Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PERANCANGAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN-2

KELOMPOK 3

Annisa Amalia H. 1106070174


Azfar Fauzi Akbar 1106070396
Daniel Soaloon Sibarani 1206260495
Fira Riza Aulia 1106070363
Ikhwanul Halim 1206219174
M. Syaebani 1106070110
Reynanda Adrian 1106070136

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia terletak pada wilayah yang memiliki dua musim,
yaitu musim hujan dan musim kemarau dalam jangka waktu 6 bulan untuk
masing-masing musim. Dikarenakan oleh panjangnya jangka waktu antara
musim hujan dan kemarau, dibutuhkan manajemen air yang tepat sehingga
pasokan air selalu memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat musim
kemarau dan banjir dapat dikendalikan pada saat musim hujan. Pengelolaan
sumber daya air di masa kini menjadi sedemikian kompleksnya karena turut
pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, semisal faktor sosial dan politik.
Oleh sebab itu, tata kelola air merupakan salah satu subyek penting untuk
ditelaah dalam bidang Teknik Sipil.
Lingkup masalah dalam bidang Teknik Sipil seringkali tidak bisa
ditelaah secara parsial, tetapi harus ditelaah secara menyeluruh atau
terintegrasi. Dalam memecahkan suatu permasalahan, seorang insinyur
harus memahami sifat dari masalah, dan dampak permasalahan tersebut
terhadap masalah lainnya.
Dalam penanganan dampak banjir dan pemenuhan ketersediaan air,
diperlukan pengendalian hidrologi, yang pada dasarnya diperlukan
intervensi terhadap proses alam, salah satunya berupa kebijakan yang
ditujukan untuk pengelolaan hidrologi, dan perlu ditinjau bebrapa aspek
seperti luas daerah yang ditinjau, panjang sungai terpanjang yang melalui
daerah tersebut, skema aliran air pada daerah yang ditinjau, curah hujan, tata
guna lahan, dan beberapa aspek lain yang akan mempengaruhi perhitungan
pengelolaan hidrologi. Dalam kaitannya dengan Teknik Sipil, agar
intervensi yang dilakukan menjadi sebuah intervensi yang bertanggung
jawab, diperlukan dasar-dasar perancangan yang tetap memperhatikan
karakteristik hidrologi di alam, sehingga kebijakan yang diambil, terutama
mengenai desain infrastruktur tetap menyesuaikan dengan alam.

Universitas Indonesia
3

Untuk mengatasi kendala yang terjadi seperti defisit air bersih yang
terjadi ketika musim kemarau ataupun menampung limpasan air yang
berlebih pada saat musim hujan, maka dibutuhkan bendungan. Bendungan
ini harus memenuhi syarat dan pertimbangan tata guna lahan agar struktur
dapat bekerja optimal dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak
menimbulkan permasalahan baru untuk lingkungan sekitarnya dan dapat
diproyeksikan terhadap beberapa tahun kedepannya. Untuk keperluan
analisis maka dipilih DAS Citamiang, Bogor dengan Sungai Citamiang
sebagai sungai utama dengan luas wilayah DAS sebesar 22 km2.
Atas dasar itu maka disusunlah laporan tugas besar Perancangan
Infrastuktur Keairan untuk menganilis pengendalian hidrologi dengan tujuan
akhir mendapatkan rancangan infrastuktur keairan sederhana di wilayah
DAS yang ditinjau.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas, antara lain :
1. Bagaimana karakteristik dan kondisi DAS Citamiang?
2. Bagaimana perkiraan kondisi pada DAS Citamiang bila
direfleksikan pada tahun 2030 menyesuaikan dengan perda?
3. Dimana letak struktur (waduk) yang akan dibangun pada DAS
Citamiang?
4. Bagaimana dimensi waduk yang dibutuhkan pada DAS Citamiang?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penulisan laporan ini, antara lain :
1. Memenuhi tugas besar mata kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan
semester genap 2013/2014, Departemen Teknik Sipil, FTUI.
2. Mengetahui karakteristik dan kondisi DAS Citamiang.
3. Mengetahui kondisi DAS Citamiang bila direfleksikan pada tahun
2030.

Universitas Indonesia
4

4. Mengetahui letak waduk yang akan dibangun di DAS Citamiang


menyesuaikan dengan kebutuhan dan peda yang berlaku dan dimensi
serta bentuk penampangnya.

