Sasaran Belajar:
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Organ Limfoid
1.1 Definisi
1.2 Makroskopis
1.3 Mikroskopis
LO 1.1 Definisi
Organ limfoid adalah sejumlah organ limfoid dan jaringan limfoid yang morfologis
dan fungsional berlainan berperan dalam respons imun. Organ limfoid tersebut dibagi
menjadi organ primer dan sekunder. (Imunologi FKUI)
Jaringan limfoid adalah jaringan yang memproduksi, menyimpan, atau memproses
limfosit. Jaringa-jaringan ini mencakup sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil,
adenoid, apendiks, dan gregat jaringan limfoid di lapisan saluran cerna yang dinamai bercak
peyer atau jaringan kimfoit terkait-usus (gut-associated lymphoid tissue, GALT). Jaringan
limfoid berada ditempat-tempat strategis untuk menghambat masuknya mikroorganisme
sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan untuk menyebar jauh. (Fisiologi
Sherwood)
LO 1.2 Makrokopis
Organ limfoid primer terdiri dari sumsum tulang dan timus. Sumsum tulang
merupakan jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis dan depot lemak. Lemak
merupakan 50% atau lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid
diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan poliferasi sel T dan B sehingga menjadi
limfosit yang dapat mengenal antigen. Sel hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang
menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi dan di distribusikan ke bagian
tubuh.
a. Thymus
Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus akan mengalami
involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai tidak ditemukan. akan tetapi masih
berfungsi untuk menghasilkan limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus,
mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga, gepeng dan kemerahan. Thymus
mempunyai 2 batasan, yaitu :
1. Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV
2. Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)
Letak : Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum. Dasar timus bersandar
pada perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta, dan trakea.
Perdarahan : Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea inferior dan mammaria
interna. Kembali melalui vena thyroidea inferior dan vena mammaria interna.
b. Sumsum Tulang
Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan tulang
iga. Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah.
Proliferasi dan diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel
lemak, fibroblas dan sel plasma. Sel stem hematopoetik akan
menjadi progenitor limfoid yang kemudian mejadi prolimfosit B
dan menjadi prelimfosit B yang selanjutnya menjadi limfosit B
dengan imunoglobulin D dan imunoglobulin M (B Cell
Receptor) yang kemudian mengalami seleksi negatif sehingga
menjadi sel B naive yang kemudian keluar dan mengikuti aliran
darah menuju ke organ limfoid sekunder. Sel stem hematopoetik
menjadi progenitor limfoid juga berubah menjadi prolimfosit T
dan selanjutnya menjadi prelimfosit T yang akhirnya menuju
timus.
b. Pembuluh Lymph
o Mempunyai katup Seperti pembuluh darah vena
o Berdinding tipis
o Kapiler lymph < lymphatic < ductus lymphaticus
o Cisterna chyle lymphatic yang mengalami dilatasi, lokasi di depan vertebra
Lumbal 2
c. Limfonodus/Nodus Lymphaticus
Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk memproduksi limfosit dan
antibodi untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan, menyaring aliran limfatik sekurang-
kurangnya oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran darah melalui duktus
torasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi lebih luas. Terdapat permukaan
cembung dan bagian hillus (cekung) yang merupakan tempat
masuknya pembuluh darah dan saluran limfe eferen yang
membawa aliran limfe keluar dari limfonodus. Saluran
afferent memasuki limfonodus pada daerah sepanjang
permukaan cembung.
Bentuk : Oval seperti kacang tanah atau kacang merah
dengan pinggiran cekung (hillus).
Ukuran : Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba
pada daerah leher, axilla, dan inguinal dalam keadaan infeksi.
Lokasi Nodus Lymphaticus :
o Kepala
- Kepala dan leher belakang
- Sekitar m.sternomastoideus belakang
- lidah, pharynx, cavum nasi, atap mulut, dan wajah di bawah ramus mandibula
dasar mulut.
o Extremitas superior
- Lipat siku (regio cubiti) tangan dan lengan bawah
- Regio axillaris
- Dibawah m.pectoralis gld.mamae, kulit dan otot thorax
o Thorax
- Bagian parietal Dinding thorax
- Bagian viscera Jantung, pericardium, pulmo, pleura, thymus & oesophagus
o Abdomen dan Pelvis
- Bagian parietal bawah peritoneum, dekat pembuluh darah besar
- Bagian viscera dekat pembuluh darah viscera
o Extremitas Inferior
- Di atas av. tibialis anterior
- Regio poplitea
- Regio inguinal
d. Lien
Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular berwarna kemerahan
karena banyak mengandung darah dan berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan
splenomegali. Pembesaran ini terdapat pada keaadan leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia
berat.
Letak : Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi costae 9, 10, dan
11.Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura
colli sinistra. Batas posterior yaitu diafragma, dan costae 9-12.
Ukuran : Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
Aliran darah : Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis dan
keluar melalui venalienalis ke vena porta menuju hati.
e. Tonsil
Tonsil termasuk salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila yaitu
Tonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila Pharyngealis. Ketiga tonsil tersebut membentuk
cincin pada saluran limf yang dikenal dengan “Ring of Waldeyer” hal ini yang menyebabkan
jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua tonsila yang lain juga ikut meradang.
Organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila, yaitu :
a. Tonsila palatina
o 2 buah
o Terletak pada dinding lateral oropharinx, dalam fossa tonsillaris
o Permukaan medial menonjol bebas ke dalam pharynx
o Permukaan lateral ditutupi selapis jaringan fibrosa disebut capsula
b. Tonsila lingualis
o Terletak dibelakang lidah, 1/3 bagian posterior, tidak
mempunyai papilla sehingga terlihat permukaan berbenjol-
benjol (folikel).
o Pendarahan tonsil berasal dari arteria dorsalis lingue (cabang
arterialingualis), arteria carotis eksterna
c. Tonsila pharyngealis
o Terdapat di daerah nasofaring dibelakang pintu hidung belakang
o Bila membesar disebut adenoid, dapat menyebabkan sesak
nafaskarena dapat menyumbat pintu nares posterior (choanae),
terletak didaerah nasopharynx
LO 1.3 Mikroskopis
Nodus Limfatikus
Sebuah limfonodus terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian korteks (sebelah luar
berwarna gelap) dan bagian medula (sebelah dalam berwarna terang). Limfonodus di
kelilingi oleh jaringan lemak perikapsularis yang mengandung banyak pembuluh darah.
Limfonodus dibungkus oleh kapsul yang berupa jaringan ikat. Jaringan ikat tersebut dapat
masuk ke dalam nodus dan di sebut jaringan ikat trabekula. Jaringan ikat trabekula juga
mengandung pembuluh darah. Dibawah kapsul terdapat ruang kosong yang disebut sinus
kapsularis dan di bawah trabekula terdapat ruang kosong yang di sebut sinus trabekularis.
Korteks limfonodus mengandung banyak agregasi limfosit yang disebut nodulus
limfoid. Korteks dibagi menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar yang banyak
mengandung sel-sel limfosit B dan korteks bagian dalam yang banyak mengandung sel-sel
limfosit T. Di medula limfonodus, limfosit tersusun dalam untaian jaringan limfe yang tidak
teratur yaitu korda medularis. Korda medularis mengandung makrofag, sel plasma, dan
limfosit kecil. Korda medularis dipisahkan oleh struktur kapiler yang berdilatasi yang di
sebut Sinus Limfoid Medularis yang mengandung cairan limfe.
Bagian cekung pada limfonodus menunjukkan hilus. Saraf, pembuluh darah, dan
vena menyuplai dan mengaliri limfonodus yang terletak di hilus. Pembuluh limfe eferen
mengalirkan limfe dan sinus medularis dan keluar dari limfonodus di hilus.
Timus
Timus adalah organ limfoid berlobus
yang dibungkus oleh suatu kapsul jaringan ikat
tempat trabekula berasal. Trabekula masuk ke
dalam organ dan membagi kelenjar timus
menjadi banyak lobulus yang tidak utuh.
Setiap lobulus terdiri dari korteks yang
terpulas gelap dan medula yang terpulas
terang. Pembuluh darah masuk ke dalam
kelenjar timus melalui kapsul jaringan ikat dan
trabekula. Di dalam organ timus terdapat pembuluh darah kecil yang di kelilingi sel-sel
retikulat yang membentuk suatu barrier yang mencegah masuknya mikroba.
Korteks setiap lobulus mengandung limfosit yang tersusun padat yang tidak
membentuk nodulus limfoid, pada korteks terdapat banyak sel limfosit T dari sumsum
tulang, sel retikular dan makrofag. Sebaliknya, medula mengandung limfosit yang lebih
sedikit tetapi mempunyai epithelial reticular cell yang lebih banyak. Medulla mengandung
banyak corpusculum thymicum (badan hassal) yang merupakan ciri khas kelenjar timur.
Badan hassal adalah kumpulan sel-sel retikuloit dan epitoloid yang menumpuk dan semakin
dewasa, semakin banyak badan hassal.
Lien
Limpa di bungkus oleh sebuah kapsul jaringan ikat padat, yang menjulurkan jaringan
ikat trabekula ke bagian dalam limpa. Limpa di tandai oleh adanya agregasi nodulus limfoid
yang banyak. Nodulus ini membentuk pulpa putih. Nodulus limfoid juga mengandung pusat
germinal. Arteri sentralis yang berada di pinggir nodulus limfoid melewati setiap setiap
nodulus limfoid. Selubung limfa parieterial ini juga membentuk nodulus limfoid yang
membentuk pulpa putih limpa.
Di sekita nodulus limfoid dan bercampur dengan jaringan ikat trabekula terdapat
anyaman selular difus yang membentuk bagian terbesar organ. Anyaman secara kolektif ini
membentuk pulpa merah, atau pulpa limpa. Pulpa merah juga mengandung arteri pulpa,
sinus venosus dan korda limpa (billroth).
Pulpa rubra atau pulpa merah merupakan jaringan retikular dengan ciri khas yaitu degan
adanya korda limpa yang terdiri dari sel dan serat retikular, makrofag, limfosit, sel plasma
dan banyak unsuk darah. Korda limpa (billroth) disusun oleh kerangka anyaman retikular
dengan serat retikulin dan sel retikular. Pulpa abra atau pulpa putih terdiri dari jaringan
limfoid yang menyelubungi A. Sentralis dan nodulus limfatikus. Sel-sel limfoid mengelilingi
A. Sentralis terutama limfosit T dan membentuk selubung parietal. Nodulus limfatikus
terutama sel limfosit B. Di antara pulpa putih dan pulpa merah terdapat zona marginalis.
Tonsil:
Tonsila Palatina:
- Terletak pada dinding lateral faring bagian oral
- Permukaan tonsila palatina dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk yang juga melapisi bagian
mulut lainnya
- Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi epitel (epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk) yang menyusup ke
dalam parenkim membentuk kriptus yang mengandung sel-
sel epitel yg terlepas, limfosit hidup dan mati, dan bakteri
dalam lumennya
- Yang memisahkan jar.limfoid dari organ-organ berdekatan
adalah satu lapis jaringan ikat padat yamgg disebut simpai
tonsila yg biasanya bekerja sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi tonsila
- Di bawah tonsila palatina terdapat jar.ikat padat yang membentuk kapsul. Dari kapsul
terbentuk trabekula dengan pembuluh darah, dibawah kapsul terdapat serat otot
rangka
Tonsila Lingualis:
- Lebih kecil dan lebih banyak
- Terletak pada pangkal lidah
- Ditutupi epitel berlapis gepeng
- Masing-masing mempunyai sebuah kriptus
Tonsila Faringea:
- Merupakan tonsila tunggal yang terletak dibagian
supero-posterior faring.
- Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
- Terdiri dari lipatan-lipatan mukosa dengan jar. Limfoid
difus dan nodulus limfatikus
- Tidak memiliki kriptus
- Simpai lebih tipis dari T. palatina
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Sistem Imun
LO 2.1 Definisi dan Ciri Umum Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem kompleks komponen seluler dan molekular yang
memiliki fungsi primer membedakan self dengan non self dan pertahanan melawan
zat atau organisme asing. Komponen selular primer adalah limfosit dan makrofag,
dan komponen melokular primer adalah antibodi dan limfosit granulosit dan sistem
komplemen juga terlibat di dalam respons imun tetapi tidak selalu dianggap bagian
sistem imun (Dorland,Ed. 31)
Ciri umum :
Nonspesifik Spesifik
Spesifisitas Umumnya efektif terhadap Membaik oleh infeksi berulang
semua mikroba (memori)
Spesifik untuk molekul dan Spesifik untuk mikroba yang sudah
pola molekular berhubungan mensensitasi sebelumnya
dengan patogen Sangat spesifik, mampu membedakan
Dapat menjadi berlebihan perbedaan minor dalam struktur
molekul, detil struktur mikroba atau
nonmikroba dikenali dengan spesifisitas
tinggi
Diversitas Jumlah reseptor terbatas Reseptor sangat bervariasi, jumlahnya
banyak, terbentuk oleh rekombinasi
genetik dari gen reseptor
Memori Tidak ada Memori menetap, respons lebih cepat
atau lebih besar pada infeksi serupa
berikutnya sehingga perlindungan lebih
baik pada pajanan ulang
Self limitation Sempurna, tidak ada pola Sangat baik, adakalanya hasil
spesifik mikroba pada diskriminasi self/nonself gagal (pada
penjamu penyakit autoimun)
LO 2.2 Klasifikasi Sistem Imun
Sistem Imun
Non-Spesifik Spesifik
Humoral:
-Komplemen
-APP
-Mediator
asal lipid
-Sitokin
d. Multideterminan, multivalen
Banyak macam determinan dan banyak dari setip macam pada satu molekul
(antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi); i.e:
Kimia Kompleks
2. Menurut Spesifisitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3. Menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam
golongan ini
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk
membentuk antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar
polimerik yang dipecah dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakaridam ficoll, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian
permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbullkan respons imun
terutama pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respon imun yang
ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifisitas imunnya
berasalah dari polisakarida pada permukaan sel darah merah
b. Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein
pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid
c. Asam nukleat
Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat
protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak
imunogenik. Respon imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan LES.
Imunisasi Pasif
A. Imunisasi pasif alamiah: Imunisasi pasif, terjadi bila seseorang menerima antibodi atau
produk sel dari orang lain yang telah mendapat imnisasi aktif. Imunitas pasif dapat
diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin gama homolog yang dikumpulkan.
i. Imunitas maternal melalui plasenta, antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi
pasif kepada janin. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan memberikan proteksi
pasif kepada janin dan bayi.
ii. Imunitas maternal melalui kolostrum (ASI pertama segera setelah partus). Antibodi
ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum. Antibodi terhadap
mikroorganisme yang menempati usus ibu dapat ditemukan dalam kolostrum
sehingga selanjutnya bayi memperoleh proteksi terhadap mikroorganisme yang
masuk saluran cerna.
B. Imunisasi pasif buatan:
i. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human Normal Immunoglobulin):
ISG digunakan untuk imunisasi pasif terhadap berbagai penyakit atau untuk
perawatan penderita imunokompromais dan pada keadaan tertentu.
ISG diberikan kepada penderita purpura TIP. Dosis tinggi IgG diperlukan untuk
dapat mencegah reseptor Fc pada fagosit, terjadinya fagositosis dan rusaknya
trombosit akibat ADCC.
ii. Immune Serum Globulin spesifik
Plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi atau
booster atau konvaselen dari suatu penyakit.
Hepatitis B immune Globulin:
ISG Hepatitis A
ISG Campak
Human Rabies Immune Globulin
Human Varicella-Zoster Immnue Globulin
Antisera terhadap virus Sitomegalo
iii. Serum asal hewan: Serum asal hewan seperti anti bisa ular tertentu, laba-laba,
kalajengking yang beracun digunakan untuk mengobati mereka yang digigit.
Bahayanya ialah penyakit serum.
iv. Antibodi heterolog versus antibodi homolog: antibodi heterolog asal kuda dapat
menimbulkan sedikitnya 2 jeni hipersensivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III
(penyakit serum atau kompleks imun)
v. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian globulin serum: Biasanya preparat
globulin diberikan IM mengingat pemberian IV dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.
Preparat baru adalah aman untuk pemberian IV. Keunikan kontraindikasi pemberian
Immunoglobulin yaitu pada defisiensi IgA kongenital.
Imunisasi aktif: untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau
yang dimatikan. Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya
replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respons imun
di tempat infeksi alamiah. Risiko vaksin yang dilemahkan ialah oleh karena dapat menjadi
virulen kembali dan merupakan hal yang berbahaya untuk subyek imunokompromais.
C. Respons primer dan sekunder
Respons primer ditandai dengan lag phase yang diperluka sel naif untuk menjalani seleksi
klon, ekspansi klon dan diferensiasi menjadi sel memori dan sel plasma. Kemampuan untuk
memberikan respons humoral sekunder tergantung dari adanya sel B memori dan sel T
memori. Aktivasi kedua sel memori menimbulkan respons antibodi sekunder yang dapat
dibedakan dari respons primer.
D. Perbedaan respons imun di berbagai bagian tubuh: ada perbedaan kadar antibodi
dalam intra dan ekstra-vaskuler. sIgA diproduksi setempat di lamina propria di bawah
membran mukosa saluran napas dan cerna yang sering merupakan tempat kuman masuk.
sIgA merupakan Ig utama dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal, saluran kemih, saliva,
kolostrum dan empedu. sIgA memberikan keuntungan dan dapat mencegah virus di tempat
virus masuk tubuh, sintesis antibodi sekretori lokal terbatas pada lokasi-lokasi anatomis
tertentu yang dirangsang langsung melalui kontak dengan antigen.
