Anda di halaman 1dari 8

Skenario 4

Sesak Nafas Berat

Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RS diantar keluarga dengan keluhan sesak
nafas 2 jam yang lalu. Awalnya pasien mengeluh nyeri dada sejak 3 jam yang lalu yang
dirasakan terus menerus dan memberat. Pasien juga saat ini mengeluh lemas dan sesak
bertambah berat. Keluhan demam dan batuk disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 7 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
somnolen, keadaan umum tampak sakit berat, TD 76/48 mmHg, nadi 112x/m, teraba lemah,
respirasi 30x/m, suhu 35,2˚C, SpO2 92%, akral dingin, CRT >2s. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan gambaran STEMI Inferior. Dokter segera menangani kondisi pasien tersebut.

Step 1

1. Somnolen : somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung


tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan
jawaban secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
2. CRT : tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku untuk memonitor dehidrasi dan
jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi)
3. STEMI inferior : Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) didefiniskan
sebagai peningkatan titik J (J-point) sebesar >0.2 mV pada 2 sadapan atau lebih
(sadapan V1,V2 atau V3) dan sebesar >0.1 mV pada sadapan lainnya. STEMI inferior
ditandai dengan adanya kelainan EKG di lead II, III, dan avF

Step 2
1. Mengapa pasien mengalami keluhan seperti pada kasus dan apa keterkaitan riwayat
hipertensi pasien dengan keluhan tersebut?
2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pasien pada kasus tersebut?
3. Apa tatalaksana yang harus dilakukan dokter untuk pasien pada kasus?

Step 3 & 4
1. Hipertensi kronis menyebabkan peningkatan kekakuan arteri, peningkatan tekanan
darah sistolik, dan tekanan nadi menurunkan tekanan perfusi koroner, meningkatkan
konsumsi oksigen miokard, dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selama
hipertensi emergensi, ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi kenaikan tahanan
vaskuler akut sistemik. Hal ini mengarah ke gagal ventrikel kiri dan edema paru atau
iskemia miokard.
Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan
organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak
atau Ialai memakan obat antihipertensi. Krisis hipertensi meliputi dua kelompok
yaitu:
 Hipertensi darurat (emergency hypertension): dimana selain tekanan darah
yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target organ yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan target organ
yang terjadi.
 Hipertensi mendesak (urgency hypertension): dimana terdapat tekanan darah
yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang
progresif, sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat
(dalam hitungan jam sampai hari).

Krisis HT bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut: akselerasi peningkatan


TD yang tiba-tiba, HT renovaskuler, glomerulonephritis akut, eclampsia,
phaeokromositoma, penderita HT yang tidak meminum obat atau minum obat anti-HT
tidak teratur, trauma kepala, tumor yang mensekresi renin, dan minum obat precursor
cathecolamine (misalnya MAO inhibitor).

HT emergensi umumnya terjadi pada HT kronis (yang sering tidak minum obat anti-
HT atau HT yang tidak terkendali), dengan TD biasanya diatas 180/120 mm Hg.
Peningkatan TD secara kronis pada pasien ini, tidak mempengaruhi perfusi organ
target oleh karena adanya mekanisme autoregulasi. Autoregulasi adalah kemampuan
pembuluh darah berdilasi atau berkonstriksi sebagai respon perubahan tekanan
arterial, sehingga perfusi organ normal dapat dipertahankan. Mekanisme autoregulasi
ini terjadi pada vaskuler otak dan ginjal melibatkan saluran kalsium tipe-L (L-type
calcium channels), terjadi vasodilasi progresif pada tekanan arterial rendah dan
vasokonstriksi progresif pada tekanan arterial tinggi.
2. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik:
 Kesadaran somnolen: berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan
cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu
memberikan jawaban secara verbal, namun mudah tertidur kembali. Skor GCS
7-9
 TD 76/48 mmHg : hipotensi, dapat terjadi karena pasien mengalami
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Untuk kompensasi terhadap isi
sekuncup yang berkurang, compliance diastolik berkurang, meningkatkan
pengisian diastolik dan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri. Kompensasi ini
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan dapat menyebabkan edema
paru. Karena kontraktilitas menurun, tekanan pengisian pada ventrikel kanan
dan kiri meningkat dan curah jantung menurun.
 nadi 112x/m : takikardi, sebagai kompensasi terjadinya penurunan perfusi
jaringan dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium
 respirasi 30x/m : takipneu
 suhu 35,2˚C : hipotermia
 SpO2 92%
 CRT >2s : CRT memanjang, artinya telah terjadi penurunan perfusi jaringan
sehingga pembuluh darah perifer berkonstriksi, aliran darah pada pembuluh
perifer tersebut juga akan berkurang sehingga kecepatan pengisian kapiler pun
akan menjadi semakin lama (memanjang).
 STEMI Inferior : STEMI inferior didefinisikan sebagai elevasi sebesar > 0.1
mV pada pada setidaknya 2 jenis sadapan diantara sadapan II, III, dan aVF.
Infark inferior dapat merupakan manifestasi yang muncul akibat tersumbatnya
arteri koroner kanan (RCA) maupun arteri sirkumfleks kiri (LCx).

