengkode). rNA awal disalin dari intron dan ekson, dan dari
salinan ini, RNA yang berasal dari intron dibuang melalui proses yang dikenal
sebagai penggabungan (splicing). Intron selalu dimulai dengan dinukleotida G-T dan
diakhiri dengan dinukleotida A-G. mekanisme penggabungan mengenali sekuens-
sekuens ini dan juga sekuens-sekuens tetangganya yang dipertahankan. RNA dalam
inti juga di “tutup” dengan penambahan suatu struktur pada ujung 5’ yang
mengandung suatu gugus tujuh metil-guanosin. Struktur tutup mungkin penting untuk
perlekatan mRNA pada ribosom. mRNA yang baru terbentuk juga mengalami
poliadenilasi pada ujung 3’. Proses ini menstabilkan mRNA. Talasemia dapat terjadi
akibat mutasi atau delesi salah satu sekuens tersebut. Sejumlah sekuens lain yang
dipertahankan penting dalam sintesis globin, dan mutasi pada tempat-tempat ini dapat
juga menyebabkan talasemia. Sekuens-sekuens ini memengaruhi transkripsi gen,
memastikan kendalanya, menentukan tempat untuk mengawali dan mengakhiri
translasi dan memastikan stabilitas mRNA yang baru disintesis. Promotor ditemukan
pada posisi 5’ pada gen, apakah dekat dengan tempat inisiasi atau lebih distal. Ini
adalah tempat RNA polymerase berikatan dengan mengkatalisis transkripsi gen.
penguat (enhancer) ditemukan pada posisi 5’ atau 3’ terhadap gen. penguat penting
dalam regulasi ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan dalam regulasi sintesis
berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan pasca kelahiran. Regio pengendali
lokus (locus control region/LCR) adalah unsur regulasi genetic, yang terletak jauh di
hulu kelompok globin β, yang mengendalikan aktivitas genetic masing-masing
domain, kemungkinan dengan berinteraksi secara fisik dengan region promontory dan
membuka kromatin untuk memungkinkan factor transkripsi untuk berikatan.
Kelompok gen globin α juga mengandung region mirip LCR yang disebut HS-40.
OLVIA A S 1102014203
LO.2.2. Epidemiologi
Thalasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,
India sampai Asia Tenggara. Gen pembawa sifat/carrier Thalasemia tersebar di
negara-negara mediterania seperti: Italia, Yunani, Malta, Sardinia, dan Cyprus yang
berkisar antara 10% sampai 16% sedangkan di Asia seperti Cina, Malaysia, dan
Indonesia berkisar antara 3% sampai 10%. Data Thalasemia di Indonesia melaporkan
tingginya kasus Thalasemia disebabkan oleh migrasi dan percampuran penduduk.
Keseluruhan populasi ini menjadi hunian kepulauan Indonesia yang tersebar di
Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Data Thalasemia di
Sumatera Utara melaporkan populasi carrier di Sumatera Utara khususnya Medan
mencapai 7.69% yang terdiri dari Talasemia Alfa 3.35% dan Thalasemia Beta 4.07%
yang terdistribusi pada berbagai suku di Medan yaitu: Batak, Cina, Jawa, Melayu,
Minangkabau, dan Aceh. World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 7%
populasi penduduk di dunia bersifat carrier dan sekitar 300 000 sampai 500 000 bayi
lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Data Thalasemia di Thailand melaporkan
sekitar 300 juta orang bersifat carrier terhadap penyakit kelainan darah ini yang
tersebar di seluruh dunia dan diantaranya sebanyak 55 juta orang berada di Asia
Tenggara. Identifikasi populasi yang merupakan carrier Thalasemia memegang
peranan penting dalam usaha pencegahan penyakit ini.
LO.2.3. Etiologi
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder
OLVIA A S 1102014203
Mutasi gen globin-β terjadi dalam regio promotor dan tempat cap, dalam
ekson-intron, dan di taut penyambungan yang terdapat di batas ekson-intron. Mutasi
juga ditemukan di tempat poloadenilasi dan delesi besar pernah dijumpai di region 5’
dan 3’ pada gen.
1. Alpha-thalassemia
Empat gen terlibat dalam pembuatan rantai alpha hemoglobin dengan masing-
masing orang tua menyumbang dua gen.
1. Satu gen yang bermutasi, seseorang tidak akan mengalami tanda atau gejala
thalassemia. Hanya saja, orang tersebut akan menjadi “pembawa” dan bisa
mewariskannya kepada anak-anak mereka.
2. Dua gen bermutasi akan menimbulkan tanda dan gejala thalassemia ringan.
Kondisi ini disebut alpha-thalassemia minor.
3. Tiga gen bermutasi akan memicu tanda dan gejala sedang sampai parah.
Kondisi ini juga disebut penyakit hemoglobin H.
4. Empat gen bermutasi, kondisi ini disebut alpha-thalassemia mayor atau
hydrops fetalis. Hal ini biasanya menyebabkan janin mati sebelum
dilahirkan atau kematian segera bayi yang baru lahir.
2. Beta-thalassemia
Dua gen terlibat dalam pembentukan rantai hemoglobin beta, dengan masing-
masing orang tua menyumbang satu gen.
a. Satu gen yang bermutasi, penderita akan mengalami tanda dan gejala
ringan. Kondisi ini disebut beta-thalassemia minor.
b. Dua gen bermutasi akan memicu tanda dan gejala sedang sampai parah.
Kondisi ini disebut beta-thalassemia mayor atau anemia Cooley.
OLVIA A S 1102014203
LO.2.4. Klasifikasi
Secara klinis, thalassemia dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Thalasemia mayor, yang sangat tergantung pada transfusi,
b. Thalasemia minor / karier, tanpa gejala (asimtomatik), dan
c. Thalasemia intermedia.
b. Thalassemia-1-α Trait
Delesi pada 2 gen α, dapat berbentuk thalassemia-1a-α homozigot (αα/oo) atau
thalassemia-2a-α heterozigot (αo/αo). Dua loki α globin memungkinkan
erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia hypochromic microcytic
ringan dan indeks RBC rendah.
b. Thalassemia β Intermedia
Suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Pada kondisi ini kedua
gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta
globin. Penderita dapat hidup normal, tetapi mungkin memerlukan transfusi
sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, serta tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi.
memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan
hidupnya.
ATR-X:
a. Mutasi KH2:
*delesi
*missense
*nonsense
*splice site
Patofisiologi
Thalassemia-α
Patofisiologi thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalassemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T)
rantai globin-α. Hilangnya gen globin-α tunggal (- α/αα atau α Tα/αα) tidak
berdampak pada fenotip. Sedangkan thalassemia-2a-α homozigot (- α/ - α) atau
thalassemia-1a-α heterozigot (αα/- -) memberi fenotip seperti pada thalassemia-β
OLVIA A S 1102014203
carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit berat
menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalassemia-
α0 homozigot (- -/- -) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops
syndrome.
Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β, yakni
ketidakseimbangan ratntai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal
patofisiologi kedua jenis thalassemia ini.
Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh HbF ataupun dewasa (tidak
seperti pada thalassemia-β), maka thalassemia-α bermanifestasi pada masa
fetus.
Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai
globin-γ dan –β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat
berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebih rantai-α pada
thalassemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut menyebabkan presipitasi pada
perkursor sel eritrosit, maka thalassemia-α menimbulkan tetramer yang larut
yakni γ4, Hb Bart’s dan β4.
Thalassemia-β
Pada thalassemia-β dimana terdapat penurunan produksi rantai-β, terjadi produksi
berlebihan rantai-α. Produksi rantai globin-γ, dimana pasca kelahiran masih tetap
diproduksi rantai globin α2γ2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi
defisiensi α2β2 (HbA). Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin-β dan rantai
globin-γ tidak pernah mencukupi untuk mengikat rantai-α yang berlebihan. Rantai-α
yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada pathogenesis thalassemia-β.
Rantai-α yang berlebihan, tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya, akan
berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel
progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur
eritrosit menjadi pendek.Akibatnya, timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan
menjadi pendorong (drive) proliferasi eritroid yang terus menerus (intens) dalam
sumsum tulang yang inefektif, shingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini
kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi
(exacerbated) dengan adanya hemodelusi akibat adanya hubungan langsung
(shunting) darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya
splenomegaly. Pada limpa yang membesar, makin banyak sel darah merah abnormal
yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia
sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi
yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti
kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian, apabila besi tersebut tidak segera
dikeluarkan.
pembesaran hati dan limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia
akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya
menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam
otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
1. Thalassemia alfa
Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s
Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali,
asites, serta kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit
hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum,
perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat
membahayakan sang ibu.
HbH disease
Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%,
splenomegali, sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi
mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-α
pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α.
Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami
infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.
Thalassemia α Trait/ Minor
Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang
mikrositik hipokrom.
Sindrom Silent Carrier Thalassemia
Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan
studi DNA/ gen.
2. Thalassemia Beta
Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :
Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik
mikrositik hipokrom.
OLVIA A S 1102014203
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas dan lemah.
b. Pemeriksaan tanda vital heart rate
c. Pada palpasi biasanya ditemu kan hepatosplenomegali pada pasien
3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil tes mengungkapkan informasi penting, seperti jenis
thalassemia.Pengujian yang membantu menentukan diagnosis
Thalassemia meliputi:
b. Elektroforesis Hemoglobin
Elektroforesis Hb adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis
protein pembawa oksigen (Hb) dalam darah. Pada orang dewasa,
molekul-molekul Hb membentuk persentase Hb total sebagai berikut:
HbA : 95%-98%
HbA2 : 2%-3%
HbF : 0,8% - 2%
HbS : 0%
HbC : 0%
Pada kasus thalassemia beta intermedia, HbF dan HbA2
meningkat.Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien
thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2 meingkat
(>3,5% dari Hb total).
Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit berbeda antara
laboratorium yang satu dengan laboratorium lainnya.
d. Pemeriksaan Rontgen
Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
OLVIA A S 1102014203
Elektrofoesi N N Hb A2 N
s
Hb meningkat
1. Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada
anemia defisiensi Fe didapatkan :
3. Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini
bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu
anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran
apusan darah tepi dimana pada defisiensi G6PD nomositik-normokrom dan
pemeriksaan enzim G6PD.
5. Anemia sel sabit dapat dijumpai splenomegali pada anak kecil,setelah dewasa
limfa sering mengecil karena infark berulang.Pada apusan darah tepi ditemukan sel
sabit, sel target dan tanda atrofi lien,yaitu howell-jolly body.pada elektroforesis
Hb.Di jumpai HbS 25-40%,HbA kosong,dan HbF 5-15%.juga ditemukan tanda
hemolisis seperti bilirubin indirek meningkat dan retikulositosis.
LO.2.8. Pentalaksanaan
1. Transfusi darah
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk
mempertahankan hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat. Darah segar,
yang telah di saring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit
dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus
diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk
mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit terhadap eritrosit yang di
trnasfusikan
Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan
terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang ditransfusikan.
Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan selalu membawa kira-kira 250
mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan zat besi hanya
1 – 2 mg per hari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan
transfusi kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan
tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit dan lain-lain. Penumpukan
OLVIA A S 1102014203
zat besi ini akan mengganggu fungsi organ tubuh tersebut dan bahkan
dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau
hati.
6. Splenektomi
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya
terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan
setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan
drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.
Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali,
oleh karena itu operasi dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan
harus ditunda selama mungkin. Indikasi utama splenektomi adalah
meningkatnya kebutuhan transfusi yang menunjukan unsur
hipersplenisme. Meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi
OLVIA A S 1102014203
LO.2.9. Komplikasi
Masalah jantung seperti kegagalan jantung dan irama jantung yang abnormal
(arutmias)
LO.2.10. Prognosis
Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus
penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi
darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Talasemia alfa 1 dan
Talasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga
mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan
alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau
bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.
2. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
d. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi
dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-
4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
e. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis
prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil
penapisan Talasemia.
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai
gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya
meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat
yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan Talasemia
αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko
mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana
gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2
normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non
delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan
dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb
elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi
struktural Hb.
Diagnosis prenatal
C. Posologi
Deferoksamin mesilat tersedia dalam botol kecil yang mengandung 500 mg.
Pada keracunan besi akut, lebih diutamakan pemberian infuse SK yang
diberikan melalui small portable infusion pump, kecuali jika pasien dalam
keadaan syok.
Pemberian IV diperlukan bagi pasien yang berada dalam keadaan syok.
Infuse deferoksamin IV diberikan sebanyak 2 g untuk setiap unit transfuse
darah, tetapi kecepatan infuse tidak boleh melebihi 15 mg/kgBB perjam.
Begitu keadaan klinis mengizinkan, pemberian secara IV harus dihentikan
dan diberikan secara infuse SK.
Untuk intoksikasi besi kronis misalnya pada talasemia, dianjurkan untuk
menggunakan dosis awal yaitu 500 mg infuse SK, yang ditingkatkan
dosisnya hingga tercapai kadar mantap. Dosis efektif berkisar antara 20-60
mg/kg BB. Infuse deferoksamin SK ini diberikan selama 8-12 jam 3-7 kali/
minggu, tergantung berat ringannya keracunan besi yang terjadi.
Pada pasien talasemia yang sedang mendapat tranfusi darah perlu diberikan
2.0 g deferoksamin secara infuse dengan kecepatan tidak lebih 15 mg/ kg BB
perjam pada vena lain.
Deferoksamin tidak dianjurkan untuk mengobati hematokromatosis primer,
untuk ini flebotomi merupakan tindakan pengobatan terpilih, saat ini telah
tersedia kelator besi oral yaitu deferipron untuk pasien yang tidak dapat
menggunakan deferoksamin karena alergi, tidak tahan dengan ES
deferoksamin, atau karena sulitnya teknik pemberian deferoksamin.
2. Deferiprone
OLVIA A S 1102014203
Toksisitas deferiprone
Kerugiannnya adalah adanya agranulositosis, pada pasien dengan yang
terpajan obat, dan neutropenia, dosis yang diterima pasien bervariasi mulai
dari 50 mg-105 mg, hal ini bisa menyebabkan neutropenia maupun
agranulositosis. Kemudian efek yang lebih ringan yaitu nausea atau anorexia,
defisiensi zinc, dan fluktuasi pada enzim hepar, dan arthropathy. Obat ini
belum tersedia di pasaran Indonesia, karena masih dalam tahap penelitian.
3. Deferasirox
Obat ini merupakan golongan kelas dari tridentate iron – selektiv sintesis
chelators, the-bis-hydroxyphenil-triazoles. Sebagai tridentate chalator, 2
molekul defasirox mengikat satu molekul besi. Waktu paruhnya 8-16 jam
dan diberikan satu kali sehari, defasirox ini bisa digunakan pada anak-anak
usia 2 tahun, hal ini telah disetujui oleh FDA.
Toksisitas defasirox
Gejala-gejala yang ditimbulkan adalah rash, gangguan gastrointestinal,
peningkatan serum creatinin yang tidak terlalu progresif.
b) Selama transfusi
1. Jika tersedia, gunakan alat infus yang dapat mengatur laju transfusi (lihat
gambar)
2. Periksa apakah darah mengalir pada laju yang tepat
3. Lihat tanda reaksi transfusi (lihat di bawah), terutama pada 15 menit pertama
transfusi
4. Catat keadaan umum anak, suhu badan, denyut nadi dan frekuensi napas setiap
30 menit
5. Catat waktu permulaan dan akhir transfusi dan berbagai reaksi yang timbul.
c) Setelah transfusi
Nilai kembali anak. Jika diperlukan tambahan darah, jumlah yang sama
harus ditransfusikan dan dosis furosemid (jika diberikan) diulangi kembali.
DAFTAR PUSTAKA