Universitas Indonesia
5

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi DAS dan Sub DAS


2.1.1 DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh
karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah
yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya
merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara
rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu
yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan
seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah,
2001). Dalam merencanakan jaringan irigasi dan bangunan air, perlu ditinjau data
hidrologi. Data hidrologi yang paling awal dibutuhkan adalah menentukan luas
daerah aliran sungai (DAS), untuk mengetahui banyaknya air (debit air) yang
tersedia. Besarnya DAS sangat menetukan besarnya debit yang dihasilkan oleh
suatu sungai. engertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS adalah suatu
wilayah yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan
terlarut melalui titik yang sama  sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan
demikian DAS atau watershed dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-
sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter
persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung titik pengukuran ditempatkan.
Apabila ada kegiatan di suatu DAS maka kegiatan tersebut dapat
mempengaruhi aliran air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat
mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. Pada musim hujan air sungai
akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan banjir tetapi pada musim
kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan kering. Disamping itu
kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut akibat

Universitas Indonesia
6

meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan


agroteknologi  yang tidak cocok pun dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas
air yang mengalir ke bagian hilir.
Oleh karena itu, dari segi hidrologi, erosi dan sedimentasi, DAS dapat
dianggap sebagai suatu sistem dimana perubahan yang terjadi di suatu bagian
akan mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Berbagai kegiatan dalam
pengelolaan dan pengembangan DAS yang dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas air, yang pada gilirannya  kualitas seluruh lingkungan hidup, antara lain,
penebangan hutan, penambangan, permukiman, lingkungan pabrik, perubahan
penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air, pengembangan
pertanian lahan kering, termasuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, seperti
tebu, karet, kelapa sawit, dan perubahan agroteknologi.

2.1.2 Sub DAS


Sub DAS merupakan bagian yang terdapat di dalam suatu DAS dimana
bagian dari DAS itu menerima air hujan kemudian mengalirkan air hujan tersebut
melalui anak sungai hingga mencapai sungai utama. Suatu DAS pasti terbagi
habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS. Fungsi dari sub DAS yaitu sebagai
penyedia air bagi masing-masing wilayahnya dan juga sebagai bentuk
perencanaan air untuk kebutuhan air di masa depan sesuai tata guna lahan di masa
depan.

2.2 Data Hujan


Data hujan dapat didapat dari hasil pengukuran alat pengukur hujan pada
pos hujan – pos hujan. Membangun pos hujan mempunyai banyak tujuan, antara
lain :
 Mendapatkan sampel data hujan dari suatu jaringan hidrologi,
 Menentukan karakteristik hujan suatu DPS, seperti curah hujan
intensitas, frekuensi, atau periode ulang hujan.

Universitas Indonesia
7

2.2.1 Pengecekan Kualitas Data Hujan


Data yang diperlukan harus tidak mengandung kesalahan dan harus dicek
sebelum digunakan untuk dianalisis hidrologi lebih lanjut, oleh karena itu harus
dilakukan pengecekan kualitas data dengan uji konsistensi. Data hujan yang
disebut konsisten berarti data yang terukur dan dihitung adalah benar dan teliti
sesuai dengan fenomena saat huajan itu terjadi.
Beberapa hal yang menyebabkan data hujan tidak konsisten, antara lain
karena :
 Penggantian jenis alat dan atau spesifikasi alat.
 Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan, misal dari kawasan
persawahan menjadi perkantoran dengan gedung-gedung tinggi sehingga
hujan tidak dapat terukur seperti semula.
 Pemindahan lokasi pos hujan atau perubahan elevasi pos hujan.
 Perubahan alam, misal perubahan iklim.

2.2.2 Pengisian Data Hujan yang Hilang


Seringkali ditemukan data hujan tidak komplit (incomplete record). Data
hujan yang tidak komplit dapat disebabkan oleh faktor manusia atau oleh alat.
Misal kesengajaan pengamat tidak mencatat data ataupun bila mencatat data yang
diukur salah dalam pengukurannya. Beberapa cara untuk memperkirakan data
hujan yang hilang atau tidak tercatat untuk runtut waktu tertentu, diantaranya

 Rata-rata Arimatik
Data periode kosong dapat diperkirakan berbasis data dari pos hujan A,
B, dan C yang lokasinya berdekatan dengan pos X. Bila semua pos hujan
mempunyai karakteristik sama dan curah hujan normal tahunan dari pos A, B, dan
C tidak lebih besar dari 10 % bedanya dari pos X, data hujan dari pos X pada
periode kosong dapat dihitung dengan rumus :
1
Hx= ×(Ha+Hb+Hc )
3
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X
sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.

