Anda di halaman 1dari 4

Nama : muhammad Reno Hartono

Kelas : 5c (MBA)
Nim :11825019
Matkul : USUL FIQIH 1
Prodi : MBS
DOSEN : M. Jali, M.Pd.I
KELAS : 5C

ESSAY UTS

1. Tuliskan pengertian hukum syara’ menurut istilah ahli ushul fiqih !


2. Tuliskan defenisi hukum wadh’i di dalam ushul fiqih !
3. Jelaskan yang dimaksud dengan sunnah dan pembagian-pembagiannya!
4. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan tingkatan-tingkatan ijma’!
5. Apa yang dimaksud munasabah dalam qiyas?

Jawab
1.  )Abdul Karim Zaidan, Ahli Hukum Islam Irak, wajib berarti:
Sesuatu yang diperintahkan /diharuskan oleh Allah dan RasulNya untuk dilaksanakan oleh
orang mukallaf (objek hukum)dan apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dari Allah,
sebaliknya jika tidak dilaksanakan diancam dosa.
2.) ukum wadh’i adalah hukum yang berhubungan dengan dua hal, yakni antara dua sebab
(sabab) dan yang disebabi (musabbab), antara syarat dan disyarati (masyrut), antara
penghalang (mani’) dan yang menghalangi (mamnu), antara hukum yang sah dan hukum
yang tidak sah.
Hukum ini dinamakan hukum wadh’i karena dalam hukum tersebut terdapat dua hal
yang saling berhubungan dan berkaitan. Seperti hubungan sebab akibat, syarat, dan lain-lain.
Tapi pendapat lain mengatakan bahwa definisi hukum wad’i adalah hukum yang
menghendaki dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu), pencegah
(al-mani’), atau menganggapnya sebagai sesuatu yang sah (shahîh), rusak atau batal (fasid),
‘azimah atau rukhshah.
Jadi, Hukum wadh’i adalah Hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang
berkaitan dengan sebab akibat, syarat, mani’, shah dan batal, sekaligus azimah dan rukhsah.

3. ) As-Sunnah secara bahasa (etimologi) adalah jalan, peraturan, cara yang dibiasakan atau
cara yang
terpuji. Sunnah lebih umum disebut dengan hadits yang mempunyai beberapa arti
secara etimologis, yaitu : Qorib artinya dekat, Jadid artinya baru, dan Khobar yang artinya
berita atau warta. Seperti dalam surah At-Tur : 34.
‫فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين‬.
Artinya : “maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka
orang-orang yang benar” (QS. At Thur; 34)
Sedangkan Sunnah menurut istilah syara’ adalah:
ِ ُ‫صفَةًأوفِ ْعالًأوقَوالًمصالنبيإلى َماأ‬
َ‫ض ْيف‬ ِ َ‫أوْ تَ ْق ِر ْيرًاا‬
Artinya: “ segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang berupa perkataan,
perbuatan, sifat atau pengakuan”
Pengertian As-Sunnah secara terminologi juga bisa dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu :
1. Menurut ulama ahli hadits, sunnah identik dengan hadits yaitu semua yang disandarkan
kepada nabi Muhammad baik perkataan, perbuatan atau ketetapannya sebagai manusia biasa
termasuk akhlaknya baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul.
2.Menurut ulama ushul fiqh, sunnah diartikan semua yang lahir dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun pengakuan.
3. Sunnah menurut para ahli fiqh, disamping mempunyai arti seperti yang dikemukakan para
ulama ushul fiqh, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklif yang mengandung
pengertian, “ perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak
berdosa
Pembagian Sunnah
Sunnah atau hadits berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1.Sunnah Qauliyah, yaitu khabar berupa perkataan Nabi SAW yang didengar dan
disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain.
2. Sunnah Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW yang
diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain. Seperti tata cara
menunaikan shalat lima waktu yang dipraktekkan Nabi,  cara berwudlu’ dan cara haji.
3. Sunnah Taqririyah, yaitu sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang
telah  diakui oleh beliau, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Sedangkan As-Sunnah ditinjau dari perawi-perawinya dari Rasulullah SAW dibagi
menjadi tiga macam :
1. Sunnah Mutawatirah, adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh
sekumpulan perawi yang menurut kebiasaannya, individu-individunya itu tidak mungkin
sepakat untuk berbohong.
2. Sunnah Masyhurah, adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh seorang,
atau dua orang, atau tiga orang sahabat yang tidak mencapai jumlah tawatur ( perawi
hadits mutawatir).
3. Sunnah Ahad, adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh perseorangan
yang tidak mencapai jumlah kemutawatiran.
4)
jma' Sharih
Sharih secara etimologi mempunyai arti jelas. Ijma' sharih dapat diartikan sebagai
ijma' yang memaparkan pendapat banyak ulama secara jelas dan terbuka, baik dengan capan
maupun perbuatan.
    Pada saat semua ulama memaparkan pendapatnya, ternyata mereka menghasilkan pendapat
yang sama atas hukum suatu perkara. Jenis ijma' ini diakui sangat langka karena sangat sulit
dicapai kesamaan pemaparan pendapat dari sekian banyak ulama yang berijma'. Oleh karena
itu sebagian ulama berpendapat bahwa ijma' semacam ini hanya dapat terlaksana pada zaman
sahabat ketika jumlah mujtahid masih sedikit dan tempat mereka berdekatan.

     Ijma' sharih ini menempati tingkatan ijma' tertinggi. Hukum yang ditetapkannya
bersifat qath'i, sehingga umat wajib mengikutinya. Oleh karena itu seluruh ulama sepakat dan
bersedia untuk menjadikan ijma' sharih sebagai dalil yang sah dan kuat dalam penetapan
hukum syariat Islam.

Ijma' Sukuti

Sukuti secara bahasa berarti diam. Sebuah ijma' disebut sebagai ijma' sukuti apabila sebagian
mujtahid memaparkan pendapat-pendapatnya secara terang dan jelas mengenai suatu hukum
atau peristiwa melalui perkataan maupun perbuatan, sedangkan mujtahid yang lain tidak
memberikan komentar apakah dia menerima atau menolak.

   Ijma' sukuti ini bersifat dzan dan tidak memikat. Sehingga tidak ada halangan bagi
para mujtahid untuk memaparkan pendapat yang berbeda setelah ijma' itu diputuskan. Imam
Syafi'I dan Imam Maliki berpendapat bahwa ijma' sukuti tidak dapat dijadikan dasar hukum.
Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat lain yaitu menjadikan
ijma' sukuti sebagai dasar hukum. Mereka menerima ijma' sukuti sebagai hujjah karena
menurutnya kedua Imam tersebut diamnya mujtahid dianggap sebagai tanda setuju.

jma' Sharih

Sharih secara etimologi mempunyai arti jelas. Ijma' sharih dapat diartikan sebagai ijma' yang
memaparkan pendapat banyak ulama secara jelas dan terbuka, baik dengan capan maupun
perbuatan.

     Pada saat semua ulama memaparkan pendapatnya, ternyata mereka menghasilkan
pendapat yang sama atas hukum suatu perkara. Jenis ijma' ini diakui sangat langka karena
sangat sulit dicapai kesamaan pemaparan pendapat dari sekian banyak ulama yang berijma'.
Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa ijma' semacam ini hanya dapat terlaksana
pada zaman sahabat ketika jumlah mujtahid masih sedikit dan tempat mereka berdekatan.

     Ijma' sharih ini menempati tingkatan ijma' tertinggi. Hukum yang ditetapkannya
bersifat qath'i, sehingga umat wajib mengikutinya. Oleh karena itu seluruh ulama sepakat dan
bersedia untuk menjadikan ijma' sharih sebagai dalil yang sah dan kuat dalam penetapan
hukum syariat Islam.

Ijma' Sukuti

Sukuti secara bahasa berarti diam. Sebuah ijma' disebut sebagai ijma' sukuti apabila sebagian
mujtahid memaparkan pendapat-pendapatnya secara terang dan jelas mengenai suatu hukum
atau peristiwa melalui perkataan maupun perbuatan, sedangkan mujtahid yang lain tidak
memberikan komentar apakah dia menerima atau menolak.

     Ijma' sukuti ini bersifat dzan dan tidak memikat. Sehingga tidak ada halangan bagi para
mujtahid untuk memaparkan pendapat yang berbeda setelah ijma' itu diputuskan. Imam
Syafi'I dan Imam Maliki berpendapat bahwa ijma' sukuti tidak dapat dijadikan dasar hukum.
Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat lain yaitu menjadikan
ijma' sukuti sebagai dasar hukum. Mereka menerima ijma' sukuti sebagai hujjah karena
menurutnya kedua Imam tersebut diamnya mujtahid dianggap sebagai tanda setuju.

5.) Pengertian Munasabah ini juga sama artinya dengan 'illat hukum dalam bab qiyas yakni


sifat-sifat yang berdekatan dengan hukum. Maksud pengertian 'illat hukum disini adalah
kesamaan antara hukum asal dengan cabang (far'un).

Anda mungkin juga menyukai