Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KMB 1 (SISTEM THT)

“Prosedur Diagnostik pada Gangguan Sistem THT”


Nama : Erva Oktaviana Putri
NIM : A1R19014
Prodi : D3 Keperawatan Semester 3
Dosen : Ria Anggraini, S.Kep, Ners, M.Kep

1. Pemeriksaan Radiografi

Prosedur Pemeriksaan Radiografi Sinus Paranasal


Menurut Bontrager (2010) teknik radiografi sinus paranasal adalah teknik
penggambaran sinus dengan menggunakan  sinar–x untuk memperoleh radiograf guna
membantu menegakkan diagnosa.
a. Patologi pemeriksaan radiografi sinus paranasal
Patologi yang sering terjadi sehingga dilakukkannya pemeriksaan radiograf sinus
paranasal adalah Ssinusitis, osteomalitis dan sinus polip 
b. Persiapan alat dan bahan, meliputi :
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah pesawat sinar-X, kaset dan film
ukuran 18 x 24 cm, marker R dan L dan plester, apron, ID camera, grid dan alat
prossesing film. Penggunaan identitas pada radiograf dengan marker meliputi
informasi tanggal pemeriksaan, nama atau nomor pasien, kanan atau kiri dan
instiusi.
c. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal antara
lain melepaskan benda-benda logam,plastik atau benda lain yang terdapat
dikepala. Pengambilan radiograf dengan pasien berdiri atau tiduran.
d. Teknik Radiografi sinus paranasal (Standar)
1) Proyeksi lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan
proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien posisi berdiri
b) Posisi objek:
(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset
(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP sejajar kaset)
(3) IPL tegak lurus kaset
(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping depan kaset 
c) Sinar pusat:
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan EAM
(3) Minumin SID 100 cm
d) Kolimasi   
Pada semua rongga sinus
e) Pernafasan :
Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal
dan sinus ethimoid tampak secara lateral

Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

Radiograf Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

2) Proyeksi PA (Cadwell method)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi PA (Cadwell
method) adalah untuk menampakkan patologi adalah sinusitis, osteomilitis dan
polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:
a)     Posisi pasien
  Atur pasien dalam keadaan erect
b)     Posisi objek:
(1) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada kaset, atau
ekstensikan kepala hingga OML membentuk sudut 150 dari kaset
(2) MSP tegak lurus kaset
c)     Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal, sejajar dengan kaset
(2) Titik bidik keluar nasion
(3) Minimum SID 100 cm
d)     Kolimasi   
  Pada semua rongga sinus
e)     Pernafasan
  Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung
g) Kriteria radiograf :
Tampak sinus frontal diatas sutura frontonasal, cairan anterior etmoid
tergambarkan secara lateral terhadap tulang nasal langsung dibawah
sinus frontal.

Proyeksi PA (Caldwell Method) sinar pusat horizontal, OML 150 terhadap


kaset, jika tidak dapat tegak lurus buky dapat dimiringkan 150..
(Bontrager,2010)
Radiograf Proyeksi PA / Caldwell Method (Bontrager,2010)
3) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)
      Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial
(waters methode close mouth) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters
method close mouth):
a)     Posisi pasien
Atur pasien dalam posisi erect
b)     Posisi objek:
(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung pada permukaan
kaset.
(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset,
sehingga OML akan membentuk sudut 370 dari kaset.
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c)     Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari
acanthion
(2) Minimum SID 100 cm
d)     Kolimasi   
Pada semua rongga sinus
e)     Pernafasan
Pasien tahan nafas selama eskpos berlangsung
     Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi
dengan prosesus alveolar dan petrous ridges.Inferior orbital rim
tampak Sinus frontal tampak oblique 

Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth (Bontrager,2010)

Gambar 2.20 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method close


mouth Bontrager (2010)

e. Teknik Radiografi sinus paranasal (Khusus)


1)     Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)
 Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi  parietoacanthial
(waters method open mouth)  untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters
method open mouth):
a)     Posisi Pasien
Atur pasien dalam posisi erect dan membuka mulut                    
b)     Posisi Objek :
(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan
(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 terhadap kaset
(MML akan tegak lurus dengan mulut yang terbuka)
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c)     Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion
(3) Minimum SID 100 cm
d)     Kolimasi     
Pada semua rongga sinus
e)     Pernafasan
Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung
f)   Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan
prosesus alveolar dan petrous ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal
tampak oblique dan tampak sinus spenoid dengan membuka mulut

Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth (Bontrager,2010)

Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth (Bontrager,2010)


2)     Proyeksi Submentovertex (SMV)
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi  Submentovertex
(SMV) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip.
teknik pemeriksaan proyeksi Submentovertex (SMV). 
a)     Posisi Pasien
Atur pasien dalam keadaan erect (berdiri), jika memungkinkan untuk
menampakkan batas ketinggian cairan.
b)     Posisi Objek:
(1) MSP tegak lurus kaset
(2) Tengadahkan  Dagu, hyperextensikan leher jika memungkinkan hingga
IOML paralel kaset. Puncak kepala menempel pada kaset.
c)     Sinar pusat :
(1)    Arah sinar tegak lurus IOML
(2)    Titik bidik jatuh di pertengahan sudut mandibular
(3)    Minimum SID 100 cm
d)     Kolimasi   
Pada semua rongga sinus
e)     Pernafasan
Pasien tahan nafas selama eksposi berlngsung
f)      Kriteria radiograf : Tampak sinus sphenoid, ethmoid, maksillaris dan fossa
nasal (gambar 2.24).

Proyeksi Submentovertex (SMV) (Bontrager,2010)


Radiograf Proyeksi Submentovertex (SMV) (Bontrager,2010)

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pengertian MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah jenis tindakan medis yang menggunakan
medan magnet dan gelombang radio untuk menampilkan gambar organ serta jaringan
di dalam tubuh. Prosedur ini dapat digunakan untuk membantu dokter dalam
mendiagnosis penyakit maupun memantau proses pengobatan. 

Berbeda dari CT scan atau X-ray, MRI tidak menggunakan radiasi dalam prosesnya.
Mesin MRI berbentuk seperti tabung besar dengan gaya magnet.Ketika pasien
berbaring dalam mesin tersebut, medan magnet akan mengubah posisi molekul air
dalam tubuh. Gelombang radio kemudian menghasilkan sinyal yang dideteksi dan
ditampilkan dalam bentuk gambar.MRI akan menghasilkan gambar 3D (tiga dimensi)
yang dapat dilihat dari berbagai sisi. Dengan ini, proses diagnosis bisa lebih
mendetail.

Biaya MRI
Besarnya biaya yang Anda perlukan untuk menjalani MRI bervariasi dan tergantung
dari rumah sakit, kelas perawatan, dan bagian tubuh yang akan diperiksa. Secara
umum, biaya MRI di rumah sakit swasta dimulai dari Rp 2.100.000.MRI juga
ditanggung oleh asuransi kesehatan (BPJS Kesehatan) apabila sesuai dengan
ketentuan dan indikasi medis Anda, serta direkomendasikan oleh dokter.
Kenapa MRI diperlukan? 
MRI merupakan prosedur non-invasif yang dilakukan untuk memeriksa kondisi
organ, jaringan, dan kerangka tubuh pasien. Prosedur ini akan menghasilkan gambar
dengan resolusi tinggi, sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit.Beberapa jenis MRI dan kegunaannya meliputi:

MRI otak dan saraf tulang belakang


MRI paling sering digunakan untuk mengevaluasi kondisi otak dan saraf tulang
belakang. Beberapa kondisi medis yang dapat didiagnosis dengan pemindaian ini
adalah:

 Aneurisma pembuluh darah otak


 Penyakit mata dan telinga bagian dalam
 Multiple sclerosis
 Gangguan saraf tulang belakang
 Stroke
 Tumor
 Cedera otak karena trauma

MRI jantung dan pembuluh darah


MRI jantung dan pembuluh darah dapat membantu dokter dalam menilai:

 Ukuran dan fungsi ruang-ruang jantung


 Ketebalan dan pergerakan dinding jantung
 Luasnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan jantung atau penyakit
jantung tertentu
 Gangguan struktural pada pembuluh darah aorta, seperti aneurisma atau
diseksi (robeknya dinding pembuluh darah)
 Peradangan atau sumbatan pada pembuluh darah

MRI organ dalam


MRI dapat memeriksa keberadaan tumor atau kelainan lain dari banyak organ di
dalam tubuh yang meliputi hati, saluran empedu, ginjal, limpa, pankreas, rahim,
ovarium, serta prostat.
MRI tulang dan sendi
MRI dapat membantu dokter dalam menilai:

 Kelainan sendi karena trauma atau cedera berulang


 Kelainan pada bantalan saraf tulang belakang
 Infeksi tulang
 Tumor tulang dan jaringan lunak

MRI payudara
MRI bisa digunakan bersama dengan pemeriksaan mammogram untuk mendeteksi
kanker payudara, terutama bagi wanita dengan jaringan payudara yang padat atau
berisiko tinggi terkena kanker payudara.

Apa saja persiapan untuk menjalani MRI?


Terdapat beragam hal yang sebaiknya Anda persiapkan sebelum menjalani MRI.
Beberapa di antaranya adalah:

Tanya jawab riwayat medis


Sebelum MRI, informasikan pada dokter apabila pasien:

 Memiliki kondisi medis tertentu, seperti penyakit ginjal atau hati


 Baru saja mengalami operasi
 Memiliki alergi terhadap makanan atau obat tertentu
 Mengidap asma
 Sedang hamil atau kemungkinan hamil

Pemeriksaan benda logam yang menempel pada tubuh


Semua alat yang terbuat dari logam tidak diperbolehkan berada dalam ruang
pemeriksaan MRI. Pasalnya, benda-benda ini bisa mengganggu jalannya
pemeriksaan. Medan magnet pada mesin pemindai juga dapat menarik logam.Alat-
alat tersebut meliputi:

 Katup jantung buatan


 Tindik pada tubuh
 Implan koklea pada telinga
 Insulin pump
 Tambalan gigi
 Gigi palsu
 Implanted nerve stimulator
 Peluru atau serpihan logam
 Sendi atau tungkai artifisial berbahan logam (metallic joint prostheses)
 Alat pacu jantung atau defibrilator jantung yang ditanam
 Klip logam (metal clip) atau sekrup

Pemeriksaan tato
Beritahukan juga pada dokter apabila Anda memiliki tato. Pasalnya, beberapa jenis
tato mengandung komponen logam.

Persiapan di hari pemeriksaan


Pada hari pemeriksaan, Anda disarankan untuk menggunakan pakaian longgar tanpa
kancing atau ritsleting berbahan logam. Anda mungkin diminta untuk melepaskan
pakaian dan mengenakan gaun khusus yang disediakan oleh rumah sakit.Sebelum
memasuki ruang pemindaian, Anda perlu melepaskan semua perlengkapan. Mulai
dari kawat gigi, kacamata, alat bantu dengar, kunci, bra dengan kawat, jam tangan,
dan rambut palsu. Telepon genggam juga tidak boleh dibawa ke dalam ruangan
MRI.Orang yang mengalami klaustrofobia atau fobia ruang tertutup sering merasa
kesulitan menjalani MRI. Bagi mereka, dokter mungkin bisa melakukan MRI di
tempat yang lebih terbuka bila memungkinkan.Bila tidak mungkin, dokter dapat
memberikan obat penenang untuk pasien sebelum pemeriksaan MRI dilakukan.

Prosedur MRI
Secara umum, MRI biasanya memakan waktu sekitar 20 hingga 90 menit dengan
prosedur sebagai berikut:

 Pasien berbaring di atas meja khusus yang akan bergerak masuk ke dalam
mesin MRI. Mesin ini berbentuk seperti tabung besar dengan lubang di kedua
sisi dan magnet yang mengelilinginya.
 Tali pengikat bisa digunakan untuk memastikan posisi pasien tidak bergeser
selama pemeriksaan.
 Keseluruhan atau sebagian badan pasien akan masuk ke dalam mesin.
 Mesin MRI akan menghasilkan medan magnet yang kuat di dalam tubuh
pasien.
 Komputer lalu menangkap sinyal yang dihasilkan oleh mesin untuk
menghasilkan serangkaian gambar. Tiap gambar memperlihatkan potongan
tipis tubuh pasien.

Pasien mungkin mendengar suara ketukan keras selama pemeriksaan. Suara ini
berasal dari mesin MRI yang menghasilkan energi untuk memproduksi gambar.
Apabila dirasa kurang nyaman, pasien dapat meminjam alat penutup telinga untuk
meredam suara ini.Pasien juga dapat merasakan sensasi kejut selama pemeriksaan.
Hal ini terjadi karena mesin MRI merangsang saraf di tubuh pasien, jadi tidak perlu
dicemaskan.Pada beberapa kasus, cairan pewarna kontras akan disuntikkan ke
pembuluh darah vena di tangan atau lengan pasien. Cairan ini membantu dokter untuk
melihat struktur di dalam tubuh pasien dengan lebih jelas.
Seperti apa hasil tes MRI?
Dokter spesialis radiologi akan membaca gambar hasil pemindaian MRI, lalu
memberikan laporannya pada dokter Anda. Dokter kemudian akan menjelaskan hasil
tersebut serta tindakan medis lanjutan yang mungkin Anda perlukan.

Apa saja yang perlu diperhatikan setelah MRI?


Setelah pemindaian, teknisi medis (radiolog) akan memeriksa gambar yang dihasilkan
guna mengecek kecukupan gambar. Apabila dirasa cukup, pasien bisa langsung
pulang.Pasien yang tidak dibius sebelum pemeriksaan dapat kembali melanjutkan
aktivitas normalnya setelah MRI. Dokter kemudian akan menghubungi Anda untuk
mendiskusikan hasilnya. 

Risiko MRI
MRI termasuk prosedur yang relatif aman. Risiko maupun efek sampingnya juga
sangat jarang.Pada sebagian orang, cairan kontras bisa saja menyebabkan efek
samping berupa mual, sakit kepala, dan nyeri atau sensasi terbakar pada area
suntikan.Sementara itu. reaksi alergi terhadap cairan kotras juga dapat terjadi, namun
sangat jarang. Apabila muncul alergi, gejalanya bisa berupa bentol-bentol atau mata
yang gatal. Segera beritahukan pada teknisi medis apabila Anda mengalami keluhan
ini
3. Audiometric Screening Test

Pengertian Audiometric Screening Test


Audiometri adalah prosedur pemeriksaan untuk mengecek fungsi pendengaran yang
dilakukan oleh dokter spesialis THT (telinga, hidung, tenggorokan). Tes ini juga dapat
mendeteksi ada tidaknya gangguan pendengaran yang dialami oleh pasien.

Prosedur audiometri akan mengecek intensitas dan nada suara, fungsi


keseimbangan, dan masalah lainnya pada kinerja telinga bagian dalam.Pendengaran
terjadi ketika gelombang suara mencapai saraf di telinga bagian dalam. Gelombang
suara dialirkan ke bagian ini melalui saluran telinga, gendang telinga, dan tulang di
telinga tengah (konduksi udara), serta tulang di belakang telinga (konduksi
tulang).Dari telinga bagian dalam, gelombang suara kemudian dibawa ke otak lewat
serabut-serabut saraf. Otak kemudian memproses dan mengindentifikasi suara
ini.Gelombang suara bervariasi, berdasarkan intensitas (volume suara) dan kecepatan
getaran (nada). Intensitas suara diukur dengan satuan desibel (dB), nada suara diukur
dengan satuan Hertz (Hz). Audiometri dapat mengukur kemampuan seseorang dalam
mendengarkan suara tersebut.

