PSIKOLOGI KOGNITIF
Dosen Pengampu: Titis
Disusun oleh:
NAMA:
1. Sri Endah Mianti
2. Vika Apriyanti
3. Nurjanah
4. Ibnu Sidiq Ertanto
5. Irma Nurhayati
6. Tarista Dara Anggita
KELAS: A2/SEMESTER 2
A. Pendahuluan
Psikologi kognitif mulai diperkenalkan pada akhir abad ke-19, yaitu
dengan lahirnya teori belajar Gestalt, dan salah satu tokoh psikologi Gestalt
adalah Mex Wertheimer, di mana ia meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Kemudian dilanjutkan oleh Kurt Kaffka yang mencoba
untuk menguraikan secara terperinci hukum-hukum pengamatan. Tokoh yang
lain adalah Wolfgang Kohler yang meneliti tentang insight pada simpanse.
Hasil penelitian tokoh tersebut telah memunculkan “Psikologi Gestalt” yang
mengutamakan pembahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan
pemetaan dalam pengalaman.
Para penganut Gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu
berstruktur dan terbentuk dalam suatu keseluruhan. Berarti orang yang sedang
belajar, akan mengamati stimulus secara keseluruhan yang terorganisasi dan
bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Selanjutnya, Kohler dalam penelitiannya menemukan adanya insight
pada seekor simpanse, dengan cara menghadapkannya pada masalah
bagaimana cara memperoleh pisang yang terletak di luar kandang.
Wertheimer selanjutnya berpendapat bahwa dalam proses belajar,
tidaklah tepat mempergunakan metode menghafal, tetapi lebih baik bila
murid belajar dengan pengertian atau pemahaman. Oleh karena itu, para ahli
jiwa dari aliran kognitif berpebdapat bahwa tingkah laku seseorang senantiasa
didasarkan pada kognisi yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di
mana tingkah laku itu terjadi.
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum
dan mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental sejauh
berkaitan dengan cara manusia berpikir dalam memperoleh pengetahuan,
mengolah kesan-kesan yang masuk melalui indra, pemecahan masalah,
menggali ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Pengertian Psikologi Kognitif
Inteligesi berasal dari kata intelligere yang berati menghubungkan
atau menyatukan satu sama lain. Menurut Stern, inteligansi ialah daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat
berpikir menurut tujuannya. Menurut Piaget, inteligensi adalh sejumlah
struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
Psikologi kognitif adaah salah satu cabang dari psikologi dengan
pendekatan kognitif untuk memahami perilaku manusia. Psikologi kognitif
mempelajari tentang cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari,
menalar, mengingat dan berfikir tentang suatu informasi.
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang melibatkan
pengetahuan dan pengembangan intelektual siswa ( Blom, 1956 ). Secara
tidak langsung kemampuan ini pasti dimiliki oleh siswa. Namun, tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh setiap siswa berbeda tergantung bagaimana
dan sejauh mana kemapuan dilatihkan.
C. Perkembangan Psikologi Kognitif
Fase-fase jalur belajar pengaturan kegiatan kognitif:
1. Fase motivasi: untuk mendapat motivasi siswa harus memeras otaknya
sendiri.
2. Fase konsentrasi: anak harus mengamati dengan cermat, jika penyelesaian
masalah memerlukan pengamatan.
3. Fase pengolahan: anak harus menggali dari ingatannya terhadap siasat
yang pernah digunakan untuk mengatasi hal serupa, yang cocok untuk
suatu problem.
4. Fase umpan balik: konfirmasi tepat dan tidaknya penyelesaian yang
ditempuh.
c. Proses-Proses Berpikir
Jenjang pendidikan, lingkungan sekitar serta cara hidup
mempengaruhi proses-proses dan pola berpikir kita. Orang yang
berpendidikan tinggi, hidup di lingkungan berpendidikan dan cara
hidup yang modern, biasanya akan mencari suatu informasi dengan cara
yang berbasis teknologi yang lebih cepat dan praktis. Ini karena mereka
telah dibentuk menjadi pribadi yang modern dengan cara berpikir yang
cepat.
I. Asumsi-asumsi dalam Psikologi Kognitif
1. Proses Kognitif lebih bersifat aktif daripada pasif.
Psikologi kognitif mendasarkan pandangannya pada kenyataan
bahwa ma-nusia adalah aktif/tidak pasif. Artinya, manusia selalu berupaya
mencari in-formasi, memperoleh pengetahuan, dan mengikuti
perkembangan pengeta-huan baru. Pandangan ini berbeda dengan
behavioristik yang memandang manusia itu pasif (merespon hanya jika
ada stimulus).
2. Proses Kognitif terjadi secara sangat efisien dan akurat.
Dalam perkembangan berbahasa seseorang manusia, dari sekedar
kata-kata tak berarti sampai dapat mengucapkan kalimat panjang dengan
bahasa yang beraneka macam, sebenarnya dilandasi dengan kemampuan
kognitif manusia untuk mengenal kata-kata baru, struktur bahasa yang
kompleks dan menyimpannya banyak informasi yang terkait dalam
memori. Oleh karena itu manusia mampu memanfaatkan kemampuannya
tersebut secara efisien dan akurat. Kalau terjadi kesalahan dalam
pemanfaatan informasi yang tersimpan, maka ini terjadi karena
ketidaktepatan penggunaan strategi dalam mengenal dan menyimpan
informasi ke dalam kognitifnya.
3. Proses Kognitif cenderung lebih baik apabila berkaitan dengan infor-masi
yang positif dari pada informasi yang negatif.
Artinya individu akan lebih mudah memahami bentuk kalimat
pernyataan yang positif dari pada kalimat yang negatif.
Misal :
a. “Amin adalah anak yang jujur” lebih mudah dipahami dari pada “Amin
bukan anak yang tidak jujur”.
b.“Mahatir merupakan perdana menteri yang tangguh” lebih mudah
dipahami dari pada “Mahatir bukan merupakan perdana menteri yang
tidak tangguh”.
Kebanyakan orang yang cenderung lebih akurat dalam mengingat
informasi positif dari pada informasi negatif. Artinya, dalam membentuk
konsep, kinerja pikiran lebih baik dalam memilih contoh-contoh konsep
yang positif daripada contoh konsep yang negatif. Termasuk dalam tugas
penalaran, lebih mudah bila berhubungan dengan informasi positif dari
pada negatif.
Contoh :
a. “Kera, kerbau, sapi, kangguru, adalah mamalia” merupakan konsep
yang lebih mudah diingat dari pada konsep ‘Kupu-kupu, ikan, siput
bukan contoh binatang mamalia”
b. Pernyataan : “Individu yang puas terhadap pekerjaannya akan memiliki
motivasi kerja lebih baik daripada mereka yang tidak puas” lebih
mudah dinalar dari pada pernyataan : “Seseorang tidak akan memiliki
motivasi kerja lebih baik kecuali ia merasa puas dengan pekerjaannya
daripada orang lain”
4. Umumnya Proses Kognitif tidak dapat diamati secara langsung.
Kita tidak dapat melihat apa yang terjadi dalam pikiran seseorang
yang sedang menghafal, membuat keputusan/memecahkan masalah.
Sehingga agak sulit untuk menerangkan proses kognitif secara langsung.
Untuk itu sering digunakan 2 atau 3 teori dalam menerangkan serta
menggunakan cara men-terjemahkan proses kognitif tersebut kedalam
respon-respon tertentu yang dapat diamati dan diukur.
5. Proses Kognitif saling berkaitan antara unit satu dengan yang lain, dan
tidak bisa bekerja secara terpisah.
Persepsi, sebagai salah satu yang melibatkan proses kognitif,
bukanlah semata-mata pemrosesan stimulus dari luar (bottom-up
processing), tapi yang melibatkan pengolahan pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan (top-down processing).
Contoh :
Saat menghadapi ujian/tes, seseorang akan melewati tahapan :
Identifikasi kata-kata dalam soal dan memahaminya
Memeriksa memori untuk mencari jawaban
Jika jawaban ditentukan dalam memori, maka diinformasikan dalam
suatu rencana untuk memunculkannya dalam kata-kata.
Mentransformasi jawaban ke dalam jawaban nyata.
Dalam suatu aktivitas mental ada serangkaian perintah atau proses
yang saling berhubungan, antara lain : identifikasi, pemberian arti,
penggunaan ingatan, dll. Artinya, karateristik penting dari proses analisa
informasi adalah melibatkan jejak rangkaian perintah untuk mengaktifkan
proses mental terhadap suatu in-formasi yang berwujud suatu kegiatan
kognitif yang khas.
J. Tokoh Teori Belajar Kognitif
1. Kemampuan Kognitif menurut Revisi Taksonomi Bloom
Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya telah
terjadi perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi. Jadi hasil
belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai
produk dari proses belajar.
Selain ranah afektif dan psikomotorik, hasil belajar yang perlu
diperhatikan adalah dalam ranah kognitif. Dalam Taksonomi Bloom yang
direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into Practice, aspek
kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan sebagai berikut:
Hieraki Ranah Kognitif Menurut Revisi Taksonomi Bloom
a. Mengingat (remembering)
Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya.
Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar
bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek
pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan
terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu
mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata operasional mengetahui
yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang,
mengidentifikasi, memasangkan, menandai, menamai.
b. Memahami (understanding).
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa
mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untk
mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui.
Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi,
namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang
diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan,
meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan,
membeberkan.
c. Menerapkan (applying).
Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu,
mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun
tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan
prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif
yaitu menjalankan dan mengimplementasikan. Kata oprasionalnya
melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,
mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan,
mendeteksi.
d. Menganalisis (analyzing).
Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke
unsur-unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan
antar unsur-unsur tersebut. Kata oprasionalnya yaitu menguraikan,
membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur,
mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan,
menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.
e. Mengevaluasi (evaluating).
Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria
dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup
dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata
operasionalnya yaitu menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
f. Mencipta (creating).
Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu
bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam
kategori ini yaitu membuat, merencanakan, dan memproduksi. Kata
oprasionalnya yaitu merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, mengubah.
2. Teori Jean Pieget (1896-1980)
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat
susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne,l976: 71).
Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan
perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf.
Salah satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan
kognitif ini adalah teori Piaget.
Jean Piaget, yang hidup dari tahun 1896 sampai tahun 1980, adalah
seorang ahli biologi dan psikologi berkebangsaan Swiss. Ia merupakan
salah seorang yang memmuskan teori yang dapat menjelaskan fase-fase
perkembangan kognitif. Teori ini dibangun berdasarkan dua sudut
pandang yang disebut sudut pandang aliran struktural (structuralism) dan
aliran konstruktif (constructivism).
Aliran struktural yang mewarnai teori Piaget dapat dilihat dari
pandangannya tentang inteligensi yang berkembang melalui serangkaian
tahap perkembangan yang ditandai oleh perkembangan kualitas struktur
kognitif. Aliran konstruktif terlihat dari pandangan Piaget yang
menyatakan bahwa, anak membangun kemampuan kognitif melalui
interaksinya dengan dunia di sekitarnya.
Dalam hal ini, Piaget menyamakan anak dengan peneliti yang
selalu sibuk membangun teori-teorinya tentang dunia di sekitarnya,
melalui interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya. Hasil dari interaksi
ini adalah terbentuknya struktur kognitil, atau skemata (dalam bentuk
tunggal disebut skema) yang dimulai dari terbentuknya struktur berpikir
secara logis, kemudian berkembang meqjadi suatu generalisasi
(kesimpulan umum).
3. Teori Lev Vygotsky (1896-1934)
Melalui teori revolusi sosio kulturnya, Vygotsky mengemukakan
bahwa manusia memiliki alat berpikir (tool of mind) yang dapat
dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam
melakukan tindakan, memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai
kapasitas alami (Brodova dan Deborah,1996;26). Vygotsky
mengemukakan beberapa kegunaan dari alat berpikir manusia yaitu:
Membantu memecahkan masalah, seseorang akan mampu mencari
jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Anak-anak akan
mencoba memecahkan masalah dalam permainan yang sedang
dikerjakan(mencari jejak).
Memudahkan dalam melakukan tindakan, dengan alat berpikirnya
setiap individu akan dapat memilih tindakan atau perbuatan seefektif
dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan itu adalah cerminan dari
berfungsinya alat berfikir.
Memperluas kemampuan,melalui berbagai eksplorasi yang dilakukan
seorang anak melalui panca inderanya, maka akan semakin banyak hal
yang akan ia ketahui.
Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya, alat berpikir
berkembang secara alami, mengikuti apa yang terjadi di sekitarnya.
Semakin banyak stimulasi yang diperoleh anak saat berinteraksi
dengan lingkungan, maka akan semakin cepat berkembang fungsi
pikirnya.
4. David Ausubel
Menurut Ausubel dalam buku karya Drs. Bambang Warsita bahwa
“belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi secara
nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya”(2008:72). Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik.
Dimana Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep
atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan
konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga
konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan
pengembang program pembelajaran dengan berusaha mengetahui dan
menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu
memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
5. Jerome Bruner (1997)
Berdasarkan Drs. Wasty Soemanto (1997:127) dan Drs. Bambang
warsita(2008:71) dimana Jarome Bruner mengusulkana teori yang
disebutnya free discovery learning.Teori ini bertitik tolak pada teori
kognitif, yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahan. Maksudnya, teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi
dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau
mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
6. Albert Bandura
Bandura berpendapat tentang teori kognitif sosial. Seperti yang
dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang
menyatakan bahwa teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory)
merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan
peran penting dalam pembelajaran.
Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid
untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan
murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor
kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu
sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk
mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi,
keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
7. Kurt Lewin(1991)
Merupakan tokoh teori belajar kognitif adalah Kurt Lewin yang
menyatakan tentang teori belajar medan kognitif (cognitive-field learning
theory). Seperti yang di jelaskan oleh Nana Sudjana dalam bukunya yang
menjelaskan bahwa dalam teori belajar medan kognitif, “belajar
didefinisikan sebagaai proses interaksional dimana pribadi menjangkau
wawasan-wawasan baru dan atu merubah sesuatu yang lama”(1991:97).
K. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif
Berdasarkan pendapat dari Drs. Bambang Warsita (2008:89) yang
menyatakan tentang prinsip- prinsip dasar teori kognitivisme, antara lain:
Pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan
Peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran
Menekankan pada pola pikir peserta didik
Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan
menyimpan informasi dalam ingatannya
Menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran
sebagai proses aktif di dalam diri peserta didik
Menerapkan reward and punishment
Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang
disampaikan guru, tetapi juga pada cara peserta didik memproses
informasi tersebut.
http://www.google.com/#hl=en&output=search&sclient=psy-
ab&q=kemampuan+kognitif&oq=kemampuan+&gs 18:58 20 Maret 2013
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0606175_chapter1.pdf
18:59 20 maret 2013.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-teori-belajar-kognitif-
dan.html.
http://kajianpsikologi.blogspot.com/2011/11/psikologi-kognitif.html.
http://www.e-jurnal.com/konsep-konsep-dasar-psikologi-kognitif/.