Disusun Oleh:
Hidayatullah
C14080020
I.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menerapkan prinsip-
prinsip pengambilan, pengawetan, dan pengamatan sperma, serta mengetahui
pergerakan dan umur sperma.
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Perbandingan Sperma Pada Setiap Perlakuan Setelah 1
jam Perlakuan
Perlakuan Ulangan Umur sperma Indeks Kriteria
Pengencer Suhu (detik) Motalitas
NaCl Dingin 1 - 0 Semua sperma tidak bergerak
dan bergetar
2 2’45’’ 5 Semua sperma bergerak sangat
cepat dengan pergerakan ekor
bervariasi
Ruang 1 - 0 Semua sperma tidak bergerak
dan bergetar
2 3’48’’ 3 Banyak sperma bergerak cepat
dan yang lain bergetar di
tempat
Tanpa Dingin 1 10’ 0.25 Banyak sperma tidak bergerak,
NaCl kadang-kadang terlihat
bergetar lemah
2 1’15’’ 2 Banyak sperma bergetar
dengan sedikit memperlihatkan
pergerakan sperma
Ruang 1 2’41’’ 3 Banyak sperma bergerak cepat
dan yang lain bergetar di
tempat
3.2 Pembahasan
Sperma merupakan gamet jantan yang dihasilkan oleh testis. Sperma dari
beberapa spesies ikan famili cyprinidae berwarna kekuning-kuningan menyerupai
susu. Sperma meliputi dua bagian, yaitu zat cair dan sel. Cairan merupakan tempat
hidup sperma. Sel-sel yang hidup dan bergerak disebut spermatozoa, dan zat cair
dimana sel-sel tersebut berenang disebut plasma seminal (Hoar, 1979).
Spermatozoa merupakan sel padat dan sangat khas, tidak tumbuh atau membagi
diri serta tidak mempunyai peranan fisiologis apapun pada hewan yang
menghasilkannya, semata-mata hanya untuk membuahi telur pada jenis yang sama
(Pangestuningtias 1993).
Pengaruh perlakuan larutan fisiologis NaCl yang diberikan terhadap
sperma dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa. Hal ini seperti yang
diungkapkan (Rustidja 1985 dalam Hidayaturrahmah 2007) yang menyatakan
arutan fisiologis yang digunakan sebagai pengencer organik pada suatu percobaan
dapat mempertahankan daya hidup sperma sekitar 20-25 menit, hal ini
dikarenakan larutan fisiologis mengandung unsur elektrolit yang dapat
mempertahankan daya hidup spermatozoa secara in vitro. Larutan garam
fisiologis diperlukan karena natrium (Na) merupakan kation utama dalam cairan
ekstraseluler yang memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya,
juga pada pembentukan potensial listrik yang perlu bagi kontraksi otot dan
penerusan impuls saraf. Sehingga untuk tujuan preservasi larutan fisiologis adalah
bahan pengencer yang baik.
Motilitas adalah gerak maju ke depan dari spermatozoa secara progresif.
Kecepatan serta lamanya sperma bergerak bergantung kepada berbagai faktor,
antara lain jenis serta konsentrasi unsur yang terkandung di dalamnya, suhu, pH,
dan metabolisme sel, serta konsentrasi spermatozoa dalam cairan sperma
menerangkan bahwa semakin pendek umurnya kerena kecepatan pergerakan
spermatozoa erat hubungannya dengan derajat pergerakan. Menurut Hoar (1979),
mengemukakan bahwa sperma ikan air tawar kebanyakan masih dapat bergerak
selama 2 – 3 menit setelah lepas dari media hidup aslinya. Sperma ikan mas hanya
hidup selama 30–60 detik dalam air. Pergerakan aktif spermatozoa ikan mas
dalam air tawar dengan suhu 20oC kira-kira 106,6 detik. Penyimpanan sperma
dalam larutan pengencer NaCl fisiologis sebaiknya digunakan tidak lebih dari 60
menit setelah penampungan, untuk memperpanjang waktu simpan semen
diperlukan substitusi bahan pengencer lain yang mengandung protein atau bahan-
bahan yang dapat mempertahankan motilitas spermatozoa. Menurut Soehartojo
(1995) bahan utama yang dipakai spermatozoa sebagai sumber energi dari luar
testis adalah fruktosa yang diubah menjadi asam laktat dan energi dengan enzim
fruktolisin. Faktor kedua diduga terjadinya peningkatan waktu motilitas dan
viabilitas spermatozoa tersebut, adalah bahwa fruktosa dapat meningkatkan
aktifitas protein yang terdapat pada ekor spermatozoa.
Effendie (1979) menyatakan bahwa kemampuan spermatozoa hidup secara
normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1-2 menit. Durasi motilitas
terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar. Motilitas
spermatozoa ikan dibatasi pada periode detik dan menit karena adanya osmotic
injury. Testis sel spermatozoa mampu memakai sumber energi dari luar untuk
melanjutkan hidupnya.
Prinsip penyimpanan sperma adalah mengurangi pergerakan spermatozoa,
tetapi tetap dapat memperlihatkan aktivitasnya untuk membuahi telur dengan cara
mempertahankan kapasitas pergerakannya Hoar (1979). Hal yang sama juga
dikemukakan oleh (Toelihere, 1985 dalam Pangestuningtias, 1993). bahwa
pendinginan sperma dari suhu tubuh ke suhu lemari es, menyebabkan sperma
kehilangan motilitas secara bertahap sampai pergerakannya terhenti. Menurut
(Lgler et al.,1972 dalam Pangestuningtias, 1993) ketahanan hidup sperma
dipengaruhi oleh temperatur dan pada umumnya dapat hidup lebih lama pada
temperatur rendah. (Taurin, 1977 dalam Pangestuningtias, 1993) menyatakan
bahwa sebagai pertimbangan utama dalam penyimpanan sperma, yaitu terletak
pada suhu tempat penyimpanan. Penyimpanan sperma dalam temteratur rendah
memegang peranan penting dalam reproduksi sel. Peningkatan suhu akan
meningkatkan kadar metabolisme sehingga dapat menurangi daya tahan hidup
sperma, sehingga pada suhu dingin energi yang dibutuhkan akan menjadi lebih
sedikit dan sperma dapat bergerak dengan dengan cepat. Hal ini sesuai dengan
grafik 1 yang memperlihatkan bahwa pada perlakuan suhu dingin kemampuan
hidup sperma dapat mencapai 600 detik. Begitu juga dengan motilitas sperma
pada suhu dingin dapat mencapai indeks tertinggi yaitu 5.
Penurunan kualitas spermatozoa selama penyimpanan, baik persentase
motilitas maupun keutuhan membran plasma diduga akibat banyaknya
spermatozoa yang mati dan menjadi toksik terhadap spermatozoa lain yang masih
hidup, sehingga secara umum kualitasnya menjadi menurun. Keberadaan zat yang
bersifat toksik baik yang berasal dari spermatozoa yang telah mati maupun yang
berasal dari zat yang terkandung dari pengencer yang telah mengalami oksidasi
akibat penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kadar radikal bebas yang dapat
merusak keutuhan membran plasma spermatozoa. Apabila membran plasma
spematozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan
terganggu dan mulai kehilangan motilitasnya sehingga mengakibatkan kematian
spermatozoa. Dari hasil percobaan diketahui bahwa lama hidup sperma paling
optimal terdapat pada perlakuan tanpa NaCl suhu dingin yaitu selama 600 detik
dan indeks motilitas paling optimal terdapat pada perlakuan tanpa dan adanya
NaCl pada suhu dingin dengan indeks motilitas 5.
Larutan NaCl fisiologis sering digunakan sebagai bahan pengencer semen
yang memberikan sifat buffer dan mampu mempertahankan pH semen dalam suhu
kamar, selain itu NaCl fisiologis dapat memperpanjang umur sperma karena
bersifat isotonis dengan cairan sel. Didalam larutan elektrolit terdapat ion-ion
yang dapat memenuhi kebutuhan sperma untuk mempertahankan motilitas dan
umur sperma. Dalam pengawetan sperma dapat dilakukan dengan menggunakan
air kelapa, seperti yang diungkapkan oleh (Wolf dan Quimby, 1969 dalam
Darlina, 1996) yang menyatakan bahwa air kelapa berpotensi sebagai pelarut
sperma karena mengandung nitrogen, phosphoric acid, potassium, calcium oxide,
magnesium oxide, besi, gula tereduksi, dan abu. Larutan fisiologi sangat potensial
sebagai pelarut sperma karena larutan ini berfungsi mempertahankan pH, tekanan
osmotik, menyediakan ion-ion esensial dan glukosa sebagai sumber dan glukosa
sebagai sumber energi. Selain itu dapat dilakukan dengan metode Cryopreservasi
sperma. Prinsip yang berlaku bahwa pendinginan dengan suhu di bawah 0 ˚C,
akan menimbulkan dampak pembentukan kristal-kristal es (Ice formation). Jika
hal itu terjadi maka struktur dari kristal-kristal es itu akan merusak sel sperma
ikan. Oleh karena itu diperlukan penambahan suatu bahan yang bisa menghambat
pembentukan kristal es. Bahan itu disebut sebagai cryoprotectant agent
(Pangestuningtias, 1993).
4.2. Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya dapat digunakan jenis ikan yang
berbeda serta habitat yang berbeda-beda pula dan metode pengawetan yang
dipraktikumkan lebih banyak sehingga dapat diketahui metode yang terbaik untuk
diaplikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Darlina, Lina. 1996. Pengaruh Lama Waktu Penyimpanan Telur Dalam Larutan
Fisiologis NaCl dan Finger Terhadap Derajat Pembuahan Telur,
Kelangsungan Hidup Embrio, dan Penetasan Telur Ikan Mas (Cyprinus
carpio L). Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan Cetakan I. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Hoar. 1971. Fish Physiology Volume III. Academic Press : New York.
Pangestuningtias, J.W. (1993). Study tentang Pengaruh Radiasi Sinar Ultra Violet
dan Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Terhadap
Persentase Pembuahan dan Persentase Penetasan Telur. Fakultas
Peternakan, Universitas Dipenogoro, Semarang.