Anda di halaman 1dari 8

REFERAT

TATA LAKSANA SHALAT DALAM KEADAAN KHUSUS

Oleh:
DEWI GUNA AGMABARTA
201910303311014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagaimana diketahui bahwa shalat adalah merupakan pokok ajaran agama. Untuk
mewajibkan ibadah shalat, Allah SWT langsung memanggil Rosulullah SAW ke langit
melalui peristiwa Isra Mi’raj. Tentang shalat, dalam Al-Qur’an Allah SWT menyebut 100
kali, sementara penelusuran Kutubut Tis’ah (Kitab Hadist yang 9) kata shalat disebut
11.910 kali. Mengenai esensi ibadah shalat, bukan hanya sekedar pelaksanaan shalatnya
tetapi dilihat dari mulai prosesnya seperti dari mulai berwudhu sampai bagaimana
pengaruh dari pelaksanaannya. Shalat adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
umat Islam yang telah memenuhi syarat (mukallaf). Dan shalat juga sebagai garis
demarkasi antara muslim dan non muslim. Hal ini dapat dilihat dari sabda Nabi saw. yang
artinya :”Perbedaan antara orang kafir (non muslim) dengan orang Islam adalah shalat”.
Adapun makna shalat adalah :”Suatu perbuatan yang diawali dengan takbirotul ihrom
(takbir pertama yang mengharamkan hal-hal yang halal sebelum dilakukan takbir) dan
diakhiri dengan salam yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.Ada juga yang
mengatakan bahwa shalat itu sebagai media olah raga yang bersifat jasmani dan rohani.
Pendapat ini bisa diterima karena semua gerakan shalat itu mengandung unsur kesehatan.
Dan jika seseorang mengalami gangguan penyakit atau kondisinya kurang sehat, maka
tidak dapat melakukan shalat dengan baik dan benar.
1.2. Manfaat
 Memahami materi skill yang akan dikuliahkan
 Menambah pengetahuan dan pemahaman terkait materi sholat dalam keadaan
khusus
 Memenuhi syarat kuliah skill sehingga dapat mengikuti kuliah skill
 Menjadi sarana belajar terkait materi tatalaksana sholat dalam keadaan khusus
1.3. Tujuan
Memenuhi syarat kuliah skill dan mempelajari materi skill terkait dengan
tatalaksana sholat dalam keadaan khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SHOLAT
 Definisi
Sholat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab di hari
Kiamat. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam
Abu Daawud no: 864, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari
Shohabat Abu Hurairoh ‫ عنه هلال رضي‬dimana beliau berkata bahwa Nabi ‫وسلم عليه‬
‫ هلال صلى‬bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan
manusia pada hari kiamat adalah sholatnya. Robb kita ‘Azza wa Jalla berfirman
kepada para malaikat-Nya - sedangkan Dia lebih mengetahui-, “Perhatikan sholat
hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan
dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allooh
berfirman, “Perhatikan lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan sholat sunnah?”
Jikalau terdapat sholat sunnahnya, Allooh berfirman, “Sempurnakanlah
kekurangan yang ada pada sholat wajib hamba-Ku itu dengan sholat sunnahnya.”
Kemudian semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”
 Gerakan Sholat
1. Sholat dengan Berdiri / Duduk / Berbaring

Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap Kiblat


atau kearah Kiblat, sebagaimana Allooh ‫بحانه‬LL‫الى س‬LL‫ وتع‬berfirman dalam QS. Al
Baqoroh (2) ayat 238-239

Artinya: (238) “Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo.


Berdirilah karena Allooh (dalam sholatmu) dengan khusyu`. (239) Jika kamu
dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allooh (sholatlah),
sebagaimana Allooh telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu
ketahui.” Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara lain
sakit, dan sebagainya) maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun berbaring,
sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 1117,
dari Shohabat ‘Imron bin Hushoin ‫ عنه هلال رضي‬,beliau berkata: ً ،

Artinya: “Aku menderita wasir, maka aku bertanya pada Rosuulullooh ‫وسلم عليه‬
‫ هلال صلى‬,kemudian beliau ‫ وسلم عليه هلال صلى‬menjawab, “Sholatlah engkau dengan
berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak mampu
maka berbaringlah.”
2. Menghadap Kiblat
Jika seorang Muslim berada di kawasan atau belahan dunia dimana dia tidak
memungkinkan untuk melihat Ka’bah, maka hendaknya dia mengetahui persis
arah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan sholatnya kearah Kiblat tersebut,
sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 115 berikut ini: ٌ

Artinya: “Dan kepunyaan Allooh-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu
menghadap di situlah wajah Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Luas (rahmat-
Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini ditafsirkan oleh Imaam Mujaahid ‫ هلال رحمه‬,beliau berkata, “Dimanapun
kalian berada, hadapkanlah wajah kalian pada Kiblat Allooh ‫ وتعالى سبحانه‬.Karena
kalian memiliki Kiblat yang kalian berkiblat padanya, yaitu Ka’bah.” (Tafsir
Imaam Ibnu Katsir Jilid I halaman 391) Akan tetapi jika seorang Muslim sedang
berada dihadapan Ka’bah, maka dia wajib menghadapkan tubuh dan wajahnya ke
Ka’bah, sebagaimana Allooh ‫ وتعالى سبحانه‬berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2)
ayat 144 berikut ini:

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka


sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram.
Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orangorang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan
Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar
dari Robb-nya; dan Allooh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.”

Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6251 dan
Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh ‫ه هلال رضي‬LL‫ عن‬,bahwa
Rosuulullooh ‫ وسلم عليه هلال صلى‬bersabda:
Artinya: “Jika kamu berdiri sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian
menghadaplah ke Kiblat, kemudian bertakbirlah.”

 Sholat dalam Keadaan Khusus


a. Dalam Keadaan Sakit
Sebagaimana disebutkan di muka, bahwa para prinsipnya orang sakit
tidak dicabut kewajiban shalatnya. Namun mendapatkan beberapa keringanan.
Sakit Tidak menggugurkan kewajiban shalat. Ini adalah prinsip yang
paling dasar dan sangat penting. Sebab banyak sekali orang yang keliru dalam
memahami bentuk-bentuk keringanan, sehingga terlalu memudah-mudahkan
hingga keluar batas. Tidak mentang-mentang seseorang menderita suatu
penyakit, lantas dia boleh meninggalkan shalat seenaknya. Kalau pun terpaksa
harus meninggalkan shalat, karena alasan sakit yang tidak mungkin bisa
mengerjakan shalat, tetap saja shalat itu menjadi hutang yang harus
dibayarkan di kemudian hari.
Maka keringanan yang dijalankan harus bentukbentuk keringanan yang
ada dalilnya dan tidak boleh keringanan yang seenak selera pribadi. Di
antaranya adalah :
▪ Wudhu atau mandi janabah boleh diganti dengan tayammum
Dalam perkara bersuci untuk mengangkat hadats, apabila tidak
dimungkinkan bagi orang yang sedang sakit untuk menggunakan air,
baik untuk berwudhu' atau mandi janabah, maka para ulama
menetapkan kebolehan bertayammum. Tidak boleh terkena air itu
karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat
kesembuhannya oleh sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi
maupun atas petunjuk dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu.
Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.
▪ Tidak bisa berdiri boleh shalat sambil duduk atau berbaring
Berdiri merupakan rukun di dalam shalat fardhu, dimana
seorang bila meninggalkan salah satu dari rukun shalat, maka hukum
shalatnya itu tidak sah. Namun bila seseorang karena penyakit yang
dideritanya, dia tidak mampu berdiri tegak, maka dia dibolehkan shalat
dengan posisi duduk.
▪ Tidak bisa menghadap kiblat
▪ Gugurnya kewajiban shalat berjamaah
Meskipun jumhur ulama tidak mewajibkan shalat berjamaah,
namun mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa shalat berjamaah di
masjid bersama imam hukumnya fardhu 'ain.
Salah satu dalil yang dipakai untuk mewajibkan shalat
berjamaah adalah bahwa Rasulullah SAW tetap mewajibkan Abdullah
bin Ummi Maktuh yang buta untuk ke masjid shalat berjamaah.

NNamun dalam kasus seorang sedang mengalami sakit,


kewajiban shalat berjamaah di masjid bersama imam menjadi gugur.
Orang sakit boleh shalat sendirian di rumahnya. Lalu kenapa orang
buta tetap wajib shalat berjamaah, bukankah dia termasuk orang cacat?
Jawabnya bahwa orang buta itu memang cacat dan tidak bisa melihat,
namun badannya ttap sehat. Hal ini berbeda dengan orang sakit yang
memang mendapat udzur syar'i untuk tidak berjamaah ke masjid. Ini
adalah bentuk keringanan yang diberikan oleh mazhab Al-Hanabilah
sebagai pendapat yang asalnya mewajibkan shalat berjamaah.
▪ Gugurnya kewajiban Shalat Jumat
Seluruh ulama sepakat bahwa orang sakit termasuk mereka
yang gugur kewajibannya untuk mengerjakan shalat Jumat. Namun
demikian, dia tetap diwajibkan mengerjakan shalat Dzhuhur sendirian.
Dalil bolehnya orang sakit tidak ikut shalat Jumat ada banyak, salah
satunya hadits berikut ini :
BAB III
KESIMPULAN

Sholat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab di hari Kiamat.
Shalat adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam yang telah memenuhi
syarat (mukallaf). Sholat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab di
hari Kiamat. Sakit Tidak menggugurkan kewajiban shalat. Ini adalah prinsip yang paling
dasar dan sangat penting. Sebab banyak sekali orang yang keliru dalam memahami bentuk-
bentuk keringanan, sehingga terlalu memudah-mudahkan hingga keluar batas.
Dalam islam ada beberapa ketentuan keringanan yang telah diatur ketika seseorang
tidak dapat mengerjakan sholat seperti seharusnya :
▪ Wudhu atau mandi janabah boleh diganti dengan tayammum
▪ Tidak bisa berdiri boleh shalat sambil duduk atau berbaring
▪ Tidak bisa menghadap kiblat
▪ Gugurnya kewajiban shalat berjamaah
▪ Gugurnya kewajiban Shalat Jumat

Anda mungkin juga menyukai