Anda di halaman 1dari 20

Daftar Masalah

1. Apa bedanya dokter keluarga dan dokter umum


2. Apa saja prinsip-prinsip kedokteran keluarga
3. Apa yang di maksud pelayanan promotif preventif
4. Apa fungsi dokter keluarga
5. Konsep dari kedokteran keluarga
6. Ruang lingkup pelayanan kedokteran keluarga
7. Tugas dan wewenang dokter keluarga
8. Tujuan dan peran dokter keluarga
9. Bentuk pembayaran pelayanan dokter keluarga
10. Sistem rujukan
11. Program pelayanan kesehatan BPJS
Dokter Keluarga adalah
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia PDKI pada tahun 2003 :
Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat pertama, yang pada prinsipnya mela-
kukan pelayanan holistik, komprehensif, kontinu, integratif, berbasis keluarga,
berorientasi komunitas dan mengutamakan pencegahan. Dokter Keluarga
adalah dokter kontak pertama. Dengan fungsi seperti itu, Dokter Keluarga
dapat mnjd komponen penting dalam pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Kedokteran keluarga (PB IDI 1983)


pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan
individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya.

DOKTER KELUARGA kelanjutan dari program profesi dokter dan program


internsip yang setara dengan program dokter spesialis (UU No 20 tahun 2013
tentang pendidikan kedokteran pasal 8 ayat 3)

1. Perbedaan dokter keluarga dan dr umum


Berbagai pendapat
tersebut secara umum dapat dibedakan atas 4 macam (Geyman, 1971),
yakni :
1. Dokter Keluarga sama dengan dokter umum
Pendapat yang seperti ini ditemukan misalnya di Inggris dan
Australia. Inilah sebabnya organisasi yang didirikan untuk
menghimpun para dokter keluarga tidak disebut sebagai
organisasi dokter keluarga (family pyhsician), melainkan
organisasi dokter umum (general practitioner).
2. Dokter Keluarga adalah dokter spesialis
Pendapat yang seperti ini ditemukan misalnya di Amerika
Serikat. Inilah sebabnya, di negara tersebut seorang dokter yang
akan menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga, diharuskan
untuk mengikuti pendidikan tambahan selama 3 tahun. Di
Amerika Serikat, dokter keluarga memang telah dianggap sebagai
spesialis umum yang kedudukannya setara dengan berbagai
spesialis lainnya.
3. Dokter Keluarga adalah semua dokter yang menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga
Pendapat yang seperti ini ditemukan misalnya di Indonesia.
Menurut pendapat ini, siapapun dokter tersebut - dokter umum
atau dokter spesialis - sepanjang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan prinsip - prinsip dokter keluarga, maka
dokter yang dimaksud disebut sebagai dokter keluarga.
4. Dokter Keluarga tidak sama dengan dokter umum, tetapi antara
keduanya terdapat banyak kesamaan.
Pendapat yang seperti ini merupakan pendapat awal yang
muncul ketika konsep dokter keluarga pertama kali
diperkenalkan. Tidak mengherankan jika kemudian sering
disebutkan bahwa dokter keluarga tersebut pada dasarnya
perkembangan lebih lanjut dari dokter umum, yakni setelah
sebelumnya para dokter umum yang dimaksud memperoleh
tambahan pendidikan lebih lanjut.

DOKTER KELUARGA kelanjutan dari program profesi dokter dan program


internsip yang setara dengan program dokter spesialis (UU No 20 tahun 2013
tentang pendidikan kedokteran pasal 8 ayat 3)

2. Prinsip dokter keluarga


 CONTINUITY OF CARE (PELAYANAN YANG BERKESINAMBUNGAN)

 COMPREHENSIVE OF CARE (PELAYANAN YANG MENYELURUH)

 COORDINATION OF CARE (PELAYANAN YANG TERKOORDINASI)


 COMMUNITY (MASYARAKAT)

 PREVENTION (PENCEGAHAN)

 FAMILY (KELUARGA)

Prinsip – prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia


mengikuti anjuran WHO dan WONCA yang mencantumkan prinsip –
prinsip ini dalam banyak terbitannya. Prinsip – prinsip ini juga
merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan kualitas layanan
dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip –
prinsip pelayanan / pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan / mewujudkan :
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja,
dan lingkungan tempat tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu

3. Fungsi promotive(peningkatan) preventif (penyembuhan)


Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan
pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan pasien dan keluarganya.
4. Fungsi dokter keluarga
Five stars doctor :
Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Communicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Manager
Community Leader (Pemimpin Masyarakat)

5.
6.
7. Tugas dokter keluarga
1. Pelayanan primer paripurna dan bermutu, guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang
diperlukan

2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat

3. Pelayanan kedokteran secara aktif pada saat sehat dan sakit

4. Pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya

5. Membina keluarga pasien dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit,
pengobatan dan rehabilitasi

6. Menangani penyakit akut dan kronik

7. tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, dan tetap bertanggung-jawab atas pasien
yang dirujuk, termasuk memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan

8. Membina dan mengikutsertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit

9. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya

10. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien

11. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar

12. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus
Kewajiban
• Menjunjung tinggi profesionalisme • Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek •
Bekerja dalam tim kesehatan • Menjadi sumber daya kesehatan • Melakukan riset untuk
pengembangan layanan primer

9. Biaya
Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu
BUMN yang digadang menjadi BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter
keluarga mengacu pada pola perhitungan yang didasarkan pada 2 (dua)
ketentuan popok:
1. Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
pelayan yang dimiliki
2. Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di
Dokter Keluarga tersebut (Community Rating by Class)
Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan
bila Kantor Cabang telah melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-
ketentuan pokok seperti di atas Penetapan penggolongan Dokter Keluarga
berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan
seleksi PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (re-credentialing) dengan
memperhatihkan indicator-indikator penentu yakni:
1. Hasil penilaian sarana dan prasarana
2. Ketersediaan tenaga perawat
3. Ketersediaan tenaga administrasi
4. Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
5. Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
6. pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
-Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator
(indicator penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan
adalah maksimal sebesar Rp 6500,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi
minimal 2 (dua) indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah
maksimal sebesar Rp 6000,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi
indicator sarana dan prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak
terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter
Keluarga untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
1. Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri
dari: jasa medis dokter, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah
sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin).
2. Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri
dari : jasa medis dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan
laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis
dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
3. Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri
dari : jasa medis dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium
sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya
adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)
Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal dasar yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan
kesehatan berjenjang dan sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi.
Sayangnya sistem pembiayaan yang ada, seperti dilakukan ASKES belum ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh pakar jaminan sosial Prof. Hasbullah Thabrany
menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang ideal,
paling tidak kapitasina sebesar Rp. 20.000 per jiwa, tentu angka ini masih jauh
dibanding yang telah dilaksanakan (Rp.5.500- Rp. 6500 per jiwa). Tanpa
pelaksanaan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang sangat sulit untuk
mengedukasi masyarakat akan peran dan manfaat dokter keluarga. Tanpa
pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang merata, juga akan tetap sangat
sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter keluarga. Di berbagai
negara, pelaksanaan pelayanan dokter keluarga telah diintegrasikan dengan
mekanisme pembiayaan kesehatan berbasis asuransi dan mekanisme
pelayanan kesehatan berjenjang. Sayangnya sistem jaminan sosial yang
memiliki prinsip asuransi belum terlaksana (2014 akan dilaksanakan) sehingga
saat ini pembiayaan praktek dokter keluarga masih menjadi kendala tersendiri
dalam pelaksanaan sistem ini.