Universitas Indonesia
8

 Perbandingan Normal
Bila curah hujan normal di pos A, B, dan C tersebut berbeda lebih dari 10
% dari pos hujan X, maka metode aritmatik tidak berlaku. Dan dapat digunakan
metode perbandingan normal yang dapat dirumuskan:
1 Nx Nx Nx
Hx=
3 [( ) ( ) ( ) ]
Na
Ha+
Nb
Hb+
Nc
Hc

Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X


sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C. Na,
Nb, dan Nc menunjukkan nilai curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.

 Kantor Cuaca
Metode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai pos indeks
(index station) yaitu misalnya pos hujan A, B, C, dan D yang berlokasi
disekeliling pos hujan X yang diperlirakan data hujannya (lihat gambar 2). Bila
pos indeks itu lokasinya berada disetiap kuadran dari garis yang menghubungkan
Utara – Selatan dan Timur – Barat melalui titik pusat di pos hujan X.
Persamaannya adalah :
Hi

Hx=
(
∑ Li ) 2

∑ ( Li1 ) 2

Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan di pos X yang akan


diperkirakan dan Hi = besarnya curah hujan di pos A, B, C,dan D.Nilai Li
menunjukan jarak pos hujan A, B, C, dan D terhadap pos hujan x.

2.3 Curah Hujan Rata-Rata


Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi
hanya bersifat setempat. Sejauh mana curah hujan yang diukur dari suatu pos
hujan dapat mewakili karakteristik hujan untuk daerah yang luas, hal itu
bergantung dari beberapa fungsi, antara lain adalah:

Universitas Indonesia
9

- Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung curah
hujannya.
- Luas daerah.
- Topografi.
- Sifat hujan.
Data hujan yang terukur selalu dianggap mewakili kondisi kawasan dari
suatu DPS. Oleh karena itu semakin sedikit jumlah pos hujan dan semakin luas
DPS maka anggapan tersebut akan semakin besar kesalahannya.
Dalam suatu catchment area atau DAS, distribusi curah hujan yang
terjadi seringkali tidak merata hal ini dapat disebabkan faktor berikut ini:
- Latitude
- Posisi dan luas daerah
- Jarak dari pantai atau sumber lembab
- Suhu laut dan air laut ke arah pantai
- Efek geografis
Ketinggian
Oleh karena untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan dan
rancangan pengendalian banjir digunakan curah hujan rata-rata yang jatuh di
wilayah yang bersangkutan. Beberapa metode pendekatan yang dianggap dapat
digunakan untuk menentukan curah hujan rata-rata dari suatu DPS antara lain:
- Rata-rata aritmatik (arithmetic mean method)
- Poligon Thiesen (Thiessen polygon method)
- Isohiet (Isohyeat method)
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa
yang luar biasa (ekstrim). Besaran peristiwa ekstrim tersebut berbanding terbalik
dengan frekuensi kejadiannya. Peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat
langka Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran
peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan
distribusi kemungkinan. Data-data hidrologi yang dianalisa diasumsikan tidak
bergantung (independent), terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau

Universitas Indonesia
10

dilampaui. Sebaliknya, kala ulang (return period) adalah waktu hipotetik dimana
hujan dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui
Namun tidak berarti bahwa kejadian tersebut akan berulang terjadi secara
teratur menurut periode ulangnya. Untuk analisis frekuensi diperlukan seri data
hujan dari stasiun penakar hujan
Analisis ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu
untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan dating. Dengan
asumsi bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan
sifat statistik kejadian di masa lalu . Macam seri data yang digunakan dalam
analisis frekuensi yaitu:

a. Seri Data Maksimum Tahunan (maximum annual series)


Tiap tahun hanya diambil satu besaran maksimum.
b. Seri data parsial
Data seri yang ada diurutkan dari yang terbesar sampai yang
terkecil, kemudian diambil data-data terbesar dari seri data tersebut.

Ada kemungkinan dalam satu tahun terdapat lebih dari satu data yang
diambil (tahun dengan data-data yang besar), atau dalam satu tahun tidak satupun
data yang diambil (tahun dengan data-data yang kecil).
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas
dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan
yang dapat terjadi. Metode yang dipergunakan untuk memperkirakan kejadian
berulang ini yaitu :

2.4 Geometri Penampang Saluran


Saluran Terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan permukaan
bebas.
Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul:
 Saluran alam (natural channel)
contoh : sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga
sungai besar di muara.

Universitas Indonesia
11

 Saluran buatan (artificial channel)


contoh : saluran drainase tepi jalan, saluan irigasi untuk mengairi
persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa air ke
pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum,
saluran banjir.

Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan konsistensi bentuk penampang


dan kemiringan dasar :
 Saluran prismatik (prismatic channel)
Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan
dasarnya tetap. Contoh : saluran drainase, saluran irigasi
 Saluran non prismatik (non prismatic channel)
Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan
dasarnya berubah-ubah. Contoh : sungai

Unsur-unsur Geometri Penampang Melintang Saluran :

Kedalaman aliran (y): jarak vertikal titik terendah dasar saluran hingga
(depth of flow) permukaan air.
 Taraf (stage) : elevasi dari muka air terhadap bidang persamaan.
 Lebar dasar (B) : lebar penampang melintang bagian bawah
(dasar). (bed width)
 Kemiringan dinding (m): angka penyebut pada perbandingan
antara sisi (side slope) vertikal terhadap sisi horizontal.

Universitas Indonesia
12

 Lebar puncak (T): lebar penampang saluran pada permukaan air.


(top width)
 Luas basah (A): luas penampang melintang yang tegak lurus
aliran. (water area)
 Keliling basah (P): panjang garis perpotongan dari permukaan
basah (wetted perimeter) saluran dengan bidang penampang
melintang yang tegak lurus arah aliran.
 Jari-jari hidraulik (R) : perbandingan antara luas basah A dengan
keliling (hydraulic radius) basah P.
 Kedalaman hidraulik (D) : perbandingan antara luas basah A
dengan keliling (hydraulic depth) lebar puncak T.
 Faktor penampang (Z) : perkalian antara luas basah A dengan
akar kuadrat (section factor) dari kedalaman hidraulik D.

Unsur-unsur Geometris Penampang Saluran

Kecepatan aliran v adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran
dalam satuan waktu. Biasanya kecepatan v dinyatakan dalam satuan m/dt.
Kecepatan aliran pada saluran adalah tidak merata. Kecepatan maksimum aliran

Universitas Indonesia
13

terjadi pada kisaran 0.05 hingga 0.25 kedalamannya. Makin mendekati tepi
saluran maupun dasar saluran, kecepatan aliran adalah mengecil. Koefisien
distribusi kecepatan α berkisar antara 1.03 sampai 1.36. Untuk masalah-masalah
dalam praktek, besaran koefisien distribusi kecepatan dianggap sama dengan 1.
Distribusi kecepatan pada penampang saluran tergantung pada beberapa
factor antara lain :
Bentuk penampang.
Kekasaran saluran.
Adanya tekukan-tekukan.
− Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan cara antara lain :
Menggunakan alat pengukur aliran (current meter) mengukur kecepatan
rata-rata pada segmen-segmen penampang dengan membagi-bagi penampang
saluran secara vertikal.
Menggunakan pelampung yang dihanyutkan ke dalam aliran dengan
mencatat laju pelampung pada jarak tertentu.
− Distribusi kecepatan secara umum dinyatakan pada gambar berikut :

2.5 Waduk
Pengertian Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan
untuk berbagai kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat
manusia. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu
dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Fungsi waduk secara prinsip ialah
menampung air saat debit tinggi untuk di gunakan saat debit rendah. Seperti
kontruksi sipil lainnya, persoalan waduk  menyangkut  aspek   perencanaan
operasi, pemeliharaan

Universitas Indonesia
14

Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah


yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air / musim
penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air
waduk terutama berasal dari aliran permukaan dtambah dengan air hujan
langsung. Air danau/waduk dapat digunakan untuk berbagai pemanfaatan antara
lain sumber baku air minum air irigasi, pembangkit listrik, penggelontoran,
perikanan dsb. Ekosistem danau memiliki peran penting dalam menjamin kualitas
dan kuantitas ketersediaan air tawar. Danau juga sangat peka terhadap perubahan
parameter iklim. Variasi suhu dan curah hujan misalnya, dapat langsung
berpengaruh pada penguapan air, tinggi permukaan dari volume air,
keseimbangan air dan produktivitas biologis perairan danau.
Waduk bisa digunakan dengan berbagai cara untuk mengontrol aliran air
melalui saluran ke hilir.
Suplai air ke hilir - Air bisa dilepaskan dari waduk yang lebih tinggi
sehingga bisa disaring menjadi air minum di daerah yang lebih rendah, kadang
bahkan ratusan mil lebih rendah dari waduk tersebut.
c. Irigasi 
Air di waduk untuk irigasi bisa dialirkan ke jaringan
sejumlah kanal untuk fungsi pertanian atau sistem pengairan sekunder.
Irigasi juga bisa didukung oleh waduk yang mempertahankan aliran air yang
memungkinkan air diambil untuk irigasi di bagian yang lebih rendah dari
sungai.
d. Kontrol banjir
Waduk sebagai pengendali banjir mengumpulkan air saat terjadi
curah hujan tinggi, dan perlahan melepaskannya selama beberapa minggu
atau bulan. Beberapa dari waduk seperti ini dibangun melintang tehadap
aliran sungai dengan aliran air dikontrol melalui orrifice plate. Saat aliran
sungai melewati kapasitas orrific plate di belakang waduk, air akan
berkumpul di dalam waduk. Namun saat aliran air berkurang, air di dalam
waduk akan dilepaskan secara perlahan sampai waduk tersebut kembali
kosong. Dalam beberapa kasus waduk hanya berfungsi beberapa kali dalam
satu dekade dan lahan di dalam waduk akan difungsikan sebagai tempat

Universitas Indonesia
15

rekreasi dan berkumpulnya komunitas. Generasi baru dari bendungan


penyeimbang dikembangkan untuk mengatasi konsekuensi perubahan iklim,
yang disebut Flood Detention Reservoir (waduk penahan banjir). Karena
waduk seperti ini bisa menjadi kering dalam waktu yang sangat lama, maka
bagian intinya yang terbuat dari tanay liat terpengaruh dan mengurangi
kekuatan strukturnya. Karena itu kini mulai dikembangkan penggunaan
material daur ulang untuk menggantikan tanah liat.
e. Kanal-kanal 
Pada tempat-tempat yang tidak memungkinkan aliran air alami
dialirkan ke kanal, waduk dibangun untuk menjamin ketersediaan air ke
sungai. Contohnya saat kanal dibangun memanjat melintasi barisan
perbukitan untuk sarana transportasi lock.

Universitas Indonesia
16

BAB 3
METODE PEMECAHAN MASALAH

3.1 Parameter Sub Area


Setiap sub area pada suatu DAS mempunyai beberapa parameter yang
berbeda-beda. Yang termasuk kepada parameter sub area yaitu:
 Reach
Reach diinput berdasarkan reach yang terdapat sub area tersebut

Gambar 3.1 Reach


 Luas sub area
Luas sub area didapat dari perhitungan ArcGIS.
Tabel 3.1 Luas Sub Area
  Sub Area 1 Sub Area 2 Sub Area 3 Sub Area 4 Sub Area 5
Luas 2,53 km2 2,41 km2 4,12 km2 4,29 km2 5,79 km2

 Curve number (CN)


Nilai curve number didapatkan dari tata guna lahan dari setiap sub area
Tabel 3.2 Curve Number
CURVE NUMBER
SUB AREA LAND USE
(CN)

41,25% kebun, 46,86% ruang terbuka


1 74,35
hijau, 8,5% sawah, 3,39% pemukiman

65,72% kebun, 27% ruang terbuka hijau,


2 76,36
5,8% sawah, 1,48% pemukiman

Universitas Indonesia
17

7,12% kebun, 66,79% ruang terbuka


3 hijau, 7,64% sawah, 0,55% pemukiman, 68,16
17,9% hutan

4 7,5% ruang terbuka hijau, 92,5% hutan 56,05

5 100% hutan 55

 Waktu konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi didapatkan dari rumus sebagai berikut:
t c=0 , 0078⋅L 0, 77⋅S−0 , 385
Tabel 3.3 Waktu Konsentrasi
SUB AREA L (PANJANG SUNGAI) (ft) S (SLOPE) TC (jam)
1 11135,17 0,1 0,412
2 14206,04 0,06 0,61
3 19270,01 0,06 0,77
4 12401,58 0,08 0,49
5 17027,56 0,22 0,42

Setiap parameter sub area diinput pada aplikasi WinTR-20 seperti pada
gambar berikut:

Gambar 3.2 Tampilan Input Sub-Area pada WinTR-20

Universitas Indonesia
18

Tabel 3.4 Parameter Sub Area


Weighted
Reach Drainage Time of
Sub Area Curve
Identifier Area Concentration
Number
Sub Area 1 Outlet 2,53 km2 74,35 0,412
Sub Area 2 Outlet 2,41 km2 76,36 0,61
Sub Area 3 Reach 3 4,12 km2 68,16 0,77
Sub Area 4 Reach 2 4,29 km2 56,05 0,49
Sub Area 5 Reach 1 5,79 km2 55 0,42

3.2 Parameter Stream Reach


Setiap sub area digabungkan dengan reach. Yang termasuk parameter
stream reach adalah receiving reach, reach cross section, reach channel length,
dan reach valley length. Dan data parameter stream reach diinput pada WinTR-20.

Tabel 3.5 Parameter Stream Reach


Reach Reach
Reach Receiving Reach Cross
Channel Valley
Identifier Reach Section
Length (m) Length (m)
Reach 1 Reach 2 Xsec1 2910 2910
Reach 2 Reach 3 Xsec2 3080 3080
Reach 3 Outlet Xsec3 2410 2410

Gambar 3.3 Tampilan Input Stream Reach pada WinTR-20

Universitas Indonesia
19

3.3 Stream Cross Section pada Sub DAS


3.3.1 Cross Section 1
Berikut ini merupakan desain untuk penampang reach:

Berikut merupakan data desain saluran pada cross section 1:

Tabel 3.6 Data Cross Section 1


Elevation Discharge End Area Top Width E. G. Slope
1014,5 0 0 5 0,055
1014,8 3,25 1,5 5,01 0,055
1015,1 9,64 3 5,02 0,055
1015,4 17,81 4,5 5,03 0,055
1015,7 27,19 6 5,04 0,055
1016 37,44 7,5 5,05 0,055
1016,3 48,35 9 5,06 0,055
1016,6 59,76 10,5 5,07 0,055
1017 75,59 12,5 5,08 0,055

Universitas Indonesia
20

3.3.2 Cross Section 2

Berikut merupakan data desain saluran pada cross section 2:

Tabel 3.7 Data Cross Section 2


Elevation Discharge End Area Top Width E. G. Slope
804,5 0 0 5 0,055
804,8 3,25 1,5 5,01 0,055
805,1 9,64 3 5,02 0,055
805,4 17,81 4,5 5,03 0,055
805,7 27,19 6 5,04 0,055
806 37,44 7,5 5,05 0,055
806,3 48,35 9 5,06 0,055
806,6 59,76 10,5 5,07 0,055
807 75,59 12,5 5,08 0,055

Universitas Indonesia
21

3.3.3 Cross Section 3


Desain penampang pada cross section tiga adalah sebagai berikut:

Berikut merupakan data desain saluran pada cross section 3:

Tabel 3.8 Data Cross Section 3


Elevation Discharge End Area Top Width E. G. Slope
617 0 0 6 0,06
617,4 6,52 2,4 6,01 0,06
617,8 19,23 4,8 6,02 0,06
618,2 35,36 7,2 6,03 0,06
618,6 53,76 9,6 6,04 0,06
619 73,76 12 6,05 0,06
619,4 94,95 14,4 6,06 0,06
620 128,39 18 6,07 0,06

3.4 Rainfall Distribution


3.5 Storm Analysis
3.6 Global Output
3.7 Verification

Universitas Indonesia
22

3.8 Skema DAS pada WinTR-20

1.2 Plot Grafik Hydrograph

Gambar 3.4 Hydrograph Outlet

Universitas Indonesia
23

Gambar 3.5 Hydrograph Sub Area

Gambar 3.6 Hydrograph Reach Downstream

Universitas Indonesia
24

Gambar 3.7 Hydrograph Reach Upstream

Universitas Indonesia
25

BAB 4

PERENCANAAN PADA TAHUN 2030

4.1 Perencanaan Tata Ruang DAS Tahun 2030


Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi, dengan tujuan
untuk penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota.
Menurut Undang-Undang no.24 tahun 1992 tentang penataan ruang, definisi tata
ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang
direncanakan maupun yang menunjukkan adanya hierarki dan keterkaitan
pemanfaatan ruang.
DAS Citamiang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan
Perda Kabupaten Bogor no. 19 tahun 2008, tujuan penataan ruang adalah
terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup selektif, efektif dan efisien, melalui pemberian Building
Coverege Ratio (BCR) yang rendah pada kawasan yang memiliki nilai konservasi.
[ CITATION Per08 \l 1033 ]
Berdasarkan Perda no.19 tahun 2008, penatagunaan air diarahkan pada
pemanfaatan yang memperhatikan ketersediaan dan kelangsungan air sebagai
sumber penghidupan. Pembangunan waduk pada DAS Citamiang harus
memperhatikan aspek-aspek tata guna lahan yang sudah berada di dalam
peraturan daerah. Perencanaan tata ruang untu DAS Citamiang pada tahun 2030
dapat dilihat dari gambar x.

Universitas Indonesia
26

Gambar 0.8

Gambar 0.9

Setelah mendapatkan sketsa perencanaan tata ruang pada tahun 2030


DAS Citamiang, dapat dicari nilai-nilai runoff coefficient (C) dengan cara melihat
tata guna lahan pada tiap-tiap sub areanya dan penggunaannya. Nilai C dicari
dengan cara mengkumulasi dari perkalian persentase land use tiap sub area
dengan koefisien runoff coefficient yang terdapat pada tabel, sehingga didapatkan
hasil nilai C sebagai berikut:

Universitas Indonesia
27

Tabel 0.9 C terbobot 2030


SUB AREA LAND USE RUNOFF COEFFICIENT (C)

1 85% taman, 15% hutan 0,434

2 35% taman, 65% hutan 0,414

3 3% taman, 97% hutan 0,401

4 100% hutan 0,4

5 100% hutan 0,4

Begitupula dengan nilai Curve Number (CN) DAS Citamiang yang


dihitung dengan cara kumulatif dari perkalian persentase land use tiap sub area
dengan nilai curve number yang terdapat pada tabel, sehingga didapatkan hasil
nilai CN terbobot sebagai berikut:

Tabel 0.10 CN terbobot 2030


SUB LAND USE CURVE NUMBER (CN)
AREA
1 85% taman, 15% hutan 60,85

2 35% taman, 65% hutan 60,35

3 3% taman, 97% hutan 60,03

4 100% hutan 55

5 100% hutan 55

Nilai C dan CN yang didapatkan pada tahun 2030 berubah dari tahun
2015 dikarenakan perbedaan penggunaan lahan sehingga koefisien yang
digunakan berbeda juga. Hal ini juga berpengaruh terhadap perhitungan debit
limpasan pada DAS Citamiang, karena debit dapat dihitung dengan rumus

Universitas Indonesia
28

Q=C . I . A
dimana
Q = debit (m 3 /s )
I = intensitas hujan rencana
A = luas lahan (m 2 ¿

sehingga didapatkan perbandingan debit limpasan pada tahun 2015 dan


tahun 2030 sebagai berikut:

Tabel 0.11 Perbandingan debit 2015 dengan 2030


Q (m¿¿ 3/ s)¿
Tahun
SubArea 1 SubArea2 SubArea3 SubArea4 SubArea5
2015 15.22 14.17 24.62 24.12 30.32
2030 14.05 12.67 21.06 21.93 29.6

Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai Q dan nilai C
berbanding lurus. Jika nilai C semakin besar maka besar debit (Q) juga akan
semakin besar, dan begitu juga sebaliknya, sehingga tata guna lahan sangat
berpengaruh terhadap debit limpasan pada suatu daerah.

4.2 Kebutuhan dan Ketersediaan Air DAS Citamiang Tahun 2030


Dikarenakan penggunaan lahan pada DAS Citamiang pada tahun 2030
sebagian besar merupakan kawasan hutan konservasi dan kawasan taman dan
tidak ada permukiman dan daerah persawahan, maka kebutuhan air pada DAS
Citamiang untuk kebutuhan masyarakan dan irigasi bisa dikatakan tidak ada atau
sama dengan nol.
Dikarenakan tidak adanya kebutuhan air, dan hanya ada ketersediaan air
dari limpasan air hujan, maka akan dilakukan pembangunan struktur air sederhana
berupa waduk yang akan berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA).
Perhitungan ketersediaan air DAS Citamiang pada tiap bulannya dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
Q=C . I . A

Universitas Indonesia
29

Curah hujan andalan tiap bulannya dapat dihitung dari 3 stasiun hujan
terdekat dan dihitung rata-ratanya dengan metode polygon thiessen.

Tabel 0.12 R andalan pada tiap stasiun terdekat


Sta.
Sta. Gunung Sta. Rata-Rata
Randalan Manggis Mas Cisalada (mm)
Januari 275 380 228 294
Februari 349 495 226 357
Maret 406 232 164 267
April 373 307 224 301
Mei 114 198 178 163
Juni 75 130 114 106
Juli 40 33 95 56
Agustus 49 69 82 67
September 29 58 46 44
Oktober 135 117 159 137
November 391 231 296 306
Desember 350 394 360 368

Sehingga dapat dicari besarnya ketersediaan air di DAS Citamiang


pada tahun 2030 untuk tiap bulannya, dengan mengalikan dengan luasan
wilayah DAS Citamiang. Besar ketersediaan air tertingi akan akan
digunakan dalam mendesign waduk, sebagai debit airnya.

Tabel 0.13

  Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
R andalan
(mm/bulan) 294 357 267 301 163 106 56 67 44 137 306 368
R andalan
0.294 0.357 0.267 0.301 0.163 0.106 0.056 0.067 0.044 0.137 0.306 0.368
(m/bulan)
C-Tr 2
0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406 0.406
tahunan
A (km2) 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16 19.16
Ketersediaan
2.28 2.77 2.07 2.34 1.26 0.82 0.43 0.52 0.34 1.06 2.38 2.86
Air (juta

Universitas Indonesia
30

m3/bulan)

Universitas Indonesia
31

4.3 Merancang Waduk

Pada tahun 2030, perencanaan waduk berada pada outlet. Hal ini
dikarenakan kecepatan aliran pada outlet lebih tinggi sehingga dengan
penempatan waduk di outlet akan mengurangi kecepatan alirannya.
Untuk design penampang waduk, tinggi maksimal waduk adalah 10%
dari luasan waduk, yaitu tidak melebihi 1916000 m 2. Setelah melakukan
perhitungan, luasan waduk yang digunakan adalah 0.6 km2 sehingga tinggi waduk
masih memenuhi untuk dijadikan PLTA.

ketersediaan air terbesar


Tinggi waduk=
luaswaduk

2862657 m3
¿
600000 m2

¿ 4.7 m

Gambar 0.10

Universitas Indonesia
32

4.4 Design Pelimpah

Rumus untuk mencari besarnya debit dengan jenis waduk Uncontrolled


Overflow Ogee Crest adalah Q=C 0 L H 02 /3 . [ CITATION USD73 \l 1033 ]

Gambar 0.11 Spillway discharge equation

Gambar 0.12 Grafik untuk mencari nilai Co

Universitas Indonesia
33

Nilai Co didapatkan dari grafik, dengan melihat perbandingan antara

tinggi waduk
. Tinggi jagaan pelimpah yang digunakan pada waduk
tinggi jagaan pelimpah
DAS Citamiang adalah sebesan 3m, sehingga didapatkan nilai Co sebesar 3.925.
Sehingga didapatkan perhitungan debit di tiap elevasi tertentu pada kedalaman
jagaan dan dimasukkan ke dalam parameter Structure Rating program WinTR-20:

Gambar 0.13 Structure Rating WinTR-20

Sehingga didapatkan output sebagai berikut:

Universitas Indonesia
34

Gambar 0.14 Output Flow-Storage pada waduk

Universitas Indonesia
35

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Volume debit aliran pada tahun 2030 lebih sedikit dibanding volume debit aliran tahun 2030
yang memakai waduk. Disebabkan pada tahun 2030 yang memakai waduk terdapat badan air
sehingga nilai c akan semakin besar
- waduk pada das ci tamiang tahun 2030 difungsikan sebagai PLTA (Pembangkit Listrik
Tenaga Air)
- waduk terletak di outlet karena kecepatan aliran didaerah outlet tinggi

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai