Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Oleh :
Nama : KRISTINA DESI
NIM : 12130138

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2015
A. Pengertian

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan
terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negative atau keadaan yang mengancam
(Nanda,2008).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2011).
Menurut Depkes RI tahun 2000 kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Nita Fitria, 2009).

B. Tanda dan Gejala

Gejala subjektif (Buku Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa, 2015):


1. Mengekspresikan perasaan kesedirian.
2. Mengekspresikan perasaan menolak.
3. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan.
4. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat.
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain.
6. Ekspresi nilai sesuai dengan subkultural tetapi tidak sesuai dengan kultular
dominan.
7. Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan.
8. Mengekspresikan perasaanberbeda dari yang lain.
9. Tidak merasa aman di masyarakat.
10. Respon verbal kurang dan sangat singkat
11. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
12. Klien merasa tidak berguna
13. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Gejala objektif (Buku Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa, 2015) :
1. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok).
2. Perilaku bermusuhan.
3. Menarik diri.
4. Tidak komunikatif.
5. Menunjukan perilaku tidak diterima olek kelompok kutural dominan.
6. Mencari kesendirian atau merasa diakui didalam subkultural.
7. Senang dengan pikirannya sendiri.
8. Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti.
9. Tidak ada kontak mata.
10. Aktivitas tidak sesuai dengan usia perkembangan.
11. Keterbatasan mental/fisik.
12. Sedih, afek tumpul.
13. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
14. Tidak mengikuti kegiatan
15. Banyak berdiam diri di kamar
16. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
17. Ekspresi wajah kurang berseri
18. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
19. Mengisolasi diri
20. Rendah diri
C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
a) Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah (Buku Panduan Praktikum
Keperawatan Jiwa, 2015) :
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
2. Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas.
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi.
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social merupakan factor dalam gangguan berhubungan, akibat dari
norma yang tidak mendukung untuk pendekatan dengan orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif. Isolasi sosail dapat terjadi
Karena mengadopsi norma, perilaku dan system nilai yang berbeda dari kelompok
minoritas.
4. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.

b) Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi :
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit
atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial


Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada
klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan
dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat. (Buku Panduan Praktikum Keperawatan
Jiwa, 2015)

D. Rentang Respon
Respon adaptif respon maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


(solitude) Menarik diri Narkisisme
Otonomi Ketergantungan Impulsif
Kebersamaan
Saling ketergantungan
E. Psikopatologi

Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif. Walaupun banyak
penelitian telah dilakukan pada gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal,
tapi belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin
saja disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor. Faktor yang mungkin mempengaruhi
termasuk:
a) Faktor Perkembangan
Tiap  gangguan dalam pencapain tugas perkembangan  yang akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya
bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang tidak berhasil memisahkan
dirinya dari orangtuanya. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan keluarga
dengan pihak lain diluar keluarga. Peran keluarga seringkali tidak jelas. Orangtua
pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon
sosial maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
professional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi
menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti
terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini, namun
tetap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma
yang tidak mendukung pendekatan  terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan penyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari
kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini 
Faktor Presipitasi : streesor sosial dan psikologi
Tingkat kecemasan yang berat dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu mengatasi masalah, diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah/ancaman gangguan berhubungan tuntutan yang berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain yang memenuhi kebutuhan yang ketergantungan dapat
menimbulkan ansietas tinggi. Stress juga dapat ditimbulkan oleh menurunnya
stabilitas unit kerja, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya.

F. Penatalaksanaan

1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan  dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).

c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi
social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL) adalah tingkah laku yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan
sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut,
kuku dan lain-lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara
dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
G. Diagnosis Keperawatan Utama
Isolasi sosial: menarik diri

H. Intervensi Keperawatan
a) Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
b) Tujuan Khusus :
Criteria hasil
c) Intervensi :
1. Tindakan mandiri
a. SP I
1) Mengidentifikasi penyebab isolasi social klien
2) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
3) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
4) Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
5) Menganjurkan klien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
b. SP II
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Memberikan kesempatan pada klien untuk mempraktekan cara berkenalan
dengan satu orang
3) Membantu klien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian klien
c. SP III
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Memberikan kesempatan pada klien untuk mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang atau lebih
3) Menganjurkan klien memasukan dalam kegiatan harian
2. Terapi modalitas
a. Melibatkan dalam terapi kognitif, jika ada distorsi atau penyimpangan berfikr
(msalnya ketidakpercayaan terhadap orang lain, berhubungan social tidak ada
manfaatnya, tidak mempunyai kemampuan berbicara dengan orang lain):
1) Identifikasi derajat isolasi dengan mendengarkan pandangan klien tentang
kesendirian
2) Buat interaksi yang singkat tetapi mengkomunikasikan minat,
kekhawatiran dan perhatian
3) Identifikasi system pendukung yang tersedia untuk klien
4) Identifikasi hubungan keluarga dan pola komunikasi
5) Catat perasaa makna dari diri klien dan keyakinan tentang identitas
individu atau peran dalam pergaulan dan lingkunga
b. Melibatkan dalam TAK (sosialisasi, stimulasi, dan sensori)

3. Tindakan untuk keluarga


a. SP I
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi social beserta proses
terjadinya
3) Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasi sosial
b. SP II
1) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan isolasi social
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi
social
c. SP III
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
2) Menjelaskan follow up klien pulang
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa  (Terjemahan).Jakarta: EGC.
Farida, Yudi Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, Budi Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Nita, Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai