Anda di halaman 1dari 6

NAMA : NURUL FAUZHIYAH

NIM : 01.2018.015
SEMESTER: V/LIMA

TREND & ISSUE KEPERAWATAN PALIATIF


DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI

A. TREND & ISSUE KEPERAWATAN PALIATIF DI INDONESIA


Perawatan Paliatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien dan menenangkan keluarga yang menghadapi masalah
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa (WHO, 2002)
(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007). Kualitas hidup pasien di sini meliputi
dimensi – dimensi antara lain : gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas),
kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan
(termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk
gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja (Clinch, Dudgeeon dan
Schipper, 1999). Istilah “perawatan paliatif” sebenarnya telah digunakan selama lebih
dari 40 tahun di dunia. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh dokter Kanada
Balfour Mount pada tahun 1973. Namun, di Indonesia sendiri Perawatan Paliatif baru
ditetapkan dan di jalankan beberapa tahun terakhir ini saja
Kebijakan untuk paliatif care telah direncanakan oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
604/MENKES/SK/IX/1989, dan telah lebih jelas lagi dengan terbitnya Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 812/MenKes/SK/VII/2007
dengan penjelasannya yang terdapat dalam lampiran surat keputusan tersebut.
Tata kerja organisasi perawatan paliatif ini bersifat koodinatif dan melibatkan
semua unsur terkait dengan mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan
yang luas, inovasi tinggi, serta layanan sepenuh hati. Menurut dr. Maria A.
Witjaksono, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
a. Menghargai setiap kehidupan
b. Menganggap kematian sebagai proses yang normal
c. Tidak mempercepat atau menunda kematian
d. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan
e. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
f. Mengintegrasikan askep psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien
dan keluraga
g. Menghindari tindakan medis yang sia-sia
h. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan
kondisinya sampai akhir hayat
i. Memberikan dukungan pada keluarga dalam masa duka cita

Di Indonesia sendiri, perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari


1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS
Kanker Dharmis (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito
(Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Rawat jalan
b. Rawat inap (konsultatif)
c. Rawat rumah, yaitu dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah penderita
d. Day care, merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan rawat
inap, seperti perawatan luka, kemoterapi, dll
e. Respite care, merupakan layanan yang bersifat psikologis

Dari semua penjelasan tersebut, timbul pertanyaan terkait siapa sebenarnya orang-
orang yang berhak mendapatkan perawatan paliatif itu. Dalam Keputusan Nomor
812/MENKES/SK/VII/2007 pada latar belakangnya berbunyi, “Perawatan paliatif
adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan
berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan
perawatan terbaik sampai akhir hayatnya (Doyle & Macdonald, 2003: 5). Keputusan
tersebut menjelsakan, bahwa perawatan paliatif itu dilakukan agar pasien
mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya, berarti setiap orang berhak
mendapatkan perawatan paliatif tersebut.
Namun, apabila kita melihat, perawatan paliatif di Indonesia sendiri itu lebih
ditekankan pada seseorang yang menderita penyakit kanker. Padahal perawatan
paliatif pada hakikatnya ditujukan pada pasien penyakit terminal yang merupakan
penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian yang berarti bukan
hanya kanker saja. Akan tetapi, kebanyakan dari keputusan yang dibuat oleh Menteri
Kesehatan sendiri tentang perawatan paliatif itu, bahwa palliative care tersebut lebih
mengarah ke seseorang dengan penyakit kanker. Seperti pada Kementerian Kesehatan
RI 2013 tentang Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker dan Keputusan Menteri
Kesehatan Indonesia Nomor 430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Kanker.
Isu atau masalah yang kedua yaitu terkait dengan dimensi kualitas hidup pasien,
dimana sudah disebutkan diawal, bahwa salah satu dimensi kualitas hidup pasien ada
yang berkaitan dengan Spiritual. Salah satu tugas perawat dalam aspek spiritual
tersebut yaitu dengan membimbing pasien yang akan meninggal di hari itu, di detik-
detik akhirnya untuk mengucapkan kalimat berbau spiritual yang sesuai dengan
kepercayaannya. Misal, untuk Pasien beragama Islam, maka di detik-detik akhirnya,
perawat membantu membimbingnya mengucapkan Syahadat sehingga pada saat
kematiannya, beliau dapat meninggal secara Khusnul Khotimah dan Damai
(Peaceful/Good Death).
Jumlah Hospice yang sedikit di Indonesia. Padahal, hospice merupakan tempat
dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah
dengan kata lain keadaannya sudah parah dapat dirawat di sana. Intinya, Hospice ini
merupakan tempat dimana pasien dirawat inap, namun tempat tersebut bukanlah
sebuah rumah sakit. Melainkan suatu tempat yang memang di khususkan untuk pasien
dengan penyakin kronis dan terminal misalnya stroke, jantung, kanker, parkinson dan
penyakit kronis lainnya untuk mendapatkan perawatan seperti di rumah sendiri.
Padahal adanya hospice dan rumah sakit sangat bermanfaat tidak hanya bagi
pasien tapi juga untuk perawat serta tenaga medis lain tentunya. Semakin banyak
hospice dan rumah sakit yang mampu memberikan perawatan paliatif, maka
kesejahteraan perawat dan tenaga medis lainnya akan semakin tercapai. Kebutuhan
dasar dari pasien pun juga akan mudah terpenuhi karena semakin banyak perawat
yang mampu memberikan kebutuhan apa yang diperlukan pasien.

