Anda di halaman 1dari 6

POLA KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI PADA

KELUARGA BAPAK MARTINUS TEGU

Bartolomeus Hada Lelawayang

Pendahuluan global untuk menurunkan angka kurang


gizi di tahun 2025. Data pemerintah
Masalah gizi di Indonesia yang menunjukkan 37% anak balita menderita
terbanyak meliputi gizi kurang atau stunting, 12% menderita wasting (terlalu
mencakup susunan hidangan yang tidak kurus untuk tinggi badan mereka) dan 12%
seimbang maupun konsumsi keseluruhan mengalami kelebihan berat badan.
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Penduduk miskin di Indonesia memiliki
Anak balita (1-5 tahun) merupakan kemungkinan menderita stunting 50 persen
kelompok umur yang paling sering lebih tinggi dibandingkan dengan mereka
menderita akibat kekurangan gizi (KEP) dari golongan menengah keatas. Namun
atau termasuk salah satu kelompo demikian, hampir 30 persen anak
masyarakat yang rentan gizi (Achmad Indonesia dari golongan menengah keatas
Djaeni, 2012). Gizi kurang atau gizi buruk juga mengalami stunting. Kesenjangan
pada balita dapat berakibat terganggunya prevalensi kekurangan gizi antar provinsi
pertumbuhan jasmani dan kecerdasan dan kabupaten masih cukup lebar. Angka-
mereka. Kalau cukup banyak orang yang angka tersebut termasuk sangat tinggi bagi
termasuk golongan ini masyarakat yang negara berpenghasilan menengah. Upaya
bersangkutan sulit sekali berkembang. untuk menurunkan angka kurang gizi di
Dengan demikian jelas masalah gizi Indonesia sejak tahun 2007 belum
merupakan masalah bersama dan semua menunjukkan hasil yang berarti, ini berarti
keluarga harus bertindak atau berbuat jumlah anak penderita kurang gizi terus
sesuatu bagi perbaikan gizi (Adriani M, meningkat seiring dengan bertumbuhnya
2012). Ada beberapa faktor yang jumlah penduduk. (Unicef, 2015).
mempengaruhi status gizi antara lain:
kurangnya informasi, kurangnya daya beli Konsumsi rumah tangga merupakan
masyarakat merupakan hal yang paling salah satu kegiatan ekonomi rumah tangga
utama, tetapi sebagian kasus kurang gizi untuk memenuhi berbagai kebutuhan
akan bisa diatasi masyarakat dengan barang dan jasa. Dari komoditi yang
memanfaatkan sumber daya yang ada dikonsumsi itulah keluarga akan mempu-
( ulfa agus, 2012). nyai kepuasan tersendiri. Oleh karena itu,
konsumsi seringkali dijadikan salah satu
Berdasarkan Laporan Gizi Global indikator kesejahteraan keluarga. Makin
2014 menempatkan Indonesia diantara 31 besar pengeluaran untuk konsumsi barang
negara yang tidak akan mencapai target
dan jasa, maka makin tinggi tahap bersumber dari kuisioner . Dengan Poulasi
kesejahteraan keluarga tersebut (Akmal, penelitian sebanyak 5 responden dari anak
2013). Bapak Martinus Tegu. Kemudian peneliti
melakukan Pengukuran untuk mengetahui
Peran keluarga khususnya orang tua umur, berat badan dan tinggi badan
merupakan faktor penting dalam rangka digunakan sebagai data untuk mengetahui
peningkatan status gizi anak. Penghasilan status gizi .Teknik sampling yang
keluarga menjadi parameter dalam digunakan adalah total sampling dengan
pemenuhan status gizi anak, terutama uji analisis data Kendall Tau.
dalam penyediaan makanan dalam
keluarga kaitannya dengan pengeluaran Hasil Dan Membahasan
untuk makan. Kondisi kesehatan dan gizi
banyak dipengaruhi oleh pola makan dan 1. Hasil
keragaman gizi individu dan ini sangat Tabel 1.1 Karakteristik responden
tergantung pada kondisi ekonomi keluarga. berdasarkan usia
Keluarga dengan status sosial ekonomi Umur Frekuensi Persentase
lebih baik besar kemungkinan mempunyai (f) (%)
anggota keluarga dengan status gizi yang 14 2 6.25
lebih baik pula, demikian pula sebaliknya 9 1 25
(Suhardjo, 2013). 6 1 20
3 1 15
Metode Dan Penelitian (sumber: primer, 2021)
Berdasarkan tabel 1.1 dapat
Penelitian ini merupakan studi diketahui bahwa sebagian besar
deskriptif – observasional yang dilakukan responden berumur 14 tahun
pada bulan April 2021. Penelitian ini sebanyak 2 responden (6,25%), dan
menggunakan data primer . Data primer sebagian kecil responden berusia 3
tahun sebanyak 1 responden (15%).

Tabel 1.2 Status gizi anak pada keluarga Bapak Martinus Tegu
Status Gizi BB/TB Frekuensi Persentase(%
)
BB Kurang (≤18,5) BB antara 46 – 47 kg dan 2 15,75
TB antara 163 – 164 cm
BB Normal (18,5 - BB antara 27 – 29 kg dan 2 15,75
22,9) TB antara 131 – 134 cm
BB Lebih (≥23) BB 13 kg dan TB antara 1 15
83 cm
(sumber: primer, 2021)
Berdasarkan tabel 1.2 dapat Tabel 1.3 Pola konsumsi makanan
diketahui bahwa status gizi anak Pola Frekuensi Persentase
pada keluarga Bapak Martinus Tegu Konsumsi (f) (%)
paling banyak status gizi dalam Makanan
kategori normal sebanyak 2 Pola 1 15
(15,75%) responden dengan berat makan
badan antara 27 – 29 kg dan TB kurang
antara 131 – 134 cm. Untuk status Pola 2 15,75
gizi dalam kategori kurang sebanyak makan
2 (15,75%) responden dengan berat cukup
badan antara 46 – 47 kg dan TB Pola 2 15,75
antara 163 – 164 cm. Sementara makan
untuk kategori status gizi lebih baik
sebanyak 1 (15%) responden dengan (sumber: primer, 2021)
berat badan antara 13 kg dan TB
Pada tabel 1.3 diketahui
antara 83 cm.
responden dengan pola konsumsi
paling banyak adalah pola konsumsi
makanan kategori cukup dan baik
sebanyak 2 (15,75%) responden,
sedangkan untuk kategori kurang
sebanyak 1 (15%) responden.

Tabel 1.4 Hasil kuisioner pola konsumsi makanan pada anak keluarga Bapak Martinus
Tegu

No Pertanyaan Jumlah
Frekuens Persentase
i (%)
1 Sewaktu – waktu makan tiga kali dalam sehari dengan 5 31
gizi seimbang seperti nasi, lauk pauk, dan sayuran
2 Sewaktu – waktu sarapan sebelum beraktivitas di pagi 5 31
hari
3 Sewaktu – waktu hanya mengkonsumsi makan nasi 5 31
dengan lauk pauk saja tanpa sayuran dalam sehari
4 Sewaktu – waktu mengkonsumsi makanan instan 5 31
seperti mie untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh
5 Sewaktu – waktu hanya mengkonsumsi makan nasi 5 31
dengan sayur saja tanpa lauk pauk dalam sehari
2. Pembahasan disesuaikan dengan kebutuhan gizi
dalam tubuh.
Karakteristik Keluarga
Keluarga mempunyai peran Pola Konsumsi Balita
penting pada status gizi anaknya, Menurut Khumaidi (2012),
terutama dalam pemenuhan makan berdasarkan taraf ekonomi, golongan
sehari-hari. Berdasarkan Persagi masyarakat ekonomi kuat
dalam Supariasa, dkk (2012), faktor mempunyai kebiasaan makan dengan
tidak langsung yang memengaruhi konsumsi rata-rata melebihi angka
status gizi ialah ketersediaan pangan kecukupannya. Sebaliknya, golongan
di rumah, perawatan atau pola masyarakat ekonomi lemah yang
pengasuhan, serta pelayanan justru pada umumnya produsen
kesehatan. pangan, mereka mempunyai
Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan makan yang memberikan
sebagian besar penghasilan keluarga nilai gizi di bawah kecukupan
ialah rendah (di bawa UMR). Hal jumlah maupun mutunya.
tersebut sesuai dengan Suhardjo Berdasarkan hasil penelitian pada
(2010) yang menyatakan bahwa pada keluarga Bapak Martinus Tegu, pola
umumnya jika penghasilan naik, konsumsi makanan paling banyak
jumlah dan jenis makanan cenderung adalah kategori cukup sebanyak 2
meningkat pula. Peningkatan (15,75%) responden. Kategori cukup
penghasilan perorangan akan artinya responden masih belum
menyebabkan perubahan dalam melengkapi makanan yang
susunan makanan. Namun seharusnya dikonsumsi.
pengeluaran yang lebih banyak untuk Dalam hasil kuisioner
pangan tidak menjamin lebih diperoleh bahwa pola makan pada
beragamnya makanan yang keluarga Bapak Martinus memiliki
dikonsumsi. Diketahui bahwa kesamaan karena di dalam keluarga
sebagian besar penghasilan rendah Martinus Tegu memenuhi kebutuhan
sehingga jenis makanan yang sama dalam perhari. Hasil penelitian
dikonsumsi kurang beragam baik tersebut sesuai dengan Khumaidi
dalam hal jenis serta susunan (2012), bahwa pada umumnya
makanan tersebut. keluarga yang berpendapatan rendah
Jumlah anggota keluarga juga hanya mampu membeli bahan
dapat memengaruhi pembagian makanan yang harganya murah
makanan pada keluarga. Menurut meskipun mutunya rendah, asalkan
Khumaidi (2011), distribusi makanan banyak dan mengenyangkan. Bahkan
sering kali dihubungkan dengan mereka tidak dapat makan daging,
status yang terjalin antara anggota telur, ikan, atau minum susu setiap
keluarga dari pada kebutuhan hari namun hanya sesekali saja
gizinya. Anggota keluarga pria yang dalam sebulan atau
lebih tua (ayah) mendapatkan jumlah setahun.
dan mutu susunan makanan yang
lebih baik daripada anak kecil dan
perempuan. Pembagian makan harus
Status Gizi Anak Pada Keluarga KESIMPULAN
Bapak Martinus Tegu
Status gizi merupakan pangan merupakan kebutuhan dasar
keseimbangan antara asupan zat gizi manusia dalam proses tumbuh dan
dengan kebutuhan zat gizi untuk berkembang. Ningrum menyatakan bahwa
proses metabolisme tubuh (Utami ketersedian pangan rumah tangga yang
Wahyuningsih, et al, 2014); (Dian cukup baik merupakan modal utama dalam
Agnesia, 2019). Status gizi dibagi perbaikan status gizi dalam rumah tangga
menjadi tiga yakni status gizi kurang,
(Hartina et al, 2020).
status gizi normal dan status gizi
lebih. Penelitian status gizi remaja Keluarga mempunyai peran penting
didasarkan pada IMT (Indeks Massa
pada status gizi anaknya, terutama dalam
Tubuh) yang merupakan hasil
pembagian dari berat badan dan pemenuhan makan sehari-hari.
tinggi badan yang dikuadratkan Berdasarkan Persagi dalam Supariasa, dkk
(Merita, et al, 2018). Berdasarkan (2012), faktor tidak langsung yang
hasil penelitian pada keluarga Bapak memengaruhi status gizi ialah ketersediaan
Martinus Tegu ditemukan paling pangan di rumah, perawatan atau pola
banyak anak dengan kategori status pengasuhan, serta pelayanan kesehatan.
gizi normal sebanyak 2 (15,75%)
responden. Status gizi normal artinya DAFTAR PUSTAKA
tidak terjadinya kekurangan atau Adianti, Prihatini, & Hermina. (2016).
kelebihan gizi pada individu. Hal ini Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Individu
dapat dilihat pada hasil penilaian Tentang Makanan Beraneka Ragam sebagai
IMT 18,2 – 22,9 dengan berat badan Salah satu Inidkator Keluarga Sadar Gizi
normal antara 27 – 29 kg dan tinggi (KADARZI). Buletin Penelitian Kesehatan.
badan antara 131 – 134 cm. 44.(2). 117-126.
Berdasarkan data status gizi
anak pada Keluarga Bapak martinus Badan Penelitian dan Pengembangan
Tegu dapat disimpulkan bahwa Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
responden telah memenuhi status (RISKESDAS)
gizi yang dipengaruhi oleh beberapa 2013. Lap Nas 2013. 2013:1-384. doi:1
faktor terutama faktor pola konsumsi Desember 2013
pangan. Makanan yang mengandung
asupan gizi seperti protein, lemak, Asnah. (2016). Konsumsi Sayur, Buah, dan
karbohidrat, vitamin serta air Sumbangannya Terhadap Kecukupan Serat
merupakan makanan yang sehat Anak Usia Prasekolah Pada Keluarga
(Dwiningsih, Adriyan, 2013) yang Nelayan Di Kecamatan Teluk Nibung, Kota
dapat membantu meningkatkan Tanjungbalai Tahun 2016. Universitas
status gizi. Sumatera Utara.

Putri, D. W. (2019). Pengambilan


Keputusan Dalam Pemilihan Sayuran dan
Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Petani Sayuran Di Desa Gisting Atas
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Konsumsi Serat pada Siswa. Jurnal Ilmu
Universitas Lampung. Pendidikan. 2011; 17(4): 322-330.

Rahmawati, A. N. (2018). Pengambilan Mandira F, Indrawani YM. Konsumsi Buah


Keputusan Dalam Pemilihan Pangan Lokal dan Sayur menurut Karakteristik
Olahan dan Pola Konsumsi Pangan Rumah Responden, Pengaruh Teman Sebaya,
Tangga di Kota Metro. JIIA, 6(2), 187–195. Ketersediaan, dan Keterpaparan Media
Massa pada Siswa di SMA Negeri 115
Adelia Marista, et al. Hubungan Ketahanan Jakarta tahun 2013. [Skripsi]. Depok:
Pangan Keluarga Dan Pola Konsumsi Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan
Dengan Status Gizi Balita Keluarga Petani Masyarakat Universitas Indonesia; 2013.
(Studi di desa Jurug Kabupaten Boyolali
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Bina Gizi
tahun 2017). Jurnal Kesehatan Masyarakat. dan KIA Kementrian Kesehatan RI.
2017; 5(3):120-128 Pedoman Gizi Seimbang.

Dwiningsih, Adriyan Pramono. Perbedaan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat Tahun 2011-2015. Jakarta: Kementerian
Dan Status Gizi Pada Remaja Yang Tinggal Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan
Di Wilayah Perkotaan Dan Pedesaan (Studi Perencanaan Pembangunan Nasional,
di SMP Negeri 3 Semarang dan SMP Negeri Bappenas; 2011.
3 Mojogedang). Journal of Nutrition
College. 2013; 2(2):232-241 [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2015.
Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan.
Assegaf, N. A. (2015). Konsep Jakarta.
Kesejahteraan dan Problematika
Kemiskinan Strategi Pengentasan Lesmono WD. 2016. Analisis permintaan
Kemiskinan Melalui Program pangan hewani Indonesia dengan
generalized method of moments pada model
Faharuddin et.al. (2015). Analisis Pola quadratic almost ideal demand system.
Konsumsi Pangan di Sumatera Selatan [Tesis]. Universitas Pakuan. Bogor.
2013 : Pendekatan Quadratic Almost Ideal Mustofa, D
Demand System. Agro Ekonomi, 33 No.
2(Oktober), 121–140. Intan Claudina et al. Hubungan Asupan
Serat Makanan Dan Cairan Dengan
Yusdianto, S. (2016). Pola Konsumsi Kejadian Konstipasi Fungsional Pada
Pangan Rumah Tangga Miskin di Provinsi
Remaja Di SMA Kesatrian 1 Semarang.
Sulawesi Tengah. Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2018;
Sartika RAD. Pengaruh Pendidikan Gizi 6(1):486-495
terhadap Pengetahuan dan Perilaku

Anda mungkin juga menyukai