Kenapa audiometri diperlukan?
Audiometri dapat mendeteksi stadium awal gangguan pendengaran atau kondisi tuli.
Karena itu, tes ini dilakukan sebagai skrining rutin pada fungsi pendengaran.Selain
sebagai proses skrining, audiometri juga bisa dianjurkan apabila pasien mengalami
gangguan pendengaran akibat penyebab apapun.

Siapa yang membutuhkan pemeriksaan audiometri?


Audiometri dibutuhkan bagi pasien dengan keluhan gangguan pendengaran. Penyebab
yang paling dari kondisi ini meliputi:

 Kelainan bawaan
 Infeksi telinga kronis
 Kondisi genetik, seperti otosklerosis
 Cedera pada telinga
 Penyakit telinga bagian dalam, misalnya penyakit Meniere atau kondisi
autoimun yang merusak telinga bagian dalam
 Terpapar suara nyaring terus-menerus
 Gendang telinga pecah

Persiapan Audiometri Screening Test


Tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan sebelum audiometri. Pasien hanya
perlu tetap diam dan tidak bergerak selama prosedur agar hasil pemeriksaan akurat.

Prosedur Audiomestri Screening Test


Audiometri dilakukan dalam ruangan khusus yang kedap suara dengan prosedur
sebagai berikut:

 Pasien akan diminta untuk memakai earphone yang terhubung dengan mesin


audiometri.
 Mesin audiometri akan mengirimkan gelombang suara dengan berbagai nada
dan intensitas ke telinga pasien.
 Dokter atau teknisi medis akan meminta pasien untuk mengangkat tangan
ketika mendengar suara pada telinga kanan atau kiri. Misalnya, mengangkat
tangan kanan saat mendengar suara di telinga kanan dan mengangkat tangan
kiri ketika mendengar suara di telinga kiri.
 Selain mengangkat tangan, pasien juga mungkin diminta untuk menekan
tombol yang disediakan guna menandakan pasien mendengar suara pada
telinga kanan maupun
 Dokter atau teknisi medis lalu merekam tiap nada pada volume terkecil yang
dapat didengar pasien.

Hasil Audiomestri Screening Test


Hasil audiometri dikatakan normal bila pasien dapat mendengar nada dari 250 hingga
8000 Hz pada intensitas suara 25 dB atau lebih rendah. Sedangkan hasil tidak normal
bisa menandakan banyak jenis dan derajat ketulian.Derajat ketulian atau gangguan
pendengaran dinilai berdasarkan intensitas suara (desibel). Hasilnya terbagi dalam
beberapa kelompok berikut:

 Normal: 0-25 dB
 Ganguan ringan: 25-40 dB
 Ganguan sedang: 41-65 Db
 Ganguan berat: 66-90 dB
 Ganguan sangat berat: lebih dari 90 dB

Ada jenis ketulian yang ditandai dengan hilangnya kemampuan mendengar nada
rendah atau tinggi. Ada pula yang ditandai dengan hilangnya kemampuan konduksi
udara atau tulang. Sementara ketidakmampuan mendengar nada murni di bawah 25
dB akan menandakan gangguan pendengaran.Jenis dan derajat ketulian dapat
memberikan informasi terkait penyebab gangguan pendengaran yang dialami oleh
pasien. Beberapa kondisi yang dapat memicu hasil audiometri tidak normal meliputi:

 Neuroma akustik
 Trauma akustik dari suara ledakan atau suara yang sangat keras
 Ketulian karena usia
 Sindrom Alport
 Infeksi telinga kronis
 Labirintitis
 Penyakit Meniere
 Paparan suara keras dalam waktu lama, misalnya ahli mesin di pabrik, atau
kebiasaan mendengarkan musik yang nyaring
 Pertumbuhan tulang tidak normal pada telinga tengah (otosklerosis)
 Gendang telinga pecah atau berlubang

Apa yang harus dilakukan bila hasil audiometri tidak normal?


Bila hasil audiometri tidak normal, pemeriksaan lain bisa dilakukan oleh dokter.
Langkah ini bertujuan untuk melihat fungsi telinga dalam dan saraf pendengaran.
Berikut contohnya:

 Otoacoustic emission test (OAE) yang dapat mendeteksi respons suara yang


diterima oleh telinga bagian
 Pencitraan (seperti MRI kepala) untuk mendeteksi neuroma akustik.
Apa saja yang perlu diperhatikan setelah audiometri?
Setelah audiometri, dokter akan mendiskusikan hasil pemeriksaan dengan pasien.
Tindakan untuk mencegah ketulian lebih lanjut akan diberikan.Jenis penanganan
penanganan akan tergantung pada derajat dan jenis ketulian yang dialami oleh pasien.
Beberapa tindakan ini meliputi penggunaan penutup telinga ketika terpapar suara
keras serta alat bantu dengar.