10. Sistem rujukan

Masalah Konsultasi dan Rujukan


Masalah yang dimaksud mencakup antara lain:
1. Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter
serta penjelasan yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat
menimbulkan rasa kurang percaya pasien terhadap dokter. Sebenarnya timbul
rasa kurang percaya pasien ini tidak perlu terlalu dirisaukan dalam praktik
sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta berpikiran
dewasa, untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau
rujukan. Yang perlu dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang
sebaik-baiknya kepada pasien tentang alasan serta maksud dilaksanakannya
konsultasi atau rujukan tersebut.
2. Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan
pasien, dapat menimbulkan rasa kurang senang pada diri dokter. Dalam hal ini
dokter harus meyakinkan pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau
rujukan yang dimintakan pasien tersebut. Tetapi apabila pasien tetap
meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak permintaan pasien.
3. Apabila tidak ada jawaban dari konsultasi
4. Apabila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan.
Ada yang berasal dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak
menunjang. Ada yang berasal dari pasien, misalnya tidak bersedia dan ataupun
yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena kesulitan transportasi.
Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai ketentuan
program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya
pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus
dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan
perilaku dokter sendiri tidak bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.
Banyak yang berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai
dengan hambatan sosial ekonomi. Di Indonesia hambatan yang paling banyak
ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk yang belum
memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi
anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.
Tata cara rujukan
• Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi
dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal
yang peka, seperti dokter ahli tertentu.
• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung
dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk
tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat
penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus
selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk
memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus,
memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi
wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar
keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang
lebih sesuai.
• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta
rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing
pihak
Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita
sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama
jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka
waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
Pertemuan 2

1. Definisi
Dokter Keluarga : Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi
sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila
perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya (Ikatan Dokter Indonesia,
1982).

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta


memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan
2. Kepesertaan BPJS
Isi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial adalah sebagai berikut

Pendaftaran Peserta
Pasal 14
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial

Pasal 15
Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan
Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan
Sosial yang diikuti.
Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut
anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Presiden.

Pasal 16
Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan
Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan
Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai
Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan
benar
kepada BPJS.

-Kepesertaan PBI (Perpres No 101 Tahun 2011) a. Kriteria Peserta PBI  Peserta PBI
Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 
Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri di bidang sosial setelah
berkoordinasi dengan menteri dan /atau pimpinan lembaga terkait  Kriteria Fakir Miskin dan
Orang tidak mampu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan pendataan 
Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi dan divalidasi
sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data terpadu oleh Menteri di bidang
sosial, dikoordinasikan terlebih dahulu dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.  Data
terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi dan kabupaten/kota.  Data
terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan
Kesehatan.  Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang sosial
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan DJSN
 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan
jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud
sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan  Penetapan jumlah PBI
Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan hasil Pendataaan
Program Perlindungan Sosial tahun 2011.  Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang
didaftarkan ke BPJS Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.8 b. Perubahan Data Peserta PBI 
Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum sebagai PBI Jaminan
Kesehatan karena tidak lagi memenuhi keriteria  Penambahan data Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu untuk dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena memenuhi kriteria
Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. 

-Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan
sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun 2013): 1. Pekerja Penerima Upah
dan anggota keluarganya, terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI; c. Anggota
Polri; d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f. Pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah. 2.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan
kerja dan pekerja mandiri. 3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas : a.
Investor; b. Pemberi Kerja; c. Penerima pensiun;9 d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; dan f.
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar
iuran.  Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil
yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan
hak pensiun; c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d. Penerima pensiun selain
huruf a, huruf b, dan huruf c; dan e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun
 Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warga negara asing yang bekerja di
Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan  Jamingan Kesehatan bagi Pekerja warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tersendiri.  Anggota keluarga sebagaimana dimaksud meliputi: a. Istri atau suami yang sah
dari Peserta; dan b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria: 1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan 2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan formal  Peserta bukan PBI Jaminan
Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota keluarga yg lain
13. Pembiayaan dan pembayaran dr keluarga dan BPJS
memperhatihkan indicator-indikator penentu yakni:
1. Hasil penilaian sarana dan prasarana
2. Ketersediaan tenaga perawat
3. Ketersediaan tenaga administrasi
4. Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
5. Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
6. pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
-Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator
(indicator penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan
adalah maksimal sebesar Rp 6500,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi
minimal 2 (dua) indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah
maksimal sebesar Rp 6000,00 per jiwa
-Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi
indicator sarana dan prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak
terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal Rp 5500,00
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter
Keluarga untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
1. Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri
dari: jasa medis dokter, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis dokter adalah
sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin).
2. Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri
dari : jasa medis dokter, pelayanan obat dan salah satu pelayanan
laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa medis
dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
3. Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri
dari : jasa medis dokter, pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium
sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya
adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)
Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal dasar yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan
kesehatan berjenjang dan sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi.
Sayangnya sistem pembiayaan yang ada, seperti dilakukan ASKES belum ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh pakar jaminan sosial Prof. Hasbullah Thabrany
menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang ideal,
paling tidak kapitasina sebesar Rp. 20.000 per jiwa, tentu angka ini masih jauh
dibanding yang telah dilaksanakan (Rp.5.500- Rp. 6500 per jiwa). Tanpa
pelaksanaan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang sangat sulit untuk
mengedukasi masyarakat akan peran dan manfaat dokter keluarga. Tanpa
pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang merata, juga akan tetap sangat
sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter keluarga

Pembayaran Iuran
Pasal 19
Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari
Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung
jawabnya kepada BPJS.
Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib
membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran
kepada BPJS.
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur
dalam Peraturan Presiden; dan
besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

14. Ruang Lingkup Dokter Keluarga


Secara umum, Pelayanan dokter keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai
penyaring di tingkat primer sebagai bagian dari suatu jaringan pelayanan Kesehatan terpadu
yang melibatkan dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan RS rujukan sebagai
tempat pelayanan rawat inap

Dapat dibagi menjadi beberapa cakupan


a. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi
syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical
services).
Karakteristik Comprehensive Medical Services :
 Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan
kedokteran yang dikenal di masyarakat.
 Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun
terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan
berkesinambungan (continu).
 Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak
memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang
disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia
seutuhnya.
 Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi
saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi
fisik, mental dan sosial (secara holistik).
b. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit.Pelayanan
dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga
Sesuai UU No. 10 Tahun 1992, keluarga merupakan unit terkecil di
masyarakat. sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruhmasalah
kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh
keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota
keluarga.Dan menurut Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) Pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan kontak pertama pasien untuk menyelesaikan
semua masalah kesehatan yang dihadapi - tanpa memandang jenis penyakit,
organologi, golongan usia dan jenis kelamin – sedini dan sedapat mungkin, secara
paripurna, dengan pendekatan holistik, berkesinambungan, dan dalam koordinasi
serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan serta
menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika, dan moral.
Empat pilar profesional dokter keluarga:
 Perilaku  sebagai penyelenggara layanan primer yang baik
 Ilmu  ilmu kedokteran layanan primer yang paripurna
 Keterampilan  klinis dokter layanan primer paripurna
Kinerja  memp kinerja yg baik sbg penyelenggara l

Eka, arsita p. Kedokteran keluarga. Rineka cipta. Jakarta; 2010.

Ruang Lingkup BPJS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah


badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial.Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak
Dibagi 2 :
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.
Khususnya untuk membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan
mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan
yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan
oleh Pemerintah;

(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan
program:
a. jaminan kecelakaan kerja;
b. jaminan hari tua;
c. jaminan pensiun; dan
d. jaminan kematian.

RUANG LINGKUP PELAYANAN (Perpres 12 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014)
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan
kesehatan non spesialistik yang mencakup:

a. Administrasi pelayanan;

b. Pelayanan promotif dan preventif;

c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;


d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan

h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan
rawat inap, yang mencakup:

a. Administrasi pelayanan;

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;

c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;

d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

f. Rehabilitasi medis;

g. Pelayanan darah;

h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;

i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan
mobil jenazah;

j. Perawatan inap non intensif; dan

k. Perawatan inap di ruang intensif.

1. Persalinan
21 Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga tanpa melihat anak
hidup/ meninggal.
2. Ambulan
Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu ke fasilitas
kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien

Anda mungkin juga menyukai