MAKALAH
Oleh:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmatnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengembangan Kurikulum”
dengan tepat waktu. Makalah “Idealisme” ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Filsafat Pendidikan di Universitas Trunojoyo Madura. Selain itu Kami
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “Idealisme”.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada bapak Ahmad Sudi
Pratikno selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan. Tugas yang diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang tersebut. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1 Pengertian Idealisme .......................................................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Idealisme .......................................................................................... 4
2.3 Konsep Filsafat Menurut Aliran Idealisme ........................................................ 5
2.4 Tokoh-Tokoh dalam Aliran Idealisme ............................................................... 6
2.5 Pendidikan Dalam Perspektif Idealisme ............................................................ 9
BAB III. PENUTUP ..................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 11
3.2 Saran ................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari idealisme.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis idealisme.
3. Untuk mengetahui konsep filsafat menurut aliran idealisme.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran idealisme.
5. Untuk mengetahui implikasi idealisme dalam pendidikan.
1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan bagi para pembaca
mengenai bagaimana konsep idealisme serta implikasi idealisme dalam pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Jenis-Jenis Idealisme
Terdapat pengelompokan jenis-jenis idealisme, terdapat tiga jenis idealisme anatara lain,
idealisme subyektif (Immaterialisme), idealisme objektif, idealisme personal.
1. Idealisme subyektif (Immertarialisme) kadang kala dinamakan mentalisme atau
fenomenalisme. Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan
persepsi-persepsinya atau pun idenya merupakan segala sesuatu yang ada. Alam
dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan
terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia
atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide atau fikiran dari
diri sendiri atau ide manusia.
Objek pengalaman bukan benda material, objek pengalaman adalah persepsi.
Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohon itu ada, tetapi hanya ada dalam
akal yang mempersepsikannya. Kaum idealis subyektif mengatakan bahwa tak
mungkin ada benda atau persepsi tanpa ada seorang yang mengetahui benda atau
persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu) seakan-akan menciptakan
obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang riil itu
adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.
Mengatakan bahwa suatu benda ada berarti mengatakan benda itu dipersepsikan
oleh akal.
2. Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah
terdapat dalam susunan alam semesta. Menurut idealisme objektif segala sesuatu
baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universal.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi,
yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum
dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaanya.
Kelompok idialis objektif tidak mengingkari adanya realitas luar atau realitas
objektif. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah satu-satunya sifat bersifat
adil kepada segi objektif dari pengalaman, oleh karena itu mereka menemukan
dalam alam prinsip: tata tertib, akal dan masud yang sama seperti yang ditemukan
manusia dalam dirinya sendiri. Terdapat suatu akal yang dimiliki maksud di alam
ini. Mereka percaya bahwa hal itu ditemukan bukan sekedar difahami dalam alam.
4
3. Idealisme Absolut, diera modern sekitar abad-18 muncullah sebuah filsafat
idealisme obyektif baru yang disebut dengan idealism absolut, yaitu sistem yang
dikemukakan oleh George.W.F Hagel (1770-1831). Filsafat ini pada dasarnya
merupakan bentuk sistesis atas filsafat idealism subyektif sebagai tesis dan filsafat
idialisme obyektif sebagai antithesis, kemudian disintesiskan dan di ubah diberi
nama menjadi idialisme absolut. Di dalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada
ruang dan waktu. “ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam
wujud gejala alam, gejala masyarkat, dan gejala fikiran. Merupakan dalam
pandangan yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan
berubah tidak ada yang abadi atau mutlak.
4. Idealisme Personal, yaitu nilai-nilai perjuangan untuk meyempurnakan dirinya.
Personalisme muncul sebagai proses terhadap materialism mekanik dan idealisme
monistik. Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran idealisme personal
menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih sedikit kepada
daripada pengikut idealisme mutlak
5. Idealisme Transendental (Idealisme Kritis), aliran ini berpendapat bahwa
pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda di dalam dirinya. Sedangakn
ruang dan waktu merupakan bentuk intuisi kita sendiri. Aliran filsafat yang
dipelopori oleh Immanuel Kant tersebut sama dengan filsafat idialisme obyektif
5
d. Aksiologi-idealisme, kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral
yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
6
b. Manusia menjadi besar karena pikirannya, tetapi ada hal tertentu yang
tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, yaitu pikiran manusia itu
sendiri. Menurut Pascal, manusia adalah makhluk yang kompleks,
beragam, dan mudah berubah. Oleh karena itu, matematika, pemikiran dan
logika tidak akan digunakan sebagai alat untuk memahami manusia.
Menurutnya, alat-alat tersebut hanya dapat digunakan untuk memahami
hal-hal yang tidak kontradiktif yaitu yang konsisten. Karena filsafat dan
ilmu lain tidak dapat memahami manusia, satu-satunya cara untuk
memahami manusia adalah melalui agama. Karena agama, manusia akan
lebih mampu menggapai pemikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha
mencari kebenaran, walaupun abstrak.
c. Filsafat bisa melakukan apa saja, tapi hasilnya tidak akan pernah
sempurna. Kesempurnaan terletak pada iman. Tidak peduli seberapa hebat
seseorang berpikir, dia tidak akan puas karena manusia mempunyai logika
yang kemampuannya melebihi dari logika itu sendiri. Saat mencari Tuhan,
Pascal tidak menggunakan metafisika, karena selain tidak termasuk
geometri, metafisika tidak akan mampu melakukannya. Oleh karena itu,
solusinya adalah mengembalikan persoalan keTuhanan tersebut ke jiwa.
Filsafat bisa mencakup segalanya, tetapi tidak bisa sempurna. Karena
setiap ilmu pasti ada kekurangannya, termasuk filsafat.
4. J. G. Fichte (1762-1914 M.) Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di
Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas
Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan).
Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memahami objek dengan indra
mereka. Saat mengamati benda-benda ini, manusia mencoba mengetahui apa yang
mereka hadapi. Oleh karena itu, proses intelektual terus membentuk dan
mengabstraksi objek ke dalam pemahaman yang dia pikirkan. Hal ini dapat
diilustrasikan sebagai contoh, ketika kita melihat meja dengan mata kita, persepsi
kita (rasio) secara tidak langsung menangkap bentuk meja yang kita lihat
(lingkaran, persegi panjang, dll). Dengan anggapan ini, akhirnya manusia bisa
mewujudkan dalam wujud nyata.
5. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.) Schelling telah matang menjadi seorang filsuf
disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah
menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman yang
7
telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Inti
dari filsafat Schelling adalah: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai
identitas murni atau indiferensi, dalam arti tidak ada perbedaan antara subjektif
dan objektif. Hal-hal yang mutlak diwujudkan dalam dua potensi, yaitu nyata
(alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subjektif dari subjek).
Mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subjek) dan alam (objek)
yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Namun, yang mutlak itu
sendiri bukanlah roh atau alam, tidak obyektif atau subyektif, karena yang mutlak
adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak. Tujuan dari filsafat Schelling
adalah bahwa yang pasti dan bisa diterima akal adalah identitas murni atau
indiferensi, yaitu sama atau tidak ada perbedaan antara yang subjektif dan
objektif. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek saling terkait.
Oleh karena itu yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam atau jiwa saja,
tetapi tidak antara keduanya.
6. G. W. F. Hegel (1770-1031 M.) Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan
pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep
Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha
menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau
jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh
pada dasarnya adalah ide (pemikiran). Hegel sangat memetingkan rasio. Artinya
bukan hanya rasio individu, tetapi terutama rasio pada subjek absolut, karena
Hegel juga menerima prinsip idealistis bahwa semua realitas harus dihubungkan
dengan subjek. Suatu dalil Hegel yang kemudian menjadi terkenal mengatakan:
“Semuanya yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil”.
Artinya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Menurut istilah pemikiran
Hegel sendiri, realita adalah keseluruhan proses pemikiran atau “pemikiran”.
Dengan kata lain seluruh kenyataan adalah bahwa ia secara bertahap akan
menyadari dirinya sendiri. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja bereaksi
terhadap kecondongan intelektual waktu, yang merupakan kecurigaan rasio
sambil mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama terlihat dalam
kalangan "Filsafat Kepercayaan" dan "Romantik" dari sekolah sastra Jerman.
8
2.5 Pendidikan Dalam Perspektif Idealisme
Praktik telah membuktikan bahwa filsafat idealis telah menarik banyak perhatian
masalah pendidikan, sehingga berpengaruh pada pemikiran dan praktik pendidikan.
William T. Harris adalah seorang tokoh aliran pendidikan Idealisme yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat. Faktanya, jumlah filsuf di Amerika kontemporer tidak
sebanyak sosok idealisme yang sebaya dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).
Herman Harrell Horne adalah seorang filsuf yang mengajar filsafat yang beraliran
Idealisme di Universitas New York selama lebih dari 33 tahun. Idealisme sangat
memperhatikan keberadaan sekolah. aliran ini adalah satu-satunya yang melakukan
oposisi secara fundamental menentang naturalisme. Pendidikan harus tetap eksis sebagai
mekanisme, sebagai proses pemasyarakatan manusia yang merupakan kebutuhan
spiritual, bukan sekedar kebutuhan alamiah. Gerakan filosofis idealis abad ke-19
mengajarkan budaya manusia dan institusi kemanusiaan sebagai ekspresi realitas
spiritual.
Bagi aliran idealisme, siswa adalah orang yang mandiri dan makhluk spiritual.
Mereka yang bersikukuh pada idealisme selalu menunjukkan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah ekspresi keyakinan dan merupakan pusat utama pengalaman pribadinya
sebagai makhluk spiritual. Dengan demikian, model pemikiran filosofis idealis ini dapat
dengan mudah ditransfer ke sistem pengajaran di kelas. Guru yang berkeyakinan pada
idealisme biasanya berpikir bahwa spiritualitas adalah kenyataan, dan mereka tidak
melihat siswa sebagai diri mereka sendiri tanpa adanya spiritualitas. Model pendidikan
yang diajarkan oleh filsafat idealis berpusat pada idealisme. Mengajar tidak sepenuhnya
berpusat pada anak, juga bukan materi pelajaran, bukan pula masyarakat, tetapi
idealismelah sebagai pusatnya. Dengan demikian, menurut idealisme, tujuan pendidikan
terbagi dalam tiga bagian: tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat dan
campuran dari keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individu bertujuan untuk menjadikan siswa kaya,
memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan berwarna-
warni, hidup bahagia, mampu menahan tekanan hidup, dan pada akhirnya berharap dapat
membantu orang lain menjalani kehidupan yang lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealis untuk kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia, Karena
dalam semangat persaudaraan terdapat tsuatu pendekatan seseorang dalam
memperlakukan sesamanya. Seseorang tidak sekadar menuntut hak pribadinya, namun
hubungan antar manusia dibangun antara orang-orang yang penuh pengertian dan cinta.
9
Sedangkan tujuan secara sintesis dirancang untuk menggabungkan tujuan pribadi dan
tujuan sosial pada saat yang sama, dan tujuan ini juga diekspresikan dalam kehidupan
yang berhubungan dengan Tuhan.
Menurut Sulaiman dalam bukunya berjudul “Filsafat Pendidikan” menjabarkan
bahwa Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1. Guru merupakan personifikasi kenyataan dari siswa;
2. Guru harus seorang spesialis dalam ilmu pengetahuan dari anak didik;
3. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
4. Guru harus menjadi pribadi yang terbaik, sehingga guru akan disegani oleh para
siswanya;
5. Guru menjadi teman dari para muridnya;
6. Guru harus menjadi pribadi yang dapat membangkitkan semangat siswa dalam
belajar;
7. Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
8. Guru harus rajin dalam beribadah, sehingga dapat menjadi teladan bagi para
siswanya;
9. Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
10. Guru harus dapat mengapresiasi terhadap subjek bahan ajar yang diajarkannya;
11. Tidak hanya siswa, guru harus ikut serta belajar sebagaimana para siswa belajar;
12. Guru harus merasa bahagia jika siswanya telah berhasil;
13. Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
14. Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan idealis harus lebih memperhatikan
konten yang obyektif. Pengalaman harus lebih dari sekedar mengajar di buku teks, agar
pengetahuan dan pengalamannya selalu aktual. Metode yang digunakan oleh sekolah
idealis adalah dialektika. Metode pengajaran dalam pendidikan harus mendorong siswa
untuk memperluas wawasan mereka, mendorong pemikiran reflektif, mendorong pilihan
moral individu, memberikan keterampilan berpikir logis, memberikan kesempatan untuk
menerapkan pengetahuan pada masalah etika dan sosial untuk meningkatkan minat
terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban
manusia.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Idealisme adalah salah satu filosofi tradisional tertua. Dalam pengertian filsafat,
idealisme adalah suatu sistem filosofis yang menekankan pentingnya pemikiran, roh atau
jiwa di atas hal-hal materi (Suripto, 2012: 91). Pandangan umum yang disepakati oleh
para filsuf idealis, yaitu: jiwa manusia adalah unsur terpenting dalam kehidupan, dan sifat
alam semesta tidak bersifat materiil. Sebagai aliran dalam filsafat, idealisme meyakini
bahwa pengetahuan tidak lebih dari peristiwa dalam jiwa manusia. Fakta yang diketahui
manusia tidak termasuk di dalamnya.
Proses melihat dan mengasumsikan bahwa hal yang nyata hanyalah sebuah idea.
Idea itu sendiri selalu tetap, atau tidak mengalami perubahan dan pergeseran, dan mereka
yang mengalami gerak tidak digolongkan sebagai ide. Poin terpenting dari ajaran ini
adalah manusia yang berpikir roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari materi
untuk kehidupan manusia. Pada dasarnya roh dianggap sebagai hakikat sesungguhnya,
sehingga objek atau materi semacam itu disebut roh atau sukma. Sedangkan, poin-poin
yyang diangkat oleh idealisme ialah jiwa yang memiliki tempat utama di alam semesta.
Bagi aliran idealisme, siswa adalah orang yang mandiri dan makhluk spiritual.
Mereka yang bersikukuh pada idealisme selalu menunjukkan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah ekspresi keyakinan dan merupakan pusat utama pengalaman pribadinya
sebagai makhluk spiritual. Dengan demikian, model pemikiran filosofis idealis ini dapat
dengan mudah ditransfer ke sistem pengajaran di kelas. Guru yang berkeyakinan pada
idealisme biasanya berpikir bahwa spiritualitas adalah kenyataan, dan mereka tidak
melihat siswa sebagai diri mereka sendiri tanpa adanya spiritualitas. Model pendidikan
yang diajarkan oleh filsafat idealis berpusat pada idealisme. Mengajar tidak sepenuhnya
berpusat pada anak, juga bukan materi pelajaran, bukan pula masyarakat, tetapi
idealismelah sebagai pusatnya.
3.2 Saran
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mubin, Ali. 2019. Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme. Rausyan Fikr. 15 (2) hal 25-
39.
Rusdi. 2013. Filsafat Idealisme (Implikasinya Dalam Pendidikan). Dinamika Ilmu. 13 (2)
hal 236-249.
Suripto. 2012. Filsafat Idealisme dan Implementasinya dalam Pendidikan. Jurnal Studi
Pendidikan Islam. 1 (1) hal 89-116.
12