Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUBAHAN SOSIAL

DI KOTA BAUBAU

Kota Bau-Bau adalah kota yang mempunyai sejarah tersendiri, sebuah


kota kepulauan yang pernah menjadi pusat perkembangan dan peradaban agama
Islam di Indonesia bagian Tengah dan Timur.
Kota Bau-Bau mempunyai wilayah daratan seluas 221,00 km², luas laut
mencapai 30 km² merupakan kawasan potensial untuk pengembangan sarana dan
prasarana transportasi laut.
Perubahan sosial disuatu kota (Town) berkaitan dengan perubahan ekologi
yang melingkupinya. Asumsi-asumsi dasar yang dikemukakan bertitik tolak dari
pemikiran tentang perubahan sosial sebagai gejala umum yang terjadi pada
seluruh bentuk masyarakat di dunia dan prinsip adaptif materialism.
Alternatif pendekatan adalah dengan tidak lagi melihat produksi,
melainkan reproduksi yang terefleksi pada tingkat pendapatan, daya beli dan gaya
hidup. Struktur pelapisan masyarakat diasumsikan akan merupakan unsur yang
membentuk kota melalui pengalaman hidup sehari-hari, yang masing-masing
terikat dalam konteks pasar dan pemerintahan. Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa analisis masyarakat kota dilakukan dengan melihat bahwa kota bukanlah
sebagai suatu situasi masyarakat yang homogen, terintegrasi, melainkan adalah
kumpulan kelompok-kelompok yang terpisah dalam rangkaian jaringan kegiatan
ekonomi dan pemerintahan.
Proses perubahan sosial yang terjadi di Kota Baubau dapat berlangsung
secara cepat atau lancar, dan dapat pula berlangsung secara tidak cepat atau tidak
lancar, misalnya saja dengan cara yang lambat atau tersendat-sendat. Adapun
secara umum, faktor-faktor yang diperkirakan dapat mendorong
(memperlancar/mempercepat) bagi jalannya proses perubahan sosial itu antara
lain:
1. Adanya kontak dengan kebudayaan masyarakat lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah misalnya diffusion. Difusi
adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari seseorang
kepada orang lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan
terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat
misalnya, dapat diteruskan dan disebarluaskan pada masyarakat lain, sampai
masyarakat tersebut dapat menikmati kegunaan dari hasil-hasil peradaban
bagi kemajuan manusia. Maka proses semacam itu merupakan pendorong
bagi pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-
kebudayaan umat manusia.
2. Adanya sikap terbuka terhadap karya serta keinginan orang lain untuk maju
Sikap menghargai karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju
merupakan salah satu pendorong bagi jalannya perubahan-perubahan.
Apabila sikap tersebut telah melembaga, maka masyarakat akan memberikan
pendorong bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-penemuan baru.
Pemberian hadiah nobel dan yang sejenisnya misalnya, merupakan pendorong
bagi individu-individu maupun kelompok-kelompok lainnya untuk
menciptakan karya-karya yang baru lagi.
3. Adanya Sistem pendidikan formal yang maju
Sistem pendidikan yang baik yang didukung oleh kurikulum adaptif maupun
fleksibel misalnya, akan mampu mendorong terjadinya perubahan-perubahan
sosial budaya. Pendidikan formal, misalnya di sekolah, mengajarkan kepada
anak didik berbagai macam pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan
oleh para siswa. Di samping itu, pendidikan juga memberikan suatu nilai-nilai
tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima
hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Namun jika
dikelola secara baik dan maju, pendidikan bukan hanya sekedar dapat
mengajarkan pengetahuan, kemampuan ilmiah, skill, serta nilai-nilai tertentu
yang dibutuhkan siswa, namun lebih dari itu juga mendidik anak agar dapat
berpikir secara obyektif. Dengan kemampuan penalaran seperti itu,
pendidikan formal akan dapat membekali siswa kemampuan menilai apakah
kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
jamannya atau tidak. Nah, di sinilah kira-kira peranan atau faktor pendorong
bagi pendidikan formal yang maju untuk berlangsungnya perubahan-
perubahan dalam masyarakat.
4. Sikap berorientasi ke masa depan
Adanya prinsip bahwa setiap manusia harus berorientasi ke masa depan,
menjadikan manusia tersebut selalu berjiwa (bersikap) optimistis. Perasaan
dan sikap optimistis, adalah sikap dan perasaan yang selalu percaya akan
diperolehnya hasil yang lebih baik, atau mengharapkan adanya hari esok yang
lebih baik dari hari sekarang. Sementara jika di kalangan masyarakat telah
tertanam jiwa dan sikap optimistis semacam itu maka akan menjadikan
masyarakat tersebut selalu bersikap ingin maju, berhasil, lebih baik, dan lain-
lain. Adanya jiwa dan sikap optimistik, serta keinginan yang kuat untuk maju
itupula sehingga proses-proses perubahan yang sedang terjadi dalam
masyarakat itu dapat tetap berlangsung.
5. Sistem lapisan masyarakat yang bersifat terbuka (open stratification)
Sistem stratifikasi sosial yang terbuka memungkinkan adanya gerak vertikal
yang luas yang berarti memberi kesempatan bagi individu-individu untuk
maju berdasar kemampuannya. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin
akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status
yang lebih tinggi. Dengan demikian, seseorang merasa dirinya berkedudukan
sama dengan orang atau golongan lain yang dianggapnya lebih tinggi dengan
harapan agar mereka diperlakukan sama dengan golongan tersebut.
Identifikasi terjadi di dalam hubungan superordinat-subordinat. Pada
golongan yang lebih rendah kedudukannya, sering terdapat perasaan tidak
puas terhadap kedudukan sosial yang dimilikinya. Keadaan tersebut dalam
sosiologi dinamakan “status-anxiety”. “Status-anxiety” tersebut menyebabkan
seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
6. Adanya komposisi penduduk yang heterogen
Pada kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai latar
belakang seperti kebudayaan, ras (etnik), bahasa, ideologi, status sosial, dan
lain-lain, atau yang lebih populer dinamakan “masyarakat heterogen”, lebih
mempermudah bagi terjadinya pertentangan-pertentangan ataupun
kegoncangan-kegoncangan. Hal semacam ini juga merupakan salah satu
pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
7. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki
hidupnya
Nasib manusia memang sudah ditentukan oleh Tuhan, namun adalah menjadi
tugas dan kewajiban manusia untuk senantiasa berikhtiar dan berusaha guna
memperbaiki taraf kehidupannya. Lagipula, menurut ajaran agama juga
ditekankan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu umat (termasuk
individu) selama umat (individu) tersebut tidak berusaha untuk
mengubahnya. Dengan demikian tugas manusia adalah berusaha, lalu berdoa,
sedangkan hasil akhir adalah Tuhan yang menentukannya. Adanya nilai-nilai
hidup serta keyakinan yang semacam itu menyebabkan kehidupan manusia
menjadi dinamik, dan adanya dinamisasi kehidupan inilah sehingga
perubahan-perubahan sosial budaya dapat berlangsung.
8. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
Munculnya ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan
tertentu, misalnya adanya pelaksanaan pembangunan yang hanya
menguntungkan golongan tertentu, pembagian hasil pembangunan yang tidak
merata, semakin melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dan
lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya kekecewaan dalam masyarakat.
Bahkan jika dibiarkan sampai berlarut-larut, hal semacam itu dapat
mengakibatkan terjadinya demo ataupun protes-protes yang semakin meluas,
atau bahkan kerusuhan-kerusuhan, dan revolusi. Dengan demikian adanya
ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu dapat
mendorong bagi bergulirnya perubahan-perubahan sosial budaya.
Selain sejumlah faktor-faktor di atas, terjadinya perubahan sosial dapat
pula didorong atau dipercepat karena adanya faktor-faktor intern (dari mayarakat
yang mengalami perubahan) seperti:
1. Adanya penemuan-penemuan baru
Manusia dengan kemampuan akal pikiran memiliki dorongan-dorongan yang
kuat untuk mengadakan kegiatan penelitian sehingga menghasilkan
penemuan-penemuan baru yang dikenal dengan istilah discovery.
2. Terjadinya mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk, baik yang berupa urbanisasi, bedol desa, transmigrasi,
imigrasi, emigrasi, maupun remigrasi telah menyebabkan terjadinya
pengurangan penduduk di suatu daerah tertentu dan sekaligus penambahan
penduduk di daerah lainnya. Keadaan tersebut telah menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan struktur dan lembaga kemasyarakatan.
3. Adanya konflik-konflik dalam kehidupan masyarakat
Mobilitas penduduk dengan segala macam dinamika yang terjadi juga dapat
menyebabkan terjadinya konflik-konflik sosial, baik yang melibatkan antara
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara
kelompok dengan kelompok. Konflik-konflik yang berkembang tersebut tidak
selalu bersifat negatif. Seringkali konflik yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat diikuti dengan suatu proses akomodasi yang pada gilirannya
justru akan menguatkan ikatan sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Dadot. 2010. Faktor Pendorong Perubahan Sosial. http://24bit.wordpress.com/


2010/01/04/faktor-pendorong-perubahan-sosial/

Hardiman, Gagoek. 2008. Baubau pulau Buton Sulawesi Tenggara. http://gagoek-


hardiman.blogspot.com/2008/08/bau-bau-pulau-buton-sulawesi-
tenggara.html

Muhamad, Anwar. 2013. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Perubahan Sosial.


http://www.lintasjari.com/2013/07/faktor-faktor-pendorong-terjadinya.html

Setiadi, Dony. 2009. Masalah Sosial Dalam Masyarakat. http://donysetiadi.


com/blog/2009/11/24/masalah-sosial-dalam-masyarakat/.

Subhan. 2012. Masalah Sosial Dalam Masyarakat. http://subhan-arrazi.


blogspot.com/2012/01/masalah-masalah-sosial-dalam-masyarakat.html.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUBAHAN SOSIAL
DI KOTA BAUBAU

OLEH

NAMA : MARIANA

NPM : 11 710 047

KELAS :A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2013

Anda mungkin juga menyukai