Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

ULKUS DIABETIK

A. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein
( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin,
2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai


sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik
untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:

1220), adalah sebagai berikut :

1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes


Mellitus)

2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent


Diabetes Mellitus)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.

4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

B. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:

1. Diabetes Tipe I

a. Faktor genetik.

b. Faktor imunologi.

c. Faktor lingkunngan.

2. Diabetes Tipe II

a. Usia.

b. Obesitas.

c. Riwayat keluarga.

d. Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi


factor endogen dan ekstrogen.

1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.

c. Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut
akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Klasifikasi

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:

· Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan


kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

· Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

· Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

· Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

· Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.

· Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai


D. Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin


karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan
gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan


insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia
yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi.
E. Pathways

Lampiran I
F. Manifestasi

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

G. Komplikasi

Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan


glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma
dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik
oral golongan sulfonilurea.

2. Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang


berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut.
Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik
jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang
tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar
warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal
yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai


kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah
pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan


dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )

6. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

I. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan


Diabetes Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara


lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer
dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan


semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan


menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri


diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)


Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam
hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari


keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam


penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh
dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis
atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%,
lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika
pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun
sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi


weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup
dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata
kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini
diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk
pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan


pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

J. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan


Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan
metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot

Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma

2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen

Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

7. Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum

Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn

8. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna


juall. 2000).

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya


aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada


ekstrimitas.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.


4. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.

L. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran


darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil :

a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.

c. Kulit sekitar luka teraba hangat.

d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

e. Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :

1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :


Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.

Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi


oedema.

3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi


kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,


pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah


sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara

rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk


memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2. Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada


ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :

a. Berkurangnya oedema sekitar luka.

b. Pus dan jaringan berkurang

c. Adanya jaringan granulasi.

d. Bau busuk luka berkurang.

Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.


Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.

2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus


pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotic yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit.

3. Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil :

a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri

c. Elspresi wajah klien rileks.

d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C,
N: 60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.


Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan


mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.

3) Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa


nyeri.

4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.

5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.

6) Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4. Diagnosa no. 4

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar


gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).


Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )

c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

Rencana tindakan :

1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat


membantu menentukan tindakan selanjutnya.

2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah
infeksi kuman.

3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan


menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih
cepat.
Daftar Pustaka

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4),
Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta:
EGC

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT


Gramedia

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3),


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai