IKAUB-22April2010-SitiZubaidah LS
IKAUB-22April2010-SitiZubaidah LS
net/publication/318040478
CITATIONS READS
4 21,807
1 author:
Siti Zubaidah
Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia
318 PUBLICATIONS 1,159 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Siti Zubaidah on 30 June 2017.
Siti Zubaidah
*
Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang
siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id
PENDAHULUAN
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan, termasuk profesi guru
yang sehari-hari menangani siswa dengan berbagai karakteristiknya yang berbeda antara
satu siswa dengan siswa lainnya. Profesi sebagai guru menjadi lebih berat apabila
menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sementara kemampuan dirinya
mengalami stagnasi. Peningkatan kemampuan anak didik tersebut tidak semata-mata
dilihat dari angka-angka hasil belajar, namun harus memperhatikan banyak sisi seperti
tertuang di dalam peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bab IV pasal 19 ayat 1. Pada peraturan tersebut dinyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Hal ini mengisyaratkan bahwa
dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk dapat memiliki sebuah pendekatan,
metode, dan teknik-teknik tertentu yang dapat menciptakan kondisi kelas pada
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, sehingga pada akhirnya
akan diperoleh kondisi kelas yang termotivasi, aktivitas yang tinggi serta hasil belajar
yang memuaskan.
Bukan hal mudah menjadi guru yang mampu menyelenggarakan pembelajaran
sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Pendidikan di atas. Diperlukan guru
yang profesional untuk mewujudkan “cita-cita yang indah” tersebut. Bagaimana menjadi
guru profesional itu? Terdapat banyak pendapat bagaimana karakter guru profesional itu,
diantaranya menurut Ui Hock (2008), bahwa guru hendaknya mempunyai dasar
pengetahuan tentang subyek atau bahan yang akan diajarkan, pengetahuan pedagogi
secara umum, pengetahuan kurikulum, pengetahuan tentang siswa, pengetahuan
1
Makalah Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Nasional dengan Tema Peningkatan
Profesionalisme Guru melalui Kegiatan Lesson Study, 22 April 2010 di Universitas Brawijaya Malang
1
mengenai konteks pendidikan, pengetahuan tentang tujuan pendidikan nilai-nilai
pendidikan. Sejalan dengan Ui Hock, dari berbagai sumber Wahidin (2009) mengulas
bahwa untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal berikut.
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Hal tersebut berarti
bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
2. Guru menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkan serta
cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal tersebut merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
4. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari
pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu bagi guru untuk melakukan refleksi
dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Agar bisa belajar dari
pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk
dampaknya pada proses belajar siswa.
5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan
melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya
meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga
kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun
kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional. Kutipan lebih lanjut
yang diambil dari tulisan Wahidin (2009) melukiskan pentingnya pengembangan sumber
daya guru dengan dua metafora berikut. Pertama, jabatan guru diumpamakan dengan
sumber air. Sumber air itu harus terus menerus bertambah, agar sungai itu dapat
mengalirkan air terus-menerus. Bila tidak, maka sumber air itu akan kering. Demikianlah
bila seorang guru tidak pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu
pengetahuan tentang apa yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan
pengetahuan dengan cara yang lebih menyegarkan kepada peserta didik. Kedua, jabatan
guru diumpamakan dengan sebatang pohon buah-buahan. Pohon itu tidak akan berbuah
lebat, bila akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi
pertumbuhan pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan
berkembang. Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru.
Setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan
suatu keharusan untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya guru
perlu belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide
kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan
menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.
Paparan di atas, menyiratkan bahwa kita sebagai guru perlu mempunyai
profesionalisme dan selalu berusaha meningkatkannya. Terdapat berbagai cara
meningkatkan profesionalisme sebagai guru, di antaranya melalui pendidikan dan
pelatihan (off the job training), pelatihan dalam pelaksanaan tugas (on the job training),
kegiatan penelitian pendidikan seperti penelitian tindakan kelas (PTK) atau penelitian
pendidikan lainnya, dan lesson study. Lesson study merupakan sebuah kegiatan di mana
guru dapat mengembangkan proses pengembangan pembelajaran dan keterampilan
profesional dalam meningkatkan hasil pembelajaran siswa (White dan Lim, 2008).
Lesson study dapat dimanfaatkan untuk mendorong kolaborasi para guru untuk belajar
dan berbagi pengalaman dalam pembelajaran, yang diharapkan dapat menghasilkan
munculnya metode pengajaran berbasis pemecahan masalah yang sekarang diakui secara
global sebagai model mengajar konstruktivis.
2
LESSON STUDY
Lesson study adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal
mulanya dikembangkan di Jepang (Stepanek, 2003a). Stepanek menjelaskan bahwa
Lesson study adalah suatu proses kolaboratif dimana sekelompok guru mengidentifikasi
suatu masalah pembelajaran dan merancang suatu skenario pembelajaran (tahap plan),
membelajarkan siswa sesuai skenario yang dilakukan salah seorang guru, sementara
yang lain mengamati (tahap do), merefleksi dan mengevaluasi (tahap see), serta merevisi
skenario pembelajaran. Tahap berikutnya, yang mungkin tidak dilakukan dengan segera
pada kelas dan sekolah yang sama, akan tetapi dapat dilakukan pada kelas atau sekolah
yang lain adalah membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi,
mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain
(mendesiminasikannya). Tahap plan do see tersebut merupakan suatu siklus, yang
seringkali juga dijelaskan dengan beberapa rincian yang pada intinya sama. Sebagai
contoh, Allen et al. (2004) merinci siklus lesson study menjadi lima tahap yaitu goal
setting, lesson selection and planning, teaching the lesson with peer observation,
debriefing the lesson dan consolidation of learning. Sedangkan Stepanek (2001) merinci
siklus lesson study menjadi delapan tahap yaitu focusing the lesson, planning the lesson,
teaching the lesson, reflecting and evaluating, revising the lesson, teaching the revised
lesson, reflecting and evaluating, dan sharing results.
Perry dkk (2009) menjelaskan bahwa lesson study adalah salah satu model
pendekatan pengembangan profesi melalui "belajar dari praktek". Selama lesson study,
para guru merumuskan tujuan pembelajaran dan pengembangan dalam jangka panjang;
secara kolaboratif bekerja pada "penelitian pembelajaran" untuk mencapai tujuan
pembelajaran; mengamati, mendokumentasikan dan mendiskusikan respon siswa
terhadap pembelajaran; dan meninjau kembali pembelajaran tersebut, serta memperluas
pendekatan pembelajaran. Aktivitas tersebut – perencanaan, pengamatan, analisis
pembelajaran siswa, dan meninjau ulang pembelajaran – adalah suatu siklus yang
berdasar pada pembelajaran kolaboratif. Hal tersebut yang membuat lesson study diakui
sebagai suatu proses yang secara konsisten efektif dalam pengembangan profesionalisme
sebagian guru di Amerika Serikat. Jika prinsip-prinsip lesson study ini dilakukan secara
sistemik dan berkelanjutan dimungkinkan akan berdampak pada peningkatan
profesionalisme guru, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia.
Pengembang lesson study dari UM, UNY, dan UPI merumuskan definisi dan
penjelasan berikut (Teacher Institute, 2008). Lesson study adalah model pembinaan
(pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berdasarkan prinsip prinsip kolegalitas dan mutual learning
sehingga dapat terbangun komunitas belajar. Apabila kita cermati definisi Lesson
study maka kita menemukan 7 kata kunci yaitu pembinaan profesi, pengkajian
pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegalitas, mutual learning dan komunitas
belajar. Lesson study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara
berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalisme pendidik terus menerus. Kalau
tidak dilakukan pembinaan terus menerus, maka profesionalisme dapat menurun dengan
bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian pembelajaran
terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian pembelajaran harus dilakukan secara
berkala, misal seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, atau setiap waktu
yang disepakati, karena membangun komunitas belajar adalah budaya membangun
budaya yang memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, saling koreksi, saling
menghargai, saling bantu, saling menahan ego. Membangun budaya tidak sebentar,
memerlukan waktu lama. Berapa lama waktu diperlukan untuk membangun budaya
3
komunitas belajar tidak ada batasan, semakin lamasemakin baik. Berkenaan dengan
pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang sempurna, selalu ada celah untuk terus
memperbaikinya, karena itu pembelajaran harus dikaji secara terus menerus agar lebih
baik dan lebih baik. Pengkajian pembelajaran dimakudkan untuk mencari solusi terhadap
permasalahan pembelajaran agar terjadi peningkatan mutu pembelajaran terus menerus.
Obyek kajian pembelajaran dapat meliputi antara lain, materi ajar,
metode/strategi/pendekatan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), media
pembelajaran, setting kelas, assesmen, atau hal-hal yang terkait dengan pemberdayaan
siswa. Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan secara berkolaborasi? Karena lebih
banyak masukan perbaikan akan meningkatkan mutu pembelajaran itu sendiri. Mungkin
menurut diri sendiri rasanya persiapan pembelajaran sudah bagus, namun apabila
mendapat masukan dari orang lain mungkin akan lebih meningkatkan mutu persiapan
pembelajaran.
Prinsip kolegalitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam
berkolaborasi ketika melaksanakan kegiatan Lesson study. Dengan kata lain, peserta
kegiatan Lesson study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau imperior
(merasa rendah diri) tetapi semua peserta kegiatan Lesson study harus diniatkan untuk
saling belajar. Peserta yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi
dengan peserta yang lebih paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau
bertanya kepada peserta yang sudah paham. Keberadaan nara sumber dalam forum
lesson study harus bertindak sebagai fasilitator, bukan Instruktur. Fasilitator harus dapat
memotivasi peserta mengembangkan potensi yang dimiliki para peserta agar para peserta
dapat maju bersama.
Lewis (2002) menyatakan bahwa lesson study memiliki peran yang cukup besar
dalam melakukan perubahan secara sistematik. Dinyatakan Lewis bahwa di Jepang
lesson study memberikan sumbangan terhadap peningkatan sistem pendidikan yang luas.
Lewis menguraikan bagaimana hal tersebut dapat terjadi dengan membahas lima jalur
yang dapat dicapai lesson study yaitu 1) membawa tujuan standard pendidikan ke alam
nyata di dalam kelas, 2) menggalakkan perbaikan dengan dasar data, 3) mentargetkan
pencapaian berbagai kualitas siswa yang mempengaruhi kegiatan belajar, 4) menciptakan
tuntutan mendasar perlunya peningkatan pembelajaran, dan 5) menjunjung tinggi nilai
guru.
Lebih lanjut Lewis (2002) menguraikan bagaimana lesson study dapat
memberikan sumbangan terhadap pengembangan potensi guru yaitu dengan
menguraikan delapan pengalaman yang diberikan lesson study kepada guru, seperti
berikut ini. Lesson study memungkinkan guru untuk 1) memikirkan dengan cermat
mengenai tujuan dari pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, 2) mengkaji dan
mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, 3) memperdalam
pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, 4) memikirkan secara mendalam
tujuan jangka panjang yang akan dicapai berkaitan dengan siswa, 5) merancang
pembelajaran secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta
tingkah laku siswa, 7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat, dan 8)
melihat hasil pembelajaran sendiri melalui ‘mata’ siswa dan kolega. Menurut Lewis
(2003) rata-rata guru di Jepang mengikuti sekitar sepuluh lesson study setiap tahun.
Lesson study begitu populer di Jepang karena dirasakan sangat membantu guru-guru,
meskipun menyita banyak waktu. Manfaat yang sangat besar adalah informasi yang
berharga untuk meningkatkan keterapilan mengajar mereka.
Fokus lesson study adalah pada peningkatan pembelajaran, melalui pengamatan
terhadap siswa, agar dapat dipikirkan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan
kegiatan berfikir siswa, serta bukan pada kegiatan guru Pertanyaan yang umumnya
4
diajukan dalam Lesson study adalah: bagaimana pemahaman siswa mengenai materi
pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka memperhatikan
ide siswa lainnya? Secara singkat data yang perlu dikumpulkan mengenai siswa meliputi
lima hal yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi, tingkah laku sosial, sikap
terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran (Susilo, 2005;
Weeks, 2001; Stepanek 2003b).
Lesson Study bukan suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi
merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam
merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran.
Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang
tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam
Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa
secara terus-menerus, berdasarkan data.
Kegiatan lesson study dapat berperan pula dalam sharing experience diantara
guru. Seorang guru yang melaksanakan lesson study akan belajar dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukannya melalui refleksi dari para observer atau pengamat.
Guru dapat memperoleh masukan tentang bagaimana cara mengatasi kelemahan yang
muncul dalam proses pembelajaran. Demikian pula, para pengamat yang terdiri dari guru
dan para undangan mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan tersebut. Bila guru yang
tampil menunjukkan kinerja yang baik dalam membangun interaksi siswa, maka hal
tersebut dapat menjadi acuan bagi guru lainnya. Bila tampilan guru kurang dapat
membangun interaksi di dalam kelas, maka ini juga merupakan bahan pertimbangan
untuk memikirkan model pembelajaran lain yang lebih interaktif. Kegiatan ini dapat juga
dijadikan wahana untuk mengimplementasikan inovasi-inovasi pembelajaran yang
semakin berkembang. Beberapa contoh tulisan yang di-sharing-kan berdasarkan atas
kajian selama proses lesson study antara lain Zubaidah dan Ruchimah (2006), Purwanti
dan Zubaidah (2009), Zubaidah dan Mahanal (2009), Sriningsih et al. (2009), Marom et
al. (2009), Witjaksono dan Zubaidah (2009), Suwito et al. (2009), Masniyah et al.
(2009). Tulisan-tulisan tersebut memaparkan pengalaman selama proses, hasil-hasil
yang diperoleh, kelebihan, hal-hal yang mendukung serta menhambat lesson study.
DO
PLAN
Seorang guru melaksanakan
Secara kolaborasi, merencanakan pembelajaran yang berpusat pada
pembelajaran yang berpusat pada siswa sementara guru lain
siswa berbasis permasalahan di mengobservasi aktivitas belajar siswa
kelas
SEE
Dengan prinsip kolegialitas, secara
kolaborasi merefleksikan efektivitas
pembelajaran dan saling belajar
Tahap Kedua
Tahap kedua dalam lesson study adalah pelaksanaan (DO) pembelajaran untuk
menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan.
Sebelumnya dalam perencanaan telah disepakati siapa guru model yang akan
mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang menjadi tuan rumah. Tahap ini
bertujuan untuk mengujicoba efektifitas model pembelajaran yang telah dirancang.
Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai
pengamat (observer) pembelajaran. Dosen atau mahasiswa bisa melakukan pengamatan
dalam pembelajaran tersebut. Pada kegiatan ini dapat pula diundang pihak lain yang
terkait. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan akan lebih baik
apabila kepala sekolah memandu kegiatan ini. Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya
dilakukan briefing kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan
pembelajaran yang direncanakan oleh seirang guru dan mengingatkan bahwa selama
pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi
mengamati aktifitas siswa selama pembelajaran.
Fokus pengamatan ditunjukkan pada interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar,
siswa-guru dan siswa-lingkungan. Lembar observasi bisa bisa dikembangkan bersama.
Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran
dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang
memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi
kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik.
Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar
dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program lesson
study. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh berbicara dengan
sesama pengamat dan tidak mengganggu aktifitas dan konsentrasi siswa. Para pengamat
dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melaluo video camera atau photo
6
digital untuk kepetluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para
pengamat di dalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan
untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi
guru. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama
pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan
dapat mencantumkan nama siswa (atau nomor siswa) yang bersangkutan, terjadinya
proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat
berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
Tahap ketiga
Tahap ketiga dalam kegiatan lesson study adalah refleksi (SEE). Setelah selesai
pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh
kepala sekolah, fasilitator MGMP, atau guru yang ditunjuk untuk membahas pelaksanaan
pembelajaran. Berikut ini beberapa hal penting dan berguna dari panduan diskusi
pembelajaran atau refleksi (Susilo, 2005).
Pertama, guru yang mengajar lesson study diberi kesempatan menjadi pembicara
pertama dan mempunyai kesempatan untuk mengemukakan semua kesulitan dalam
pelajarannya sebelum kesulitan tersebut dikemukakan oleh yang lain. Kedua, sebagai
suatu aturan main, pelajaran yang disampaikan merupakan milik semua anggota
kelompok lesson study. Ini adalah pelajaran “kita”, bukan pelajaran “saya”, dan hal ini
direfleksikan dalam setiap keterangan setiap orang. Anggota kelompok berasumsi bahwa
mereka bertanggungjawab untuk menjelaskan pemikiran dan perencanaan yang ada pada
pelajaran tersebut. Ketiga, para guru yang merencanakan pelajaran itu sebaiknya
menceritakan mengapa mereka merencanakan itu, perbedaan antara apa yang mereka
rencanakan dan apa yang sesungguhnya terjadi, serta aspek-aspek pelajaran yang mereka
inginkan agar para pengamat mengevaluasinya. Keempat, diskusi berfokus pada data
yang dikumpulkan oleh para pengamat. Para pengamat membicarakan secara spesifik
tentang percakapan dan karya siswa yang mereka catat. Pengamat tidak membicarakan
tentang kualitas pelajaran berdasarkan kesan mereka tetapi mereka membicarakan fakta
yang ditemukan. Kelima, waktu diskusi bebas terbatas; oleh sebab itu terdapat
kesempatan yang terbatas untuk “grandstanding” dan penyimpangan.
Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti
yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai
pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh
peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena
itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang
berlangsung dalam diskusi.
Hasil tahap see ini akan dipertimbangkan kembali untuk tahap plan dan do untuk
peningkatan pembelajaran berikutnya. Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah
pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan
proses pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun manajerial. Pada tataran
individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi
dalam tahap refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak
sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah
lebih baik. Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai
peserta lesson study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang
berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara
keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar
pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam lesson study, maka dia akan
lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam
7
proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi
untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
10
3. Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi
dalam kurikulum.
4. Membantu guru memfokuskan bantuan pada seluruh aktivitas belajar siswa.
5. Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan
belajar siswa
6. Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lewis, Perry dan Hurd (2003) manfaat
lesson study meliputi meningkatnya pengetahuan guru tentang materi ajar dan
pembelajaran, cara mengobservasi aktivitas belajar siswa, menguatnya hubungan
kolegialitas antar pengamat baik guru maupun bukan guru, menguatnya hubungan antara
pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang,
meningkatnya motivasi guru untuk selalu berkembang, meningkatnya kualitas RPP
termasuk komponen-komponennya dan strategi pembelajaran. Secara umum lesson study
bukan hanya peningkatan kualitas pembelajaran saja, melainkan juga peningkatan
profesionalisme guru dan kolaborasi di antara guru maupun antara guru dengan
komponen-komponen pendidikan yang lain (dosen, kepala sekolah, pengawas, dan
fasilitator MGMP).
