Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

GERAKAN ORGANISASI ISLAM:


NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIYYAH DAN SALAFI
Disusun untuk memenuhi tugas
“Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam”

Dosen Pengampu:
Abdul Basid, S.Th.I, M.Th.I, Ph.D

Disusun Oleh:
1. Noval Arkan Abiyyi (200411624017)
2. Nova Tri Amalia (200421622003)
3. Robbi Fatur Rohman (200322615235)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


April, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Gerakan Organisasi Islam: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyyah Dan Salafi” ini
dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Bapak Abdul Basid, S.Th.I, M.Th.I, Ph.D pada Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menembah
wawasan tentang gerakan-gerakan organisasi Islam di Indonesia seperti NU,
Muhammadiyyah dan Salafi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Basid,
S.Th.I, M.Th.I, Ph.D selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
yang seseuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 18 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
D. Manfaaat ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Nahdlatul Ulama (NU) ...................................................................... 3
1. Latar Belakang ........................................................................... 3
2. Ajaran dan Pemikiran ................................................................. 3
3. Basis Massa ................................................................................ 4
4. Pendekatan Dakwah.................................................................... 5
B. Muhammadiyyah ............................................................................... 5
1. Latar Belakang ........................................................................... 5
2. Ajaran dan Pemikiran ................................................................. 6
3. Basis Massa ................................................................................ 7
4. Pendekatan Dakwah.................................................................... 8
C. Salafi ................................................................................................. 8
1. Latar Belakang ........................................................................... 8
2. Ajaran dan Pemikiran ................................................................. 10
3. Basis Massa ................................................................................ 12
4. Pendekatan Dakwah.................................................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 15
A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama terakhir yang membawa kitab Al-Quran sebagai
penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Arti dari Islam secara garis besar adalah
kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan, ketaatan, dan penyerahan diri. Kata dasar
Islam adalah salima, yang berarti sejahtera, tidak tercela, dan tidak bercacat. Kata
salima memiliki madsal salamat yang berarti juga dalam bahasa Indonesia selamat.
Berasal dari kata salamat, penafsiran pada umat muslim di Indonesia adalah salam
atau kalimat sapaan “Assalamualaikum” yang berarti “salam sejahtera, damai untuk
Anda”. Agama islam merupakan agama yang di dalamnya mengandung unsur kabar
gembira.
Islam merupakan agama yang banyak dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Hal
ini dibuktikan pada data global yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan
negara yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Indonesia merupakan
negara yang luas, hal ini dipengaruhi oleh faktor wilayah dari Indonesia sendiri
yaitu yang berbentuk kepulauan. Berangkat dari berbagai kepulauan tersebut, pasti
terdapat banyak perbedaan antar masyarakat di Indonesia. Begitu juga dengan
Agama Islam, Islam merupakan agama yang akan menyebar ke segala penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Didalam nilai islam yang ada di Indonesia memiliki
corak tersendiri antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, agama islam selalu
berekembang dan menyatu pada kebudayaan seluruh masyarakat di dunia, tak
tekecuali di negara Indonesia. Karena pada hakikatnya, Islam merupakan agama
yang membawa kabar gembira, maka dari itu islam selalu berdampingan pada
kebudayaan yang ada di dalam masyarakat.
Disamping perbedaan-perbedaan yang ada terdapat dasar Islam yang terus
dijaga kemurniannya yaitu yang petama mengenai tauhid, dimana ajaran tauhid ini
berisikan ajaran untuk meng-esakan Allah, kedua yaitu sifat tashdiq atau bentuk
keimanan kepada Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir yang diutus oleh Allah,
ketiga yaitu landasan dari Islam itu sendiri seperti rukun iman dan rukun Islam. Dari
tiga dasar Islam tersebut, perbedaan-perbedaan Islam yang ada dalam masyarakat
dunia bisa dipersatukan. Perbedaan-perbedaan dalam menyikapi Agama Islam
merupakan hal yang sangat wajar, karena masyarakat khususnya di Indonesia
memiliki berbagai ragam tradisi ataupun pandangan yang berbeda-beda. Sejalan
dengan misi Nabi Muhammad SAW , bahwa penyampaian Islam akan terus
dilakukan hingga hari akhir, maka dari itu para ulama merupakan jembatan yang
menghubungkan misi tersebut. Para ulama di dunia menjalankan misi Nabi
Muhammad sejalan dengan berbagai permasalahan yang ada di dunia. Dalam
mengatasi berbagai masalah di dunia pastinya tidak lepas dari kebudayaan

1
2

masyarakat. Maka dari itu, islam akan hadir ditengah-tengah keberagaman budaya
masyarakat.
Para ulama menggunakan akal pikirnya dalam mengatasi problematika dunia
dengan dasar-dasar Islam. Maka dari itu sebuah hal yang wajar jika terdapat
perbedaan penyelesaian dari para ulama. Para ulama umumnya mendirikan sebuah
organisasi untuk berdiskusi mengenai penyelesaian masalah di dunia yang sesuai
dengan pedoman Islam, disamping itu tujuannya juga menyebarkan ajaran Agama
Islam. Di Indonesia terdapat organisasi-organisasi keislaman yang berbeda antar
umat muslim, akan tetapi terdapat landasan yang sama, yaitu anti radikal dan
menjadikan dasar Islam sebagai pijakan untuk mengatasi masalah di dunia.

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan mengenai banyaknya organisasi islam yang ada di Indonesia,
terdapat tiga organisasi yang paling menonjol di masyarakat. Organisasi tersebut
adalah Muhammaddiyah, Nahdlatul Ulama, dan Salafi. Dari ketiga organisasi
tersebut maka diperlukannya kajian mengenai keislaman yang ada didalamnya,
sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gerakan Nahdlatul Ulama dalam menjalankan Islam di Indonesia?
2. Bagaimana gerakan Muhammaddiyah dalam menjalankan islam di
Indonesia?
3. Bagaimana gerakan Salafi dalam menjalankan Islam di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah tersebut penulis memiliki beberapa tujuan, diantaranya


sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana gerakan-gerakan dari tiga organasasi terbesar
di Indonesia dalam menjalankan misi ke-islamannya.
2. Untuk mengetahui terdapat kesamaan misi/tujuan dari ketiga organisasi
terbesar tersebut.
3. Untuk mengetahui apa saja ciri khas dari setiap masing-masing organisasi
islam yang ada di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang ingin kita peroleh dari makalah ini adalah mengetahui
bagaimana tiga organisasi Islam (NU, Muhammadiyah dan Salafi) menjalankan
ajaran Islam dalam berbagai persoalan yang ada di dunia dan menjadikan pembaca
paham mengenai indahnya islam ditengah perbedaan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nahdlatul Ulama

1. Latar Belakang
Proses berdirinya Nahdlatul Ulama pastinya tidak lepas dengan santri
di kalangan pesantren. Dimana berawal dari perjuangan kaum pesantren yang
membela keberagaman bermahzab dan penghalangan penghancuran warisan-
warisan islam yang dilakukan oleh Raja Saud, yang pada akhirnya Raja Saud
menggagalkan niatan tersebut karena para pesantren dan Kiai Wahab
membentuk Komite Hijaz. Oleh karena itu, para pesantren merasa
memerlukan sebuah organisasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
yang ada pada kehidupan saat ini.
Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 16 Rajab
1344 H atau pada tanggal 31 Januari 1926. NU didirikan karena kekhawatiran
dari KH. Hasyim, Kiai Wahab, dan kiai lainnya mengenai implementasi
agama di bidang politik, beragama, dan pendidikan. Dalam membentuk
organisasi atau jamayyah Kiai Hasyim mengalami beberapa keraguan, untuk
menangani keraguannya Kiai Hasyim melibatkan ulama-ulama tua di Jawa
untuk meminta izin dan saran. Ulama tersebut bernama Syaichona
Mohammad Cholil dan Kiai Nawawi Noerhasan, kedua ulama tersebut
merupakan guru mengaji dari Kiai Hasyim. Setelah mendapatkan dukungan
dari kedua ulama tersebut Kiai Hasyim akhirnya mendirikan jamayyahnya.
Pada masa sebelum Nahdlatul Ulama dibentuk, terdapat beberapa
organisasi yang juga melatar belakangi penbentukan Nahdlatul Ulama.
Organisasi-organisasi tersebut dibentuk berdasarkan situasi pada saat itu,
diantaranya sebagai berikut pada tahun 1916 dibentuklah Nahdlatul Wathan
oleh Kiai Wahib di Surabaya, Nahdlatul Wathan merupakan forum bertukar
pendapat yang membahas mengenai masalah-masalah yang ada di tanah air,
dimana anggotanya ialah para santri dan kaum modern. Di tahun 1918 Kiai
Wahib juga membentuk organisasi yang bernama Nadlatu Tujjar, organisasi
ini berbentuk koprasi, dimana sesuai tujuan dari Nadlatul Tujjar ialah
memberikan perbaikan perekonomian dalam masyarakat. Berpijak pada dua
organisasi tersebut disempurnakan oleh ulama-ulama melalui pembentukan
Tashwirul Anwar. Tashiwul Anwar merupakan organisasi yang membahas
mengenai konteks islam dengan kebutuhan negara. Dari tiga organisasi
tersebutlah NU dibentuk sebagai organisasi yang dibawahi naungan nasional
dari perjuangan ulama-ulama pesantren.

2. Ajaran Dan Pemikiran


Ajaran dan pemikiran Nahdlatul Ulama dalam mengajarkan islam pada
masyarakat berpedoman dalam paham Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang
biasa disebut dengan paham Aswaja. Paham Aswaja merupakan paham yang

3
4

mengikuti sunnah rasul dan para sahabatnya. Dalam pemikiran Aswaja


didukung para ulama terdahulu khususnya dalam bidang tauhid yang
mengikuti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Sedangkan
dalam bidang fiqih mengikuti empat mahzab yaitu mahzab Hanafi, mahzab
Malik, mahzab Syafi’i, dan mahzab Ahmad bin Hanbal.
Terdapat beberapa ajaran Nahdlatul Ulama yang paling populer di
dalam masyarakat. Hal ini juga dikarenakan kebiasaan-kebiasaan dari
masyarakat yang selalu menjunjung tinggi atau menanamkan akultularasi
antara islam dengan kebudayaan masyarakat. Berikut beberapa ajaran-ajaran
yang paling populer dari Nahdlaul Ulama:
a. Ajaran mengenai tahlilan, yasinan, diba’an, manaqib, dimana ajaran-
ajaran tersebut tidak secara terang-terangan disebutkan dalam Al-Qur’an
dan Hadits. Ajaran ini menandakan akulturasi antara Islam dengan
kebudayaan yang ada pada masyarakat.
b. Dalam menjalankan empat mahzabnya, Nahdlatul Ulama lebih
mengedepankan mahzab Syafi’i. Kegiatan-kegiatan yang menerapkan
mahzab Syafi’i seperti adanya doa qunut pada saat sholat subuh,
menjalankan sholat tarawih 20 rakaat, menambahkan kata sayyidina
sebelum menyebut nama nabi Muhammad, dll.
c. Dalam mengajarkan Islam NU tidak hanya mengambil pada Al-Qur’an
dan Hadits akan tetapi NU juga mengumpulkan dan mempelajari
bagaimana pendapat para sahabat Nabi, para ulama terdahulu dalam
berakidah dan beribadah. NU mengumpulkan pendapat-pendapat tersebut
dalam buku kuning, dimana buku kuning tersebut selalu ada pada
pesantren tradisional dari NU.
d. Pesantren menjadi rujukan utama dalam mengatasi masalah-masalah
dalam kehidupan masyarakat.

