Anda di halaman 1dari 20

STEP 7

1. Apa itu infertilitas dan apa saja factor yang mempengaruhi infertilitas secara umum? (laki-laki
dan wanita)
Jawab :
 INFERTILITAS
 Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk mengandung sampai
melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual
yang teratur (2-3x/minggu) dan tidak menggunakan kontrasepsi apapun
atau setelah memutuskan untuk mempunyai anak.
 Infertilitas disebut infertilitas primer bila terjadi tanpa kehamilan
sebelumnya dan infertilitas sekunder bila sebelumnya pernah terjadi
konsepsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa. Definisi infertilitas adalah
ketidakmampuan menjadi hamil pada pasangan yang melakukan
hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan/kontrasepsi atau
dengan kata lain tidak terjadinya konsepsi setelah 12 bulan pada
pasangan dengan hubungan seksual yang teratur dan tidak diproteksi.
 MACAM-MACAM INFERTIL:
 Infertilitas primer jika seorang wanita yang telah berkeluarga belum pernah
mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur
tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
sedangkan tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun atau lebih pada
seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha berhubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya
pernah hami dikenal dengan sebutan
 infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun
atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha
berhubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi
sebelumnya pernah hami
 Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (Unexplained Infertility) dapat
diartikan sebagai ketidak mampuan untuk hamil setelah 1 tahun tanpa
ditemukannya suatu abnormalitasmenggunakan prosedur pemeriksaan
ginekologis rutin. Insidensi infertilitas ini berkisar dari 10 persen sampai
paling tinggi 30 persen di antara populasi infertil dimana hal ini tergantung
dari kriteria diagnostik yang digunakan. Minimal, diagnosis infertilitas tak
teridentifikasi menunjukkan analisis semen yang normal, bukti objektif
adanya ovulasi, rongga uterus yang normal, serta patensi tuba bilateral.
 Sumber : (Andani saraswati, 2016, infertily)
 PADA LAKI_LAKI
 Gangguan spermatogenesis
1. Jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter cairan seminal.
2. Jumlah spermatozoa yang abnormal lebih dari 40% yang berupa defek
kepala (caput) atau ekor (cauda) yang spesifik. Keadaan ini mungkin karena
adanya aplasia sel germinal, pengelupasan, atau suatu defek kongenital,
atau beberapa penyebab yang tidak dapat ditetapkan.
3. Cairan seminal yang diejakulasikan kurang dari 2 ml.
4. Kandungan kimia cairan seminal tidak memuaskan, misalnya kadar glukosa,
kolesterol, atau enzim hialuronidase abnormal dan pH-nya terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
 Obstruksi
1. Sumbatan (oklusi) kongenital duktus atau tubulus.
2. Sumbatan duktus atau tubulus yang disebabkan oleh penyakit
peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai membran basalis
atau dinding otot tubulus seminiferus, misalnya orkitis, infeksi prostat,
infeksi gognokokus. Penyakit ini merupakan penyebab yang paling umum
pada infertilitas pria.
 Ketidakmampuan ejakulasi/ koitus
a. Faktor-faktor fisik misalnya hipospadia, epispidia, deviasi penis seperti
pada priapismus atau penyakit peyronie.
b. Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi.
c. Alkoholisme kronik.
 Faktor sederhana
Kadang-kadang faktor-faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat,
mandi dengan air terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat
menyebabkan keadaan luar (panas) yang tidak menguntungkan untuk produksi
sperma yang sehat.
 Pada Pria (tambahan)
A. Faktor umum
 Umur
Umur mempengaruhi kesuburan dimana pada usia tertentu tingkat
kesuburan seorang pria akan mulai menurun secara perlahan-lahan.’
Kesuburan pria ini diawali saat memasuki usia pubertas ditandai dengan
perkembangan organ reproduksi pria, ratarata umur 12 tahun.
Perkembangan organ reproduksi pria mencapai keadaan stabil umur 20
tahun. Tingkat kesuburan akan bertambah sesuai dengan pertambahan umur
dan akan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Setelah usia 25 tahun
kesuburan pria mulai menurun secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini
disebabkan karena perubahan bentuk dan faal organ reproduksi.
 Frekuensi sanggama.
Fertilisasi (pembuahan) atau peristiwa terjadinya pertemuan antara
spermatozoa dan ovum,akan terjadi bila koitus berlangsung pada saat
ovulasi. Dalam keadaan normal sel spermatozoa masih hidup selama 1-3 hari
dalam organ reproduksi wanita, sehingga fertilisasi masih mungkin jilka
ovulasi terjadi sekitar 1-3 hari sesudah koi tus berlangsung. Sedangkan ovum
seorang wanita umurnya lebih pendek lagi yaitu lx24 jam, sehingga bila
kiotus dilakukan-pada waktu’ tersebut kemungkinan besar bisa terjadi
pembuahan. Hal ini berarti walaupun suami istri mengadakan hubungan
seksua tapi tidak bertepatan dengan masa subur istri yang hanya terjadi satu
kali dalam sebulan, maka tidak akan terjadi pembuahan, dengan arti kata
tidak akan terjadi kehamilan pada istri.
 Lama berusaha Penyelidikan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan
pertama . 57,0% dalam tiga bulan pertama, 72.1 % dalam enam bulan
pertama. 85,4% dalam 12 bulan pertama, dan 93,4% dalam 24 bulan
pertama. Waktu rata~rata yang dibutuhkan untuk menghasi1kan kehamilan
adaleh. 2,3-2.8 bulan. Jadi lama suatu pasangan suami istri berusaha secara
teratur merupakan faktor penentu untuk dapat terjadi kehamilan.
B. Faktor khusus
a. Faktor Pre testikular yaitu keadaan-keadaan diluar testis dan mempengaruhi
proses
spermatogenesis.
 kelainan endokrin
Kurang lebih 2% dari infertilitas pria disebabkan karena adanya kelainan
endokrin antara lain berupa: a) kelainan paras hipotalamus-hipopise seperti;
tidak adanya sekresi gonadotropin menyebabkan gangguan spermatogenesis
b) kelainan tiroid. menyebabkan gangguan metabo1isme androgen. c)
kelainan kelenjar adrenal, Congenital adrenal hyperplasi menyebabkan
gangguan spermatogenesis.
 Kelainan kromosom
Misal penderita sindroma klinefelter, terjadi penambahan kromosom X,
testis” tidak berfungsi baik,sehingga spermatogenesis tidak terjadi.
 Varikokel, yaitu terjadinya pemanjangan dan dilatasi serta kelokan-kelokan
dari pleksus pampiriformis yang mengakibatkan terjadinya gangguan
vaskularisasi testis yang akan mengganggu proses spermatogenesis;
b. Faktor Post testikular
 Kelainan epididimis den funikulus spermatikus, dapat berupa absennya
duktus deferens, duktus deferens tidak bersambung dengan epididimis,
sumbatan dan lain-lain
 Kelainan duktus eyakulatorius, berupa sumbatan
 Kelainan prostat dan vesikula seminalis, yang sering adalah peradangan,
biasanya mengenai kedua organ ini, tumor prostat dan prostatektomi
 Kelainan penis / uretra. berupa malformasi penis, aplasia, anomali orifisium
uretra (epispadia ,hipospadia). anomali preputium (fimosis), dan lain-lain.
c. Faktor testikular Atrofi testi primer;gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
kriptorkidism, trauma, torsi, peradangan, tumor. Hampir 9% infertilitas pria
disebabkan karena kriptorkismus (testis tidak turun pada skrotum).
d. Reaksi imunologis Dalam hal ini analisis sperma biasanya tidak menunjukan
kelainan,
kecuali terlihat adanya aglutinasi spermatozoa yang dapat ditentukan dengan tes
imunologis

e. Faktor lingkungan

 suhu, memegang peranan penting pada spermatogenesis. Pada mamalia


spermatazoa hanya dapat diproduksi bila suhu testis 2930’C, sedikitnya. 1,5-
2.0C· dibawah suhu dalam tubuh, kenaikan suhu beberapa derajat akan
menghambat proses spermatogenesis, sebaliknya suhu rendah akan
meningkatkan spermatogenesis pada manusia.
 tempat/dataran tinggi. Atmosfer dataran tinggi (high altitude) juga
menghambat pembuatan spermatozoa.
 sinar Rontgen, spermatogonia dan spermatosit sangat peka terhadap sinar
Rontgen, tapi spermatic dan sel sertoli tidak,banyak terpengaruh bahan kimia
dan obat-abatan tertentu dapat menghambat proses spermatogenesis, misal
metronidazol, simetidin dan lain-lain

Sumber : (Masrizal Khaidir,2015)

2. Mengapa pasien belum hamil setelah menikah walaupun sudah melakukan hubugan secara
teratur?
Jawab :
 Intercause(ggg menstruasi yg x teratur) wlpun hubungan seksual teratur dilakukan
dlm masa suburnya  x menyebabkan kehamilah
 Frekuensi hubunganseksua yg baik 2 x seminggu . apabila sehari 1x  mempengaruhi
kepadatan dr kualitas spermanya 2-3 hari  memberikan kesempatan testis u/

3. Apa hubungan Riwayat life style, fakor resiko dan riwatay medis pasien dengan keluhan pada
scenario?
Jawab :
 Obesitas : Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik pada wanita yang
overweight maupun underweight. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Grodstein bahwa berat badan memiliki peranan dalam infertilitas. Beberapa
problem ovulasi dan perubahan menstruasi dapat ditemukan pada perempuan
dengan polycystic ovarian syndrome yang juga obesitas tetapi perempuan yang
tidak memiliki PCOS namun obesitas pun memiliki problem yang sama.
banyaknya lemak akan meningkatkan produksi hormon testosteron atau yang
biasa disebut dengan hormon laki – laki yang menghambat pertumbuhan sel
telur di indung telur sehingga hormon estrogen atau yang biasa disebut hormon
wanita produksinya pun menjadi terganggu, siklus menstruasi menjadi tidak
teratur.
 Stress : stres yang dialami wanita dapat berdampak pada organ reproduksinya
dan hal ini telah dibuktikan dengan adanya besaran risiko yang ditimbulkan
akibat dari tingkat stres yang tinggi pada wanita. Selain itu, tingkat stres yang
tinggi pada wanita juga dapat memicu pengeluaran hormon kortisol yang
mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi. Stress mempengaruhi
maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress terjadi perubahan
suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi dan pelepasan
sel telur
 Merokok : Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung beberapa
komponen yang berpotensi menimbulkan radikal bebas ke dalam tubuh,
diantaranya karbon monoksida, karbon dioksida, oksida dan nitrogen dan
senyawa hidrokarbon. Komponen partikel dalam asap rokok diantaranya nikotin,
tar dan kadmiun. Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif
(ROS, reactive oxygen species) dapat merusak sperma, dan ROS merupakan salah
satu faktor penyebab infertilitas (Agarwal et al. 2003). Kebiasaan merokok
merupakan salah satu gaya hidup yang akan semakin menambah radikal bebas
dalam tubuh sehingga lebih rentan mengalami infertilitas. Mitokondria dan
plasma merupakan tempat produksi radikal bebas dalam tubuh. Proses produksi
ini melibatkan enzim kreatinin kinase dan diaphorase. Radikal bebas
menyebabkan kerusakan DNA dan akhirnya apopotosis sel sperma. Pada
perokok terdapat peningkatan level 8-hydroxydeoxyguanosine, penanda
biokimia dan kerusakan oksidatif DNA sperma, yang menyebabkan terjadinya
kerusakan DNA pada sperma. Spermatozoa tersebut mengalami kelainan
struktur kromatin berupa single/doublestrand DNA breaks.
 Alkohol : etanol yang terdapat dalam minuman keras dapat menurunkan
frekuensi gerakan flagel sehingga motilitas spermatozoa akan menurun. Hal ini
diduga karena meningkatnya reaksi etanol di dalam tubuh mengakibatkan
terjadinya kerusakan sel, sehingga produksi ATP sebagai bahan energi
mitokondria rendah. Reaksi etanol dalam tubuh yang tinggi menimbulkan
terbentuknya peroksida lipid pada membrane spermatozoa dapat
menyebabkan kerusakan membrane spermatozoa. Peroksida lipid tersebut
berasal dari reaksi asam lemak tak jenuh dengan etanol yang banyak terdapat
pada membran spermatozoa. Kerusakan sel spermatozoa dapat terjadi karena
enzim pertahanan terhadap reaksi etanol dalam sitoplasma spermatozoa tidak
cukup banyak untuk menurunkan reaksi etanol. Alkohol dapat mengganggu
fungsi sel Leydig dengan sintesis testosteron sehingga menyebabkan kerusakan
pada membran basalis. Alkohol juga dapat memperburuk kualitas sperma,
jumlah sperma rendah, encer, morfologi sperma abnormal serta menurunkan
kadar zinc yang berguna untuk membentuk lapisan luar dan ekor sperma serta
melindungi dari kerusakan oxidative dan membantu menghentikan aglutinasi
dan jika dalam jumlah banyak dapat menurunkan fungsi seksual melalui
penghambatan biosintesis (Ambarwati, 2009). Sistem reproduksi pria terdiri dari
hipotalamus, kelenjar pituitari anterior, dan testis. Alkohol dapat mengganggu
fungsi dari masing-masing komponen sehingga menyebabkan impotensi,
infertilitas dan mengurangi karakteristik seksual sekunder.
 Olahraga berat
Pada wanita

 Obat-obatan
Faktor penting lainnya yang juga merupakan faktor penyebab infertilitas
adalah faktor farmakologis, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk
menyembuhkan penyakit. Obat-obat tersebut ada juga yang menyebabkan
efek samping yang tidak diinginkan.
Efek tersebut menurut Baker (1998) bermacammacam. Spironolakton,
spiroteron, ketokonazol,dan simetidin memiliki sifat antiandrogenik, yaitu
sifat yang berlawanan dengan testosteron.Tetrasiklin menurunkan kadar
testosteron hingga 20%, sedangkan nitrofurantoin menekan proses
spermatogenesis melalui proses reduksi kimia yang tidak diinginkan dalam sel
sehingga menghasilkan superoksida dan kumpulan racun oksigen lainnya.
Kumpulan komponen oksidasi sel tersebut menyebabkan sel tidak berfungsi.
Sulfasalazine yang digunakan dalam pengobatan ulcerative colitis dapat
menyebabkan penurunan motilitas dan densitas sperma melalui mekanisme
gangguan proses spermatogenesis; tetapi reversibel. Sedangkan Fenitoin dapat
menyebabkan infertilitas karena mempengaruhi hipofisis dalam mensintesis FSH.
Sumber : (Rosila Idris, Bhanu , Hadi Hartamto,2015); (srimulyani, 2010, AKTIVITAS FISIK
INTENSITAS TINGGI SEBAGAI FAKTOR RESIKO TERHADAP GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI);
(Najakhatus Sa’adah, Windhu Purnomo,2015, Karakteristik dan Perilaku Berisiko Pasangan
Infertil di Klinik Fertilitas dan Bayi Tabung Tiara Cita Rumah Sakit Putri Surabaya);
(indrawati,dkk,2017, Analysis of Factors Influencing Female Infertility

 Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya bagi


kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. Setidaknya terdapat 104.000
bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan
diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.
 Spermatogenesis dipengaruhi oleh suhu  saaat suhu dilingkungan lebih tinggi
(lebih panas)  akan diterima oleh termoreseptor perifer dan sentral sehingga
suhu tubuh akan ikut panas  mempengaruhi speramtogenesis, karena
spermatogenesis yang optimal saat suhu lebih rendah.
Sumber : consensus penangan infertilitas 2013 Himpunan endokrinologi reproduksi dan
fertilitas Indonesia; (Andani saraswati, 2016, infertily)

4. Mengapa hasil pemeriksaan analisis sperma didapatkan oligozoospermia?


Jawab :
5. Apa hubungan tidak haid selama 3 bulan dan disertai nyer saat menstruasi pada scenario?
Jawab :
 Jika dalam satu tahun setelah menikah melakukan hubungan seksual yang
teratur (2-3x/minggu)dan tidak menggunakan kontrasepsi namun belum
memiliki keturunan maka diperlukan pemeriksaan pada pasangan suami istri
untuk mengetahui dan mencari tanda-tanda infertile.
 Fase reproduksi pd wanita ditandai dengan menstruasi diakhiri pd saat , wanita
memiliki 400sel telur  krn berkurang2 dr saat lahir wnta mengalami haid
secara periodic  25 – 35 hari  siklus haid apabila x normal pelepasan dr sel
telur x baik ggg hormonal  karena Ovarium polycystic penyabab no 1 krn
gg ovulasi dr ovarium

Sumber : (Andani saraswati, 2016, infertily)

6. Apa hubungan penggunaan kontrasepsi dengan kasus pada scenario?


Jawab :
7. Bagaimana alur diagnosis dari infertilitas ? (laki-laki dan wanita)
Jawab :
 Pemeriksaan pada perempuan
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan
menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan infertilitas
yang dapat dilakukan diantaranya:
 Pemeriksaan ovulasi
 Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada
seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan
frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan
mengalami ovulasi (Rekomendasi B)
 Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi
terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron
serum fase luteal madya (hari ke 21-28) (Rekomendasi B)
 Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada
perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).
Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 2835) dan dapat
diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi
 Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan
untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi (Rekomendasi B)
 Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan
untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar
hormon gonadotropin (FSH dan LH). - Pemeriksaan kadar
hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah ada
gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis (Rekomendasi
C)
 Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak
direkomendasikan (Rekomendasi C)
 Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya
dilakukan jika pasien memiliki gejala (Rekomendasi C)
 Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai
bagian dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan
karena tidak terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan
meningkatkan kehamilan. (Rekomendasi B)

Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan adalah


AMH dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB yang dapat
digunakan:
1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml
2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)
3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)
 Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
 Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk Chlamydia
trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang sensitif
(Rekomendasi B)
 Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan
seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan
(Rekomendasi C)
 Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum melakukan
periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia trachomatis belum
dilakukan
 Penilaian kelainan uterus
 Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat
indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus
untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan.
(Rekomendasi B)