Risiko Audiomestri Screening Test


Pemeriksaan audiometri tidak memiliki risiko apapun. Karena itu, Anda bisa
menjalaninya tanpa ragu.

4. Tympanometri

Pengertian Tympanometri

Uji timpanometri adalah tes medis yang digunakan untuk mendiagnosis gangguan
pendengaran, terutama yang terjadi pada anak-anak. Prosedur ini dilakukan dengan
cara mengukur pergerakan membran timpani sebagai respons terhadap perubahan
tekanan.

Pemeriksaan tersebut dapat mengukur fungsi dan pergerakan gendang telinga


(membran timpani) dan telinga bagain tengah. Hasil uji timpanometri
direpresentasikan pada grafik yang disebut tympanogram. Tes ini biasanya tidak
memakan waktu lama tapi tidak menyakitkan. Namun, rasa nyeri bisa muncul jika tes
dilakukan pada gendang telinga atau telinga yang sedang mengalami peradangan.Uji
timpanometri dapat memberikan informasi kuantitatif yang berguna tentang
keberadaan cairan di telinga tengah, mobilitas sistem telinga tengah, dan volume
saluran telinga. Penggunaannya telah direkomendasikan untuk melengkapi informasi
yang lebih kualitatif seperti riwayat penyakit, penampilan, dan mobilitas pada
membran timpani.Prosedur ini juga digunakan dalam evaluasi otitis media dengan
efusi dan pada otitis media akut.

Mengapa prosedur uji timpanometri perlu dilakukan?


Prosedur ini biasanya direkomendasikan oleh dokter untuk mendiagnosis:

 Adanya cairan di telinga tengah


 Terjadinya otitis media (infeksi telinga tengah)
 Terjadinya perforasi (robekan) di membran timpani
 Adanya masalah dengan tuba eustachius, bagian yang menghubungkan atas
tenggorokan dan hidung dengan telinga tengah

Apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani prosedur uji timpanometri?


Prosedur ini biasanya dilakukan pada anak-anak. Oleh karena itu orangtua mungkin
perlu menjelaskan kepada anak mengenai tes yang akan dijalaninya, termasuk
prosedurnya. Beritahu anak untuk tetap diam dan tidak bergerak ketika mendengar
suara yang keras selama prosedur dilakukan.Jika anak merasa gelisah atau takut, beri
mainan atau benda yang dapat menenangkannya. Sementara itu, orang dewasa yang
akan menjalani pemeriksaan ini, tidak perlu melakukan persiapan apapun.

Prosedur Tympanometri

Berikut ini adalah langkah dalam prosedur uji timpanometri.

1. Sebelum prosedur berlangsung, dokter akan memeriksa saluran telinga dengan


alat khusus yang disebut otoscope. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak
ada kotoran telinga atau benda asing yang menghalangi saluran telinga.
2. Selanjutnya, dokter akan menempatkan perangkat tipe probe di saluran
telinga. Tahap ini mungkin terasa sedikit tidak nyaman. Pasien juga mungkin
mendengar nada keras saat perangkat mulai melakukan pengukuran.
3. Prosedur ini bekerja dengan cara mengubah tekanan udara di telinga Anda
untuk membuat gendang telinga bergerak maju mundur. Alat timpanometrik
yang disebut tympanogram kemudian akan mengukur pergerakan gendang
telinga Anda. 

Pasien sebaiknya tidak bergerak, berbicara, atau menelan selama prosedur


berlangsung. Jika pasien bergerak maka penilaian terhadap hasilnya pun bisa salah.Uji
timpanometri memakan waktu sekitar 2 menit atau kurang untuk kedua telinga dan
biasanya dilakukan di ruang praktik dokter. Orang-orang dari segala usia dapat
menjalani prosedur ini, meskipun mungkin lebih sulit bagi anak-anak berusia dini,
yang belum bisa mengikuti instruksi untuk tetap diam selama prosedur berlangsung.

Hasil uji Tympanometri


Uji timpanometri akan menghasilkan laporan grafik yang menampilkan 4 jenis
intepretasi sebagai berikut ini:

 Tipe A: Tympanogram normal


 Tipe B: Tympanogram abnormal karena adanya cairan di telinga atau adanya
lubang di gendang telinga
 Tipe C: Tympanogram abnormal karena terjadinya efusi telinga awal maupun
akhir, atau disfungsi tuba eustachius (mungkin berhubungan dengan gangguan
sinus)
 Tipe AS: Tympanogram abnormal karena kondisi sklerosis atau otosklerosis
 Tipe AD: Tympanogram abnormal karena dislokasi tulang telinga tengah

Risiko Tympanometri

Sejauh ini tidak ada risiko dari penggunaan otoscope atau tympanometer yang telah
dilaporkan. Namun, karena uji timpanometri menghasilkan tekanan di telinga, pasien
bisa saja merasakan ketidaknyamanan selama tindakan berlangsung.Pasien anak atau
orang dewasa yang sensitif dapat mengalami refleks penolakan ketika suatu benda
dimasukkan ke dalam telinga. Namun secara umum, prosedur ini tidak dianggap
menyakitkan.

