T2 - 942012010 - Bab Ii
T2 - 942012010 - Bab Ii
Telaah Pustaka
12
Dalam dunia pendidikan, manajemen strategi sangat
dibutuhkan untuk keberlangsungan usahanya. Pendidikan
yang baik harus dilaksanakan secara terarah dan sistematis
sesuai tujuan yang telah direncanakan (Akdon, 2006). Untuk
itulah dibutuhkan manajemen strategi. Akdon menambahkan:
feedback
13
peluang dan ancaman industri di bidang pendidikan serta
harapan masyarakat luas (Porter, 1980).
14
lingkungan industri dianalisis terlebih dahulu. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan analisis lima kekuatan
persaingan (five competitive forces) Porter (1980).
B. Strategi Bersaing
Setiap institusi, baik yang bergerak di bidang jasa
maupun non jasa, dalam melakukan kegiatan bisnis,
memerlukan strategi yang mampu menempatkan institusi
dalam posisi terbaik, mampu bersaing serta terus berkembang
dengan mengoptimalkan semua potensi sumber daya yang
dimiliki (Sitepu, 2005). Lee dan Lee (2012) menambahkan
bahwa strategi yang baik menetralisir ancaman,
memanfaatkan peluang, menggunakan kekuatan dan
memperbaiki kelemahan yang dimiliki. Pandangan hirarkis
strategi memvisualisasikan pada tiga level strategi. yaitu
strategi aras korporat, strategi aras divisi (unit usaha
strategik), dan strategi aras fungsional (Supratikno, 2003).
Pertama, strategi aras korporat berhubungan dengan
gambaran keputusan yang sangat luas seperti ruang lingkup
pasar dan level integrasi (Friis, 2011). Kedua, strategi aras
divisi/bisnis berhubungan dengan bagaimana institusi
melakukan bisnisnya dan berkompetisi dalam industri
tertentu (Beard dan Dess, 1981). Sedangkan Supratikno
(2003) berpendapat bahwa strategi aras divisi memusatkan
perhatian pada bagaimana memaksimalkan daya saing suatu
unit usaha. Berbeda pada aras korporasi yang berusaha
mencapai optimalisasi sinergi antar unit usaha, strategi aras
divisi berusaha merealisasikan daya saing yang tinggi. Pada
aras inilah competitive strategy/strategi bersaing berada. Teori
Porter juga berfokus pada aras ini. Yang terakhir, strategi aras
fungsional berhubungan dengan sisi operasional menjalankan
15
institusi serta bagaimana memaksimalkan produktivitas
sumberdaya yang tersedia (Friis, 2011).
Untuk sampai pada aras strategi divisi, biasanya
dilakukan empat langkah, yaitu melakukan analisis industri,
analisis kelompok strategis, analisis pemosisian (positioning),
dan pemilihan konfigurasi aktivitas yang sesuai. Langkah-
langkah ini dilakukan untuk memperoleh strategi bersaing
yang sesuai. Tujuan strategi bersaing untuk suatu unit usaha
dalam sebuah industri, dalam hal ini industri pendidikan,
adalah menemukan posisi dalam industri tersebut dimana
lembaga pendidikan dapat melindungi diri sendiri dengan
sebaik-baiknya terhadap kekuatan tekanan persaingan atau
dapat mempengaruhi tekanan tersebut secara positif (Porter
(2007). Hibbets dkk (2003) menambahkan bahwa strategi
bersaing yang dipilih oleh suatu organisasi mengidentifikasi
cara-cara dimana manajemen bertujuan untuk berhasil
bersaing dalam pasaran produknya dan memberikan nilai
yang terbaik bagi pelanggan. Strategi bersaing berusaha
mengidentifikasi dan mengamankan segmen pasar yang paling
menonjol dalam suatu arena pasar produk. Oleh karena itu,
strategi bersaing menentukan bagaimana suatu unit usaha
pendidikan harus berkompetisi dalam suatu segmen pasar
untuk membangun keunggulan bersaing. Setiap unit usaha
pendidikan harus memiliki strategi bersaing khusus yang bisa
memperkuat karakter usahanya sebagai senjata dalam
persaingan bisnis. Strategi bersaing sangat dibutuhkan dalam
usaha pendidikan mengingat banyaknya bermunculan
sekolah-sekolah baru yang menawarkan berbagai pelayanan
yang tentu saja jika tidak disikapi dengan baik (dengan
menggunakan strategi bersaing yang tepat) membuat lembaga
pendidikan yang ada tidak mampu bertahan bahkan bersaing
dalam industri pendidikan. Sedangkan menurut Porter (1980)
16
strategi bersaing adalah bagaimana menciptakan posisi yang
kuat untuk menghadapi lima kekuatan persaingan. Lima
kekuatan persaingan tersebut akan menentukan kondisi
persaingan dalam industri, termasuk industri pendidikan.
17
Threat of New Entrants
New
Entrants
Bargaining power of suppliers Bargaining power of buyers
Substitutes
Threat of Subtitutes
Sumber : Porter, 1980
18
mendapatkan bagian pasar, serta seringkali juga sumber daya
utama. Akibatnya, harga dapat menjadi turun atau biaya
membengkak yang berarti mengurangi keuntungan. Hal ini
merupakan ancaman besar bagi organisasi yang telah ada
(Porter, 1980). Ancaman pendatang baru ini mengharuskan
sebuah organisasi yang ingin tetap bertahan, bahkan unggul,
untuk bermanuver melalui pemotongan harga, inovasi produk
baru, periklanan, perjanjian kredit ataupun promosi (Faulkner
dan Bowman, 1995). Ancaman pendatang baru bagi lembaga
pendidikan adalah hadirnya sekolah-sekolah/lembaga
pendidikan baru yang menawarkan berbagai pelayanan dan
memiliki kualitas yang unggul pula. Hal ini adalah hal yang
wajar terjadi. Namun, jika ingin tetap bertahan, maka lembaga
pendidikan yang telah ada harus memiliki strategi untuk
bersaing sehingga mampu mempertahankan posisinya atau
bahkan mengungguli pesaingnya. Ancaman pendatang baru
ini akan semakin rendah jika ada hambatan masuk yang
berupa kebutuhan modal yang besar, adanya diferensiasi dan
kebijakan pemerinatah yang mengekang/perijinan yang rumit.
19
dengan bijaksana menggunakan strategi bersaing yang tepat
sehingga para pelanggan tidak akan berpaling ke lembaga
pendidikan pesaingnya. Kekuatan pelanggan ini semakin
besar jika pelanggan terintegrasi, banyak produk pengganti,
tidak ada deferensiasi produk dan informasi yang dimiliki
pelanggan lengkap.
20
produk Coca Cola. Contoh lain adalah beberapa produk
komputer yang digantikan oleh produk ponsel.
22
D. Strategi Bersaing Generik Porter
Porter (1980) menyatakan bahwa ada 3 generik
competitive strategy yang diyakini dapat digunakan oleh
sebuah institusi untuk mencapai keunggulan
bersaing/competitive advantage. Tiga strategi tersebut adalah
differentiation, low-cost leadership, dan focus.
1. Differentiation
23
Ciri-ciri Strategi differentiation
Penekanan Menemukan cara-cara untuk menciptakan nilai
Produksi kepada masyarakat dan mendorong kepada produk
yang berkualitas
Penekanan Membangun fitur-fitur yang dapat membuat
Pemasaran masyarakat bersedia membayar dengan harga yang
tinggi untuk menutupi biaya ekstra dari fitur-fitur
yang berbeda
2. Low-cost Leadership
Menurut Amelia (2008), strategi ini dicirikan dengan
konsentrasi pada harga jual produk yang murah. Untuk
mendapatkannya bisa dilakukan dengan cara menekan biaya
produksi, promosi, dan riset. Sangat bertolak belakang dengan
24
strategi differentiation yang tidak memusingkan masalah biaya
demi mendapatkan kualitas produk dan layanan yang berbeda
dan unggul, strategi low-cost leadership sangat memikirkan
masalah biaya.
Segala hal dilakukan untuk menghasilkan harga jual
yang lebih rendah dibandingkan para pesaingnya. Dengan
cara demikian, sebuah institusi dengan efektif dapat
melindungi dirinya dari persaingan harga dan melawan
kompetitornya melalui harga untuk mendapatkan pangsa
pasar (Pearce II dan Robinson, 2011).
3. Focus
25
menghindari persaingan (Amelia, 2008). Contoh dari strategi
ini adalah institusi mobil Lamborghini yang membatasi target
pasar mereka, yaitu kalangan menengah keatas.
Tabel 2.3 Ciri-ciri Strategi Focus
26
Uniqueness perceived
Low cost position
by the customer
Particular
segment only FOCUS
27
salah satunya adalah orientasi dari kedua strategi yang saling
bertolak belakang. Dalam strategi differentiation, institusi
mengutamakan kualitas dan tidak memperhitungkan harga,
sedangkan low-cost leadership sangat memperhitungkan
harga. Institusi yang berusaha melakukan keduanya dan
gagal disebut “stuck in the middle”, seperti yang digambarkan
di gambar 4 berikut ini.
high
low high
Market share
28
leadership, differentiation dan focus) mengalami keuntungan
diatas rata-rata dan bahkan memiliki tingkat keuntungan
tertinggi, contohnya adalah Facebook, Macdonalds, dll (Pearce
II dan Robinson, 2011). Beberapa penelitian yang menguatkan
bahwa generik competitive strategy dapat dikombinasikan
(terutama low-cost leadership dan differentiation) adalah Beal
dan Yasai-Ardekani 2000; Philips, Chang, dan Buzzell 1983;
Spanos, Zaralis, dan Lioukas 2004 dalam Bingxin Li dan Juan
Li, 2008.
Dengan kata lain, penerapan generik competitive
strategy yang dikombinasikan maupun tidak telah menjadi
perdebatan. Tidak semua institusi dapat menerapkan
beberapa strategi secara bersamaan, namun dalam kondisi
tertentu, ada juga institusi yang mampu
mengkombinasikannya dan berhasil, bahkan mencapai
keuntungan tertinggi dan keunggulan bersaing yang
berkelanjutan. Jika ingin mengimplementasikan salah satu
maupun kombinasi dari beberapa generik competitive strategy
ini, setiap institusi harus memperhitungkan berbagai faktor
yang dapat menjadi pendukung dan penghambat
keberhasilannya sehingga tetap mampu menghasilkan
keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Menurut Hunger dan Wheelen (2002), keunggulan
bersaing merupakan keunggulan yang dimiliki suatu institusi
dari persaingan diantara institusi-institusi yang ada. Kothler
dan Amstrong (2001) dalam Yeni (2013) menambahkan bahwa
keunggulan bersaing merupakan suatu keunggulan diatas
pesaing yang diperoleh dengan menawarkan nilai lebih kepada
konsumen, baik melalui harga yang lebih rendah atau dengan
menyediakan lebih banyak manfaat yang mendukung
penetapan harga lebih mahal. Menurut Mooney (2007)
menyebutkan “competitive advantage is a capability or resource
29
that is difficult to imitate and valuable in helping the firm
outperform its competitors.”
30
lembaga pendidikan tetap memperhatikan kualitas dan
layanan mereka kepada pelanggan.
E. Penelitian Sebelumnya
31
strategi diferensiasi untuk bersaing. Perbedaannya dengan
penelitian ini adalah jika pada penelitian Jubelina hanya
diidentifikasi mengenai strategi bersaing yang digunakan oleh
tempat penelitian, lain halnya pada penelitian ini yang juga
mengidentifikasi lima kekuatan persaingan yang dapat
dijadikan dasar dalam menemukan strategi bersaing yang
sesuai berdasarkan kondisi persaingan yang ada sehingga
hasilnya dapat lebih optimal.
32