ILMU ANESTESI
ANESTESI UMUM
(Obat Anestesi Inhalasi, Intravena, Pelumpuh Otot dan Stadium
Anestesi)
Pembimbing :
Dr. Bagus Damar Ririh Wiyatmoko, Sp.An
Penyusun :
Anggrainy Jeanette Loru Koba 2016.04.2.0013
Anissa Sarah Medina Teguh 2016.04.2.0014
Anton Fery Ananda 2016.04.2.0015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2017
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………...
………………………………………………….… i
DAFTAR ISI………...…………………………………………………………
ii
BAB 1. PENDAHULUAN………...……………………………………………
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………...……………………………………
2
2.1
Jenis Anestesi ………...……………………………………………….… 2
2.2 Anestesi Umum………...………………………………………………... 2
2.2.1 Definisi………...……………………………………………………...…
2
2.2.2 Tujuan………...………………………………………………………... 2
2.2.3 Farmakologi Obat Anestesi………...………………………………
3
2.2.4 Obat Anestesi Inhalasi………...…………………………………….
5
2.2.4.1 Halotan………...……………………………………………….
8
2.2.4.2 Enfluran………...………………………………………………13
2.2.4.3 Isofluran………...…………………………………………….
17
2.2.4.4 Desfluran………...…………………………………………...
20
2.2.4.5 Sevofluran………...………………………………………….
21
2.2.4.6 N2O………...…………….…………………………………….
26
ii
2.2.4.7 Xenon………...…………….…………………………………
34
2.2.4.8 Perbedaan Anestesi Inhalasi.……………………………..
35
2.2.5 Obat Anestesi Intravena………...…………………………………
36
2.2.5.1 Barbiturat………...…………………………………………..
36
2.2.5.2 Benzodiazepine………...…………………………………...
40
2.2.5.3 Ketamine………...…………………………………………...
42
2.2.5.4 Etomidate………...…………………………………………..
44
2.2.5.5 Propofol………...………………………………...…………..
45
2.2.5.6 Opioid………...……………...…………………...…………..
46
2.2.6 Obat Pelumpuh Otot………...……………...………………….…..
47
2.2.6.1 Pelumpuh Otot Depolarisasi………...……………………
49
2.2.6.2 Pelumpuh Otot Nondepolarisasi………...……………… 56
2.2.6.3 Pilihan Pelumpuh Otot………...………………………….. 63
2.2.6.4 Penawar Pelumpuh Otot………...…………………………
64
2.3 Stadium Anestesi………...…………………………………………
64
BAB III KESIMPULAN………...…………………………………………….
67
DAFTAR PUSTAKA………...…………………………………………….…
68
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 Tujuan
Tujuan utama anestesi yaitu menghilangkan rasa nyeri pada
waktu pembedahan. Keadaan ini dapat dicapai dengan
menghentikan hantaran rangsang nyeri pada salah satu titik di jalur
2
afferent yang berawal di ujung - ujung saraf sensorik dan berakhir
di cortex cerebri. Tujuan anestesi lainnya adalah menghilangkan
ingatan (amnesia), membuat tidur (narkosis), dan melemaskan otot
agar pembedahan berjalan lebih baik.
3
Obat anestesi inhalasi secara langsung mempengaruhi otot
polos pembuluh darah otak dan menyebabkan vasodilatasi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Autoregulasi otak
dihambat oleh obat-obat anestesi ini. Selain efek langsung di atas,
secara tidak langsung, setiap depresi pernafasan menyebabkan
kenaikan tekanan intrakranial karena CO 2 merupakan vasodilator
yang kuat pada otak.
Obat anestesi merubah pola nafas yang normal dan
menghambat mekanisme pertukaran gas-gas. Selama anestesi
dapat terjadi tahan nafas, pola nafas tidak teratur, takipnea, atau
apnea. Bila terjadi takipnea, volume tidal menurun, ventilasi
alveolar juga menurun sehingga menyebabkan asidosis
respiratorik. Pada tahapan pembedahan (surgical plane of
anesthesia), halothan, enfluran, dan isofluran sering menimbulkan
hipoventilasi.
Isofluran menurunkan aliran darah koroner, menurunkan
konsumsi O2 otot jantung dan menyebabkan depresi langsung otot
jantung. Stabilitas sirkulasi selama anestesi pemberian dietil eter
disebabkan adanya rangsang saraf simpatis yang
mempertahankan curah jantung dan tekanan arterial pada batas-
batas normal. Sebaliknya, halothan tidak merangsang saraf
simpatis sehingga depresi kardiovaskuler tampak nyata (penurunan
tekanan darah dan curah jantung). Perubahan-perubahan aliran
darah selama anestesi dan pembedahan merupakan interaksi
antara faktor-faktor curah jantung, tahanan pembuluh darah perifer
serta autoregulasi dari otak, pembuluh koroner, dan ginjal.
Obat anestesi yang digunakan pada masa kini tidak ada
yang secara langsung bersifat toksik terhadap hati atau ginjal. Obat
yang toksik terhadap hati atau ginjal seperti kloroform
(menyebabkan nekrosis akut sel-sel hati) dan metoksifluran
(menyebabkan gagal ginjal akut) tidak dipakai lagi.
4
Obat anestesi yang diberikan pada penderita dengan
kegagalan sirkulasi (syok berat) atau hipoksia akan menambah
turunnya aliran darah ke ginjal, merubah tekanan darah. N 2O,
halothan, enfluran, dietil eter, dan isofluran meningkatkan tahanan
pembuluh darah ginjal sehingga perfusi ginjal menurun. Penurunan
perfusi ini merangsang sistem renin-angiotensin. Anestesi umum
juga mempunyai efek antidiuresis, yang menyebabkan penurunan
volume urine sampai 60-70%, tetapi osmolalitas urine meningkat
karena lebih banyak reabsorbsi air pada tubuli renalis. Efek
antidiuresis ini dapat lebih meningkat akibat trauma bedah dan
penggunaan opioid, sehingga menyebabkan oliguria dan retensi
cairan pasca bedah.
Pada umumnya semua obat anestesi menghasilkan sedikit
relaksasi otot, hanya dietil eter saja yang memberikan relaksasi
sangat baik pada tahapan anestesi dimana volume ventilasi dan
tekanan darah masih normal. Halothan, enfluran, dan isofluran
yang mempunyai khasiat relaksasi sedikit, relaksasi yang baik
dapat dicapai dengan menambah obat pelumpuh otot.
5
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b. Derivat eter.
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
2. Obat anestesia umum yang berupa gas
a. Nitrous oksida (N2O)
b. Siklopropan
Saat ini, anestesi inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran dan
Sevofluran. Beberapa obat ditinggalkan, karena efek samping yang
tidak dikehendaki misalnya :
Eter: Kebakaran, peledakan, sekresi bronkusberlebihan,
mual-muntah, kerusakan hepar, baunya merangsang.
Klorofom: Aritmia, kerusakan hepar.
Etil-Klorida: Kebakaran, peledakan, depresi jantung,indeks
terapi sempit, dirusak kapur soda.
Triklor-etilen: Dirusak kapur soda, bradi-aritmia,mutagenik.
Metoksifluran: Toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar
dankebakaran.
Mekanisme kerja obat anastesi inhalasi sangat rumit dan
tidak seluruhnya diketahui dalam farmakologi modern. Pemberian
anestesi inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang
jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi.
Ambilan alveolus gas atau uap anestesi inhalasi ditentukan
oleh sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru.
2. Difusi gas dari paru ke darah.
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
6
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan
hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat
inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam
menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan
pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat
pada yang larut.
Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC (minimum alveolar
concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus
pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah
gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada
umumnya immobilisasi tercapai pada 95%pasien, jika kadarnya
dinaikkan diatas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang,
tekanan parseil zat anestesi dalam alveoli sama dengan tekanan
zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.
Konsentrasi uap anestesi dalam alveoli selama induksi
ditentukan oleh:
1. Konsentrasi Inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah
penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inspirasi
sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah terjadi.
Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak
terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksi makin cepat juka
disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi Alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin
tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien Darah/Gas
Makin tinggi ankatannya, makin cepat larut dalam darah,
makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah Jantung atau Aliran Darah Paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
5. Hubungan Ventilasi-Perfusi
7
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas
anestetik.
Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan
gambaran yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang
dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfer sekitar sebelum
mencapai pernapasan.
Konsentrasi zat anestesi yang tinggi, ventilasi alveolus yang
meningkat, serta koefisien partisi darah/gas dan koefisien partisi
darah / jaringan yang rendah dari suatu zat anestesi, akan
menyebabkan peningkatan tekanan parsial zat anestesi dalam
alveolus, darah dan jaringan. Otak merupakan organ yang banyak
mendapat aliran darah, sehingga tekanan parsial zat anestesi di
dalam otak akan cepat meningkat dan pasien cepat kehilangan
kesadaran. Hal tersebut di atas dapat berfungsi dengan baik,
apabila fungsi paru-paru baik. Fungsi paru-paru dapat diketahui
antara lain dengan mengukur volume paru-paru. Dalam klinis,
pengukuran yang sering dilakukan dan berguna adalah kapasitas
vital, kapasitas paru total, kapasitas reidu fungsional, dan volume
residual. Nilai normal volume tersebut bisa berbeda-beda,
tergantung oleh umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin,
posisi dan fisik seseorang. Laki-laki dewasa muda (kira-kira 4,6 L)
mempunyai kapasitas vital lebih besar dibandingkan dengan wanita
dewasa muda (kira-kira 3,1 L), orang tinggi biasanya mempunyai
kapasitas vital yang lebih besar dibandingkan dengan orang
pendek, seorang atlet terlatih mempunyai kapasitas vital yang lebih
besar daripada orang biasa, pada obesitas terjadi penurunan
kapasitas vital, kapasitas residu fungsional, dan kapasitas paru
total. Penderita penyakit paru-paru, volume-volume tersebut
dapat menurun maupun meningkat.
Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh badan
lewat paru. Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem
8
oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut dalam air
dikeluarkan melalui ginjal.
2.2.4.1 Halotan
Halotan (floutan) bukan turunan eter, melainkan
turunan etan. Cairan tidak berwarna, baunya yang enak dan
tak merangsang jalan napas, maka sering digunakan
sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N 2O. Halotan
harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak
dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf
pusat di semua komponen otak. Depresi di pusat kesadaran
akan menimbulkan efek hipnotik, depresi pada pusat
sensorik menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada
pusat motorik akan menimbulkan relaksasi otot. Tingkat
depresinya tergantung dari dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak, halotan
menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran darah otak
meningkat, yang sulit dikendalikan dengan teknik
hiperventilasi, dan hal ini menyebabkan tekanan intrakranial
meningkat, dan oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi
pada kraniotomi.
9
Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti
bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan
bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini disebabkan karena
peningkatan eksitagen maupun eksogen serta adanya
retensi CO2.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan
disritmia, sehingga penggunaan adrenalin harus di batasi.
Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran 1:200,000
(5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2ug/kg.
Batas keamanan halotan terhadap kardiovaskuler
sangat sempit, maksudnya, konsentrasi obat untuk
mencapai efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat
dengan efek depresinya.
d. Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan
menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan
tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. Hasil
metabolitnya terutama bromidnya akan diekskresikan
melalui ginjal dan apabila terdapat gangguan fungsi ginjal,
ekskresinya akan terhambat sehingga akan terjadi
akumulasi.
10
Halotan akan berpotensiasi dengan obat pelumpuh
otot golongan non depolarisasi, sehingga pada pemakaian
kombinasi kedua obat ini, perlu dilakukan modifikasi dosis.
Pada saat persalinan normal, begitu juga pada seksio
sesaria.Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1vol%,
karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan.
f. Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan
aliran darah pada lobulus sentral hati sampai 25-30%.
Faktor-faktor yang lain disamping halotan yang ikut
berpengaruh terhadap aliran darah, antara lain aktivitas
sistem saraf simpatis, tindakan pembedahan, hipoksia,
hiperkarbia dan refleks splangnik. Penurunan aliran darah
pada lobulus sentral ini menimbulkan nekrosis sel pada
sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari “hepatitis
post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila
diberikan halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.
Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar
secara oksidasif menjadi komponen bromin, klorin, dan
asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen
flourida dan produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin.
Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar kerja keras,
sehingga merupakan indikasi kontra pada penderita
gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang
tiga bulan atau pada pasien kegemukan.
Kejadian “hepatitis post-halotane”, pertama kali
dilaporkan di USA pada tahun 1958, selanjutnya pada tahun
1966 diadakan penelitian besar-besaran untuk membuktikan
laporan tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus
11
pasien yang diberikan anestesi halotan. Ternyata penelitian
ini menyangkal anggapan bahwa halotan menimbulkan
nekrosis sel hati. Selanjutnya beberapa percobaan
laboratorium juga gagal membuktikan efek toksik langsung
halotan pada hepar. Jadi sikap yang disepakati pada saat ini
adalah bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah
anestesia dengan halotan, tetapi mekanismenya masih
belum jelas.
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping
efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan
dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang
tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-
sama dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus halotan,
12
misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-
lainnya.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2,0-3,0% bersama-sama N 2O.Selain untuk
induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% disekitar
faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja,
umumnya laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan
mudah, karena relaksasi otot cukup baik.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas sponata,
konsentrasinya berkisar anatara 1,0-2,5%, sedangkan untk
nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%.
Kontra indikasi
Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien:
1. Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama
jantung.
2. Operasi kraniotomi.
13
gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta
menimbulkan menggigil pasca anestesia.
2.2.4.2 Enfluran
Enfluran (entran, aliran) merupakan obat anestesi
inhalasi halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair, tidak
berwarna, tidak iritatif, berbau agak harum, tidak eksplosif,
lebih stabil dibandingkan dengan halotan dan induksinya
lebih cepat dibandingkan dengan halotan. Pertama kali
diperkenalkan oleh Dobkin dkk pada tauhn 1968dan cepat
populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar pada
penggunaan ulang halotan.
Biotransformasi
Hanya sekitar 2-8% dari dosis yang diberikan
mengalami metabolisme di hati, sebagian besar keluar
secara utuh lewat respirasi. Rendahnya daya larut dalam
lemak menyebabkan pemulihannya sangat cepat asal
pasien tidak mengalami depresi nafas. Produk metabolit
enfluran berupa fluorida organik dan anorganik.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-
klonik) pada otot muka dan anggota gerak. Hal ini terutama
dapat terjadi bila pasien mengalami hipokapnea. Kejadian ini
bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah
terjadinya hipokapnea. Obat ini tidak dianjurkan
pemakaiannya pada pasien yang mempunyai riwayat
epilepsi walaupun pada penelitian terbukti bahwa enfluran
tidak menimbulkan bangkitan epilepsi.
14
Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi
pada dosis kecil dapat dipergunakan untuk operasi
intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial.
d. Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan
laju filtrasi glomerolus dan akhirnya menurunkan diuresis.
Pemecahan enfluran menghasilkan metabolit fluorida
anorganik, tetapi konsentrasi dalam plasma tidak pernah
menccapai konsentrasi yang nefrotoksik. Walaupun
demikian harus berhati-hati menggunakan enfluran pada
pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
15
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme
depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan
demikian berpotensisasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat
pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot
yang optimal terutama pada operasai laparotomi.
f. Terhadap hati
Dilaporkan bahwa terjadi gangguan fungsi hati yang
ringan setelah pemakaian enfluran yang sifatnya reversibel.
g. Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun
respon uterus terhadap oksitosin tetap baik selama dosis
enfluran rendah.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama
sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi
umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek
analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan
anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan
untuk induksi bersama-sama dengan N2O.
Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N2O.
16
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk
nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini
penggunaan enfluran relatif jarang karena efeknya terhadap
ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas.
2.2.4.3 Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter,
dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak
ralut dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas
sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan
batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan pemulihannya
relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi
inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran.
Biotransformasi
17
Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara
ekspirasi, hanya 0,2% dimetabolisme di dalam tubuh.
Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk
menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis
yang diberikan. Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG
seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi
tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi
serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak
tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah
penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan
demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi
pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada tekanan
intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi
kendali.
18
d. Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran
darah ginjal dan laju fitrasi glomerulus sehingga produksi
urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
f. Terhadap hati
Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati.
Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan dan enfluren, isofluran
digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga
mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan.
Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus isofluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N2O.
19
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan
konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk
nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada
hipovolemik berat.
2.2.4.4 Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang
rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran
sangat mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5 oC). Potensinya
rendah (MAC 6.0%).
20
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara
ekspirasi, hanya <0,1% dimetabolisme oleh tubuh.
Efek Farmakologis
Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya
efeknya terhadap respirasi dapat menimbulkan rangsangan
jalan nafas sehingga tidak dapat digunakan untuk induksi.
Bersifat simpatomimetik sehingga mengakibatkan takikardi,
akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan
darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan
sevofluran.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, desfluran
digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik,
desfluran juga mempunyai efek analgetik yang ringan dan
relaksasi otot ringan.
Dosis
1. Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat
yang lain dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Kontra indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug
induced hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi
intrakranial.
21
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit
(mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan
relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain.
2.2.4.5 Sevofluran
Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter,
dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu
tempat gelam), dan tidak terlihat adanya degradasi
sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak
bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk
induksi inhalasi.
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat
dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada
pada saat ini. Sevofluran dapat dirusak oleh kapur soda
tetapi belum ada laporan yang membahayakan.
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara
ekspirasi, hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam
tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup
untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Eliminasi
Eliminasi sevofluran oleh paru-paru kurang cepat
dibanding desfluran, tetapi masih lebih cepat dibanding
isofluran,enfluran, dan halotan. Sevofluran mengalami
metabolisme di hati (defluoronisasi) kurang dari 5%,
membentuk senyawa fluorine, kemudian oleh enzim
glucuronyl tansferase diubah menjadi fluoride inorganik dan
fluoride organik (hexafluoro isopropanol), dan dapat
22
dideteksi dalam darah serta uruin. Hexafluoro isopropanol
akan terkonjugasi menjadi produk tidak aktif, kemudian
diekskresikan lewat urin. Tidak ada pengaruh nyata pada
fungsi ginjal dan tidak bersifat nefrotoksik.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan
isofluran. Aliran darah otak sedikit meningkat sehingga
sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme
otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran.
Tidak pernah dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran.
23
sebaiknya berhati-hati dlaam memberikan sevofluran
konsentrasi tinggi (8%) pada penderita hipertensi dan
riwayat penyakit jantung koroner dan iskemik.
Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung.
Mekanisme ini belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh
karenna penurunan aktifitas simpatis tanpa perubahan
aktifitas parasimpatis. Penelitian-penelitian menyebutkan
bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan
bradikardi, tetapi kejadian bradikardi pernah dilaporkan pada
bayi.
24
e. Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah
dibandingkan dengan isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi
pada anestesi yang cukup dalam denga sevofluran. Proses
induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa
bantuan obat pelemas otot.
f. Terhadap uterus
Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan
dengan baik dan kehilangan darah minimal. Tidak terjadi
efek buruk pada bayi dan ibu. Penelitian Sharma dkk,
menunjukkan bahwa efek terhadap bayi, perubahan
hemodinamik ibu dan efek samping pasca bedah adalah
sebanding antara sevofluran dan isofluran.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran
digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik,
juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot
ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif,
sangat baik digunakan untuk induksi.
Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus sevofluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N 2O.
25
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan
untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug
induced hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi
intrakranial.
2.2.4.6 N2O
Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun
1772, kemudian pada tahun 1779, oleh Humphrey Davy
menyatakan bahwa N2O mempunyai efek anestesia. Pada
tahun 1844 Cotton dan Wells mempergunakannya dalam
praktik klinik. Nitrous oksida lebih populer dengan nama gas
gelak. N2O adalah satu-satunya gas inorganik yang masih
dipakai dalam praktek anestesia.
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan
dengan konsentrasi besar (lebih dari 65%) agar efektif.
Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai
campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80%
dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan
26
anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat
anestesi yang lain, meskipun demikian, karakteristik tertentu
membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu
koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek analgesi pada
konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang
bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi
jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan
masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat
additif, sehingga pemberian N2O dapat secara substansial
mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya
digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat,
oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi”
dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan
konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi,
maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas
tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan
menyerap sampai 1.000 ml/menit N 2O saat fase awal
induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah,
menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari
mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan
laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N 2O,
pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini
tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju
penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen
inhalasi kedua diberikan bersama dengan N 2O. efek ini
berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar
1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat
volume N2O yang besar, menmbulkan suat keadaan vakum
di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N 2O
27
bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-
paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi
tersebut pasien tidak sadar atau lupa terhadap tindakan
pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N 2O
kira-kira sama dengan 10 mg morfin.
28
Absorbsi dan eliminasi nitrous oksida relatif lebih
cepat dibandingkan dengan obat anestesi inhalasi lainnya,
hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah
yang rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia
diteliti oleh Severinghause. Pada menit pertama, N 2O (75%)
dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit.
Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600
ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan
setelah 50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit,
kemudian pelan-pelan menurun dan akhirnya mencapi nol.
Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara lain oleh
konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh
sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah
(curah jantung).
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Konsentrasi di jaringan adalah berbanding lurus dengan
perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan
koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan
dengan aliran darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati
dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan
menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain
dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot
menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang
cepat menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N 2O dalam
jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya
pasien saat pemberian N2O dihentikan.
N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi
dalam tubuh, namun telah ditemukan bakteri anaerob yang
memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal bebas
meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas
tersebut menimbulkan kerusakan organ yang spesifik. N 2O
29
dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil
diekskresikan lewat kulit.
Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N 2O
berdifusi keluar dari darah dan masuk ke alveoli secepat
difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan
menghirup udara atmosfir saja pada saat tersebut akan
mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa menit pertama
pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume
N2O berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru dan
dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak 1500 ml N-
2 O dikeluarkan pada menit pertama oleh pasien yang
menerima N2O : O2 dengan rasio 75% : 25%. Jumlah
tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan
1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N 2O yang cepat dan
dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan menyebabkna
pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga
mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya
pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah,
sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan
akan memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat
dicegah dengan pemberian 100% O 2 selam minimal 3-5
menit pada akhir operasi.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat
hipnotik. Khasiat analgesianya relatif lemah akibat
kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N 2O
menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi
menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti
ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti
30
penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan,
temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan
membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian
agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi
sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama
dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N 2O
memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan
sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula
tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium
anestesi dari guedel dalam kombinasinya dengan oksigen
dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous
oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran
stadium anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan
intrakranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat
anestesi yang lain.
Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat
menyebabkan amnesia, walaupun masih diperlukan
penelitian yang lebih lanjut.
Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida
merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan
perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.
31
Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N 2O
tidak mengiritasi epitel paru sehingga dapat diberikan pada
pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya
spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman
pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam) lebih
disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.
e. Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada
ginjal maupun pada komposisi urin.
32
h. Terhadap sistem hematopoietik
Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara
terus menerus lebih dari 24 jam bisa menimbulkan depresi
pada fungsi hemato-poietik. Anemia megaloblastik sebagai
salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida
jangka lama.
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat
dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu
dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandinganN 2O :
O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien
yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak),
atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko tinggi). Oleh
karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam
penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain
yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia” yang
ingin dicapai.
Efek samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat
anestetik non toksik dan mempunyai pengaruh yang sangat
minimal pada sistem organ seperti tersebut di atas, kadang-
kadang terjadi juga efek samping seperti berikut:
1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas
dari obat tiopenton terutama setelah diberikan
premedikasi narkotik.
2. Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini
disebabkan adanya perbedaan solubilitas antara N 2O dan
N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga
telinga tengah.
33
3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat
difusinya ke rongga tubuh seperti pneumotorak.
4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi
sumsum tulang sehingga menyebabkan anemia aplastik.
5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada
umur 8 hari – 6 minggu, yang dianggap periode kritis.
6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai
akibat dari sifat difusinya yang luas sehingga proses
evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pada akhir
anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.
34
2.2.4.7 Xenon
Xenon adalah gas mulia yang telah lama diketahui
memiliki efek anestesi. Gas ini adalah elemen inert yang
tidak membentuk ikatan kimia. Xenon diambil dari atmosfer
melalui proses distilasi. Xenon tidak berbau, tidak mudah
terbakar, umumnya ada dalam konsentrasi 0.71 MAC dan
koefisien gas 0.115 dimana onsetnya sangat cepat. Efek
anestesi Xenon diperantarai oleh inhibisi NMDA
berkompetisi dengan glisin pada glycine binding site. Xenon
mempunyai efek minimal pada kardiovaskular, hepar atau
system ginjal dan telah ditemukan bersifat protektif terhadap
iskemia neuronal. Sebagai elemen natural, xenon tidak
punya efek di lapisan ozon dibanding dengan NMDA
antagonis lainnya, nitrous oxide. Harga dan persediaan yang
terbatas mengakibatkan gas ini tidak boleh digunakan
secara luas
35
Tekanan uap
5200 243-244 172-174,5 238-240 669-673 160-170
(mmHg
20oC)
Bau Manis Organik Eter Eter Eter Eter
Pengawet - Perlu - - - -
Koef. Partisi
0,47 2,4 1,9 1,4 0,42 0,65
darah/gas
Dengan
kapur soda Stabil Tidak Stabil Stabil Stabil Tidak
40oC
MAC 37oC
usia 30-55
tahun 104-105 0,75 1,63-1,70 1,15-1,20 6,0-6,6 1,80-2,0
(tekanan 760
mmHg)
36
SVR 0 0 - -- -
PVR + 0 0 0 0
TIK + ++ ++ + +
CBF + ++ + + +
Kejang - - + - -
Aliran Darah
- -- -- - -
Hepar
RR + ++ ++ + +
VT - - - - -
PaCO2 0 + ++ + +
*=Dose Dependent; 0=No Change; -=Decrease; +=Increase
CO=cardiac output; HR=heart rate; BP=blood preasure; SVR=systemic vasculer
resistence; PVR=pulmonary vasculer resistance; TIK=tekanan intrakranial;
CBF=cerebral blood flow; RR=respiratory rate; VT=volume tidal
Farmakokinetik
● Absorpsi : thiopental, thiamylal, dan methohexital
diberikan secara intravena sebagai induksi saat general
anastesi pada dewasa dan anak-anak (sebelum pemberian
propofol). Rectal thiopental atau lebih sering Methohexital
digunakan untuk induksi pada anak-anak, dan intramuscular
(atau oral pentobarbital) digunakan sebagai premedikasi di
segala usia pada saat dulu.
● Distribusi : lamanya dosis untuk membuat tidur dari
barbiturate yang larut lemak tergantung pada proses
redistribusi, bukan dari proses metabolisme atau eliminasi.
Jika ada gangguan pada sistem sentral (seperti syok
hipovolemik, atau jika serum albumin rendah pada penyakit
37
liver berat atau malnutrisi, asidosis), konsentrasinya akan
meningkat pada otak dan jantung pada dosis yang diberikan.
Pasien biasanya mulai tidak sadar dalam waktu 30 detik dan
akan bangun dalam 20 menit. Dosis induksi minimal
thiopental bergantung pada berat tubuh dan umur.
Pengurangan dosis induksi dibutuhkan pada pasien yang
tua, dikarenakan proses distribusinya lebih lambat.
● Biotransformasi : barbiturate mengalami proses
biotransformasi di hepar menjadi hasil metabolite inaktif
yang larut dalam air. Methohexital lebih cepat dibersihkan
oleh hati daripada thiopental, oleh karena itu pasien lebih
cepat sadar apabila diberi methohexital karena proses
metabolismenya cepat.
● Ekskresi : meningkatnya protein yang berikatan akan
menurunkan laju filtrasi glomerulus dari barbiturate, namun
peningkatan kelarutan lemak cenderung meningkatkan
reabsorpsi tubulus renalis. Kecuali phenobarbital, yang
mempunyai sifat kurang berikatan dengan protein dan tidak
begitu larut dalam lemak, ekskresi di ginjal terbatas untuk
hasil metabolism hepar yang larut dalam air.
38
Gambar 2.1. Penggunaan dan dosis barbiturate
Respirasi
39
● Barbiturate mendepresi medullary ventilator center,
menurunan respon ventilasi terhadap hypercapnea dan
hypoxia
● Sedasi barbiturate yang dalam juga dapat
menyebabkan onstruksi jalan nafas atas, apnea pada dosis
induksi.
● Barbiturate juga mendepresi respon reflex jalan nafas
secara inkomplit terhadap laringoskopi dan intubasi,
sehingga manipulasi pada jalan nafas dapat menyebabkan
terjadinya bronkospasme (pada pasien asma) atau
laryngospasm pada pasien anastesi yang ringan.
Cerebral
Barbiturate menyebabkan konstriksi pembuluh darah
cerebral, menyebabkan penurunan pada aliran darah di otak,
volume darah otak, dan tekanan edativeial.
Renal
Barbiturate menurunkan aliran darah renal dan laju
filtrasi glomerulus apabila terjadi penurunan tekanan darah.
Hepatik
Menurunkan aliran darah di hepar
Imunologi
Jarang terjadi reaksi anafilaksis atau alergi
anafilaktoid
Interaksi obat
Media kontras, sulfonamides, dan obat lainnya yang
berikatan protein yang menempati tempat yang sama
dengan thiopental dapat menggantikan barbiturate,
40
meningkatkan jumlah obat bebas yang tersedia dan dapat
memberikan potensi pada edati organ pada dosis yang
diberikan. Ethanol, opioid, dan antihistamin dan berbagai
depresan edati saraf pusat akan meningkatkan efek sedative
dari barbiturate.
2.2.5.2 Benzodiazepine
Mekanisme aksi
Berikatan dengan GABAA reseptor, meningkatkan
frekuensi dari pembukaan kanal ion klorida. Antagonis dari
benzodiazepine receptor adalah flumazenil yang mempunyai
efek berlawanan dengan benzodiazepine pada system saraf
pusat.
Farmakokinetik
Absorpsi : diberikan secara oral, intramuscular, dan
intravena sehingga menyebabkan edative, dan agak jarang
digunakan untuk induksi pada anastesi general. Diazepam
dan lorazepam diabsorpsi di traktus gastrointestinalis
dengan baik dan akan mencapai puncak plasma dalam
waktu 1 sampai 2 jam. Sedangkan midazolam selain
diberikan secara oral dapat juga diberikan intranasal (0.2–
0.3 mg/kg), buccal (0.07 mg/kg), and sublingual (0.1mg/kg)
sebagai sedative saat preoperative.
41
Gambar 2.2. penggunaan dan dosis benzodiazepine
42
Efeknya minimal dalam mendepresi kardiovaskuler
meskipun diberikan pada dosis untuk anastesi general,
kecuali apabila diberikan bersama dengan opioid (dimana
agen ini akan bereaksi untuk mendepresi miokardium dan
menyebabkan hipotensi arterial).
Respirasi
Mendepresi respon ventilasi terhadap CO 2, sehingga
proses ventilasi harus dimonitor pada semua pasien yang
menerima benzodiazepine secara intravena, dan peralatan
resusitasi harus disediakan.
Cerebral
Menurunkan konsumsi oksigen cerebral, aliran darah
cerebral, dan tekanan intracranial tetapi tidak sama seperti
barbiturate.
Interaksi obat
Cimetidine yang berikatan dengan sitokrom P450
menurunkan metabolism dari diazepam. Erythromycin
menghambat metabolisme dari midazolam dan
menyebabkan efeknya memanjang 2-3x dari efek biasanya.
Heparin akan menggantikan diazepam pada tempat
pengikatan protein sehingga akan terjadi peningkatan
konsentrasi obat bebas.
2.2.5.3 Ketamine
Mekanisme aksi
Mempunyai efek multiple pada sistem saraf pusat,
menghambat reflex polisinaptik pada medulla spinalis sebaik
efek neurotransmitter eksitasi pada area tertentu di otak.
Ketamine ini pada anastesi, mungkin dapat menyebabkan
43
pasien sadar (seperti membuka mata, menelan, kontraksi
otot), tetapi tidak berespon terhadap input sensorik.
Farmakokinetik
● Absorpsi : diberikan secara oral, nasal, rektal,
subkutan, dan epidural, tetapi seringnya diberikan secara
intravena atau intramuskular. Mencapai puncak plasma
dalam waktu sekitar 10-15 menit setelah injeksi
intramuscular.
● Distribusi : lebih larut dalam lemak dan kurang
berikatan dengan protein dibandingkan thiopental. Setelah
diinduksi ketamine, aliran darah cerebral dan cardiac output
akan meningkat (waktu distribusi 10-15 menit). Setelah itu
akan terjadi redistribusi dari otak ke perifer yang
menyebabkan pasien menjadi terbangun.
● Biotransformasi : mengalami biotransformasi di
hepar menjadi berbagai hasil metabolite, salah satunya
norketamine yang mempertahankan hasil anastesi.
● Ekskresi : di ginjal
44
Efek pada sistem organ
Kardiovaskuler
meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan
cardiac output, segera setelah injeksi bolus cepat. Dapat
menyebabkan depresi miokardium apabila diberikan dalam
dosis yang cukup besar karena menyebabkan hambatan
pada kalsium dan blockade simpatetik. Ketamine secara
tidak langsung juga menguntungkan pada pasien dengan
syok akut.
Respirasi
efek pada ventilasinya minimal, namun apabila diberikan
secara cepat dengan bolus atau kombinasi ketamine dengan
opioid dapat menyebabkan apnea.
Cerebral
meningkatkan konsumsi oksigen cerebral, aliran darah
cerebral, dan tekanan intracranial.
Interaksi obat
Ketamine berinteraksi sinergis dengan anastesi
volatile dan bersifat aditif dengan propofol, benzodiazepine,
dan agen GABA reseptor lainnya.
2.2.5.4 Etomidate
Etomidate bekerja dengan cara depresi dari Reticular
Activating System dan mempunyai efek inhibisi dari GABA.
45
Etomidate mengandung gugus carboxyl Imidazole
dan mempunyai struktur yang berbeda dengan agen anstesi
lainnya.
Etomidate tersedia hanya dalam bentuk intravena dan
digunakan untuk induksi anastesi general. Kadang
digunakan untuk menimbulkan efek sedasi yang dalam.
Meskipun terikat kuat dengan protein, namun memiliki onset
yang sangat cepat. Etiomidate dimetabolisme di hepar oleh
enzim microsomal hepar dan plasma esterase. Kemudia
dihidrolisa menjadi metabolit inaktif. Lalu kemudian eksresi
lewat urine.
Etiomidate mempunyai efek minimal terhadap sistem
kardiovaskuler. Tidak ada perubahan pada kontraksi
miokard dan cardiac output. Dalam dosis besar pun
mempunyai anestesi yang ringan dan hanya meningkatkan
sedikit heart rate dan tekanan darah.
Efek pada pernafasan lebih minimal dibanding pada
pemberian barbiturat atau benzodiazepin. Tidak
menyebabkan apnea kecuali diberikan bersama golongan
opioid.
Etiomidate menurunkan metabolic rate, aliran darah
dari cerebral serta tekanan intrakranial. Pemberian bersama
barbiturat dapat menyebabkan perubahan dari EEG. Setelah
operasi biasanya dapat ditemukan efek nausea dan
vomitting. Memiliki sedikit efek analgesic. Dosis induksi
etiomidate dapat menghambat sintesis hormon cortisol dan
aldosterone. Penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan supresi adrenocortical.
Etiomidate memiliki interaksi obat dengan Fentanyl
dan opioid. Yaitu meningkatkan level etiomidate dalam
plasma serta memperpanjang waktu paruh. Dengan opioid,
pemberian etiomidate dapat menurunkan efek mioclonic.
46
Dosis yang digunakan pada pemberian etiomidate
adalah 0.2-0.4 mg/kg bb.
Etiomidate memiliki efek samping berupa nyeri pada
saat injeksi. Untuk menguranginya diberikan pula sediaan
propylene glycol atau lidocaine 1-2 menit sebelum
pemberian etiomidate. Gerakan mioklonik pada pemberian
etimidate dapat dikurangi dengan premedikasi
benzodiazepin.
2.2.5.5 Propofol
Propofol (diprivan, recofol, safol) merupakan derivat
fenol, dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik.
Propofol bersifat lipofilik dimana 98% terikat dengan
protein plasma. Waktu paruh berkisar 2-24 jam.
Pada sistem saraf pusat, propofol memilikifi efek
dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan
ontraokuler sebanyak 35%. [ada sistem kardiovaskuler,
propofol dapat menyebabkan depresi jantung dan pembuluh
darah. Sedangkan efek samping pada pernafasan dapat
menyebabkan penurunan frekuensi pernafasan dan volume
tidal. Pemberian propofol dapat menyebabkan nyeri maka
dari itu dicegah dengan pemberian lidocain beberapa menit
sebelum pemberian propofol.
Khasiatnya hipnotik murni, tidak mempunyai efek
analgetik maupun relaksasi otot.Dosis bolus untuk induksi 2
– 2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4
– 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg. Dosis induksi cepat pada propofol dapat
menyebabkan sedasi dalam waktu rata-rata 30-45 detik.
Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik.
47
Pemulihan kesadaran berlangsung cepat, pasien akan
bangun setelah 4-5 menit.
Dibandingkan dengan tiopental, waktu pulih sadar
lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah.
Pemberian propofol pada manula dosis harus
dikurangi. Pada anak kurang dari 3 tahum dan wanita hamil,
propofol tidak dianjurkan.
2.2.5.6 Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk
induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu
kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi
pasien dengan kelainan jantung. Fentanil mempunyai
potensi 1000 kali lebih kuat dibandingkan dibanding petidin
dan 50-100 kali lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat
dan masa kerjanya pendek. Untuk anestesia opioid
digunakan fentanil dosis analgesia, 1-2 μg/kgBB diberikan
intramuskuler. Untuk induksi anestesia 100-200 μg/kgBB
intravena. Untuk suplemen analgesia 1-2 μg/kgBB diberikan
intravena.
48
otot. Ketiga kombinasi ini dikenal sebagai trias anestesi ‘the triad
of anesthesia’ dan ada yang memasukkan ventilasi kendali.
Relaksasi otot rangka merupakan salah satu dari ‘the triad of
anesthesia’ yang harus dipenuhi pada operasi-operasi besar
seperti misalnya laparotomi, torakotomi, dan operasi yang
memerlukan nafas kendali.
Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut
otot lurik dan Transmisi rangsangan saraf ke otot melalui “neuro-
muscular junction” atau neuro transmitter acetilkolin. Pelumpuh otot
disebut juga sebagai obat blokade neuro-muskular.
Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf.
Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-kolin sebagai
transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyebrang dan melekat
pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup
banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka, ion
natrium dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah
kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase
(kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin,
sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi.
Mekanisme hambatan (blok) saraf otot akan terjadi pada
hubungan saraf otot melalui mekanisme sebagai berikut :
1. Hambatan penggabungan asetilkolin dengan reseptor di
membran ujung motor atau otot, antara lain akibat pengaruh
obat tubekurarin, pankuronium, alkuronium, dan atrakurium.
Hambatan (blok) ini sering disebut hambatan kompetisi atau
hambatan non depolarisasi.
2. Hambatan penurunan kepekaan membrane ujung motor atau
otot, hal ini terjadi akibat pemberian obat pelumpuh otot
golongan depolarisasi misalnya suksinilkolin. Hambatan ini
sering disebut hambatan (blok) depolarisasi.
3. Hambatan pelepasan asetilkolin pada ujung saraf motoris, antar
lain disebabkan oleh karena pengaruh obat analgesic local,
49
toksin botulismus, antibiotic golongan aminoglikosida, keadaan
hipokalsemi dan hipermagnesemia.
50
sebelumnya. Mialgia terjadi sampai 90%, selain itu
dapat terjadi mioglobinuria.
2. Peningkatan tekanan intraokular
Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat
dicegah seperti nyeri otot.
3. Peningkatan tekanan intrakranial
4. Peningkatan tekanan intragastrik
5. Peningkatan kadar kalium plasma
6. Aritmia jantung
Berupa bradikardi atau ‘ventricular premature beat’
7. Salivasi
Akibat efek muskarinik
8. Alergi, anafilaksis
Akibat efek muskarinik
Penggunaannya:
1. Untuk fasilitas intubasi pipa endotrakeal
2. Relaksasi otot pada reposisi fraktur tertutup atau
dislokasi sendi.
3. Menghilangkan spasme laring
4. Relaksasi lapangan operasi terutama pada operasi yang
berlangsung singkat.
Penggunaan harus hati-hati pada pasien yang
menderita gangguan fungsi hati, luka bakar, dan
hiperkalemi.
SUCCINYLCHOLINE
● Disebut juga diacetylcholine atau suxamethonium
● Metabolisme dan ekskresi
o Merupakan obat yang terkenal karena memiliki
rapid onset of action (30-60 detik) dan durasi aksi
pendek (kurang dari 10 menit). Rapid onset tersebut
51
disebabkan karena Succinylcholine memiliki volume
distribusi kecil karena kelarutan lemak yang sangat
rendah
o Succinylcholine dimetabolisme oleh
pseudocholinesterase menjadi succinylmonocholine
begitu memasuki sirkulasi. Hanya fraksi kecil dari
dosis yang diinjeksikan mencapai neuromuscular
junction. Ketika kadar obat dalam darah menurun,
molekul succinylcholine berdifusi keluar dari
neuromuscular junction. Hal itu membatasi durasi aksi
o Durasi aksi dapat diperpanjang pada :
Succinylcholine dosis tinggi
Metabolisme abnormal, bisa disebabkan karena :
Hipotermia : menurunkan kecepatan hidrolisis
Penurunan kadar pseudocholinesterase : bisa
karena kehamilan, penyakit liver, gagal ginjal
dan beberapa terapi obat seperti yang tertera
pada tabel 2.5
52
pemanjangan blok (20-30 menit). Sedangkan
pada pasien dengan enzim atipikal homozigot
terdapat blok yang sangat lama (4-8 jam)
Interaksi obat
Ada 2 interaksi yang perlu dibahas :
a) Cholinesterase inhibitor
Obat jenis ini bisa memperpanjang blok
depolarizing fase 1 dengan 2 mekanisme. Pertama,
dengan inhibisi acetylcholinesterase sehingga
konsentrasi ACh yang tinggi di bagian terminal saraf
banyak, berakibat pada intensifikasi depolarisasi. Kedua,
dengan menghambat pseudocholinesterase sehingga
mengurangi hidrolisis succinylcholine.
b) Nondepolarizing relaxant
Dosis kecil agen nondepolarizing bisa menjadi
antagonis blok fase 1. Jika diberikan cukup agen
depolarizing untuk mencapai blok fase 2, pemberian
agen nondepolarizing akan menyebabkan terjadi paralisis
Gambar 2.4 Potensiasi (+) dan resistensi (-) agen blok neuromuskuler
oleh obat lain (dikutip dari Morgan, 2013)
53
● Dosis
Dewasa (untuk intubasi) : 1-1,5 mg/kg i.v. ; dosis
minimal : 0,5 mg/kg. Bolus berulang 10 mg atau
succinylcholine drip (1 g dlm 500 atau 1000 ml) bisa
digunakan untuk prosedur operasi yang membutuhkan
paralisis cepat tapi intens (spt otolaryngological
endoscopies)
Anak : Butuh dosis lebih besar. secara i.m., dosis
sampai 4-5 mg/kg tidak selalu menghasilkan efek paralisis
total
Penyimpanan : Di dalam kulkas dengan suhu 2-8°C
dan harus digunakan dalam 14 hari setelah dikeluarkan dari
kulkas dan terpapar suhu ruang
● Efek samping dan konsiderasi klinis
Kardiovaskuler
Succinylcholine tidak hanya menstimulasi reseptor
nikotinik kolinergis pada neuromuscular junction. Stimulasi
reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasimpatis
dan reseptor muskarinik pada nodus SA jantung bisa
menurunkan atau menaikkan tekanan darah dan heart rate.
Dalam dosis dapat dihasilkan efek kronotropik dan inotropik
negatif, tapi pada dosis besar biasanya meningkatkan heart
rate dan kontraktilitas dan meningkatkan kadar katekolamin
dalam sirkulasi.
Pada anak-anak biasanya didapatkan bradikardia.
Bradikardia pada dewasa bisa terjadi ketika bolus kedua
succinylcholine diberikan sekitar 3-8 menit setelah dosis
pertama. Sebagai profilaksis diberikan atropine i.v. (0,02
mg/kg pada anak, 0,4 mg pada dewasa) sebelum dosis
pertama dan dosis selanjutnya untuk anak atau sebelum
dosis kedua untuk dewasa.
54
Fasikulasi
Bisa dihindari dengan pretreatment dengan dosis
kecil nondepolarizing relaxant. Pemberian itu beresiko
meningkatkan dosis succinylcholine yang dibutuhkan (1,5
mg/kg). Biasanya jarang ditemukan pada anak kecil dan
orang tua.
Hiperkalemia
Depolarisasi yang diinduksi succinylcholine
meningkatkan kalium serum 0,5 mEq/L. Tabel 2.5
menunjukkan kondisi yang menyebabkan kerentan terhadap
peningkatan kalium yang diinduksi succinylcholine.
Nyeri otot
55
Terdapat peningkatan insiden postoperative myalgia,
administrasi rocuronium (0,06-0,1 mg/kg) sebelum
succinylcholine dapat mencegah fasikulasi dan mengurangi
postoperative myalgia. Pemberian NSAID dapat mengurangi
insiden dan derajat keparahan myalgia.
Malignant hipertermia
Keadaan hipermetabolisme dari otot rangka,
mengakibatkan peningkatan asam laktat dan peningkatan
suhu tubuh
Kontraksi menyeluruh
Pasien dengan myotonia bisa mengalami myoclonus
setelah pemberian succinylcholine
56
Paralisis memanjang
Pasien dengan penurunan kadar normal
pseudocholinesterase bisa mengalami pemanjangan durasi
aksi, sedangkan pada pasien dengan pseudocholinesterase
atipikal bisa mengalami paralisis yang memanjang.
Tekanan intrakranial
Succinylcholine bisa mengakibatkan aktivasi
encephalogram dan sedikit peningkatan aliran darah otak
dan tekanan intrakranial. Fasikulasi otot menstimulasi stretch
receptor otot sehingga meningkatkan aktivitas otak. Hal
tersebut bisa dihindari dengan pemberian nondepolarizing
muscle relaxant dan pemberian lidocaine (1,5-2 mg/kg) 2-3
menit sebelum intubasi
Pelepasan histamin
57
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot
nondepolarisasi digolongkan menjadi :
1. Bensiliso-kuinolinum: d-tubokurarin, metokurin,
atrakurium, doksakurium, mivakurium
2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium,
ropakuronium, rokuronium
3. Eter-fenolik: gallanin
4. Nortoksiferin: alkuronium
Penggunaan obat golongan non depolarisasi harus
hati-hati pada pasien dengan “miastenia gravis”.
ATRACURIUM
● Merupakan suatu struktur benzylisoquinoline
● Metabolisme secara ekstensif independen terhadap fungsi
hepar dan ren, kurang dari 10% diekskresikan tanpa diubah melalui
rute renal dan bilier. Ada 2 proses yang bertanggung jawab
terhadap metabolisme : hidrolisis ester (dikatalisasi oleh esterase
nonspesifik) dan eliminasi Hoffman (pemecahan kimia
nonenzimatik spontan yang terjadi pada pH dan temperatur
fisiologis)
● Dosis :
- 0,5 mg/kg i.v. digunakan untuk intubasi. Setelah
succinylcholine, relaksasi intraoperatif dicapai dengan initial dose
0,25 mg/kg, dilanjutkan dengan incremental dose 0,1 mg/kg tiap
10-20 menit. Untuk menggantikan bolus bisa digunakan infusi 5-10
mcg/kg/menit.
- Atracurium bisa lebih pendek kerjanya pada anak dan bayi
dibandingkan dewasa
58
- Tersedia dalam kemasan 10 mg/ml, harus disimpan pada
suhu 2-80C karena bisa kehilangan 5-10% potensi tiap bulan bila
terpapar suhu ruang. Pada suhu ruang, atracurium harus
digunakan dalam 14 hari untuk menjaga potensi
● Efek samping dan konsiderasi klinis
Atracurium merangsang pelepasan histamin dose-
dependent yang menjadi signifikan pada dosis lebih dari 0,5
mg/kg
a) Hipotensi dan takikardi
Umumnya tidak terjadi kecuali diberikan dengan dosis
melebihi 0,5 mg/kg. Atracurium juga menyebabkan
penurunan transien resistensi vaskuler sistemik dan
peningkatan cardiac index independen dari pelepasan
histamin. Injelsi secara perlahan menimimalisasi efek ini
b) Bronkospasme
Atracurium harus dihindari pada pasien asma
c) Toksisitas Laudanosine
Laudanosine adalah amino tersier yang merupakan
hasil dari eliminasi Hoffman. Biasa dikaitkan dengan
eksitasi sistem saraf pusat, menyebabkan peningkatan
minimum alveolar concentration dan kejang.
Laudanosine perlu dipertimbangkan pada pemberian
dosis tinggi atau pasien memiliki gagal hati karena
laudanosine dimetabolisme di liver dan diekskresikan di
urin dan empedu.
d) Sensitivitas temperatur dan pH
Asidosis dan hipotermia dapat memperpanjang durasi
aksi atracurium
e) Inkompabilitas kimia
Atracurium bisa menjadi asam bebas jika pada jalur
intravena berinteraksi dengan solusio alkaline seperti
thiopental
59
f) Reaksi alergi
Reaksi anafilaktoid jarang terjadi. Mekanisme yang
mungkin terjadi termasuk imunogenisitas langsung
(melalui reaksi antibodi IgE-mediated terhadap
komponen ammonium seperti dalam pelemas otot) dan
aktivasi imun acrylate-mediated (acrylate adalah
metabolit dari atracurium)
CISATRACURIUM
● Cisatracurium adalah stereoisomer dari atrakurium empat
kali lebih kuat. Atracurium berisi sekitar 15% cisatracurium
● Metabolisme & Ekskresi
Seperti atrakurium, cisatracurium mengalami degradasi
dalam plasma pada pH fisiologis dan suhu oleh organ-
independen Hofmann eliminasi. Metabolit yang dihasilkan
(monoquaternary sebuah akrilat dan laudanosine) tidak
memiliki neuromuscular blocking Ects eff. Karena
cisatracurium ini potensi yang lebih besar, jumlah
laudanosine diproduksi untuk tingkat yang sama dan durasi
neuromuskuler blokade jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan atrakurium. Nonspecifi c esterase tidak terlibat
dalam metabolisme cisatracurium. Metabolisme dan
eliminasi adalah independen dari gagal ginjal atau hati.
Variasi kecil dalam pola farmakokinetik karena untuk hasil
usia di tidak ada perubahan klinis penting dalam durasi
kerja.
● Dosis
Cisatracurium menghasilkan kondisi intubasi yang baik
setelah dosis 0,1-0,15 mg / kg dalam waktu 2 menit dan
hasil di blokade otot durasi menengah. Pemeliharaan laju
infus khas berkisar dari 1,0-2,0 mcg / kg / min. Oleh karena
itu, lebih kuat dari atrakurium. Cisatracurium harus disimpan
60
dalam lemari pendingin (2-8 ° C) dan harus digunakan dalam
waktu 21 hari setelah penghapusan dari pendinginan dan
paparan suhu kamar.
● Efek Samping & Pertimbangan Klinis
Tidak seperti atrakurium, cisatracurium tidak menghasilkan
peningkatan dosis tergantung konsisten tingkat histamin
plasma setelah pemberian. Cisatracurium tidak mengubah
denyut jantung atau darah tekanan, juga tidak menghasilkan
project-eff otonom, bahkan pada dosis setinggi delapan kali
ED 95. Saham Cisatracurium dengan atrakurium produksi
dari laudanosine, pH dan sensitivitas temperatur, dan
ketidakcocokan kimia.
PANCURONIUM
● Pancuronium terdiri dari cincin steroid yang dua molekul Ach
diubah diposisikan (a bisquaternary relaksasi). Cincin steroid
berfungsi sebagai "spacer" antara dua amina kuaterner.
Pancuronium menyerupai Ach cukup untuk mengikat (tapi tidak
mengaktifkan) reseptor ACh nikotinik.
● Metabolisme & Ekskresi
Pancuronium dimetabolisme (deasetilasi) oleh hati sampai
tingkat yang terbatas. Produk metabolisme yang memiliki
beberapa aktivitas memblokir neuromuskuler. ekskresi
adalah terutama ginjal (40%), meskipun beberapa dari obat
ini dibersihkan oleh empedu (10%). Tidak mengherankan,
eliminasi dari pancuronium diperlambat dan neuromuskuler
blokade berkepanjangan oleh gagal ginjal. pasien dengan
sirosis mungkin memerlukan dosis awal yang lebih besar
karena adanya peningkatan volume distribusi tetapi telah
61
mengurangi kebutuhan pemeliharaan karena penurunan
tingkat clearance plasma.
● Dosis
Dosis 0,08-0,12 mg / kg pancuronium memberikan relaksasi
yang memadai untuk intubasi dalam 2-3 menit. Relaksasi
intraoperatif dicapai dengan pemberian 0.04 mg / kg
awalnya mengikuti setiap 20-40 menit sebesar 0,01 mg / kg.
Anak-anak mungkin memerlukan dosis cukup besar dari
pancuronium. Pancuronium tersedia sebagai solusi 1 atau 2
mg / mL dan disimpan pada 2-8 ° C tetapi mungkin stabil
hingga 6 bulan di ruang normal suhu.
● Efek Samping & Pertimbangan Klinis
A. Hipertensi dan Takikardi
Efek kardiovaskular disebabkan oleh kombinasi blokade
vagal dan stimulasi simpatis. Yang terakhir adalah karena
kombinasi rangsangan ganglionik, katekolamin melepaskan
dari ujung saraf adrenergik, dan penurunan katekolamin
reuptake. bolus besar dosis pancuronium harus diberikan
dengan hati-hati untuk pasien yang peningkatan denyut
jantung akan sangat merugikan (misalnya, koroner penyakit
arteri, hypertrophic cardiomyopathy, aorta stenosis).
B. Aritmia
Peningkatan konduksi atrioventrikular dan katekolamin
melepaskan meningkatkan kemungkinan ventrikel aritmia
pada individu cenderung. Kombinasi dari pancuronium,
antidepresan trisiklik, dan halotan telah dilaporkan secara
khusus arrhythmogenic.
C. Alergi Reaksi
Pasien yang hipersensitif terhadap bromida dapat
menunjukkan reaksi alergi terhadap pancuronium
(pancuronium bromide).
62
VECURONIUM
● Vecuronium merupakan pancuronium tanpa grup metil
kuarter. Dimetabolisme oleh liver dan sedikit oleg
ginjsl.meskipun me,uaskam untuk pasien dengan kelainan
ginjsl, terkadang durasinya memanjang. Vecuronium
memiliki durasi yang singksat yang dijelaskan oleh
eliminasinya yang cepat dan lebih bersih daripada
pancuronium. Penggunaan jangka panjang dari vecuronium
pada pasien ICU dapat menyebabkan neuromuscular blok
hingga beberapa hari.
● Faktor resiko penggunaan vecuronium adalah pada
pasien perempuan, gagal ginjal, penggunaan terapi
kortikosteroid dosis tinggi dan sepsis sehingga harus
dimonitot terus menerus.
● Dosis untuk intubasi adalah 0,08-0,12mg/kg.
Penggunaan 0,04mg/kg pada awalnya diikuti oleh
peningkatan 0,01mg/kg setiap 15-20 menit menyebabkan
relaksasi intraoperasi. Sebagai alternative, dapat juga
digunakan 1-2mcg/kg/min untuk mempertahankan relaksasi.
● Usia tidak memiliki kebutuhan khusus akan dosis. Akan
tetapi perempuan 30% lebih sensitive daripada laiki-laki,
sebagai bukti lebih besarnya blockade dan durasinya yang
lebih panjang. Hal ini mungkin berkaitan dengan lemak dan
massa otot, ikatan protein, volume distribusi atai aktivitas
metabolic.
● Vecuronium dapat menyebabkan bradikardi pada
beberapa pasien. Selain itu pada pasien dengan sirosis
sebaiknya dosis lebih besar dari 0,15mg/kg. Meskipun
vecuronium tidak bergantung pada ekskresi bilier tetapi
durasi aksinya tidak signifikan.
ROCURONIUM
63
● Dibentuk oleh analog monokuarter steroid dari
vecuronium untuk membentuk aksi yang cepat.
● Rocuronium tidak dimetabolisme dan dieliminasi oleh
liver dan sedikit oleh ginjal. Durasi aksi nya tidak secara
signifikan dipengaruhi oleh penyakit ginjal, tetapi akan
memanjang oleh penyakit hati yang berat dan kehamilan.
Karena rocuronium tidak memiliki metabolism aktif,
rocuronium merupakan pilihan yang lebih baik daripada
vecuronium. Pasien yang lebih tua dapat mengalami durasi
aksi yang memanjang karena penurunan massa liver.
● Rocuronium kurang poten dibanding pelemas otot steroid
lainnya. Dosisnya 0,45-0,9mg/kg intravena untuk intubasi
dan 0,15mg/kg bolus untuk maintenance.
● Rocuronium pada dosis 0,9-1,2mg/kg dapat memberikan
aksi pada 60-90 detik, dan merupakan alternative untuk
induksi yang cepat.
64
Gambar 2.6 Karakteristik klinis agen nondepolarizing
65
neostigmin (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.
Physostigmine (eserin) hanya untuk penggunaan per-oral.
Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-
0,4 mg/kg, edrophonium 0,5-1 mg/kg dan physostigmin 0,01-
0,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, berkeringat, bradikardia, kejang
bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga
pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti
atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01
mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.
66
Plane 3 :gerak nafas dada yang makin kecil dan fase
geraknya tertinggal di belakang nafas perut (see-saw
respiration). Pupil midriasis, refleks cahaya negatif.
Plane 4 :gerak nafas perut saja, tak teratur (gasping)
bahkan terhenti (apnea).
Tahap 4 (paralisis) : kelumpuhan total otot diafragma, nafas
berhenti, pupil dilatasi maksimal, penderita di ambang kematian.
Sampai tahap 3 plane 2, efek depresi otot jantung tak
nampak jelas karena eter merangsang saraf simpatis serta sekresi
adrenalin-nor adrenalin. Pada stadium dalam, terjadi depresi nafas
dan depresi otot jantung.
Pada tahap 3 plane 3 ini telah terjadi depresi nafas dan
sirkulasi yang cukup berbahaya, sehingga plane 3 hanya boleh
untuk waktu singkat saja. Cara lain yang lebih aman adalah dengan
menggunakan obat pelumpuh otot disertai nafas buatan.
Pembedahan dilakukan pada tahap (stadium) 3:
Plane 1, untuk pembedahan di tangan, kaki, dan permukaan
tubuh.
Plane 2, untuk pembedahan rongga perut bagian bawah, SC,
hernia, usus buntu.
Plane 3, untuk pembedahan rongga perut bagian atas dan
lainnya yang memerlukan relaksasi otot sebaik-baiknya, tetapi
tahap ini sangat berbahaya karena pada tahap ini sudah mulai
terjasi depresi nafas dan sirkulasi. Bila diperlukan relaksasi
untuk pembedahan perut bagian atas maka ditambahkan obat
pelumpuh otot curarine atau derivatnya.
67
kesadaran
II Sampai Tidak besar lebar divergen Bulu mata ;
pernafasa teratur kelopak
n teratur, mata
otomatis
III P1 : Teratur Besar Kecil Divergen Kulit,
sampai konjungtiva
hilang
gerakan
bola mata
P2 : Teratur Sedang ½ lebar Menetap Kornea
sampai di tengah
awal
parese otot
pernafasa
n
P3 : Teratur, Sedang ¾ lebar Menetap Faring,
sampai pause di tengah Peritoneum
lumpuh setelah
otot ekspirasi
pernafasa
n
P4 : Teratur, Kecil Melebar Menetap Sfingter
sampai jerky, maksimal di tengah ani, Karina
lumpuh inspirasi
diafragma cepat dan
memanjang
IV Henti
nafas
sampai
henti
jantung
BAB III
KESIMPULAN
68
pembedahan. Tujuan anestesi yang lain adalah menghilangkan ingatan
(amnesia), membuat tidur (narkosis), dan melemaskan otot agar
pembedahan berjalan lebih baik.
Anestesi umum dilakukan dengan obat yang diberikan secara
inhalasi maupun secara parenteral. Obat anestesi inhalasi yang umum
digunakan untuk praktek klinik saat ini ialah N 2O, Halotan, Enfluran,
Isofluran, Desfluran dan Sevofluran. Pada umumnya obat-obat anestesi
inhalasi hanya memberi sedikit efek relaksasi otot, sehingga untuk
mencapai relaksasi yang baik dilakukan dengan menambah obat
pelumpuh otot.
Obat pelumpuh otot yang digunakan adalah golongan depolarisasi
(suksinil-kolin (diasetil-kolin), dekametonium) maupun golongan
nondepolarisasi (Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurin,
atrakurium, doksakurium, mivakurium; Steroid : pankuronium, vekuronium,
pipekuronium, ropakuronium, rokuronium; Eter-fenolik : gallanin;
Nortoksiferin : alkuronium).
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk
rumatan anestesi, tambahan pada analgesi regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik. Obat-obat tersebut antara lain tiopental, ketamin,
propofol, dan opioid. Kedalaman atau stadium anestesi dibagi dalam 4
tahap yaitu tahap 1 (analgesi), tahap 2 (eksitasi), tahap 3 (pembedahan),
dan tahap 4 (paralisis).
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
69
Morgan, G.,E ; Mikhail, M., S. 2013. Clinical Anesthesiology. Fifth Edition.
Stamford : Appleton & Lange
70