Anda di halaman 1dari 11

KEGIATAN I

KECAP IKAN

1. DASAR TEORI
Kecap ikan adalah cairan berwarna coklat bening hasil hidrolisis dari ikan yang
diberi tambahan garam. Produk ini biasanya digunakan sebagai flavor enhancer atau
pengganti garam pada beberapa masakan. Kecap ikan adalah penyedap rasa
tradisional dan banyak digunakan di negara-negara wilayah Asia Tenggara. Kecap
ikan memberikan rasa umami yang lebih kuat dan lebih kompleks daripada kecap
asin (Park et al., 2000). Proses produksi kecap ikan dibuat dengan
memfermentasikan ikan dan garam pada wadah tertutup (Tsai et al., 2006).
Bahan baku yang paling banyak digunakan untuk memproduksi kecap ikan
adalah jenis Ikan Teri (Stolephorus sp.), Kembung (Rastrelliger sp) dan Herring
(Clupea spp.) (Lopetcharat et al., 2001). Proses produksi kecap ikan secara
tradisional dilakukan dengan cara mencampur garam dan ikan dengan perbandingan
1:2 atau 1:3 (25-30%) dan difermentasikan pada suhu ruang (30-40 °C) selama
kurang lebih 12 bulan (Lopetcharat et al., 2001). Perbandingan antara garam dan
ikan dapat berbeda-beda antar wilayah. Selama waktu fermentasi, hidrolisis protein
dilakukan oleh proteinase indigenous pada daging ikan dan saluran pencernaan juga
proteinase yang dihasilkan oleh bakteri halofilik (Gildberg dan Thongthai, 2001).
Autolisis dalam protein ikan selama fermentasi dipercepat dengan penambahan
viscera ikan atau enzim proteinase (tripsin dan kimotripsin) (Morioka et al.,1999)
atau penurunan kadar garam menjadi kurang dari 20% (Morioka et al., 1999).
Gilberg dan Thongthai (2001) melaporkan bahwa kecap ikan berbahan baku ikan
Capelin yang digiling diperoleh setelah 6 bulan fermentasi dengan penambahan 5-
10% usus ikan cod yang kaya enzim (tripsin dan kimotripsin).
Penggunaan enzim murni dalam pembuatan kecap ikan dapat memperpendek
masa fermentasi. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan enzim murni adalah
harga yang mahal, sehingga digunakan enzim alternatif dari bahan alami yaitu sari
buah nanas. Sari buah nanas mengandung enzim bromelin yang berperan sebagai
proteolitik (pengkatalis reaksi hidrolisis protein) pada daging ikan.
Enzim bromelin diperoleh dari batang nanas yaitu 0.1-0.6 %, serta dari daging
buah masak dan bonggol yaitu 0.08-0.125 %. Enzim bromelin diperoleh dengan cara
pengekstrasian sederhana yang disebut crude enzim bromelin. Enzim bromelin
merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu menghidrolisis ikatan
peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam
amino, sehingga penambahan crude enzim bromelin pada fermentasi kecap ikan
berguna untuk mencerna jaringan otot ikan dalam waktu yang pendek.

2. TUJUAN
a. Mengetahui proses pembuatan crude enzim bromelin
b. Mengetahui proses pengolahan kecap ikan

3. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada proses pembuatan kecap ikan antara lain:
a. Pisau
b. Talenan
c. Baskom
d. Blender
e. Dandang untuk mengukus
f. Kompor
g. Toples kaca
h. Refrigator/Lemari pendingin
i. Oven
j. Cawan petri
k. Timbangan digital
l. Spatula
m. Centrifuge
n. Saringan 60 mess
o. Gelas ukur
p. Gelas kimia
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan kecap ikan yaitu:
a. Buah nanas yang matang
b. Alkohol 80%
c. Ikan lele, ikan kembung
d. NaCl
e. Aquades

4. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan Sari Buah Nanas

b. Ekstraksi Crude Enzim Bromelin


c. Pembuatan Kecap Ikan
5. TABEL HASIL PENGAMATAN
Catatlah hasil pengamatan ke dalam tabel.
Tabel 1. TABEL UJI ORGANOLEPTIK KECAP IKAN

No Kecap Ikan Warna Tekstur Aroma Rasa Keterangan


.
1 Lele
2 Kembung
3 ...
4 ...
5 ...
6 ...
MOCAF (Modified Cassava Flour)

1. Dasar Teori
Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang
penting sebagai penghasil sumber bahan pangan yang penting sebagai penghasil
sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak.
Singkong segar mudah rusak jika tidak segera dilakukan penanganan pasca panen
karena kadar air singkong segar yang tinggi, adanya senyawa poliphenol yang
menyebabkan pencoklatan, dan masih terbatasnya teknologi pengolahan singkong.
Mocaf adalah tepung singkong yang dibuat menggunakan prinsip modifikasi sel
singkong secara fermentasi. Pengolahan singkong melalui proses fermentasi
merupakan salah satu upaya meningkatkan protein yang terkandung di dalamnya.
Tepung singkong yang difermentasi mempunyai kelebihan daripada tepung singkong
biasa, yaitu kandungan protein yang tinggi, aplikasi luas, dispersi ke produk pangan
lebih mudah sehingga konsistensi produk menjadi lebih baik (Tandrianto, et al.,
2014).
Proses pengolahan mocaf pada prinsipnya sama dengan pembuatan tepung
ubikayu, akan tetapi setelah penyawutan (pemotongan kecil-kecil berbentuk chips)
dilakukan perendaman/fermentasi sawut ubikayu dengan bakteri asam laktat. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah berhasil
mengembangkan starter bakteri asam laktat bimo-CF dalam bentuk bubuk dan
diperkaya dengan nutrisi (Misgiyarta et al. 2009). Bakteri asam laktat dideteksi
sebagai mikroflora dominan pada ubikayu yang direndam dalam air selama tiga hari
pada pembuatan foo-foo di Afrika, di antaranya Lactococcus lactis, Leuconostoc
mesenteroides, dan Lactobacillus plantarum (Brauman et al. 1996). Bakteri tersebut
bersifat fakultatif anaerob yang tumbuh optimal pada suhu 30–37 0C dan pH 3–8 serta
memerlukan sukrosa, glukosa dan fruktosa sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya. Bakteri asam laktat homofermentatif (Lactobacillus spp) mampu
mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat, CO 2, dan etanol pada media
pertumbuhannya, sedang bakteri asam laktat heterofermentatif (Leuconostoc
mesenteroides) hanya 90% (Rahayu 1992 dalam Misgiyarta et al. 2009). Bakteri asam
laktat tidak menghasilkan toksin sehingga aman untuk bahan pangan. Asam laktat
yang dihasilkan juga dapat memberi aroma dan citarasa khas yang disukai (Brauman
et al., 1996).
Proses pengolahan mocaf meliputi pengupasan, pencucian, penyawutan
(pembuatan chips), perendaman dan fermentasi, pengepresan, pengeringan,
penepungan, dan pengayakan. Umbi segar disortir dengan cara memilih umbi yang
utuh (tidak luka) dan tidak rusak. Tepung berkualitas tinggi diperoleh dari umbi yang
dipanen pada umur optimal yaitu 7 bulan (untuk umur genjah), 8 bulan (umur
sedang), dan 9 bulan (umur dalam) (Wargiono et al., 2006), dan diproses tidak lebih
dari 48 jam setelah panen. Pengupasan kulit dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau kupas. Cara ini menghasilkan rendemen yang tinggi tetapi
memerlukan waktu lama dan tenaga kerja yang relatif banyak. Umbi kupas kemudian
dicuci dan direndam dalam air sambil menunggu proses lebih lanjut.
Penyawutan atau pembuatan chips bertujuan untuk memperkecil ukuran umbi
sehingga mudah dikeringkan dan tidak menyebabkan perubahan warna serta
timbulnya bau asam. Chips dimasukkan ke dalam karung plastik dan direndam dalam
bak-bak semen berisi air yang telah diberi starter 0,01% berat/volume air. Fermentasi
dilakukan selama 12 jam pada suhu kamar. Fermentasi dapat dipersingkat menjadi 8–
10 jam (Duryatmo 2009). Chips basah kemudian ditiriskan, dibilas dengan air
mengalir dan dipres dengan alat pres manual untuk mengurangi kadar air sekaligus
asam sianida (HCN) yang terdapat pada ubikayu, terutama yang jenis pahit (Suismono
dan Wibowo 1991 dalam Ginting dan Widodo 2003).
Penjemuran sawut dilakukan dengan menggunakan alas dari anyaman bambu
atau plastik dan terhindar dari gangguan binatang, debu dan kotoran lain. Pengeringan
dilakukan sampai kadar air tepung aman disimpan (<12%) (Suismono dan Wargiono
2009). Pengeringan dengan sinar matahari praktis dan murah biayanya, namun pada
musim hujan pengeringan akan terganggu. Hal ini dapat diatasi menggunakan oven
atau alat pengering buatan pada suhu 50–550 C selama ±20 jam. Sawut kering
selanjutnya digiling dengan alat penepung mekanis. Kemudian diayak dengan alat
pengayak berukuran 80 mesh (Suismono dan Wargiono 2009) untuk mendapatkan
tepung dengan tingkat keseragaman dan kehalusan yang tinggi mendekati tepung
terigu (100 mesh). Pengemasan skala kecil dan medium (<25 kg) dapat menggunakan
kantong plastik PP (poli propilen) dengan ketebalan 0,05 mm.
Penggunaan mocaf sebagai bahan baku pangan cukup luas dan fleksibel karena
dapat dicampur/dikomposit dengan tepung-tepungan lainnya, baik terigu, beras, ketan
maupun kacang-kacangan. Proporsi penggunaan mocaf dapat mencapai 30 - 40%
pada produk roti, pastry dan mie, 50–100% pada produk kue basah (cakes), kue
kering (cookies), aneka produk gorengan dan jajanan basah/pasar (Tabel 5). Beberapa
contoh produk mocaf tersebut yang tidak kalah citra, penampilan dan citarasanya
dibanding dengan produk yang diolah dari 100% terigu disajikan pada gambar 1. Pada
pembuatan kerupuk dan empek-empek, tapioka sebagai bahan bakunya dapat
disubstitusi 100% dengan mocaf.
Tabel 5. Tingkat Substitusi Mocaf terhadap Terigu dan Tapioka
pada Berbagai Produk Pangan
Gambar 1. Aneka Olahan Produk Olahan Mocaf
Sumber: Yulifianti, et al., 2012
2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui proses pembuatan mocaf
(modified cassava flour).
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain:
a. Pisau
b. Talenan
c. Baskom
d. Nyiru
e. Dry cabinet
f. Ember
g. Oven
h. Timbangan digital
i. Timbangan manual
j. Saringan 80 mesh
Bahan yang diperlukan adalah singkong dan starter BIMO-CF.
4. Prosedur Kerja
a. Pembersihan dan Pencucian, singkong segar dibersihkan dari tanah dan kotoran
dalam keadaan belum terkupas. Usahakan pada waktu memanen, umbi dicabut
berikut tangkainya dan hindari adanya luka pada kulitnya. Sebaiknya singkong
segera diproses sebelum rusak. Kualitas hasil olahan tertinggi dicapai apabila
bahan baku diproses dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Pengupasan, melepaskan bagian kulit secara manual satu per satu merupakan cara
pengupasan singkong terbaik. Cara ini memberikan rendemen yang tinggi namun
memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja yang banyak. Pengupasan
singkong dapat dilakukan dengan alat bantu pisau atau alat khusus pengupasan
singkong. Lendir yang ada pada lapisan singkong sebaiknya dihilangkan dengan
cara dikerik. Perlakuan ini dilakukan segera setelah singkong dikupas untuk
mengurangi kadar asam biru atau asam sianida (HCN).
c. Pencucian disertai perendaman, singkong yang telah dikupas secepatnya dicuci
dengan air mengalir. Kalau masih menunggu diproses, singkong kupas sebaiknya
direndam sementara dalam air (semua umbi harus tercelup air, bagian yang tidak
tercelup akan berwarna coklat).
d. Penyawutan/perajangan, dibuat dengan cara merajang singkong kupas
menggunakan alat perajang atau penyawut bisa dengan manual atau menggunakan
mesin, sehingga menghasilkan potongan singkong yang tipis (berbentuk chips)
agar mudah difermentasikan dan dikeringkan.
e. Perendaman, hasil perajangan direndam dalam air yang telah diberi Starter Bimo-
CF dengan dosis 1 kg starter untuk 1 m 3 (1000L ) air. Chips tersebut difermentasi
selama 12 jam. Selama fermentasi akan ditandai dengan keluarnya gelembung
CO2, timbul aroma manis dan tekstur menjadi remah dan warna lebih putih.
f. Pengeringan, rajangan basah segera dijemur/dioven menggunakan alas dari
anyaman bambu atau kawat, hingga kadar air minimal 12%. Pengeringan atau
penjemuran menggunakan sistem rak penjemuran. Sedapat mungkin hindari dari
binatang, debu dan kotoran.
g. Penggilingan menjadi mocaf (Modified cassava flour) atau tepung cassava
termodifikasi, digiling dengan menggunakan mesin penggiling tepung dilanjutkan
dengan pengayakan sehingga dihasilkan tepung dengan kehalusan sekitar 80
mesh.
h. Pengemasan dan penyimpanan, setelah digiling, tepung didinginkan dan segera
dimasukkan dalam wadah penyimpanan (toples kedap udara/plastik).
5. Hasil Pengamatan
Tabel 6. Uji Organoleptik Mocaf

KELOMPO UJI ORGANOLEPTIK


K WARNA AROMA TEKSTUR RASA

Anda mungkin juga menyukai