 Penilaian lendir serviks pasca senggama


 Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas dibawah
3 tahun.
 Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah
fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya
kehamilan. (Rekomendasi A).
 Penilaian kelainan tuba
 Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID),
kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk melakukan
histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba.
Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.
(Rekomendasi B)
 Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi dapat
dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif
(Rekomendasi A)
 Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba, dianjurkan
untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui memiliki riwayat
penyakit radang panggul, (Rekomendasi B)
 Pemeriksaan pada laki-laki
Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:
 Anamnesis12
Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan
hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria.
Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya, 2)
riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi,
3) gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan alat
kontrasepsi; dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit
menular seksual dan infeksi saluran nafas.
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan
umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut
pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi
androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus
diketahui.
 Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran
dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu
sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan
untuk mengukur volume testis. Ukuran ratarata testis orang dewasa yang
dianggap normal adalah 20 ml.16
 Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras.
Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan
kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
 Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau
indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan
berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis
dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan
tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
 Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus
dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat
mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal
vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran
prostat dan vesikula seminalis.
o Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada
bukti pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas
o Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal,
pemeriksaan ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan
(Rekomendasi B)
o Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma
yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan
sebelumnya sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa
dapat terjadi secara sempurna. Namun jika ditemukan
azoospermia atau oligozoospermia berat pemeriksaan untuk
konfirmasi harus dilakukan secepatnya
o Pemeriksaan Computer-Aided Sperm Analysis (CASA) Untuk
melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan ini
tidak dianjurkan untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan secara manual
o Pemeriksaan fungsi endokrinologi.
Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10 juta/ml
Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan
endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum
o Penilaian antibodi antisperma merupakan bagaian standar analisis
semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan
pemeriksaan imunologi atau dengan cara melihat reaksi
antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma
tidak direkomendasikan untuk dilakukan sebagai penapisan awal
karena tidak ada terapi khusus yang efektif untuk mengatasi
masalah ini.
Sumber : Konsensus Penanganan Infertilitas, Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan
Fertilitas
Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), Ikatan Ahli
Urologi Indonesia (IAUI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI),
2013.

8. Apa diagnosis dari kasus pada scenario?


Jawab :
 dd infertilitas primer .
scenario rutin melakukan hub. Seksuaal, x menggunakan alat kontrasepsi
 MACAM-MACAM INFERTIL:
 Infertilitas primer jika seorang wanita yang telah berkeluarga belum pernah
mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur
tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
sedangkan tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun atau lebih pada
seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha berhubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya
pernah hami dikenal dengan sebutan
 infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun
atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha
berhubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi
sebelumnya pernah hami
 Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (Unexplained Infertility) dapat
diartikan sebagai ketidak mampuan untuk hamil setelah 1 tahun tanpa
ditemukannya suatu abnormalitasmenggunakan prosedur pemeriksaan
ginekologis rutin. Insidensi infertilitas ini berkisar dari 10 persen sampai
paling tinggi 30 persen di antara populasi infertil dimana hal ini tergantung
dari kriteria diagnostik yang digunakan. Minimal, diagnosis infertilitas tak
teridentifikasi menunjukkan analisis semen yang normal, bukti objektif
adanya ovulasi, rongga uterus yang normal, serta patensi tuba bilateral.
Sumber : (Andani saraswati, 2016, infertily)

9. Bagaimana tatalaksana dari scenario? (farmakologi dan non farmakologi


Jawab :
 Pada wanita yang terjadi gangguan ovulasi
Kelas 1 : kombinasi rekombinan FSH, Rekombinan LH, HCg
Kelas 2 : obat pemicu ovulasi golongan anti esterogen (Clomifen citrat), tindakan
driling ovarium, penyuntikan gonadotropin”
kelas 3 : mengangkat anak
kelas 4 : pemberian agonis dopamon (bromokirptin, kabergolin)
 Wanita
• Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan
waktu yang tepat untuk coital;
• Pemberian terapi obat, seperti :
 Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi
hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh.
 Terapi penggantian hormon.
 Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal.
 Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat.
• GIFT (Gemete Intrafallopian Transfer);
• Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara
luas;
• Bedah plastik misalnya penyatuan uterus bikonuate;
• Pengangkatan tumor atau fibroid; dan
• Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi.
 Pria
Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat;
• Agen antimikroba;
• Testosterone enantat dan testosteron spionat untuk stimulasi
kejantanan;
• HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme;
• FSH dan HCG untuk meningkatkan spermatogenesis (produksi sperma);
• Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau
hipotalamus;
• Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik;
• Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma;
• Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan
nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat; dan
 Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida.
Sumber : (indrawati,dkk,2017, Analysis of Factors Influencing Female Infertility
10. Apa saja edukasi yang diberikan kepada pasien?
Jawab :

Anda mungkin juga menyukai