3. Basis Massa
Berdasarkan survei yang lakukan LSI (Lingkaran Survei Indonesia)
oleh Denny JA, tepatnya pada tanggal 18 - 25 Februari 2019 menunjukkan
bahwa dari 1.200 responden yang mengitu NU sebesar 49,5% dari total 87%
pemeluk agama islam. Hal ini menunjukkan, bahwa pengikut NU memiliki
jumlah yang sangat banyak dibandingkan organisasi-organisasi yang lainnya.
Dengan populasi yang banyak menggambarkan bahwa basis masa NU bisa
berumur panjang. Selain didukung dengan jumlah pengikut yang banyak,
pengikut NU juga memiliki kesetiaan yang kuat. Hal ini dibuktikan dengan
masih banyaknya masyarakat khususnya pengikut NU yang menjadikan
pesantren sebagai pusat pendidikan rakyat dan warisan budaya yang melekat
pada NU.
Untuk menentukan basis masa dari keanggotaan Nahdlatul Ulama, NU
menggunakan dua basis massa yang sering digunakan yaitu massa jam’iyah
5

dan massa jama’ah. Massa jam’iyah merupakan pengikut dari NU yang


dibuktikannya dengan kepemilikan kartu anggota. Kepimilikan kartu anggota
NU cukup mudah, yang sekarang bisa dibuat dengan e-kartu NU ataupun
biasanya dibuat oleh pesantren yang terdapat di suatu desa/ kecamatan. Dua
mekamisme untuk mendapatkan kartu NU hingga sekarang masih di
gencarkan, karena NU ingin memudahkan dan menjangkau seluruh lapisan
masyarakat baik kalangan milenial ataupun kalangan yang terhambat
teknologi. Basis massa yang kedua yaitu massa jama’ah, massa jama’ah
merupakan massa yang ditentukan pada pengikut NU yang mengamalkan
ajaran-ajaran NU meskipun ia tidak memiliki kartu anggota NU.
4. Pendekatan Dakwah
Pendekatan dakwah merupakan salah satu bagian terpenting dari tujuan
terbentuknya NU di Indonesia. Dalam menjalankan dakwahnya Nahdlatul
Ulama menggunakan pendekatan seperti yang diajarkan oleh wali songo.
Dimana, ulama-ulama NU menggunakan pendekatan berbasis
bermasyarakat, yang artinya NU membaur dengan kebudayaan-kebudayaan
dari masyarakat sekitar. Para ulama NU menggunakan metode dakwah seperti
itu karena sadar bahwa agama islam sejatinya adalah kabar gembira, maka
dari itu para ulama NU berupaya agar agama islam diterima pada masyarakat
sekitar dengan membaurkan agama dan kebudayaan.
Kebudayaan yang melekat pada Nahdlatul Ulama diantaranya adalah
tahlilan, yasinan, peringatan hari kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari,
1000 hari kematian). Kebudayaan tersebut merupakan paduan antara
kebudayaan masyarakat dan islam. Melalui kebudayaan tersebut, ajaran
islam diajarkan oleh para ulama. Tahlilan, yasinan, peringatan hari kematian
memiliki makna yang selaras dengan agama islam juga, seperti menjadi
penyambung silahturahmi antar orang khususnya sesama muslim, antara
orang yang hidup dengan orang yang sudah meninggal danjuga dari
kebudayaan tersebut mengandung unsur shodaqoh antar sesama muslim.
Dalam pendekatan dakwah Nahdlatul Ulama menganut prinsip aswaja,
dimana dalam pendakatan ini mengandung unsur tawazun, tasamuh,
tawassuth, dan istidal. Tawazun memiliki makna dalam pendakatan dakwah
yang diajarkan NU seimbang dalam segala hal, sedangkan tasamuh berarti
toleran terhadap perbedaan-perbedaan, tawassuth berarti moderat dan istidal
artinya kosisten antara pikiran, ucapan dan buatan.

B. Muhammadiyyah

1. Latar Belakang
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
6

Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan.


Organisasi Muhammadiyah lahir sebagai bentuk keprihatinan terhadap
kondisi umat Islam di Indonesia. Umat Islam melaksanakan ibadah dan
perintah-perintah Allah SWT tidak lagi murni berdasarkan Al Qur’an dan
tuntunan hadist Rosulullah Muhammad SAW. Dalam hal ini K.H. Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah ingin mengajak umat Islam di
Indonesia untuk kembali ke tuntunan Al Qur’an dan Hadist secara murni.
Perubahan yang coba dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan selanjutnya
dikenal sebagai pembaharuan pemikiran Islam yang intinya adalah pemikiran
untuk memahami ajaran Islam yang sesungguhmya menurut Al Qur’an dan
Al-Hadist. Pergerakan Muhammadiyah tidak hanya berkecimpung di bidang
agama saja tetapi juga di bidang politik, sosial, budaya, dan pendidikan.
Kini Muhammadiyah telah berkembang emnjadi salah satu organisasi
sosial kemasyarakatan (Ormas) terbesar di Indonesia. Muhammadiyah saat
ini menjadi salah satu ormas yang bisa mewarnai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena itu sangat lah penting mengetahui bagaimana sejarah
berdirinya organisasi Muhammadiyah ini. Sehingga baik kader
Muhammadiyah maupun masyarakat luas bisa memahami bahwa
Muhammadiyah itu memiliki sejarah dan perjuangan yang panjang sebelum
menjadi organisasi yang besar seperti sekarang ini.
2. Ajaran Dan Pemikiran
Faham Islam dalam Muhammadiyah adalah kembali kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Ialah faham Islam yang murni yang merujuk kepada sumber
ajaran yang utama yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shohihah dan
Maqbulah serta berorientasi kepada kemajuan. Kembali kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang otentik dan dinamis.
Muhammadiyah mengusung gerakan kembali kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah karena keduanya merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam
dengan “kebenaran mutlak” yang bersifat terbuka, demikian merujuk kepada
pernyataan KH Azhar Basyir. Selain itu Muhammadiyah merujuk kepada Al-
Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan
jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah berdiri sebagai gerakan
yang berusaha benar-benar ‘membumikan’ ajaran Islam dalam kehidupan
nyata. Menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai pokok
ajaran agama dengan akal pikiran (ro’yun) sebagai pengungkap dan
mengetahui kebenaran yang terkandung dalam keduanya, juga mengetahui
maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang
penting dan lapangan yang luas dalam gerakan Muhammadiyah. Dengan
demikian pintu ijtihad bagi Muhammadiyah selalu terbuka agar ajaran Islam
selalu sesuai dengan perkembangan jaman.
7

Muhammadiyah mempraktekkan faham keagamaannya dalam


kehidupan nyata. Menerapkan dalil aqli dan naqli dalam praktik kehidupan
bermasyarakat sehingga sampai sekarang berkembang dan memiliki aset
yang lumayan besar dengan gerakan di bidang pendidikan, kesehatan,
dakwah, kemasyarakatan dan sebagainya. Muhammadiyah bukan gerakan
kemarin sore yang hanya peduli pada isu-isu tertentu tanpa berbuat nyata.
Pokok-pokok pemahaman agama dalam pandangan Muhammadiyah
adalah sebagai berikut:
a. Agama, yaitu Agama Islam yang diturunkan oleh Allah dengan perantara
Nabi Muhammad melalui kitab Al-Qur’an. Muhammadiyah berkeyakinan
bahwa Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya
sejak dari Nabi Adam hingga Muhammad SAW. sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
b. Untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam Muhammadiyah melakukan
upaya-upaya yang meliputi bidang-bidang: Aqidah, Akhlak, Ibadah, dan
Mu’amalah duniawiyah.
c. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dasar muthlaq untuk berhukum dalam
agama Islam. Sedangkan dalam menghadapi masalah-masalah yang telah
terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkannya, yang tak bersangkutan
dengan ibadah mahdhah namun tiada terdapat nash sharih dalam Alquran
dan Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah jalan ijtihad dan istinbath
dari nash yang ada melalui persamaan illat, sebagaimana telah dilakukan
oleh ulama salaf dan Khalaf.
d. Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian,
yakni pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi).

3. Basis Massa
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan lembaga survei Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada 18-25 Februari 2019,
Muhammadiyyah didaulat sebagai organisasi Islam terbesar kedua di
Indonesia, yaitu tepat berada dibawah Nahdlatul Ulama (NU).
Survei yang melibatkan sebanyak 1.200 responden ini dilakukan
melalui wawancara secara langsung yang dipilih menggunakan multistage
random sampling. Dari total responden, komposisi pemilih Muslim sebesar
87,8 persen, sedangkan pemilih minoritas 12,2 persen. Sedangkan margin of
error atau tingkat kesalahan survei ini berjumlah pada kisaran 2,9 persen.
Meskipun Muhammadiyyah lebih dulu lahir daripada NU, mereka
harus puas berada peringkat dibawah NU dengan presentase 4,3% saja,
sedangkan NU memiliki presentase jauh diatas Muhammadiyyah yaitu
49,5%.
8

4. Pendekatan Dakwah
Setiap organisasi Islam memiliki pendekataan dakwahnya masing-
masing termasuk juga Muhammadiyyah. Organisasi Muhammadiyyah
memiliki beberapa pendekatan dakwah yaitu dakwah Bil Lisan, dakwah
Kultural, dan dakwah Bil Hal.
Dakwah Bil Lisan adalah metode dakwah dimana dakwah disampaikan
melalui ceramah-ceramah atau diskusi-diskusi yang dimana para peserta
duduk sila di lantai membentuk lingkaran, dimana da’i atau guru ngaji
mengambil posisi di tengah mata rantai lingkaran itu, menyampaikan
ceramah dan seluruh peserta mendengar. Topik pengajian ditentukan oleh
da’i atau atas kesepakatan bersama dan program organisasi. Pengajian
dilakukan dengan lebih dahulu semua peserta secara bersama-sama membaca
Alquran. Isi ceramah sering tidak terkait dengan ayat-ayat Alquran yang
dibaca.
Sedangkan dakwah Kultural adalah strategi dakwah melalui gerakan
budaya dan perubahan sosial di tengah masyarakat Muslim. Melalui dakwah
kultural Muhammadiyah melakukan ikhtiar terus menerus untuk
mewujudkan Islam sebagai agama yang membawa kebahagiaan hidup umat
manusia di dunia dan akhirat secara simultan. Dakwah kultural sebagai
sebuah proses antara lain merupakan proses komunikasi sekaligus sebagai
upaya untuk pemecahan masalah dan pengembangan masyarakat yang
dibingkai oleh Islami. Sebagai proses komunikasi, dakwah kultural dapat
menjadikan budaya lokal menjadi wahana dalam mendekati masyarakat
sebagai sasaran dakwah sehingga seluruh lapisan.
Dan pendekatan yang terakhir adalah metode dakwah Bil Hal yaitu
merupakan dakwah dalam bentuk tindakan nyata perbuatan maupun
pembangunan. Dakwah Bil Hal merupakan kegiatan dakwah yang tidak
hanya berbicara tetapi berbuat secara nyata bersama masyarakat, sehingga
secara konkrit apa yang menjadi masalah dalam masyarakat dapat
diselesaikan. Metode ini kelihatannya lebih efektif dan berkesan jika
dibandingkan dengan metode lainnya, karena masyarakat tidak hanya diajar
dengan teori, tetapi lebih jauh dari itu telah dipraktekkan oleh para da’i
tersebut, sehingga hasilnya dapat lebih mencapai tujuan yang diharapkan.

C. Salafi

1. Latar Belakang
Di masa modern istilah salafiyah dipopulerkan oleh Jamaluddin al-
Afghani dan Muhammad Abduh, sebagai nama gerakan yang bertujuan
memodernkan pemahaman keislaman dengan mendorong perubahan sosial
dan politik dalam batas-batas Syariah. Terlebih lagi bila diingat bahwa yang
dimaksud oleh Abduh sebagai salaf adalah masa keemasan tradisi sunni Islam
dalam masa perkembangannya yang direpresentasikan diantaranya oleh para
teolog abad ketiga dan keempat hijriyah, seperti al-Asy’ari, al-Baqillani, dan
9

al-Maturidi, serta ahli tafsir hingga abad keenam hijriyah. Beberapa


karakteristik dakwah salafiyah yang diusung oleh Muhammad Abduh adalah
bahwa ia tidak menganggap buruk warisan intelektual rasional dan filosofis;
apresiatif terhadap perkembangan sains kontemporer; penolakan terhadap
taklid; idealisasi salaf dalam ranah spirit.
Dua faktor penting dalam pembentukan wacana salafiyah Abduh adalah
faktor internal kemunduran umat Islam dan faktor eksternal imperialisme
Eropa. Dalam usahanya untuk mendorong kebangkitan kembali umat Islam,
beliau menekankan pentingnya ilmu agama bagi umat Islam. Beliau
menyatakan ”Semakin ilmu agama jauh dari mereka, menjauh pulalah dari
mereka ilmu dunia ... akan tetapi semakin mereka menguasai ilmu agama
mereka akan menguasai ilmu-ilmu alam”. Dengan demikian bagi Abduh,
kembali kepada ajaran salaf artinya kembali kepada vitalitas dan dinamika
pemikiran yang pernah dialami umat Islam pada masa kejayaannya, tanpa
harus dihantui oleh beban intelektual psikologis zaman kemunduran umat
Islam.
Salafiyah yang digagas Abduh ini pada masa kemudian kehilangan
vitalitas intelektualnya. Para pewaris pemikirannya tidak mampu
mendinamisasi pemikiran keislaman seperti yang dicanangkan oleh
penggagasnya. Rasyid Ridla, misalnya, alih-alih melanjutkan proyek
pencerahan rasional, di akhir hayatnya justru memilih untuk memberi
penekanan khusus kepada penerapan syariah Islam untuk kebangkitan umat
Islam. Karena itu, beliau apresiatif terhadap gerakan dakwah Muhammad bin
Abd al Wahhab dan memandang gerakan dakwah ini sebagai manifestasi
pembaharuan keagamaan yang harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat
Islam. Dalam kondisi demikian, sekitar akhir tahun 1970-an bahasa dan
simbol salafiyah terwarnai oleh gerakan dakwah yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abd al-Wahhab dan sejak saat itu keduanya menjadi identik.
Selain oleh gerakan dakwah Muhammad bin Abd al-Wahhab dan Muhammad
Abduh, salafiyah kontemporer juga dipengaruhi gerakan Ahl-e Hadith India
yang dipelopori oleh Nazir Husayn di Delhi dan Siddiq Hasan Khan di
Bhopal. Dakwah Muhammad bin Abd al-Wahhab berpengaruh dalam
penekanan pada akidah yang dipahami dalam cara tertentu.
Dari pandangan Muhammad Abduh, salafiyah kontemporer mendapat
nama dan sikap anti-taklid, yang kemudian dipahami dalam pengertiannya
yang lebih radikal. Pengaruh gerakan Ahl-e Hadith tercermin pandangan
hukum yang anti-madzhab, dalam pengertian radikal, dengan merujuk
langsung pada hadis. Dari Gerakan salafi ini yang kemudian berkembang di
Indonesia pada 1980-an. Dengan demikian, gerakan salafi yang dikenal
sekarang secara intelektual lebih berakar pada cara pandang gerakan dakwah
yang dipelopori Muhammad bin Abd al-Wahhab dan gerakan Ahl-e Hadith
di India, daripada intelektualitas salafiyah Muhammad Abduh, yang secara
tentatif bisa disebut sebagai salafiyah kontemporer. Salafiyah kontemporer
ini dalam perkembangannya banyak menekankan pada persoalan-persoalan
tertentu yang dianggap sebagai persoalan besar umat Islam.
10

2. Ajaran Dan Pemikiran


Secara bahasa salaf artinya yang lewat, terdahulu, yang awal, yang telah
disebutkan dan yang pertama. Jadi, generasi salaf yaitu generasi pertama umat
Islam dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in dalam tiga masa yang
mendapatkan kemuliaan dan keutamaan. Mereka juga disebut Salafiyyah atau
Salafiyyun.
Salafiyyah adalah pensifatan dari kata salaf yang berarti mengikuti
jejak, manhaj, dan jalan salaf. Sedangkan Salafiyyun yaitu bentuk jamak dari
salafi, bermakna orang yang m engikuti salaf. Adapun manhaj salaf yaitu
sebutan yang digunakan bagi orang-orang yang mengikuti metode dan pola
dakwah yang dilakukan di kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Di
sinilah kalangan Salafi menganggap bahwa ajaran Islam harus mengikuti
ajaran dmasa Rasulullah, sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Jika melihat
tahun terakhir dari masa tabi’it tabi’in, maka Ahmad bin Hambal (780-
855/164-241) diyakini sebagai orang tekahir dari generasi Salaf.
Istilah Salafiyah sering dipertukarkan dengan reformasi (ishlah) dan
pembaruan (tajdid) yang merupakan konsep fundamental menurut Islam.
Istilah Salafi, oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan Muhammad Rasyid
Rida (1865-1935), diartikan dengan semangat pembaruan dan pemurnian.
Dari sinilah, Salafi dikaitkan dengan penganut Islam yang mengikuti generasi
salaf. Pemikiran Ahmad bin Hambal, tokoh rujukan Salafiyah klasik,
berfokus pada beberapa prinsip.
Pertama, keutamaan teks wahyu di atas akal dan menjelaskan teks harus
sesuai dengan ketatabahasaan Arab, hadis, dan pemahaman salaf al-shalih.
Kedua, penolakan kalam. Ketiga, ketaatan ketat pada al-Quran, sunnah, dan
kesepakatan para ulama salaf al-shalif.
Benih Salafi modern berasal dari pemikiran Jamaluddin alAfghani
(1839-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905) di awal abad ke-20. Tujuan
utamanya yaitu menyingkirkan mentalitas taqlid dan jumud dari pemikiran
umat Islam selama berabad-abad, mengembalikan Islam pada bentuk aslinya,
dan mereformasi kondisi moral, budaya dan politik Muslim. Namun, ajaran
Salafi yang berkembang belakangan ini lebih mirip dengan ajaran Salafi
klasik masa Ibn Hambal yang berfokus pada masalah keyakinan dan
moralitas, seperti tauhid ketat, atribut Ilahiyah, memerangi bid’ah,
antisufisme, dan mengembangkan integritas moral individu.
Gerakan dakwah Salafi tampaknya tidak bisa dilepas dari konflik di
Arab Saudi. Hal ini berimbas pada pecahnya gerakan Salafi internasional
menjadi dua kubu. Pertama, kelompok yang pro atau mengikuti ulama resmi
pemerintah, termasuk jaringan Markaz Nashiruddin al-Albani di Yordan dan
Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i di Yaman. Kedua, kelompok oposisi atau
bersikap kritis terhadap pemerintah. Tokoh penggeraknya yaitu Muhammad
Surur bin Zainal Abidin. Setelah diusir dari Arab Saudi, ia mendirikan
Yayasan alMuntada dari Inggris. Ada juga Abdurrahman Abdul Khaliq yang
mengendalikan Yayasan Ihya al-Turats dari Kuwait. Kelompok ini dikenal
dengan Salafi Sururiyah.
11

Disamping itu, ada pula Salman bin Fahd al-Audah yang dituduh
sebagai penasehat Osama bin Laden, Safar bin Abdurrahman al-Hawali
ulama yang menentang kebijakan Amerika Serikat dan Arab Saudi, dan
Muhammad bin Abdillah alMasari tokoh pelopor Hizbut Tahrir Arab Saudi.
Di kalangan Salafi, kelompok Sururiyah mentolelir kehidupan berpolitik.
Sementara itu, Salafi di Indonesia bukanlah komunitas monolitik.
Keterkaitannya pada negara-negara di Timur Tengah, Yaman, dan Arab
Saudi, menunjukkan adanya kecenderungan atas ideologi yang berbeda-beda.
Pada 1990-an, muncul tanda-tanda perpecahan antara reformis (academic
Salafism/Salafiyyah alilmiyyah) dan Salafime Jihad (Salafiyyah al-
Jihadiyyah). Setidaknya ada dua konflik yang terjadi di kalangan Salafi, yaitu:
(a) konflik antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa; dan (b) konflik
antara Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed dan Yazid Jawwaz.
Konflik ini berimbas pada jaringan-jaringan mereka.
a. Tauhid dan Akidah
Tauhid dan akidah adalah ajaran utama dan terpenting dalam
dakwah Salafi. Dengan bertauhid berarti meyakini keesaan Allah dan
kekuasaan yang tak terbatas-Nya. Tauhid terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu: (a) tauhid al-rububiyyah (tauhid ketuhanan) yaitu pengakuan bahwa
hanya Allah yang semata-mata memiliki sifat Ketuhanan, Maha Kuasa,
Maha Pencipta, dan yang menghidupkan dan yang mematikan. (b) Tauhid
al-ubudiyyah (tauhid ibadah) yaitu segala ibadah hanya ditujukan kepada
Allah. (c) Tauhid al-asma wa al-shifat (tauhid nama dan sifat Allah) yaitu
membenarkan nama-nama dan sifat-sifat yang disebutkan dalam al-Quran
tanpa disertai upaya untuk menafsirkan nama-nama tersebut kepada
siapapun selain kepada Allah. Ketiganya tidak bisa dipisahkan dan tidak
dapat berdiri sendiri karena merupakan pilar keimanan dari kalimat tauhid
“la ilaha illa Allah”
b. Al-Wala Wa Al-Bara
Al-Wala bermakna mencintai, mendukung, menolong, mengikuti,
dan mempertahankan, sedangkan Al-Bara yaitu meremehkan,
meninggalkan, dan mencela. Ajaran ini mengajak umat Islam untuk
mencintai dan menolong sesama Muslim dan menjauhi orang-orang kafir.
Ajaran inilah yang melandasi untuk berjamaah dan berkelompok agar
terhindar dari bid’ah. Kalangan Salafi tidak bergabung dengan kalangan
Muslim lain karena ingin menghindar dari bid’ah yang dapat merusak
iman dan tidak berpedoman dan berpegang teguh pada teladan salaf al-
shalih.
c. Ahlussunnah Wal Jama’ah
Kata Ahlussunnah diambil dari sebuah hadis yang terkenal, “umat
Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, umat Nasrani menjadi 72 golongan,
sedangkan umatku menjadi 73 golongan. Dari 73 golongan tersebut, yang
selamat hanya satu golongan. Sahabat bertanya: “siapakah golongan yang
selamat itu?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal jama’ah”. Sahabat
12

bertanya: “Siapakah Ahlussunnah wal jama’ah itu?” Nabi menjawab:


“Apa yang aku berada di atasnya saat ini dan para sahabatku.” Terhadap
hadis ini, kalangan Salafi menganggap diri mereka sebagai kaum yang
selamat dari api neraka lantaran “salafi”nya itu.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dalam menerapkan amar ma’ruf nahi munkar harus memperhatikan
prinsip-prinsip dasar. Pertama, mempertimbangkan antara maslahat dan
mafsadat. Kedua, karakteristik orang yang beramar ma’ruf nahi munkar,
yaitu berilmu, sabar, lemah lembut dan penyantun. Ketiga, syarat
perbuatan yang wajib diingkari. (a) Perbuatan tersebut benar suatu
kemunkaran kecil atau besar; (b) kemunkaran tersebut masih ada; (c)
kemunkaran tersebut nyata tanpa dimata-matai; dan (d) kemunkaran
tersebut telah disepakati dan tidak dalam perdebatan. Keempat, metode
dan cara ber-amar ma’ruf nahi munkar terhadap penguasa atau pemimpin.
(a) tidak boleh menggunakan kekerasan senjata; dan (b) menasehati
penguasa dengan sembunyi.

3. Basis Massa
Jumlah pengikut Salafi di Indonesia masih sangat sedikit bila
dibandingkan dengan pengikut NU dan Muhammadiyah. Pada umumnya
mereka adalah alumni pesantren atau majlis taklim yang diasuh oleh para
ustad tamatan sekolah di Timur Tengah seperti Saudi Arabia dan Yaman, atau
tamatan lembaga Timur Tengah yang ada di Indonesia seperti LIPIA
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) di Jakarta.
Pertumbuhan dakwah Salafi di Indonesia mencapai puncak-nya setelah
tumbangnya rezim Orde Baru. Kemunculannya berawal dari Dewan Dakwah
Islam Indonesia (DDII) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa
Arab (LIPIA), yang memperkenalkan manhaj salâf as-sâlih kepada umat
Islam Indonesia. Mereka didukung oleh lembaga-lembaga donor dari Timur
Tengah berupa pendidikan gratis di Timur Tengah serta dana untuk
mendirikan lembaga-lembaga untuk menunjang eksistensi dakwah Salafi,
seperti pendirian yayasan, sekolah, rumah sakit, pondok pesantren, dan
lembaga kursus bahasa Arab.
Di samping mendirikan lembaga-lembaga formal, mereka pun mengisi
ceramah keagamaan, khutbah, tablig akbar, halaqah, dan daurah. Kegiatan-
kegiatan tersebut didokumentasikan menjadi kaset, VCD, DVD, yang
kemudian dijual bersama buku, jurnal, dan majalah. Di samping itu, ada pula
yang memberikan tausiah, nasehat, dan dakwah melalui media penyiaran,
seperti stasiun televisi dan radio, serta dunia maya, seperti website, blog,
mailing list (milis), dan jejaring sosial.

4. Pendekatan Dakwah
Di era reformasi sekarang ini, dakwah Salafi mengalami kemajuan yang
pesat. Mereka bergerak lebih leluasa dengan mendirikan yayasan-yayasan
13

yang bermanhaj Salafi, mengorganisir kelompok-kelompok kajian Islam, dan


yang paling fenomenal adalah mendirikan gerakan para-militer seperti Laskar
Jihad.
Namun, benih-benih perkembangan dakwah Salafi sudah ada sebelum
lengsernya presiden Soeharto tahun 1998, yaitu sejak berdirinya Dewan
Dakwah Islam Indonesia (DDII) tahun 1967 oleh Muhammad Natsir (1908-
1993). Organisasi ini merupakan agen kampanye anti-Syiah di Indonesia
yang didanai oleh Hai’at al-Ighatsah al-Islamiyyah al-Alamiyyah (IIRO,
International Islamic Relief Organization/Organisasi Bantuan Islam
Internasional), al-Majlis al-‘Alami li al-Masajid (WCM, World Council of
Mousques/Dewan Masjid Dunia), al-Nadwat al-‘Alamiyyah li al-Shahab al-
Islami (WAMY, World Assembly of Muslim Youth/Organisasi Pemuda
Muslim se-Dunia), dan Lajnat Birr al-Islami (CIC, Committee of Islamic
Charity/Panitia Derma Islam).
Bantuan ini secara signifikan memperkuat aktivitas-aktivitas DDII
dalam dakwah dan pendidikan dengan membiayai pembangunan masjid,
panti yatim piatu, rumah sakit, sekolah Islam, pembagian al-Qur’an gratis dan
buku-buku, dan pelatihan da’i. Bekerjasama dengan MUI, DDII
menyelenggarakan program da’i transmigrasi’, sebuah program yang
memfasilitasi dan menyalurkan para da’i ke berbagai tempat terpencil.
Tak ketinggalan, DDII menerbitkan majalah bulanan “Media Dakwah”
sebagai salah satu media dakwahnya. Setiap tahun sejak 1975, DDII
memberikan beasiswa kepada para pelajar Muslim untuk disekolahkan ke
universitas-universitas di Timur Tengah, tak terkecuali Arab Saudi dan
Yaman Disamping itu, yang paling menentukan perkembangan Salafi di
Indonesia belakang ini adalah berdirinya Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
dan Bahasa Arab (LIPIA).
Lembaga ini sengaja didirikan untuk membendung pengaruh Syiah
pasca revolusi Iran 1979 masuk ke Indonesia. Awalnya berdiri sebagai
Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA) berdasarkan Keputusan
Pemerintah Saudi No. 5/N/26710. Berkat dukungan penuh dari Arab Saudi,
LIPIA berhasil mengembangkan pemikiran Salafinya di Indonesia. Dari
alumni LIPIA tahun 1980- an, seperti: Yazid Abdul Qadir Jawas, Farid
Okbah, Ainul Harits, Abu Bakar M. Altway, Ja’far Umar Thalib, Yusuf
Usman, Abu Nida Chamsaha Shafwan, Ahmad Faiz Asifuddin, dan
Ainurrafiq Ghufran banyak mencetak kader-kader Salafi yang tersebar ke
berbagai daerah. Mereka kemudian melanjutkan studinya ke Arab Saudi dan
negara-negara lain di Timur Tengah, dan setelah kembali mendirikan
yayasan, dan lembaga pendidikan dan sosial.
Dakwah Salafi dibangun berlandaskan prinsip-prinsip: (a) menegakkan
keutamaan Sunnah Nabi; (b) memberi contoh langsung kepada masyarakat;
(c) mendorong pemurnian tauhid. Ja’far Umar Thalib menyebut empat tujuan
dakwah Salafi: pertama, mengajarkan pemahaman agama yang benar kepada
kaum Muslim dengan menunjukkan pemahaman yang lengkap untuk
menjawab permasalahan kehidupan. Kedua, meluruskan penyimpangan-
14

penyimpangan pemahaman di kalangan kaum Muslim dari bid’ah dan kufur.


Ketiga, menghidupkan, memasyarakatkan, dan mengokohkan amalan-
amalan yang pernah diajarakan dan dilakukan Rasulullah. Keempat,
menumbuhkan persaudaraan dan kesatuan umat Islam atas dasar loyalitas dan
kecintaan kepada Sunnah Rasulullah (alwala’) dan kebencian kepada bid’ah
dan kufur (al-bara’).
Adapun proses yang yang dilakukan kalangan Salafi dalam
menyebarkan ajaran Islam sesuai dengan manhaj salaf al-shalih yaitu dengan
pendidikan (tarbiyah) dan pemurnian (tasfiyah).
a. Halaqah dan Daurah
Dalam menyebarkan ajaran-ajarannya, mereka menggunakan
sebuah metode dakwah yang dikenal dengan daurah dan halaqah. Daurah
secara bahasa berarti “giliran”. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu
pelatihan atau pengajian yang diadakan dalam waktu dan tempat tertentu
yang telah disepakati, disaat itu peserta berkumpul untuk mengikuti
kegiatan yang telah direncanakan. Halaqah menurut bahasa bermakna
“lingkaran”. Sedangkan menurut istilah yaitu forum untuk mempelajari
ilmu-ilmu keislaman, dimana seorang ustaz atau pengajar memberikan
pelajaran-pelajaran berdasarkan buku-buku tertentu dan para peserta atau
murid-muridnya duduk melingkar untuk mendengarkan dan menyimak
materinya.
b. Mendirikan Yayasan
Meningkatnya generasi muda yang mengikuti kegiatankegiatan
yang bermanhaj Salafi hasil dari daurah dan halaqah membuktikan bahwa
dakwah model tersebut berhasil. Para tokoh Salafi kemudian berfikir agar
mereka tidak lagi mengikuti ajaran dan pemahaman yang keluar dari
koridor salaf al-shalih. Menyikapi hal tersebut, para tokoh Salafi
mendirikan yayasan yang kemudian berkembang menjadi lembaga
pendidikan seperti pondok pesantren dan lembaga kursus bahasa Arab. Hal
ini dimaksudkan agar kegiatan halaqah dan daurah bisa diselenggarakan
lebih efektif dan efesien.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap gerakan dan organisasi Islam modern di Indonesia pasti memiliki


strategi dakwah, ajaran,serta latar belakang yang berbeda beda. Asalkan tidak
bertentangan dengan perintah Allah dalam al-Qur’an serta perintah Rasulullah
dalam al-hadist itu bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.Kita juga bebas
memilih untuk ikut organisasi islam apapun yang tidak bertentangan dengan
perintah dan larangan islam serta bertentangan dengan negara dan kita tidak
boleh merasa organisasi kita paling benar dan menjatuhkan organisasi yang lain.
Kita harus senantiasa menghargai perbedaan yang ada. Sehingga hubungan kita
sesame manusia akan tetap baik seperti perintah Allah SWT :
ْ ‫إن ت ََو َّل ْيت ُ ْم‬
َ َ‫أن ت ُ ْفسد ُْوا في األرْ ض َوتُق‬
‫طِع ُْوآ أرْ َحا َمكُ ْم‬ ْ ‫س ْيت ُ ْم‬ َ ‫فَ َه ْل‬
َ ‫ع‬
Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan
(silaturrahim) “? (QS. Muhammad ayat ke 22)
Pada ayat diatas telah diperingatkan kita oleh Allah SWT untuk tidak
memutuskan hubungan kekeluargaan .

B. Saran

Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan


dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut
penulis meminta kritik yang membangun dari para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darajat,Zakiya.2017.Muhammadiyah dan NU: penjaga moderatisme Islam di


Indonesia.Hayula.Vol 1,no 1.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/hayula/article/view/949
Mustaqim,Muhammad.2015. Politik kebangsaan kaum santri:studi atas kiprah
politik Nahdlatul Ulama.Addin.Vol 9,no 2.
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/view/618
Nadia,Zunly.2017.Perilaku keagamaan komunitas muslim (pemahaman hadis
dalam NU dan Salafi Wahabi di Indonesia).Dakwah..Vol 2,no 2.
https://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Living/article/view/1327.
Ulum,Miftahul,Wahid,AHS.2019. Fikih organisasi (reaktualisasi sejarah
Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia).Al-Insyiroh.Vol 5,no 2.
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alinsyiroh/article/view/35
17
Padmo,Sugijanto.2007. Gerakan pembaharuan Islam Indonesia dari masa ke
masa.Humaniora.Vol 19,no 2.
https://www.academia.edu/37747895/ID_gerakan_pembaharuan_islam_ind
onesia_dari_masa_ke_masa_sebuah_pengantar
Zarro,Mar’ati,Yunani,Dhita AN. 2020. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
dan pendidikan.Factum.Vol9,no1.
https://ejournal.upi.edu/index.php/factum/article/download/21503/11807
Usman. 2014. Muhammadiyah dan usaha pemahaman al-Qur’an. Vol. 2I No. 1.
http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/download/728/678
Rafiq, Mohd. 2016. Metode dakwah Muhammadiyah di kabupaten Tapanuli
Selatan.Tazkir.Vol2,no1.
http://jurnal.iain-
padangsidimpuan.ac.id/index.php/TZ/article/download/400/375
Choizin,MA.2013.Strategi dakwah salafi di Indonesia.Dakwah.Vol 14, no 1.
http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/jurnaldakwah/article/view/273/253.

16
17

Qodir,Zuly.2008.Gerakan salafi radikal dalam konteks islam


Indonesia.Islamica.Vol 3,no 1.
http://islamica.uinsby.ac.id/index.php/islamica/article/view/39
Robbani,MI.2017.Salafiyah: sejarah dan konsepsi.Tasfiyah.Vol 1,no 2.
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tasfiyah/article/view/1853/124
4.

Anda mungkin juga menyukai