5. Uji Fungsi Vestibulum

Uji Fungsi Vestibulum (Menguji Keseimbangan)


Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan
posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.
Berdiri.Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat
memperlihatkan keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan
desakan persisten, pasien secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling
medekat tapi akan meninggalkan ruang antar keduanya. Pasien dengan ataksia
sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular, meskipun pada akhirnya mampu
untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap kehilangan satu sumber
input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang mekanisme lain (yaitu
visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata, mengeliminasi
isyarat visual.Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak stabil
meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg).Dengan lesi
vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak
mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual
dan ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun
terbuka.
Melangkah.Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan
keadaan terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk.Osilasi kepala dan
trunkus (titubasi) dapat juga ada.Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang
bertanggung jawab, maka kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi lesi
saat pasien mencoba untuk berjalan pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada
tempat dengan mata tertutup.Langkah tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem
rendah.Sebagai tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki
tinggi dari tanah dan membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena
kerusakan proprioceptif.Stabilitas dapat diperbaiki secara dramatikal dengan
membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan tangan pada
lengan pemeriksa untuk sokongan.Jika pasien dapat berjalan dalam gelap atau dengan
mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.Gait ataksia dapat juga menjadi
manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi dengan gejala motorik atau
difisit) atau malinggering.Membedakannya sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa
ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang mempengaruhi vermis
serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta
gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien dengan langkah
terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka tanpa
jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi
keseimbangan yang sempurna.

6. Caloric Test
Pengertian
Caloric Test adalah alat klinis yang berguna yang dapat menilai dan mengukur status
fungsional dari sistem vestibular individu. Tes ini menggunakan mekanisme refleks
vestibular-okuler untuk menguji defisit perifer unilateral. Refleks vestibular-okuler
membutuhkan batang otak yang utuh agar berfungsi, dan tujuannya adalah untuk
mempertahankan fiksasi mata pada target yang tidak bergerak saat kepala sedang
bergerak, sehingga objek perhatian tetap berada di tengah bidang visual. Seperti
dijelaskan di bawah, pengujian kalori memanipulasi refleks vestibular-okuler untuk
menguji kanalis semisirkularis lateral dan aferennya secara spesifik.

Anatomi dan Fisiologi


Kanal setengah lingkaran adalah tiga struktur berisi cairan di telinga bagian dalam
yang memberikan orientasi spasial pada otak. Setiap kanal setengah lingkaran
melebar menjadi kantung berisi cairan yang disebut ampula yang berisi komponen
sensorik dari sistem vestibular. Ketika endolimf dihangatkan (oleh udara atau air),
arus buatan dibuat yang menggerakkan rambut di kanal setengah lingkaran lateral
(horizontal), sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara refleks vestibular-
okuler kanan dan kiri. Hal ini menyebabkan nistagmus dengan komponen yang
berdetak cepat dan lambat, bergantung pada arus di ampula. Ketika suhu dingin
diterapkan, itu menyebabkan nistagmus yang berdetak cepat ke arah berlawanan dari
sisi yang ditantang dan nistagmus yang berdetak lambat di sisi kontralateral.
Kebalikannya berlaku untuk suhu hangat yang diterapkan. SAPI mnemonik (dingin,
berlawanan, hangat, sama) memudahkan untuk mengingat komponen nystagmus
cepat ini.

Indikasi
Tes kalori secara klinis berguna sebagai tes di samping tempat tidur untuk
mengisolasi sistem vestibular perifer dan menyingkirkan etiologi sentral dari vertigo.
Ketika ada kecurigaan tinggi untuk lesi perifer, pengujian kalori bi-termal biasanya
dilakukan. Namun, dalam kasus di mana terdapat probabilitas pretes yang rendah,
akan tepat untuk hanya menggunakan pengujian kalori termo termik dan berhenti
ketika pengujian negatif atau dengan kata lain, responsnya simetris (oleh karena itu
kemungkinan menunjukkan proses sentral). Keuntungan yang dimiliki pengujian
kalori dibandingkan penelitian lain, seperti tes potensi miogenik yang dibangkitkan
oleh vestibular dan tes impuls kepala video, adalah tidak memerlukan gerakan kepala
untuk dilakukan, membuat kepatuhan pasien yang lebih baik pada pasien yang
gejalanya memburuk dengan gerakan, serta pada pasien dengan mobilitas serviks
terbatas.
Indikasi lain untuk penggunaan tes ini adalah untuk pengujian batang otak pada
pasien koma. Seperti dijelaskan di atas, busur refleks membutuhkan batang otak yang
utuh, dan oleh karena itu kurangnya nistagmus dapat mengindikasikan lesi batang
otak.

Kontraindikasi
Penggunaan obat-obatan medis yang dapat mempengaruhi sistem vestibular (anti-
emetik, ansiolitik, dan antidepresan) dalam 48 jam pengujian merupakan
kontraindikasi relatif.

Peralatan
Sistem irigasi kalori air dengan dua bak air suling 250 cc, masing-masing dipanaskan
hingga 44 C dan 30 C.

Elektro-okulografi (EOG) atau Video-okulografi (VOG) (opsional)


Bak penampung yang berukuran sampai 250 cc
Cekungan emesis
Stopwatch

Personil
Penyedia ditambah satu hingga dua orang tambahan untuk memegang bak penangkap,
stopwatch, dan / atau handuk kering.

Persiapan
Gunakan otoskop untuk memeriksa saluran pendengaran eksternal dan memastikan
tidak ada halangan, infeksi, atau impaksi serumen. Naikkan kepala pasien ke sudut 30
derajat. Ini menempatkan kanal horizontal dalam bidang vertikal, mengoptimalkan
rangsangannya. Letakkan wadah penangkap di bawah telinga pasien. Jika
menggunakan EOG atau VOG, pasang elektroda atau letakkan kacamata di atas mata.
Beri tahu pasien tentang prosedur dan instruksikan mereka untuk melakukan latihan
"peringatan" saat irigasi dimulai, misalnya, menghitung tujuh serial dengan suara
keras, menamai hewan, atau membuat daftar kata yang dimulai dengan huruf yang
sama.

Teknik
Dengan menggunakan sistem irigasi, berikan 250 cc larutan air hangat selama 25
hingga 30 detik ke telinga yang diduga terkena. Memungkinkan sistem terbuka di
mana air yang dialirkan dapat dengan bebas mengalir keluar dari saluran pendengaran
eksternal dan dikumpulkan di bak. Denyut nistagmus akan terjadi kira-kira 30 detik
setelah permulaan pengiriman air dan akan meningkat intensitasnya selama 30 sampai
45 detik berikutnya. Latihan peringatan yang Anda perintahkan kepada pasien untuk
dilakukan akan mencegah penekanan nistagmus. Tunggu lima menit dan ulangi
dengan telinga satunya. Ulangi dengan air dingin, jika diindikasikan.

Jika tidak ada respons terhadap irigasi hangat atau dingin, atau jika sistem irigasi bi-
kalori tidak tersedia, irigasi air es dapat dipertimbangkan. Pasien diinstruksikan untuk
berbaring dalam posisi setengah telentang dengan telinga yang diduga terkena
diangkat. Sekitar 2 cc air es disuntikkan ke liang telinga melalui spuit dan disimpan
dalam posisi tersebut selama 30 detik. Kepala pasien kemudian diputar ke garis
tengah dan diamati adanya nystagmus saat pasien melakukan tugas-tugas peringatan.
Ini telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada
udara hangat atau air, meskipun mungkin tidak dapat ditoleransi dengan baik.

Komplikasi
Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum dari pengujian kalori.
Selain itu, pasien mungkin mengalami vertigo yang semakin parah. Gejala sisa jangka
panjang biasanya tidak terkait dengan pengujian kalori. Signifikansi Klinis
Tes kalori adalah alat yang berguna yang dapat membantu seorang dokter
membedakan lesi sentral versus lesi perifer pada pasien yang mengeluh pusing.
Idealnya, media hangat digunakan untuk menguji fungsi vesibular pada pasien dengan
probabilitas pretest rendah dari proses perifer, karena pengujian monokalorik (MCT)
dilaporkan memiliki rentang sensitivitas yang luas (0,54-1,00) untuk vestibulopati
unilateral, dan oleh karena itu memiliki penggunaan yang terbatas ketika probabilitas
pra-tes menengah [7]. Oleh karena itu, untuk pateint dengan probabilitas pretest tinggi
dari proses perifer, pengujian bi-thermic harus digunakan.

Meskipun air hangat cenderung lebih umum digunakan, pengujian kalori udara hangat
juga telah dilaporkan sensitif 87% dengan nilai prediksi negatif 90% saat menilai
kelemahan vestibular unilateral ketika pemotongan 25% perbedaan antar telinga
digunakan. [8]. Meskipun demikian, media dingin menghasilkan respon yang lebih
drastis dalam nistagmus fase lambat yang diukur, dan dengan demikian lebih mudah
untuk diidentifikasi oleh praktisi dan oleh karena itu ini adalah tes yang lebih spesifik
untuk menentukan lesi perifer [9] [4]. Untuk pasien yang stimulasi udara atau air
dikontraindikasikan (seperti otitis media supuratif kronis atau perforasi membran
timpani), radiasi inframerah dekat adalah metode alternatif yang sama efektifnya
untuk pengujian kalori [10].

Meningkatkan Hasil Tim Perawatan Kesehatan


Menilai disfungsi vestibular dengan pengujian kalori dapat menjadi tes di samping
tempat tidur yang dilakukan terutama oleh praktisi, namun mungkin memerlukan
bantuan tambahan oleh staf perawat untuk melakukan dengan benar dan efektif.
Selain itu, jika Elektro-okulografi (EOG) atau Video-okulografi (VOG) akan
digunakan, diperlukan keterampilan dan pelatihan khusus dengan peralatan ini dan
mungkin memerlukan masukan dan konsultasi dari audiolog terlatih.

Pengujian kalori menggunakan udara hangat dapat digunakan dalam situasi di mana
terdapat otitis media supuratif kronis dan atau perforasi pada membran timpani.
Perangkat tambahan ini membutuhkan lebih sedikit persiapan yang rumit, kebutuhan
personel dan dapat mengurangi komplikasi pengujian menggunakan air.

7. Laringoskopi

Pengertian Laringoskopi
Laringoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat kotak suara (laring),
pita suara, dan struktur lain di belakang tenggorokan.

Pemeriksaan ini dapat membantu dokter dalam menentukan penyebab dari gejala
yang dialami pasien. Misalnya, perubahan suara, gangguan pernapasan, nyeri
tenggorokan, sakit telinga, sulit menelan, dan sumbatan jalan napas.Terdapat tiga
jenis laringoskopi berdasarkan prosedurnya, yaitu laringoskopi indirek, laringoskopi
fleksibel (direct fiber-optic laryngoscopy), dan laringoskopi direk. Prosedur ini
biasanya akan dilakukan oleh dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan
(THT).
Kenapa laringoskopi diperlukan?
Dokter akan menyarankan laringoskopi untuk:

 Mendiagnosis batuk yang tak kunjung sembuh, nyeri tenggorokan, batuk


berdarah, suara serak, atau napas berbau tidak sedap
 Memeriksa adanya tanda-tanda peradangan, seperti bengkak dan iritasi
 Memeriksa kemungkinan sumbatan atau penyempitan tenggorokan
 Mengeluarkan benda asing dari tenggorokan
 Mengidentifikasi atau mengambil sampel jaringan maupun benjolan tumor di
tenggorokan maupun pita suara
 Mendiagnosis gangguan menelan
 Mendiagnosis kemungkinan kanker
 Mengevaluasi penyebab nyeri telinga yang tak kunjung sembuh
 Mendiagnosis kelainan suara, seperti suara serak yang terjadi selama 3 minggu

Apa saja persiapan untuk menjalani laringoskopi?


Sebelum pemeriksaan laringoskopi dilakukan, dokter mungkin akan meminta pasien
melakukan rontgen atau tes pencitraan lain. Misalnya, CT scan.Pada pasien yang
direncanakan melakukan laringoskopi di bawah pengaruh obat bius umum, dokter
akan meminta pasien untuk berpuasa sebelum prosedur.Pasien juga akan diminta
untuk menghentikan penggunaan obat-obatan tertentu setidaknya seminggu sebelum
laringoskopi. Jangan pula juga untuk menginformasikan pada dokter terkait obat-
obatan yang sedang dikonsumsi.

Prosedur Laringoskopi
Prosedur laringoskopi bervariasi tergantung pada jenisnya. Berikut penjelasannya:

1. Laringoskopi indirek
Pada laringoskopi indirek, dokter akan memakai cermin kecil bertangkai panjang,
yang menyerupai cermin pada pemeriksaan gigi. Alat ini digunakan untuk melihat
laring pasien.Pemeriksaan sederhana ini biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar
5-10 menit dengan prosedur yang meliputi:

 Pasien diminta untuk duduk di kursi pemeriksaan


 Dokter mungkin akan menyemprotkan obat bius lokal ke dalam tenggorokan
supaya pasien merasa nyaman selama pemeriksaan
 Dokter akan meletakkan cermin di langit-langit mulut
 Dokter akan menyinari mulut pasien dan melihat pantulan laring dari cermin

2. Laringoskopi fleksibel (direct fiber-optic laryngoscopy)


Pada laringoskopi fleksibel, dokter akan menggunakan alat bernama laringoskop
fleksibel dengan teropong di ujungnya.Laringoskop fleksibel berbentuk seperti kabel
tipis panjang yang akan dimasukkan ke dalam hidung hingga mencapai laring.
Kemudian, dokter akan melihat kondisi laring pasien.Dokter akan memberikan
obat bius lokal pada hidung pasien sebelum laringoskop dimasukkan. Pada beberapa
pasien, obat dekongestan juga akan diberikan untuk memperlebar lubang hidung.
Pemeriksaan ini biasanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.

3. Laringoskopi direk
Pada prosedur laringoskopi direk, dokter akan menggunakan laringoskop untuk
mendorong lidah ke bawah dan mengangkat epiglotis. Epiglotis adalah selaput dekat
pita suara yang akan membuka ketika seseorang bernapas dan menutup ketika
seseorang menelan.Pemeriksaan ini biasanya dilakukan sekitar 45 menit. Pasien akan
diberi obat bius total sehingga akan tertidur selama prosedur.

Apa saja yang perlu diperhatikan setelah laringoskopi?


Pasien yang diberi obat bius umum sebelum pemeriksaan perlu beristirahat dan tidak
berkendara selama dua jam hingga efek obat hilang.edangkan pasien yang diberi obat
bius lokal tidak diperbolehkan makan atau minum hingga efek obat hilang dan
tenggorokan tidak lagi mati rasa. Efek obat bius lokal biasanya akan menghilang
dalam 30 menit.

Apa saja komplikasi laringoskopi?


Secara umum, laringoskopi merupakan prosedur yang aman. Beberapa komplikasi
yang dapat ditimbulkan oleh laringoskopi meliputi:

 Reaksi alergi terhadap obat bius


 Pendarahan pada tenggorokan
 Infeksi
 Suara serak
 Mimisan
 Perlukaan di bibir, lidah, dan dinding dalam tenggorokan

Anda mungkin juga menyukai