Vaksin
Suspensi mikroorganisme (bakteri, virus atau riketsia) yang dilemahkan atau dimatikan,
atau suspensi protein antigentik yang berasal dari mikroorganisme tersebut, yang diberikan
untuk mencegah, meringakan, atau mengobati penyakit menular. (Dorland). Vaksinasi
merupaka imunisasi aktif karena memasukkan antigen agar terbentuk antibodi spesifik atau
sel limfosit T dalam tubuh.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dalam
pejamu, dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang
terjadi pada infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen
spesifik) asal patogen seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
1) BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1
kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya
diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1
tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak
50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita
infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan
yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan
abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
2) DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis
berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat
sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat
menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta
kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang
dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan
pada otot lengan atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT
I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6
tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin
Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan
perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85%
anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT
bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya
membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi
nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan
3) DT
memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab
difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau
tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri
dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam inggi. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan,
yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
4) TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi
pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak
0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan,
yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.
5) Polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan
nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga
bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan.
Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1
jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi
polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD
(12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air
gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi
sampai pada tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya
diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik)
setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh
diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),
dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang
menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan
lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita
penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka
benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.
6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau
lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6
bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur
v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
7) MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak
Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair.
Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa
menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan
kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada
salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa
menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada
buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan
demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella
juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin
MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya
digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi
kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama
mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu
diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau
pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau
lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru
menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki
kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada
masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan
memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan
gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang
tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul
ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak
yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2
minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping
tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah
rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu
setelah menerima suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam
kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan
MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam
waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada
1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa
yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung
selama beberapa bulan (hilang- timbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan
terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa
yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR,
anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya
kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan
dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping
yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit
yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR
sebaiknya tidak diberikan kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia,
limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran
atau obati imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.
8) Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat
yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4
dan 6 bulan.
9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai
dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan
membentuk keropeng yang akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan
untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella
sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang
berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan
belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang
waktu 4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi
bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit
yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa
diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan
komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil
orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi
kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit
biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya
biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20
tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan
ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini
bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan
dilakukan dan sangat jarang terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui
ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang
memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin
karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan
sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan
immunoglobulin.
10) HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu
infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg
negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan
sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II,
serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan
diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan
dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau
paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada
lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan,
dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk
menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi
berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat
sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada
ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang
dalam beberapa hari.
11) Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang
sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit
yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada
anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi
pneumokokus.
Salah satu fungsi sistem limfatik adalah membantu mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Sistem limfatik akan mengumpulkan cairan dari jaringan tubuh, lalu mengembalikan kelebihan
cairan dan protein ke dalam pembuluh darah.Ada sekitar 90 persen cairan plasma yang mengalir
ke jaringan tubuh, kemudian 10 persen sisanya dikembalikan oleh sistem limfatik.Setiap harinya,
ada sekitar 2-3 liter cairan yang dikembalikan ke pembuluh darah. Cairan ini termasuk protein
yang ukurannya terlalu besar untuk dibawa pembuluh darah.Ketika fungsi sistem limfatik ini tidak
dapat berjalan dengan baik, maka dapat berakibat fatal. Pasalnya, jaringan tubuh dapat
membengkak, volume darah menurun, dan tekanan darah dapat meningkat.
2. Menyerap sebagian sebagian lemak makanan dalam usus
Fungsi limfatik berikutnya adalah menyerap sebagian lemak makanan dan protein dalam usus
untuk dibawa kembali ke aliran darah.
Fungsi sistem limfatik yang paling utama adalah melindungi tubuh dari zat asing yang dapat
mengganggu sistem kekebalan tubuh.Sistem limfatik menghasilkan dan melepaskan limfosit, yakni
sel darah putih khusus, untuk menghancurkan zat asing, seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur,
yang masuk ke dalam tubuh.
Tonsil atau dikenal dengan nama amandel adalah bagian dari organ sistem limfatik yang berukuran
kecil dan terletak di belakang tenggorokan.Fungsi tonsil yang utama adalah sebagai salah satu
pertahanan tubuh dalam memerangi infeksi.Tonsil menghasilkan sel darah putih dan antibodi, serta
mampu menyaring virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Organ ini juga berfungsi
mencegah masuknya benda asing yang mungkin terhirup ataupun tertelan sebelum masuk ke dalam
paru-paru.
2. Kelenjar timus
Kelenjar timus adalah bagian penting dari sistem limfatik dalam tubuh. Salah satu fungsi kelenjar
timus yang utama bagi kesehatan adalah memproduksi sel darah putih yang disebut limfosit-T atau
sel T yang berfungsi untuk melawan sel penyebab infeksi.Kelenjar timus terletak di tengah rongga
dada, tepatnya di belakang tulang dada dan di antara paru-paru.
3. Limpa
Limpa adalah organ sistem limfatik paling besar yang terletak di sisi kiri bawah tulang rusuk dan
di atas perut Anda. Limpa bekerja dengan menyaring dan menyimpan darah serta menghasilkan sel
darah putih untuk melawan berbagai infeksi penyakit.
Kelenjar getah bening adalah struktur jaringan kecil yang bentuknya menyerupai kacang. Ada
ratusan kelenjar getah bening pada tubuh manusia.Kelenjar getah bening dapat ditemukan sendiri
atau dalam kumpulan yang banyak terdapat pada leher, paha bagian dalam, ketiak, di sekitar usus,
dan di antara paru-paru.Kelenjar ini memiliki sel-sel darah putih yang merupakan sel imun yang
dapat membantu tubuh melawan infeksi.
Pembuluh limfatik adalah jaringan pembuluh mikro yang terletak di seluruh tubuh. Fungsi
pembuluh limfatik adalah membawa cairan limfa atau cairan getah bening.
Sumsum tulang belakang juga merupakan bagian dari organ sistem limfatik yang berfungsi
memproduksi sel darah putih, sel darah merah, dan platelet. Sumsum tulang belakang terletak di
tulang pinggul dan tulang dada
Sistem limfatik tidak dapat berfungsi dengan optimal apabila kelenjar, pembuluh, atau jaringan
limfa mengalami penyumbatan, infeksi, peradangan, hingga kanker. Berikut adalah berbagai
gangguan sistem limfatik yang dapat terjadi:
1. Limfadenitis
Limfadenitis adalah peradangan yang terjadi pada kelenjar getah bening di dalam tubuh.
Akibatnya, muncul nanah di dalam kelenjar getah bening sehingga menyebabkan abses. Kulit di
area kelenjar getah bening yang meradang biasanya akan berwarna kemerahan atau
bergaris.Berdasarkan lokasinya, limfadenitis dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Limfadenitis lokal. Ini merupakan jenis limfadenitis yang paling umum terjadi. Limfadenitis lokal
hanya terjadi pada beberapa kelenjar getah bening yang berdekatan, seperti tonsilitis atau radang
amandel.
Limfadenitis umum. Kondisi ini terjadi ketika banyak kelenjar getah bening yang mengalami
radang akibat penyebaran infeksi melalui aliran darah, atau akibat penyakit lain yang menyebar ke
seluruh tubuh. Misalnya, infeksi saluran pernapasan atas dan sepsis.
2. Limfedema
Limfedema adalah suatu kondisi ketika fungsi sistem limfatik tidak dapat berfungsi dengan baik
akibat adanya penyumbatan. Pada akhirnya, cairan akan menumpuk sehingga menyebabkan
pembengkakan pada lengan atau tungkai.Biasanya, limfedema dapat mengakibatkan kulit di area
yang terinfeksi terasa kencang dan keras, serta muncul berbagai masalah kulit. Pada beberapa
kasus, cairan dapat bocor melalui kulit.Limfedema dapat terjadi akibat cedera, terapi radiasi,
tindakan pembedahan, hingga kondisi medis yang dikenal sebagai limfatik filariasis.
3. Limfoma
Limfoma adalah kanker kelenjar getah bening yang berubah, berkembang, dan menyebar secara
tidak terkendali. Adanya sel-sel tumor ganas dapat menghalangi saluran limfatik ke kelenjar getah
bening sehingga mengganggu aliran cairan getah bening.Ada dua jenis limfoma, yakni limfoma
Hodgkin dan limfoma nonHodgkin.
HISTOLOGI
SISTEM LIMFOID Sistem limfoid terdiri atas sel-sel dan organ-organ yang melindungi
lingkungan interna dari invasi dan kerusakan oleh zat-zat asing, sehingga sel-sel sistem ini dikenal
sebagai sel- sel imunokompeten, karena mempunyai kemampuan membedakan miliknya sendiri
dari yang bukan miliknya sendiri (benda-benda asing) dan menyelenggarakan inaktivasi atau
destruksi benda-benda asing. Sistem ini terdiri atas sel-sel yang bergerak dan menetap. Limfosit
dan makrofag merupakan sel-sel utama yang bergerak, sedangkan retikuloendotel dan sel-sel
plasma adalah unsur utama sel yang menetap. Organ-organ limfatik umumnya terdiri atas jaringan
penyambung yang diliputi jala-jala sel dan serabut-serabut retikuler di mana di dalamnya terdapat
limfosit, sel-sel plasma, makrofag, dan dalam arti yang lebih sempit, sel-sel imunokompeten
lainnya. Sistem imun terdiri atas organ limfatik (timus, limpa, tonsil, kelenjar limfe), limfosit darah
dan cairan limfe, dan kumpulan limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh jaringan
penyambung tetapi paling menyolok pada pembatas saluran pencernaan dan pernapasan. Sistem ini
melindungi tubuh terhadap benda-benda asing (bukan miliknya sendiri) yang menembus barier
pertahanan lain (misalnya, kulit) dan masuk sebagai molekul-milekul bebas atau sebagai bagian
dari mikroorganisme invasif. Ia juga mengenal struktur-struktur yang menyimpang dari kebiasaan
yang bukan miliknya sendiri yang berasal dalam tubuh seperti sel-sel maligna. Akibat dari
makromolekul yang tidak biasa ini (bukan miliknya sendiri) sistem ini menimbulkan reaksi imun.
KELENJAR LIMFE Kelenjar limfe adalah organ berkapsul yang berbentuk seperti kacang yang
terdiri atas jaringan limfoid. Kelenjar limfe tersebar di seluruh tubuh, sepanjang perjalanan
pembuluh limfe yang membawa cairan limfe ke dalam duktus thoracicus dan duktus limphaticus
dexter. Kelenjar limfe ditemukan dalam axilla dan sktrotum, sepanjang pembuluh-pembuluh besar
leher, dan dalam jumlah besar dalam thorax, abdomen dan khususnya dalam mesenterium.
Kelenjar limfe terdiri atas serangkaian garis-garis filter, di mana semua cairan jaringan yang
berasal dari cairan limfe difiltrasi paling tidak pada satu kelenjar, sebelum ia kembali ke sistem
sirkulasi. Kelenjar limfe berbentuk ginjal mempunyai bagian yang konveks dan suatu depresi,
hilus, melalui mana arteri dan saraf menembus menembus dan vena meninggalkan organ. Cairan
limfe menembus kelenjar limfe melalui pembuluh - limfe aferen yang masuk pada permukaan
konfeks organ, dan cairan limfe ke luar melalui pembuluh limfe eferen hilus. Tiap nodus limfatikus
mempunyai bagian korteks dan medula. Korteks nodus limfatikus mengandung kelompokan
limfosit dan sel-sel retikuler yang padat, yang dikenal sebagai noduli limfatisi. Di samping daerah
korteks dan medula yang merupakan 2 daerah yang secara klasik dikemukakan, terdapat zona
parakorteks, secara morfologis sukar didefinisikan tetapi secara fungsional jelas. Pada dasarnya,
zona parakorteks terdiri atas jaringan limfoid padat yang terletak pada daerah juxtamedula (yaitu
pada perbatasan koerteks dan medula). Limfosit zona parakorteks—limfosit T— mempunyai sifat-
sifat khusus yang membuat mereka berbedar dari limfosit-limfosit nodus limfatikus lainnya,
limfosit
Histofisiologi Nodus Limfatikus berperan sebagai suatu filter yang mana limfe mengalir dan
dibersihkan dari partikel-partikel asing sebelum ia kembali ke sistem sirkulasi. Karena nodus
limfatikus tersebar di seluruh tubuh, cairan limfe yang terbentuk dalam jaringan paling tidak harus
melalui satu nodus limfatikus sebelum masuk dalam aliran darah. Tiaptiap nodus menerima cairan
limfe dari daerah tubuh tertentu, karena itu ia dinamakan nodus satelit. Tumor ganas sering
mengadakan metastatis melalui nodus satelit. Pada noduli limfatikus, antigen yang jumlahnya
besar diproses oleh makrofag, dan sebagian antigen terjebak pada permukaan sel-sel retikuler
khusus yang dikenal sebagai sel-sel dendritik. Antigen yang terikat ini tidak difagositosis tetapi
dikenakan pada permukaan sel-sel dendritik dimana ia mungkin dikenal dan ditindak oleh limfosit
yang kompoten secara imunologik. Bila sel B mengenali antigen, dalam keadaan yang sesuai (yang
mungkin membutuhkan peranan sel-sel T) limfosit B dapat diaktifkan. Sel-sel ini selanjutnya
membelah dan menghasilkan sel-sel plasma dan limfosit B aktif. Sel-sel plasma kemudian secara
aktif mensintesis antibodi spesifik dan mengeluarkannya ke dalam cairan limfe yang sedang
mengalir melalui sinus-sinus medula. Sel-sel B aktif, yang dapat mengsekresi beberapa antibodi
dan juga mengikat sebagian antibodi ini pada permukaannya, meninggalkan medula dan mengalir
dengan cairan limfe untuk masuk kembali dalam sistem sirkulasi. Bila dalam perjalanannya sel-sel
B menemukan antigen perangsang yang lebih banyak, ia dapat meninggalkan darah, masuk ke
dalam jaringan penyambung, dan berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma bersekresi yang tidak
bergerak. Sebagai akibat infeksi dan perangsangan antigen nodus limfatikus yang terserang
menunjukkan pembengkakan, menggambarkan pembentukan banyak sentrum germinativum dan
proliferasi aktif sel-sel. Pada nodus yang istirahat, sel-sel plasma merupakan 1-3% populasi sel;
akan tetapi, jumlah mereka sangat meningkat dan mereka berperanan sebagian akan pembesaran
nodus limfatikus yang terangsang. Sel-sel dalam cairan limfe kembali ke aliran dan melalui ductus
thorasicus. Limfosit yang berasal dari darah dapat mendiami kembali nodus limfatik dengan
meninggalkan melalui venula spesifik dalam zona parakorteks nodus limfatikus. Pembuluh-
pembuluh ini, venula postkapilaris, menunjukkan endotel yang terdiri atas selsel kubis tinggi yang
tidak seperti pada umumnya. Limfosit mampu berjalan antara sel-sel endotel pembuluh tersebut.
Diduga bahwa kemampuan migrasi ini dihubungkan dengan interaksi spesifik reseptor-reseptor
(mungkin polisakarida) pada permukaan limfosit dan sel-sel endotel venula postkapiler. Limfosit
yang
menembus antara sel-sel endotel venula menembus zona parakortikal sinus-sinus medula dan
meninggalkan nodul melalui eferen pembuluh limfatik bersama-sama dengan limfosit yang baru
dibentuk. Dengan jalan ini, sebagian besar limfosit T bersirkulasi banyak kali.
Tonsila Tonsila adalah organ yang terdiri atas sekelompok jaringan limfoid berkapsul tidak
sempurna yang terletak di bawah tetapi bersentuhan dengan epitel usus. Menurut lokasinya, tonsila
dalam mulut dan pharynx dinamakan tonsila palatina, tonsila pharyngea, dan tonsils lingualis. Pada
usus, noduli limfatisi yang terletak dibawah epitel usus merupakan satu bentuk “tonsila usus” yang
dikenal sebagai agmen Peyer. Appendix vermifornis, juga terdiri atas noduli limfatisi yang
berhubungan dengan epitel, menggambarkan bentuk tonsila usus lain. Berbeda dengan nodus
limfatikus, tonsila tidak terletak sepanjang perjalanan pembuluh-pembuluh limfe. Tonsila
menghasilkan limfosit, banyak diantara mereka menembus epitel dan terkumpul dalam mulut,
pharynx, dan usus. 1. Tonsila palatina, terdiri atas 2 buah yang terletak pada pars oralis pharynx. 2.
Tonsila pharingea, tunggal yang terletak pada bagian superoposterior pharynx. 3. Tonsila lingualis
lebih kecil dan lebih banyak daripada tonsila lain, terletak pada dasar lidah.
Timus Timus merupakan organ limfoid utama yang terletak didekat mediastinum kirakira setinggi
pembuluh-pembuluh besar jantung. Timus terdiri atas lobulus-lobulus tidak sempurna, tidak
memiliki pembuluh limfe aferen atau nodulus limfatikus. Tiap-tiap lobulus mempunyai zona
perifer dari jaringan limfoid korteks yang terdiri atas kelompokan timosit atau limfosit T. Pada
zona korteks terdapat limfosit-limfosit kecil, bagian ini merupakan tempat yang sangat aktif dalam
pembentukan limfosit. Disamping sel-sel tersebut, timus mempunyai sedikit sel-sel retikuler
mesenkim dan banyak makrofag. Pada zona medula banyak ditemukan limfoblas-limfoblas,
limfosit-limfosit muda, dan sel-sel retikuler. Medula juga mengandung badan-badan Hassel, yang
merupakan gambaran khas timus. Badan-badan Hassel terdiri atas lapisan-lapisan konsentris dari
selsel retikuler epitel. Histofisiologi Limfosit T meninggalkan timus melalui pembuluh-pembuluh
darah dalam medula, menembus daerah-daerah tertentu dari organ-organ limfoid lain yang
dinamakan organ-organ limfoid sekunder atau perifer. Limfosit T adalah sel yang hidup lama dan
merupakan bagian populasi sel limfosit dari timus, sebagian besar limfosit limfe dan darah, dan
limfosit yang terdapat pada semua zona timus-dependen. Timektomi waktu lahir Bila binatang
yang baru lahir dilakukan timektomi - atau pada kasus dimana timus tidak berkembang selama
kehidupan embrional - ditemukan efek-efek sebagai berikut: (1) tidak ada pembentukan limfosit T,
dengan akibat pengurangan jumlah limfosit dalam darah dan limfe serta pengurangan zona timus
dependen jaringan limfoid. (2) Tidak terdapat reaksi hipersensitivitas terlambat, dan penolakan
cangkokan tidak terjadi. (3) Terdapat atrofi semua organ-organ limfoid. (4) Akhirnya, setelah
berusia 3-4 bulan, binatang yang dilakukan timektomi menjadi lemah, pengurangan berat badan,
dan mati. Pada manusia, banyak penyakit dengan gejala-gejala yang dikaitkan dengan
keadaankeadaan yang telah dikemukakan, dan pada kasus-kasus seperti ini kematian biasanya
terjadi segera setelah lahir. Pool limfosit T tidak terdapat pada binatang yang dilakukan timektomi.
Akibatnya, mereka tidak menunjukkan respon-respon imun yang diperantarai sel karena - 36 -
limfosit T mungkin mensintesis faktor-faktor spesifik dan mempertahankan mereka melekat pada
membrannya. Sebaliknya, pool limfosit B pada binatang yang dilakukan timektomi hampir normal.
Mereka bereaksi terhadap sebagian besar antigen, membentuk sel plasma yang mensintesis
antibodi.
Limpa Limpa merupakan sekumpulan jaringan limfoid. Pada manusia limpa merupakan organ
limfatik terbesar dalam sistem sirkulasi, memiliki banyak sel-sel fagositik, tempat pertahanan yang
penting terhadap mikroorganisme yang menembus sirkulasi dan tempat destruksi banyak sel-sel
darah merah. Struktur umum: Pada preparat limpa tampak bercak-bercak putih dalam parenkim
yang merupakan nodulus limfatikus bagian dari pulpa putih. Nodulus-nodulus yang terdapat di
dalam jaringan merah (gelap), banyak mengandung darah, dinamakan pulpa merah. Pulpa limpa
terdiri atas jaringan penyambung yang mengandung serabut-serabut retikuler, sel-sel retikuler dan
makrofag. Pulpa putih terdiri atas jaringan limfatik. Seperti halnya pada jaringan limfatik pada
umumnya, sel-sel retikuler dan serabut-serabut retikuler keduanya ditemukan dan membentuk jala-
jala 3-dimensi dan ditempati oleh limfosit-limfosit dan makrofag. Pulpa merah adalah jaringan
retikuler dengan sifat-sifat khusus, pulpa merah sebenarnya merupakan spon, rongga-rongga yang
terdiri atas sinusoid-sinusoid. Pulpa merah limpa mengandung makrofag, limfosit, sel-sel plasma,
dan banyak unsur-unsur darah (eritrosit, trombosit, dan granulosit).
Histofisiologi Limpa merupakan organ limfatik dengan sifat-sifat khusus dan fungsi utama sbb.:
(1) pembentukan limfosit, (2) destruksi eritrosit, (3) pertahanan terhadap partikel-partikel asing,
dan
(4) cadangan darah. 1. Penghasil sel-sel darah: Pulpa putih limpa menghasilkan limfosit yang
bermigrasi ke pulpa merah. Pada saat fetus, limpa menghasilkan granulosit (neutrofil, basofil, dan
eosinofil) dan eritrosit, dan berhenti pada akhir fase fetal. Pada keadaan-keadaan patologis tertentu
(misalnya, leukemia), limpa mulai lagi membentuk granulosit dan eritrosit, jadi mengalami proses
yang dikenal sebagai metaplasia mieloid (perubahan patologis dari satu jenis sel menjadi sel
lainnya). 2. Destruksi eritrosit: Sel-sel darah merah mempunyai masa hidup rata-rata 120 hari,
setelah itu mereka dihancurkan, terutama dalam limpa. Makrofag-makrofag dalam pulpa merah
menelan seluruh keping-keping eritrosit, kemudian dicerna oleh lisosom. Hemoglobin dicerna
menjadi pigmen bilirubin, dan feritin yang mengandung besi. Senyawa-senyawa ini kemudian
dikembalikan kedalam darah. Bilirubin dikeluarkan oleh sel-sel hati bersama dengan empedu.
Feritin digunakan oleh eritrosit-eritrosit sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin baru. 3.
Pertahanan: limfosit B dan T dan makrofag di dalam limpa memiliki peranan penting dalam
pertahanan tubuh. Limpa dianggap sebagai “saringan” darah terhadap kuman. Limfosit T yang
ditemukan dalam selubung periarterial pulpa putih berproliferasi dan masuk aliran darah
berperanan dalam mekanisme kekebalan yang diperantarai sel (kekebalan seluler). Limfosit B
berproliferasi dan menghasilkan sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi (kekebalan humoral).
Makrofag limpa paling aktif mengfagosit partikel-partikel hidup (bakteri dan virus) dan partikel-
partikel yang - 37 - tidak berdaya yang mereka temukan dalam perjalanan mereka ke aliran darah.
Bila didalam plasma darah terdapat lipid yang berlebihan (hiperlipemia), maka makrofag limpa
mengumpulkan zat ini dalam jumlah yang sangat banyak. 4. Cadangan darah: Karena struktur
pulpa merah yang seperti spon, limpa menyimpan darah, yang dapat masuk ke sirkulasi untuk
menambah volume darah yang beredar. Splenektomi (pengambilan limpa), walaupun limpa
mempunyai fungsi-fungsi penting, limpa dapat dibuang tanpa membahayakan individu. Organ-
organ lain dengan sel-sel yang sama seperti yang ditemukan dalam limpa akan mengkompensasi
kehilangan limpa ini. Splenektomi bermanfaat pada penyakit-penyakit dimana terdapat defisiensi
fungsi sumsum tulang.