B. TREND & ISSUE KEPERAWATAN PALIATIF DI LUAR NEGERI


Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu ”pallium” yang artinya
adalah menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk menutupi
atau menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan kenyamanan ketika tujuan
penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan (Muckaden, 2011). Menurut Children’s
Hospice and Palliative Care Coalition’s Professional Advisory Comitte, (2007)
perawatan paliatif pada anak merupakan filosofi dan organisasi perawatan, sistem
yang terstruktur dalam memberikan perawatan pada anak dengan keluarganya. Tujuan
perawatan paliatif adalah melindungi dan memperbaiki atau mengatasi keluhan dan
memaksimalkan kualitas hidup anak pada semua tingkatan usia, dan dukungan pada
anggota keluarganya (Coyle & Fereel, 2010). Sedangkan The Royal College of
Paediatrics and Child Health (RCPCH) dan Asscosiation for Children (ACT) dengan
kondisi terminal anak dan keluarganya, mengartikan bahwa perawatan paliatif
merupakan pendekatan aktif dan total dalam merawat anak, menerima aspek fisik,
emosi, sosial dan spiritual. Pendekatan secara aktif menunjukan perawatan yang tidak
hanya menghentikan tindakan. Semuanya ditujukan untuk mengatasi pada semua
keluhan yang dialami meliputi keluhan fisik, emosi, dan spiritual. Word Health
Organization (WHO) menekankan bahwa dalam memberikan pelayanan paliatif harus
berpijak pada pola sebagai berikut
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal,
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian,
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu,
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual,
5. Mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya,
6. Mengusahakan dan membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga (Djauzi,
et al, 2003).

Sebagaimana perawatan paliatif, perawatan hospis di fasilitiasi oleh tenaga


professional yang bekerja secara tim yang di kenal dengan istilah tim interprofesional
atau tim interdisiplin. Pasien akan mendapatkan pelayanan perawatan paliatif di
rumah sendiri atau di rumah perawatan maupun di fasilitas kesehatan lainnya seperti
rumah sakit. Di Amerika Serikat beberapa rumah sakit telah melakukan kerjasama
dan kesepahaman terhadap kolaborasi pasien rumah sakit yang membutuhkan
pelayanan hospis disaat kondisi pasien membutuhkan penanganan intervensi secara
agresif, atau di saat pasien dinyatakan dalan kondisi sekarat, atau ketika keluarga
ingin beristirahat sejenak dari rutinitas mengurus anggota keluarganya.
Secara global pergerakan dan pengembangan perawatan paliatif di mulai di
Inggris dan Irlandia yang pada saat itu lebih dikenal dengan istilah hospis. Lalu
disusul oleh beberapa Negara eropa, Amerika utara, dan Australia. Kanada
merupakan Negara yang pertama mengimplementasikan perawatan paliatif di rumah
sakit yaitu di the Royal Victoria Hospital, Montreal pada tahun 1976. Setahun
kemudian perawatan paliatif juga di buka di salah satu rumah sakit di Inggris, the St
Thomas Hospital London. Hingga saat ini belum semua Negara menyediakan
pelayanan perawatan paliatif, hal ini terjadi dengan berbagai macam kendala.
Sehingga pada tahun 2011 pemetaan Negara berdasarkan tingkat ketersediaan
pelayanan dan fasilitas perawatan paliatif di perbaharui. dari mapping tersebut di
ketahui Negara dengan fasilitas dan penyediaan layanan yang telah terintegrasi
dengan seluruh system kesehatan, layanan dan fasilitas yang masih terbatas, dan
Negara yang fasilitas dan pelayanannya belum tersedia.Namun beberapa Negara
dengan kategori Negara berkembang telah berhasil mengimplemtasikan pelayanan
perawatan paliatif yang terintegrasi dengan system pelayanan kesehatan seperti
Uganda dan India. kedua Negara tersebut berhasil mengembangkan pelayanan
perawatan paliatif komuniti dengan melibatkan masyarakat sebagai relawan paliatif.
Konsep hospis diperkenalkan di Asia oleh para perawat katolik dengan membuka
klinik di kota Seoul, Korea Selatan pada awal 1965. pada tahun 1996 di perkirakan
sekitar 90 % sekolah keperawatan telah mengajarkan perawatan paliatif,hingga 2003
sebuah program inisiasi model pelayanan perawatan paliatif di lakukan dan sekaligus
menjadi dasr kebijakan nasional.Namun dalam konteks regional Asia, Jepang
merupakan Negara yang telah menyediakan dan mengintegrasikan pelayanan
perawatan paliatif secara nasional. berdasarkan laporan akhir tahun 2013, jumlah
perawatan paliatif di rumah sakit sekitar 250 unit, 409 klinik paliatif rawat jalan, dan
jumlah tim paliatif rumah sakit sebanyak 541. Namun bila membandingkan jumlah
tempat tidur perawatan paliatif dengan populasi per satu juta penduduk, Hong Kong
merupakan Negara yang menyediakan fasilitas pelayanan perawatan paliatif
terbanyak di banding Negara lainnya di regional Asia, yaitu 59 tempat tidur/ 1 juta
penduduk.

Jadi kesimpulannya perawatan paliatif adalah perawatan total dan aktif dari untuk
penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Artinya
sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun. Tujuan umumnya
adalah meningkatkan kualitas hidup yang seoptimal mungkin bagi penderita dan
keluarganya. Yang artinya meningkatkan kualitas hidup dan menganggap bahwa
kematian adalah proses yang normal, tidak mempercepat atau menunda kematian,
menghilangkan rasa nyeri dan keluhan yang mengganggu, menjaga keseimbangan
psikososial dan spiritual, berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
serta berusaha membantu duka cita pada keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai