DISUSUN OLEH :
Bella Rose Simangunsong
2006536826
Fisika Dasar C
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Teori
Sebuah percobaan memperlihatkan cahaya yang dilewatkan pada celah dan dibiarkan jatuh
pada layar. Apabila cahaya bergerak dalam garis lurus, maka seharusnya layar menunjukkan satu
gambar celah, sedangkan sisanya adalah bayangan. Namun, percobaan tersebut menunjukkan hasil
yang tidak demikian. Layar pada percobaan tersebut menghasilkan terang pusat dan pola gelap terang
yang saling bergantian. Hal tersebut menunjukkan bahwa cahaya tidak bergerak dalam garis lurus
melainkan memiliki sifat yang disebut difraksi.
Cahaya dapat diasumsikan berperilaku layaknya gelombang. Dapat diasumsikan pula
seberkas cahaya terdiri atas serangkaian wave fronts sejajar dan tegak lurus dengan arah rambat
cahaya. Model ini memungkinkan kita untuk menggunakan prinsip Huygens yang menyatakan
bahwa:
“Setiap titik pada bagian depan gelombang dengan sendirinya dapat dianggap sebagai sumber yang
memancarkan circular wave fronts”
Dengan demikian, setiap titik pada celah dianggap bertindak sebagai sumber. Akibatnya, pola
difraksi merupakan hasil interfernsi konstruktif dan destruktif dari berbagai gelombang yang
dihasilkan oleh sumber titik ini.
Cahaya menghasilkan pola interferensi yang disebut pola difraksi. Pola ini terdiri dari central
maximum yang luas dan intens (sangat cerah) dan yang lebih sempit dan kurang intens (secondary
atau side maxima) (Halliday & Resnick 2015: 1082).
Difraksi dapat terjadi jika memeuhi beberapa syarat, diantaranya:
1. Gelombangnya harus koheren
2. Panjang gelombang lebih kecil dari lebar celah
3. Kedua celah memiliki ujung yang tajam
2. Difraksi Fraunhofer
Menjelaskan mengenai pola difraksi pada layar jauh (nilai L besar), sehingga prinsip optis geometris
tidak dapat diterapkan.
Dari pola difraksi Fraunhofer, didapatkan rumusan sederhana. Dengan keterangan, beda
lintasan ke titik p adalah a/2 sin teta, di mana a menunjukkan lebar celah dan teta menunjukkan sudut
antara garis tegak lurus terhadap celah. Jika beda lintasan = ½ lamda , maka di titik P akan terjadi
pola gelap. Jadi pola gelap terjadi jika :
atau
maka
Panjang λ berorde 5.000 nm = 5 x 10^-7 m, dimana panjang gelombang ini jauh ebih kecil
dari lebar celah (a = 10^-4 m). Maka, nilai θ sangat kecil sehingga nilainya sama dengan sinθ. Untuk
θ yang sangat kecil, berlaku persamaan:
Jika jarak celah ke layar = x dan jarak dari terang pusat ke pita gelap ke-m adalah ym maka tanθ =
ym/x. Untuk θ yang sangat kecil berlaku sinθ = tanθ = θ . Jadi,
Pola Intensitas
1. Difraksi Celah Tunggal
Gelombang cahaya dengan panjang gelombang λ didifraksikan oleh celah sempit dengan lebar
d. Pola gelap dan terang terbentuk ketika gelombang cahaya mengalami interferensi.
Beda lintasan ke titik P adalah ( d/2 ) sin θ, dengan θ adalah sudut antara garis tegak lurus terhadap
celah dan garis dari pusat celah ke P. Apabila beda lintasan yang terjadi adalah 1/2 λ, maka kedua
cahaya akan saling memperlemah dan menyebabkan terjadinya interferensi minimum sehingga pada
layar terbentuk pola gelap.
Jadi, pola gelap (difraksi minimum) terjadi jika:
d.sin θ = n. λ ; n = 1, 2, 3 .....
Sementara itu, pola terang (difraksi maksimum) terjadi bila:
(3)
Bila cahaya dilewatkan pada kisi dan diarahkan ke layar, maka pada layar akan terjadi hal-hal berikut
ini.
1. Garis terang (maksimum), bila:
DAFTAR PUSTAKA