Anda di halaman 1dari 11

1.

Efusi Pleura

Efusi pleura adalah kumpulan cairan yang tidak normal di rongga pleura, biasanya akibat
produksi cairan berlebih dan / atau penurunan absorpsi limfatik.
Ini adalah manifestasi penyakit pleura yang paling umum, dan etiologinya biasanya akibat
dari gangguan kardiopulmoner dan / atau kondisi inflamasi sistemik hingga keganasan. Efusi
pleura dapat terjadi akibat sejumlah kondisi, seperti gagal jantung kongestif, pneumonia,
kanker, sirosis hati, dan penyakit ginjal.
Gambar 3. Efusi Pleura
Sumber : Balachandran G, 2014, Interpretation of Chest X-ray: An Illustrated Companion,
New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers

2. Efusi Pleura Masif


Terjadi jika akumulasi cairan melebihi 1000 cc atau 2/3 bagian dari lapang paru. Gambaran
radiologi yang ditemukan umumnya adanya massa opak tidak berbatas tegas pada lapang
paru yang mengalami efusi disertai adanya pergeseran mediastinum dikarenakan terdorong
oleh akumulasi cairan tersebut. Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara
pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.
(Halim, 2007)

Gambar 8. Gambaran Gambaran efusi pleura masif pada foto thoraks

Menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan pada Efusi Pleura masif bertujuan untuk
menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan Kembali cairan dan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu (sesak napas). Pertama bisa melakukan
Thorakosentasis yaitu melakukan drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri dispneu, dan lain-lain. Cairan dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru dan untuk keperluan analisis. kedua pemberian antibiotik dengan
pengawasan dokter. Ketiga pleurodesis adalah Tindakan untuk mengurngai penumpukkan
cairan pleura dirongga pleura dengan menyatukan lapisan visceral dan lapisan pariental
pleura untuk mencegah pembentukkan efusi berlebihan dan mencegah pneumothoraks
berulang. Keempat tirak baring adalah pasien berbaring dalam jangka waktu yang lama.
Kelima biopsy dan aspirasi pleura untuk mengetahui adanya keganasan.
3. Pneumothoraks

Pneumotoraks didefinisikan sebagai udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks spontan


(PTX) adalah salah satu yang dapat terjadi pada paru-paru yang normal. Kebanyakan
pneumotoraks bersifat iatrogenik dan disebabkan oleh dokter selama operasi atau central line
placement. Trauma, seperti kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab sering
lainnya.

Tension penumothoraks adalah jenis PTX di mana udara memasuki rongga pleura dan
terperangkap selama ekspirasi mekanismenya mirip seperti katup bola. Hal ini menyebabkan
penumpukan udara sehingga meningkatkan tekanan intratoraks. Akhirnya penumpukan
tekanan cukup besar untuk membuat kolaps paru dan menggeser mediastinum dari sisi
tegangan.

Perhatikan kepadatan yang berbeda antara rongga dada kiri dan kanan. Bayangan translusen
total di sebelah kiri dengan tidak adanya tanda vaskular merupakan pneumotoraks. Apa yang
tampak sebagai massa hilus kiri sebenarnya adalah paru-paru kiri yang kolaps (kolaps pasif).

Pneumotoraks jika berlanjut, dapat mengganggu pengisian vena jantung dan bahkan
menyebabkannya kematian. Pada rontgen dada, pneumotoraks muncul sebagai udara tanpa
tanda paru sedikit pun tergantung bagian dada. Umumnya, udara ditemukan di tepi garis
putih pleura.

Temuan Radiologi pneumothoraks : Area radioluscent tanpa lung marking, disertai garis
pleura visceral.

Pneumotoraks tension : gambaran pneumotoraks disertai pendorongan hebat mediastinum ke


sisi yang sehat
Gambar 17. Gambaran Radiologi Small Penumothroaks

Gambar 18. Gambaran Radiologi Tension Penumothoraks

Sumber : Balachandran G, 2014, Interpretation of Chest X-ray: An Illustrated Companion,


New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
Gambar 11. Gambaran Tension Pneumothorax dengan adanya pergesaran
mediastinum ke sisi yang sehat, depresi hemidiafragma dan peningkatan ruang
intercostal.

Tujuan utama penatalaksanaan pneumothoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari


rongga pleura dan menurunkan kecendrungan untuk kambuh lagi. Terdapat beberapa prinsip
dari penatalksanaan pneumothoraks. Observasi dan pemberian O2, Tindakan dekompresi, Hal
ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya. Pada
intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat
hubungan antara cavum pleura dengan udara luar, Toraskopi, yaitu suatu tindakan untuk
melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop, Rehabilitasi,
penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobtan secara tepat
untuk penyakit dasarnya untuk sementara waktu penderita dilarang untuk mengejan atau
batuk terlalu keras (Hisyam, 2006 & Daley, 2020).

4. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

Penyakit yang dapat dicegah dan diobati adanya gejala pernapasan berkepanjangan
dan hambatan aliran udara kronik akibat kelainan di alveolus atau saluran napas umumnya
disebabkan karena paparan partikel atau gas berbahaya. Faktor – faktor resiko yang
bertanggung jawab antara; faktor lingkungan yaitu pajanan okupasional, asap rokok, polusi
udara di dalam ruangan (seperti penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak dirumah).
Faktor genetic misalnya defisiensi alpha-1 antitrripsyin herediter. Fakto tumbuh kembang
karena gangguan tumbuh kembang paru yang dipengaruhi oleh berat badan lahir dan Riwayat
infeksi saluran napas saat anak. Mekanisme yang secara umum berasal dari pajanan asap
rokok dan partikel berbahaya lainnya ke saluran napas. Inflamasi ini memicu datangnya
neutrophil ke bronkiolus dan alveolus sehingga terjadi peningkatan enzim neutrophil elastase
dan matrix metalloproteinase yang mendegradasi elastin. Akibatnya, paru kehilangan
elastisitasnya, sementara compliance paru meningkat, terjadi air trapping (hilangnya
elastisitas menyebabkan saluran udara tidak dapat terbuka saat ekspirasi), dan gangguan
difusi gas (akibat kerusakan dinding alveolus) (Amin, 2016)

Selain itu, proses inflamsi turut menyebabkan saluran napas kecil menyempit (karena
hiperekskresi mucus dan disfungsi sillier) serta fibrosis dan penebalan dinding bronkiolus
(karena peningkatan stress oksidatif, mediator inflamasi, dan sitokin).

Pada pemeriksaan radiologi konvensional (foto polos thorax) umumnya ditemukan


adanya barrel chest yang diakibatkan oleh pelebaran sela iga, disertai lapang paru yang
hiperinflasi sehingga menimbulkan gambaran hiperlusen dan gambaran diafragma yang
mendatar (Herring W, 2020)

Gambar 12. Penyakit Obstruktif Kronis

(Sumber: Herring W, 2020)

Pada gambar (A) ditemukan adanya paru yang tampak hiperlusen, disertai adanya
pendataran diafragma. Adanya juga penurunan gambaran vaskularisasi disertai dilatasi dari
arteri pulmonalis (panah putih). Pada gambar (B) ditemukan adanya ruang lusen pada
bagian anterior paru yang menunjukkan paru sedang dalam keadaan hiperinflasi.
Manajemen PPOK harus sesuai dengan klasifikasi penyakit dan keadaan saat ini;
terapi Farmakologis PPOK pada kategori stabil yaitu dibagi menjadi empat grup. Grup A
menggunakan bronkodilator (kerja pendek/panjang), evaluassi efeknya, kemudian lanjutkan
atau coba kelas bronkodilator alternatif. Grup B menggunakan bronkodilator kerja panjang,
yaitu LABA (long acting bronchodilator) atau LAMA (long acting muscarinic antagonist).
Jika gejala tetap ada kombinasikan keduanya. Grup C menggunakan bronkodilator kerja
panjang, LAMA lebih direkomendasikan pada grup ini. Jika gejala tetap ada berikan
kombinasi LAMA dan LABA ditambah dengan kortikostreid inhalasi (ICS). Grup D inhlasi
dengan LAMA tetapi pada CAT > 20, boleh berika LAMA + LABA. Terapi non
farmakologis PPOK stabil antara lain merekomendasikan pasien agar berhenti merokok dan
beraktivitas fisik berat. Kemudian menghindari pencetus eksarsebasi, rekomendasi pasien
agar berhenti merokok, beraktivitas fisik, dan menjalani rehabilitasi paru. (Amin, 2016)

5. Edema Paru

Ada dua tipe dasar edema paru. Salah satunya adalah edema kardogenik yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan kapiler hidrostatik paru. Yang lainnya disebut edema paru
nonkardiogenik, dan disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran kapiler atau
penurunan plasma tekanan onkotik. Pada foto toraks, edema paru kardiogenik menunjukkan
sefalisasi pembuluh darah paru, Garis Kerley B atau garis septum, manset peribronchial, pola
"batwing", bayangan air bronkogram, dan pembesaran ukuran jantung. Edema unilateral,
milier dan lobar atau zona bawah dianggap pola atipikal dari edema paru kardiogenik.
Biasanya berhubungan dengan kardiomegali (terutama jika terjadi akibat gagal ventrikel kiri);
penyebab kardiogenik lainnya termasuk penyakit katup mitral, miksoma atrium kiri.

Penyebab nonkardiogenik termasuk gangguan pada vena paru (primer atau sekunder fibrosis
atau tumor mediastinum), penyakit veno-oklusif, tenggelam dan anomal aliran balik vena
pulmonalis..

Distribusi sayap kelelawar menggambarkan salah satu dari dua pola konsolidasi (pola lainnya
adalah konsolidasi paru lobar); mengacu pada kekeruhan bilateral yang menyebar dari daerah
hilar ke paru-paru (menyisakan daerah paru perifer) yang menandakan penyakit alveolar yang
luas. Penyebab sayap kelelawar adalah: edema paru pada gagal jantung, kelebihan cairan,
hipoproteinemia
Gambaran radiologi edema paru :

- Alveolar edema (Bat’s wings), air bronchogram


- kerley B lines (interstitial edema), Bat’s wing pattern
- Cardiomegaly, cephalization, increased CTR
- Dilated, prominent upper lobe vessels
- Effusion (pleural)

Tabel 3. Etiologi Edema Paru

Gambar 14. Gambaran dan Pemeriksaan Radiologi Edema Paru

Sumber : Balachandran G, 2014, Interpretation of Chest X-ray: An Illustrated Companion,


New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
6. Tumor Mediastinum

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu


struktur yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh
darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar
getah bening dan salurannya.
Massa pada mediastinum sangat sulit dibedakan, apabila pada potongan lateral
massa tersebut dikelilingi oleh parenkim paru pada bagian anterior dan posterior, maka
tidak termasuk sebagai masa mediastinum. Tumor mediastinum umumnya menyebabkan
kompresi, seperti pergeseran trakea dan parenkim paru (Herring W, 2020). Namun apabila
terlihat gambaran yang mungkin akan tampak seperti ada banyangan massa besar, dengan
lokasi Sebagian besar dijumpai pada bagian mediastinum anterior dekat dengan pembuluh
darah besar, tumor dapat membesar ke arah posterior, medius, lateral, sehingga mendesak
paru (Davis RD, 1987).

Gambar 14. Tumor mediastinum superior


(Sumber : Foley R & Jones J, 2012)

Terdapat pelebaran kontur mediastinum superior, oleh karena terdapatnya massa selain itu
menyebabkan kompresi hingga menimbulkan pergeseran trakea
Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau
ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk
tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering
ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor saraf.
Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodality yaitu bedah,
kemoterapi, dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi
sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya harus mendapatkan
tindakan multimodality.

Anda mungkin juga menyukai