Sistem Limforetikuler merupakan jalinan kompleks antar organ-organ limfoid yang saling
berhubungan satu sama lain yaitu pembuluh limfoid, nodus limfa, cairan getah bening dan limfosit.
Organ limforetikuler sendiri memiliki fungsi menjalankan sistem immunitas di dalam tubuh.
Unsur jaringan dan organ terdiri atas limfoid primer dan limfoid sekunder. Yang termasuk organ
limfoid primer yaitu sumsum tulang dan timus. Fungsi organ limfoid primer adalah menyiapkan sel-
sel limfosit agar memiliki kemampuan mengenali dan membedakan “self” dan “nonself” sedangkan
yang termasuk organ limfoid sekunder adalah nodus limfa, Lien dan Malt/Galt. Organ Limfoid
primer dan sekunder tersebut berperan mendukung sistem imun tubuh.
Sistem imun sangat komplek dengan berbagai peran ganda dalam usaha menjaga
keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem endokrin, sistem imun yang bertugas mengatur
keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai
sasarann yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu
sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau
kumpulan sel yang letaknya tersebar di seluruh tubuh, misalnya di dalam sumsum tulang,
kelenjar
limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan
ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu
rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-masing (Marshall et al., 2018; Suardana,
2017).
Sistem imun dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan respons imun non
spesifik, misalnya fagositosis, maupun kemampuan untuk memberikan respons imun spesifik
yang dilakukan oleh sel-sel dan jaringan limfoid yang tergolong kedalam sistem limforetikuler
(Suardana, 2017). Sistem ini terdiri atas sejumlah organ limfoid yaitu : kelenjar timus, kelenjar
limfe, limfa, tonsil dan berbagai jenis sel serta jaringan diluar organ limfoid, seperti : peyer,s
patches yang terdapat pada dinding usus; jaringan limfoid yang membatasi saluran nafas dan
saluran urogenital; jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan dalam darah. Sistem
limforetikuler inilah yang merupakan sistem kendali dari semua mekanisme respons imun.
Sistem limforetikuler dapat dikelompokkan menjadi :
1. Unsur Seluler
Terdiri dari limfosit T, limfosit B dan subset limfosit yang terutama berfungsi dalam
respons imun spesifik, serta sel-sel lain yang berfungsi dalam respons imun nonspesifik.
Pembentukannya seiring proses hematopoesis sejak masa embrional. Hematopoiesis menurut
waktu terjadinya terbagi atas hematopoiesis prenatal dan hematopoiesis postnatal.
Hematopoiesis prenatal terjadi selama dalam kandungan, terdiri atas 3 fase: mesoblastik,
hepatik, dan mieloid. Fase mesoblastik dimulai sejak usia mudigah 14 hari sampai minggu
kesepuluh, berlangsung di yolk sac (saccus vitelinus). Sedangkan fase hepatik berlangsung
mulai minggu keenam sampai kelahiran, berlangsung di mesenkim hepar, dan mulai terjadi
differensiasi sel. Fase mieloid berlangsung dalam sumsum tulang pada usia mudigah 12-17
minggu, ini menandakan sudah berfungsinya sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah dan
limfosit (Marshall et al., 2018; LeBien & Tedder, 2008).
Semua sel yang berfungsi dalam respons imun, berasal dari sel induk pluripoten yang
kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur, yaitu: jalur limfoid yang akan membentuk
limfosit dan subsetnya, dan jalur myeloid yang membentuk sel-sel fagosit dan sel-sel lain. Sel-
sel imunokompeten yang utama, adalah limfosit T (sel T) dengan berbagai subsetnya dan
limfosit B (sel B). Progenitor limfosit T berasal dari sumsum tulang yang bermigrasi ke timus,
berdiferensiasi menjadi sel T.
Baik Sel B maupun sel T berasal dari sumsum tulang, namun hanya sel B yang
mengalami pemasakan pada sumsum tulang. Sel limfosit B diproduksi di hati janin (fetal
liver) saat di dalam kandungan dan di sumsum tulang belakang. Perkembangan sel B
diregulasi oleh SLC (surrogate L chain). Sel T melakukan migrasi dari sumsum tulang menuju
organ timus sebelum masak dan mengalami pemasakan pada organ ini. Limfosit tersebut
disebut sel B yang mengalami proses maturasi pada bone marrow (sumsum tulang) dan Sel
T mengalami maturasi pada timus. Limfosit yang telah mengalami pemasakan pada organ
limfoid primer segera memasuki peredaran darah untuk menuju organ limfoid sekunder, tempat
dimana terjadi proses aktivasi dan maturasi (LeBien & Tedder, 2008; Levani, 2018)
Sel T berdiferensiasi dalam kelenjar timus, sedangkan sel B berdiferensiasi dalam bursa
fabricius yang hanya terdapat dalam bangsa unggas. Disamping populasi limfosit masih ada
sel-sel lain yang berfungsi dalam respons imun seperti : sel null, fagosit mononuclear (monosit
dan makrofag), sel-sel polimorfonuklear (neutrofil, eosinofil dan basofil), mastosit dan
trombosit (Marshall et al., 2018; Suardana, 2017). Sel T umumnya berperan pada inflamasi,
aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi dan proliferasi sel B dalam
produksi antibodi. Sel T juga berperan dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi
virus (Baratawidjaya, 2010).
Sel B diproduksi pertama selama fase embrionik dan berlangsung terus selama hidup.
Sebelum lahir, yolk sac, hati dan sumsum tulang janin merupakan tempat pematangan utama
sel B dan setelah lahir pematangan sel B terjadi di sumsum tulang. Perkembangan sel B dalam
sumsum tulang adalah antigen independen, perkembangan selanjutnya memerlukan rangsangan
antigen. Sel B yang diaktifkan berkembang menjadi limfoblas, selanjutnya menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi dan sel memori (Abbas dkk., 2007).