Jika dilihat dari adanya penurunan kesadaran dan penurunan tekanan darah yang
juga sebelumnya didahului oleh keluhan nyeri dada yang diikuti oleh sesak nafas,
dan terdapat faktor risiko hipertensi yang tidak terkontrol, pasien mungkin telah
mengalami kondisi syok kardiogenik.

 Patofisiologi dari syok kardiogenik adalah adanya penurunan dari


kontraktilitas miokardium yang menyebabkan curah jantung menurun,
tekanan darah rendah dan iskemia arteri koroner, yang semakin
memperburuk kontraktilitas jantung. Siklus ini dapat berakhir pada
kematian.
 Syok kardiogenik bukan hanya akibat disfungsi ventrikel kiri, namun akibat
gangguan pada seluruh sistem sirkulasi. Gangguan ini berupa
vasokonstriksi sistemik dan pelepasan mediator inflamasi.
 Vasokonstriksi sistemik merupakan mekanisme kompensasi akibat curah
jantung yang menurun. Vasokonstriksi ini bertujuan untuk memperbaiki
perfusi perifer dan koroner, namun justru meningkatkan beban akhir.

Pelepasan mediator inflamasi akan menyebabkan perembesan kapiler, gangguan


pada mikrosirkulasi dan vasodilatasi sistemik yang memperburuk syok
kardiogenik.

Perubahan Mikro
Perubahan mikro yang terjadi pada miokardium dan perubahan seluler pada syok
kardiogenik adalah sebagai berikut:

Patologi Miokardium
Adanya hambatan pada aliran darah arteri koroner menyebabkan miokardium yang
diperdarahi tidak dapat berkontraksi. Jika daerah iskemik cukup luas, fungsi pompa
ventrikel kiri menurun, menyebabkan hipotensi sistemik. Iskemia akan
menurunkan compliance miokardium dan mengganggu pengisian jantung sehingga
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan gangguan
pada fungsi diastolik miokardium yang pada akhirnya akan menimbulkan edema
paru dan hipoksemia.

Patologi Seluler
Hipoperfusi jaringan dan hipoksia seluler menyebabkan glikolisis anaerobik,
akumulasi dari asam laktat dan asidosis intrasel. Pompa pada membran miosit
terganggu, menyebabkan potensial transmembran menurun, terjadinya akumulasi
natrium dan kalsium intrasel sehingga miosit membengkak.
Jika iskemia yang terjadi berkelanjutan dan berat, kerusakan pada miosit menjadi
ireversibel dan menyebabkan mionekrosis. Apoptosis yang dicetuskan oleh
kaskade inflamasi dan stres oksidatif dapat terjadi pada area di sekitar infark.[1]
Disfungsi Miokard yang Reversibel
Syok kardiogenik diperparah dengan adanya miokardium yang mengalami
disfungsi namun masih viable. Keadaan ini disebut dengan myocardial
stunning  dan hibernating myocardium.
o Myocardial Stunning:
o Myocardial stunning merupakan disfungsi yang berlangsung lama setelah
terjadinya infark walaupun aliran darah sudah kembali normal. Walau
demikian, keadaan ini bersifat reversibel, dapat membaik dengan sempurna
seiring waktu dan merespons terhadap stimulasi inotropik.
o Hibernating Myocardium:
o Hibernating myocardium merupakan kondisi terganggunya fungsi miokard
saat istirahat yang persisten, terjadi akibat penurunan aliran darah koroner
yang berat. Hibernasi merupakan suatu proses adaptif terhadap hipoperfusi
untuk mencegah terjadinya iskemia dan nekrosis lebih lanjut. Keadaan ini
dapat membaik dengan revaskularisasi.
o
Perubahan Makro
Perubahan makro yang terjadi baik pada jantung maupun perubahan sistemik
akibat syok kardiogenik.

Mekanisme Jantung pada Syok Kardiogenik


Pada syok kardiogenik terjadi penurunan kontraktilitas sehingga pada tekanan
sistolik yang sama atau lebih rendah ventrikel mengeluarkan volume darah yang
lebih sedikit setiap denyutan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume di akhir
sistolik.
Untuk kompensasi terhadap isi sekuncup yang berkurang, compliance diastolik
berkurang, meningkatkan pengisian diastolik dan tekanan diastolik akhir ventrikel
kiri. Kompensasi ini meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan dapat
menyebabkan edema paru. Karena kontraktilitas menurun, tekanan pengisian pada
ventrikel kanan dan kiri meningkat dan curah jantung menurun[1]
Perubahan Sistemik
Saat ventrikel kiri tidak bisa memompa secara efektif akibat infark, isi sekuncup
dan curah jantung menurun, menyebabkan penurunan tekanan darah dan
peningkatan volume akhir sistolik. Infark miokard diperparah dengan perfusi
miokardium yang terganggu akibat takikardia dan hipotensi.
Perfusi sistemik juga terganggu akibat curah jantung yang berkurang. Adanya
hipoperfusi jaringan memperburuk metabolisme anaerobik dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat dan asidosis laktat, yang sebaliknya memperburuk fungsi
sistolik miokardium.

Penurunan fungsi miokardium mencetuskan mekanisme kompensasi berikut:


 Stimulasi saraf simpatis: peningkatkan laju dan kontraktilitas jantung, retensi
air dan natrium di ginjal, sehingga meningkatkan preload ventrikel kiri
 Takikardia dan peningkatan kontraktilitas: meningkatkan kebutuhan oksigen,
sehingga memperparah iskemia miokardium
 Retensi cairan: memperburuk kongesti vena paru dan hipoksemia
 Aktivasi saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi untuk meningkatkan
tekanan darah, namun juga meningkatkan beban akhir miokardium sehingga
mengganggu fungsi jantung

Keadaan Syok
Syok, apapun penyebabnya, adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh keadaan
hipoperfusi sistemik akut, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan disfungsi
dari organ vital. Semua jenis syok ditandai dengan perfusi yang tidak adekuat
untuk mencukupi kebutuhan metabolik jaringan. Maldistribusi aliran darah ke end
organ (otak, jantung dan ginjal) menyebabkan hipoksia jaringan dan
kerusakan end organ.
Berkurangnya perfusi otak menyebabkan penurunan fungsi higher cortical,
sehingga menyebabkan perubahan status mental yang dapat bervariasi dari
kebingungan, agitasi hingga koma.
Kompensasi pada ginjal saat terjadi hipoperfusi menyebabkan laju filtrasi
glomerular berkurang, sehingga terjadi oliguria dan akhirnya gagal ginjal.
3. Tatalaksana yang dapat dilakukan

Terapi infark miokard akut


Terapi awal ditujukkan untuk mempertahankan perfusi sistemik dan koroner yang
adekuat untuk menaikkan tekanan darah sistemik dengan vasopresor dan
menyesuaikan status volume sampai tingkat yang memastikan tekanan pengisisan
ventrikel kiri optimal.
o Vasopresor
-norepinefrin, dosis awal 2-4 µg/menit dititrasi jika perlu.
- dopamin
Pada dosis rendah (≤ 2µg/kg per menit) dapat mendilatasi bantalan
vaskular ginjal. Pada dosis sedang (2-10 µg/kg per menit) dopamin
memiliki efek kronotropik dan inotropik positif sebagai akibat stimulasi
reseptor β-adrenergik. Pemberian dopamin dimulai pada kecepatan infus 2-
5 µg/kg per menit, dan dosis dinaikkan setiap 2-5 menit sampai maksimum
20-50 µg/kg per menit.

Anda mungkin juga menyukai