Penelitian tersebut juga mengungkap bahwa dengan mengikuti lesson study
kemampuan memahami perilaku siswa meningkat. Temuan penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Fokus lesson study adalah pada peningkatan pembelajaran,
melalui pengamatan terhadap siswa agar dapat dipikirkan berbagai cara untuk
meningkatkan kegiatan belajar siswa. Kemampuan guru memahami perilaku belajar
siswa merupakan modal paedagogi yang efektif; dengan kata lain dengan memahami
perilaku belajar dan kesulitan yang dialami siswa, guru dapat melakukan intervensi yang
tepat. Dapat dinyatakan bahwa lesson study dapat meningkatkan kompetensi paedagogi
guru. Menurut Lewis (2002) hal tersebut disebabkan lesson study memberi peluang pada
guru untuk hal-hal berikut 1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada
hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil
pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan
suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang
diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran
di kelas, (4) berdasarkan pengalaman riil di kelas, lesson study mampu menjadi landasan
bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para
guru sebagai peneliti pembelajaran.
Guru profesional memiliki kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi
secara efektif dengan siswa, sesama guru, wali siswa, dan masyarakat sekitar. Lesson
study diyakini dapat meningkatkan kompetensi sosial guru, hal ini disebabkan melalui
lesson study para guru melakukan “sharing”pengetahuan profesional yang berlandaskan
pada praktik dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan para guru. Manfaat lain dari
keterlibatan guru mengikuti lesson study adalah meningkatnya kompetensi personal,
yaitu keterbukaan menerima kritik dan saran dari teman sejawat, motivasi untuk
berkembang.
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis
mengemukakan bahwa lesson study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan
keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih
teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2)
memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan
masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan
perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan,
(3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui
11
belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan lesson study), (4) belajar tentang isi
atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa
yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik
pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti
para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang
pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7)
mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan
dihadirkannya para pengamat (observer), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa
semakin detail dan jelas.
Hasil angket juga menunjukkan bahwa guru-guru peserta lesson study ingin
meningkatkan profesionalismenya, dengan kata lain guru-guru ingin melakukan
perubahan melalui lesson study. Waluyo (2009) menjelaskan sejumlah unsur yang
menjadi ciri perubahan tingkah laku seorang guru, menuju lesson Studi.
1. Tingkah laku dimotivasi: seseorang mau berbuat sesuatu karena adanya tujuan yang
hendak dicapai. (Seseorang guru harus memahami secara holistik hal ikhwal lesson
studi, apa dan mengapa lesson study). Perubahan tingkah laku dimulai dari dalam
seseorang yang bermotivasi, dan keadaan ini muncul berkat kebutuhan pada
seseorang.
2. Tingkah laku yang bermotivasi adalah tingkah laku yang sedang terarah pada tujuan.
Motivasi mengandung dua aspek yakni adanya keadaan tegang (tension) atau
ketakpuasan dalam diri seseorang dan kesadaran bahwa tercapainya tujuan akan
mengurangi ketegangan tersebut. Ini berarti pencapai tujuan adalah pengurangan
ketegangan dan pemuasan kebutuhan. (Ditilik kelahirannya lesson studi hadir atas
sebuah ketegangan dari keadaan pendidikan di Jepang, yang menginginkan
pendidikan memiliki daya kompetitif mendunia). Makna terdalamnya, lesson studi
tidak akan membumi jika tidak ada permasalahan yang dihadapi.
3. Tujuan yang disadari oleh seseorang akan mempengaruhi tingkah laku di dalam
upaya mencapai tujuan tersebut. Konsekuensinya ialah tingkah laku bersifat selektif
dan regulatif. Seseorang memilih perbuatan atau tindakan yang hanya mengacu ke
arah pencapaian tujuan yang dapat memuaskan kebutuhannya. (Harus pararel antara
individu seorang guru dalam memandang kebutuhan utamanya terkait dengan
penerapan lesson studi, dengan tujuan sekolah. Jika tidak pararel, justru guru akan
menjadi efek pencegah-deterrent effect).
4. Lingkungan menyediakan kesempatan untuk bertingkah laku tertentu, dan/atau
membatasi tingkah laku seseorang tertentu. Lingkungan sebagai situasi stimulus
dalam satu sisi dapat memuaskan kebutuhan dan dalam sisi lain dapat membatasi
pemuasan kebutuhan dengan cara tertentu. (Lesson study membutuhkan lingkungan
yang kondusif, dukungan birokrasi pendidikan yang signifikan adalah pemicu
potensi sukses. Lesson studi berhasil dengan bagus di negeri sakura, karena dunia
pendidikan di Jepang menyediakan kancah tersebut secara signifikan).
5. Tingkah laku dapat dipengaruhi oleh proses-proses dalam seseorang. Persepsi,
pengalaman dan konsepsi yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku
terhadap aspek-aspek tertentu di lingkungannya, misalnya sikap terhadap
orang/individu lain. (Lesson study lahir karena menginduksi dari realitas empiri,
yakni kenyataan pendidikan di Jepang, kemudian setiap individu guru merespon
secara positif, akhirnya lesson studi memiliki “pamor’ dan memiliki sentuhan hati
dan daya pembangkit motivasi. Ingat! Lesson Studi selalu memasang syarat
kebersamaan (team work), kepedulian dalam berkolaborasi: Winning Team
Solution).
12
6. Tingkah laku ditentukan oleh kapasitas dalam diri seseorang manusia. Kapasitas itu
berupa intelegensi dan abilitas sesuai dengan tingkat perkembangannya. Seseorang
mampu melakukan sesuatu perbuatan sesuai dengan tingkat kapasitasnya sendiri.
(Lesson study selalu tidak berhenti membangun kebersamaan, saling melengkapi
(komplementer), tidak akan mengambil sebuah keputusan (decision) tanpa
melakukan refleksi. Refleksi adalah pangkal sekaligus simpul).
7. Tingkah laku yang dilandasi ambisi sehat. Tingkah laku seseorang yang dilandasi
dengan ambisi yang sehat kerapkali menghasilan produk terbaik, pada pada akhirnya
membuahkan rasa percaya diri. (Lesson study yang kental dengan budaya kolaborasi
dan refleksi ini sangat mengharapkan adanya pribadi-pribadi pengajar atau guru yang
memiliki ambisi yang sehat).
PENUTUP
Lesson study merupakan salah satu wahana pengembangan profesionalisme guru,
mengingat lesson study adalah model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip
prinsip kolegalitas dan mutual learning sehingga dapat terbangun komunitas belajar.
Dengan demikian, tidak salah apabila dijuluki sebagai bentuk CPD (Continuing
Professional Development), dan menjunjung azas perbaikan terus menerus (Continues
Improvement), oleh karena itu sudah selayaknya lesson study dan semangat lesson study
bisa kita kembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
Allen, D., Donham, R., and Tanner, K. 2004. Approaches to Biology Teaching and Learning:
Lesson study – Building Communities of Learning Among Educators. Cell Biology
Education. Spring. Vol 3: 001-007.
Lewis, C. 2002. Does Lesson study Have a Future in the United States? Nagoya Journal of
Education and Human Development. January No. 1:1-23.
Lewis, C. 2003. The Essential Elements of Lesson Study. Northwest Teacher. Spring. Vol. 4 No.
3: 6-8.
Lewis, C. 2004. Does Lesson Study Have a Future in the United States. Tersedia pada
http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm. Akses 30 Agustus 2009.
Liliasari. 2009. Lesson Study Berbasis ICT. Tersedia pada http://dl.comlabs.itb. ac.id/wiki/
index.php/Lesson_Study_Berbasis_ICT. Akses 30 Agustus 2009.
Marom, N. dan Zubaidah, S. 2009. Penggunaan Model Kooperatif Jigsaw untuk Meningkatkan
Keaktifan Siswa Kelas VIII-A pada Lesson Study di SMPN 1 Gempol Pasuruan. Seminar
Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan FMIPA UM Bekerjasama dengan
PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
Masniyah, Suryani, L. dan Zubaidah, S. 2009. Penerapan Model Jigsaw pada Materi
Pertumbuhan dan Perkembangan: Pengalaman Open Class Lesson Study di SMPN 2
Gempol Pasuruan. Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan FMIPA UM
Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
Perry, R., Lewis, C., Friedkin, S. and Baker, E. 2009. Teachers’ Knowledge Development During
Lesson Study: Impact of Toolkit-Supported Lesson Study on Teachers’ Knowledge of
Mathematics for Teaching. Paper presented at AERA. March 24,2009, San Diego.
Purwanti dan Zubaidah, S. 2009. Penerapan Strategi Think, Talk and Write (TTW) untuk
Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi dan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas
IX-A SMPN I Gempol Pasuruan. Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan
FMIPA UM Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
13
Sriningsih, Suwito, dan Zubaidah, S. 2009. Pembelajaran Biologi dengan Bermain Puzzle pada
Open Class Lesson Study di SMP Yapenas Gempol Pasuruan. Seminar Nasional Lesson
Study yang Diselenggarakan FMIPA UM Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17
Oktober 2009.
Stepanek, J. 2001. A New View of Professional Development. Northwest Teacher. Spring. Vol. 2
No. 2: 2-5.
Stepanek, J. 2003a. Researchers in Every Classroom. Northwest Teacher. Spring. Vol. 4 No. 3:
2-5.
Stepanek, J. 2003b. A Lesson Study Team Steps into the Spotlight. Northwest Teacher. Spring.
Vol. 4 No. 3: 9-11.
Susilo, H. 2005. Lesson Study: Apa dan Mengapa. Makalah pada Seminar dan Workshop Lesson
Study dalam rangka persiapan Kolaborasi FMIPA MGMP MIPA SMP dan SMA Kota
Malang, 21 Juni 2005.
Suwito, Sriningsih, dan Zubaidah, S. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Make and
Match pada Open Class Lesson Study di Kelas VIII A SMP PGRI Kepulungan Gempol
Pasuruan Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan FMIPA UM
Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
Teacher Institute. 2008. Implementasi Lesson Study: Program Pengembangan profesionalitas
Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Kabupaten Karawang, Kabupaten & Kota
Pasuruan, dan Kota Surabaya. UPI dan Putera Sampoerna Foundation.
Ui Hock, C. 2008. Learning to Teach and Teaching to Learn: Improving Practice in the
Mathematics Classroom through Lesson Study. Plenary paper presented at the
International Conference on Science and Mathematics Education 27-29 October 2008 at
UP NISMED Diliman, Quezon City, Philippines.
Wahidin. 2009. Pentingnya Supervisi Pendidikan sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme
Guru.Tersedia pada http://makalahkumakalahmu. wordpress.com/2009/03/30/
pentingnya-supervisi-pendidikan-sebagai-upaya-peningkatan-profesionalisme-guru/.
Diakses 30 Agustus 2009.
Walujo, D. A. 2009. Ubah Perilaku Menuju Ranah “Lesson Study”. http://kafeguru.blogspot.
com /2009/03/ubah-perilaku-menuju-ranah-lesson-study.html. Akses 30 Agustus 2009.
Weeks, D.J., (2001). Creating Happy Memories. Northwest Teacher. Spring. Vol. 2 No. 2: 6-11.
White, A.L. and Lim, C. S. 2008. Lesson Study in Asia Pacific classrooms: local responses. ZDM
Mathematics Education. Vol. 40:915–925.
Witjaksono, B.S. dan Zubaidah, S. 2009. Identifikasi Problematik Siswa dalam Pembelajaran
pada Kegiatan Open Class Lesson Study (Study Mendalami Keberhasilan Siswa SMPN I
Beji Pasuruan dalam Belajar). Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan
FMIPA UM Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
Zubaidah, S dan Ruchimah. 2006. Implementasi Lesson Study Di SMAN 2 Malang dalam
Rangka Kegiatan Follow Up IMSTEP JICA FMIPA UM. Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan & Penerapan MIPA di Universitas Negeri Yogyakarta, 1 Agustus 2006.
Zubaidah, S. dan Mahanal, S. 2009. Mengungkap Pendapat Guru-Guru MGMP Wilayah Beji –
Gempol tentang Lesson Study. Seminar Nasional Lesson Study yang Diselenggarakan
FMIPA UM Bekerjasama dengan PELITA-JICA, 17 Oktober 2009.
14