Anda di halaman 1dari 31

PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

TERAPI ANTIBIOTIK BROADSPECTRUM PADA CAP


I Made Bagiada, I G N A Jaya Semara Putra
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Abstrak
Pneumonia adalah suatu penyakit di parenkim paru yang ditandai
dengan infiltrasi sel radang beserta komponan lainnya yang terlibat dalam
proses peradangan di daerah alveoli mengakibatkan gangguan proses difusi.
Pneumonia yang terjadi di masyarakat / di luar rumah sakit dikenal sebagai
Pneumonia Komunitas (PK) / Community Acquired Pneumonia (CAP).
Bermacam - macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan
pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit. Manifestasi klinis
dari pneumonia komunitas dibagi menjadi dua yaitu gejala dan tanda
diakibatkan pneumonia komunitas tipikal, dan akibat pneumonia atipikal.
Pneumonia komunitas dapat ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan
infiltrat baru atau progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala respirasi dan
sistemik. Antibiotik merupakan pilihan utama untuk terapi farmakologis
pneumonia komunitas. Dalam penggunaan antibiotik pada kasus infeksi maka
terdapat tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek antibiotik, kuman dan
host. Dalam penggunaan antibiotik pada kasus infeksi maka terdapat tiga
aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek antibiotik, kuman dan host. Terapi
antibiotik pada pneumonia komunitas berdasarkan pola kuman penyebab
yaitu patogen yang paling sering diidentifikasi.
Keyword : Pneumonia Komunitas, Bakteri, Antibiotik

Pendahuluan
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Pneumonia adalah suatu penyakit paru yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus atau mikroorganisme lainnya di parenkim paru. Infiltrasi sel
radang beserta komponen lainnya yang terlibat dalam proses peradangan di
daerah alveoli mengakibatkan gangguan proses difusi. Hal ini mengakibatkan
keadan klinis pasien dengan pneumonia cenderung berat dan berpotensi
1
fatal.
Pneumonia yang terjadi di masyarakat / di luar rumah sakit dikenal sebagai
Pneumonia Komunitas (PK) / Community Acquired Pneumonia (CAP),
sedangkan pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah masuk RS dikenal
2
sebagai Pneumonia Nosokomial / Hospital Acquired Pneumonia (HAP).

Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat. Jumlah
serangan rata-rata 12 kasus dari 1000 orang per tahun. Pada orang dewasa,
rata-rata yang membutuhkan perawatan di rumah sakit usianya berkisar 17-55
tahun, kebanyakan menyerang usia lanjut. Pneumonia menempati urutan ke 6
sebagai penyebab kematian di Amerika Serikat. Dalam penelitian di Seattle,
peneliti menemukan jumlah penderita CAP berusia 65-69 tahun sebanyak 18,2
kasus per 1000 orang per tahun dibandingkan 52,3 kasus per 1000 orang per
tahun yang mengenai usia ≥ 85 tahun. Hasil dari survey rumah sakit nasional di
Amerika Serikat mengindikasikan bahwa dari tahun 1990 hingga 2002 ada 21,4
juta kasus pasien rumah sakit usianya diatas 65 tahun. Tingginya angka
kematian pada pneumonia sudah dikenal sejak lama, Osler W menyebutkan
2
pneumonia sebagai "teman pada usia lanjut".
Epidemiologi pneumonia berubah tiap tahunnya. Hal ini berkaitan
dengan perubahan jumlah populasi dan penyebaran bakteri-bakteri baru yang
menyebabkan pneumonia dan perubahan antibiotik guna memberantas
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
bakteri-bakteri lama, seperti S. pneumonia, H. influenzae, dan Staphylococcus
Aureus. Perubahan populasi termasuk pertumbuhan jumlah dari pasien yang
berusia 65 tahun atau lebih.
Ven Katesen dkk mendapatkan 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat
di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram
negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena
3
kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotic.

Etiologi
Bermacam - macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan
pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pada pasien
dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah
bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama
dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri
patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M.pneumoniae
4,5
merupakan bakteri patogen golongan atipikal. Virus dapat menyebabkan
pneumonia, dan Respiratory Syncytial Virus merupakan etiologi virus yang
sering ditemukan. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan virus influenza
tipe A atau tipe B. Pada pasien dengan kondisi imun yang buruk dapat terjadi
pneumonia akibat infeksi jamur. Pada kasus yang jarang, pneumonia dapat
disebabkan oleh aspirasi objek atau substansi yang mengakibatkan iritasi dari
6
paru-paru
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

Penyebab pneumonia komunitas berdasarkan prevalensi kejadian menurut


North American Study (NAS) dan British Thoracic Society (BTS) dapat dilihat
8
pada tabel 4 seperti berikut

Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia


komunitas di Indonesia, setelah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
pengambilan bahan dan metode yang berbeda – beda di beberapa pusat
pelayanan kesehatan paru, seperti di Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan
Makassar, ditemukan bahwa bakteri golongan gram positif terbanyak yang
menjadi penyebab pneumonia komunitas adalah Streptococcus pneumonia
(14,04%) dan dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella pneumonia (45,18%).
Hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Mesir dimana ditemukan
prevalensi tertinggi penyebab pneumonia komunitas dari golongan gram
positif adalah Streptoccus pneumonia dan Staphylococcus aureus, sementara
dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella pneumoniae. Di Eropa, bakteri
9,10
gram positif Streptoccus pneumonia tetap patogen yang utama.

Patogenesis

Paru – paru memiliki mekanisme pertahanan yang cukup kompleks


dan bertahap. Mekanisme pertahanan paru yang sudah diketahui hingga kini,
11
antara lain:
Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar
Reepitelisasi saluran napas, flora normal, faktor humoral lokal (IgG
dan IgA) ,system transport mukosilier, refleks bersin dan batuk, aliran
lendir.
 Mekanisme pembersihan di bagian pergantian udara pernapasan
Adanya surfaktan, imunitas humoral lokal IgG, makrofag alveolar dan
mediator inflamasi
Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Terdiri dari anatomik, mekanik, humoral, dan seluler. Merupakan
pertahanan utama dari benda asing di orofaring, seperti adanya
penutupan dan reflek batuk.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari mikroorganisme
patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon individu terhadap
patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan 3 faktor
yaitu keadaan individu, utamanya imunitas (humoral dan seluler), jenis
mikroorganisme pathogen yang menyerang pasien, dan lingkungan sekitar
yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga faktor tersebut akan menentukan
klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit,
diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis dari
12,13
pasien.
Mikroorganisme menyerang traktus respiratorius paling banyak adalah melalui
aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering pada saat tidur, terutama
pada lansia, dan pada pasien dengan tingkat kesadaran yang menurun.
Beberapa patogen menyerang melalui inhalasi dalam bentuk droplet, misal
Streptococcus pneumoniae. Pada kasus yang jarang, pneumonia disebabkan
penyebaran infeksi via hematogen, misal tricuspidal endocarditis atau melalui
penyebaran infeksi yang meluas dari infeksi pleura atau infeksi rongga
13
mediastinum.

Gambaran Klinis

Manifestasi klinis dari pneumonia komunitas dibagi menjadi dua yaitu gejala
dan tanda diakibatkan pneumonia komunitas tipikal, dan akibat pneumonia
atipikal. Berikut merupakan ciri – ciri gejala dan tanda klinis pada pneumonia
5,8
tipikal :
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

Gambaran klinis yang muncul dapat berbeda pada pasien lansia


dengan pasien usia remaja atau dewasa. Dapat dalam bentuk lebih halus, atau
muncul lebih sedikit dibandingkan gejala yang muncul di dewasa atau remaja.
Status mental yang berubah, penurunan mendadak kapasitas fungsional, dan
semakin buruknya penyakit yang mendasari dapat hanya menjadi temuan
klinis yang terlihat, sehingga perlu diwaspadai walaupun tidak menunjukkan
14
gejala pneumona komunitas

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah


3
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/mm , kadang – kadang mencapai
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
3
30.000/mm , dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai
peningkatan Laju Endap Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan
kreatinin masih dalam batas normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada
stadium lanjut akibat hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui
8
pemeriksaan analisis gas darah.
Pada suatu penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel
penelitian, dan 4 sampel ditemukan leukopeni. Penelitian yang lain juga
menemukan leukositosis pada 235 sampel penelitian, dan sebanyak 6 sampel
15,16
ditemukan leukopeni . Pada penelitian sebelumnya yang memiliki lebih
banyak data karakteristik pasien pneumonia komunitas, ditemukan
leukositosis sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta cenderung mengalami
17
hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti.

Pemeriksaan Radiologi

Pneumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi


klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada
pleuritis, disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada.
Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak
infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram
udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura dan
kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga dapat digunakan
untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga dapat
menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi akibat
8,10,18
S.aureus.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Hubungan antara patogen penyebab dengan pola gambaran radiologi
10,19
dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5 sebagai berikut :

Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih


pasti, mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di suatu
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat
memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu diberikan.
Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian
obat pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar
specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum
pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga
dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif.
Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan
7,13
sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur
sputum dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab
pneumonia komunitas kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola
transmisi yang sering terjadi, atau adanya resistensi. Kultur darah sebaiknya
dilakukan pada pasien pneumonia komunitas derajat berat, dikarenakan
kemungkinan terjadinya multiinfeksi lebih tinggi dibandingkan infeksi
pneumonia komunitas pada umumnya. Cairan pleura atau cairan pada
serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel apabila terdapat dugaan terjadi
7
infeksi di rongga yang diisi cairan tersebut.

Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan


melihat hasil dari anamnesis, gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik,
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
pemeriksaan radiologi, laboratorium, dan mikrobiologi. Menurut Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksaan Pneumonia Komunitas, diagnosis pneumonia
komunitas dapat ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan infiltrat
11
baru atau progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
1) Batuk – batuk bertambah
2) Perubahan karakteristik dahak / purulen
o
3) Demam >38 C
4) Adanya tanda konsolidasi paru, suara napas bronkial dan
ronki
5) Jumlah leukosit >10.000/ul atau <4000/ul

Skoring Derajat Keparahan Pneumonia pada Pasien CAP


Penatalaksanaan pertama pada pasien CAP setelah didiagnosa adalah
penentuan tempat perawatan berdasarkan derajat keparahan pneumonia
dengan menggunakan skor prediksi antara lain PSI dan CURB-65 dengan
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Baik skor PSI ataupun CURB-65
masih belum dapat ditentukan skor manakah yang lebih baik walaupun telah
banyak penelitian yang membandingkan sensitifitas dan spesifisitasnya.
Seringkali dokter mengirim pasien CAP untuk dirawat inap walaupun
pasien sebenarnya mungkin untuk dirawat jalan atau lebih memilih untuk
dirawat jalan. Selain biaya perawatan di rumah sakit yang mahal, pasien yang
dirawat berisiko tinggi untuk terkena komplikasi akibat perawatan seperti
kejadian tromboembolik, infeksi colitis akibat Clostridium difficile dan infeksi
14,20
traktus urinarius akibat penggunaan kateter. Oleh karena itu dokter perlu
menentukan tempat perawatan yang tepat untuk pasien CAP untuk
menghindari perawatan yang tidak perlu.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Skoring derajat keparahan pneumonia seperti CURB-65 atau skor
prediksi seperti PSI, bermanfaat untuk memprediksi risiko mortalitas pasien
CAP. Skor-skor ini juga digunakan sebagai panduan pemilihan terapi antibiotik
dan mengidentifikasi pasien yang memerlukan perawatan di ICU. Penggunaan
skor/kriteria yang objektif ini dapat menurunkan angka rawat inap pada
pasien CAP dengan risiko mortalitas rendah juga penting dalam
mengidentifikasi pasien CAP risiko mortalitas tinggi yang membutuhkan
perawatan. Namun penggunaan kriteria yang objektif juga harus diimbangi
oleh penilaian subjektif dari dokter, termasuk kemampuan dan keamanan
pasien dalam mengonsumsi obat secara oral dan ketersediaan sarana dan
14
prasarana bagi outpatient tersebut.
Pneumonia Severity Index (PSI)
Skor prediksi PSI mengklasifikasikan pasien ke dalam 5 kelas
mortalitas dan keunggulan skor ini untuk memprediksi angka mortalitas telah
dikonfirmasi melalui berbagai penelitian. Kriteria PSI terdiri dari 20 variabel
yang berbeda oleh karena itu sangat tergantung dari kelengkapan lembar
penilaian, sehingga sulit diterapkan pada situasi pelayanan gawat darurat yang
sibuk. Akan tetapi, skor ini sangat baik untuk mengkaji penderita dengan risiko
mortalitas rendah yang sesuai untuk mendapat penanganan rawat jalan
daripada penderita dengan pneumonia berat yang membutuhkan perawatan
15
rumah sakit. Berdasarkan tingkat mortalitasnya maka pasien dibagi menjadi:
kelas risiko I dan II dirawat jalan(outpatients) , pasien kelas risiko III dirawat
inap singkat atau dalam unit pengawasan, dan pasien kelas risiko IV dan V
16
dirawat inap (inpatients). Berdasarkan pedoman ATS, pasien dengan kelas
7,8
risiko III mungkin untuk dirawat jalan atau dirawat inap singkat.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

Total skor PSI berdasarkan karakteristik pasien pada tabel 6 selanjutnya


digunakan untuk menentukan kelas risiko dan risiko mortalitas pasien CAP
(ditunjukkan pada tabel 7)
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Modifikasi dari skor PSI dibutuhkan dalam memutuskan tempat
perawatan pasien. Pasien dengan kelas risiko I-III dirawat inap apabila saturasi
16
oksigen arteri <90% atau tekanan oksigen arteri (PaO2) <60 mmHg. Selain
karena hipoksemia, kelas risiko rendah kriteria PSI I-III dirawat inap apabila
didapatkan syok, penyakit penyerta, efusi pleura, ketidakmampuan
mempertahankan konsumsi obat secara oral, masalah sosial( tidak ada
keluarga/orang yang dapat menjaga), dan respon yang inadekuat terhadap
17
terapi antibiotik empirik sebelumnya. Alasan medik dan psikososial lain
untuk pasien dirawat inap adalah vomitus, penyalahgunaan obat injeksi,
gangguan jiwa berat, tuna wisma, status fungsional yang buruk dan disfungsi
18-20
kognitif. Namun pasien dengan kelas risiko V dan umur yang sangat tua
16
dan disertai berbagai penyakit kronik dapat dikelola sebagai outpatient.

Skor CURB-65
CURB-65, juga dikenal sebagai Curb kriteria, merupakan aturan
prediksi klinis yang telah divalidasi untuk memprediksi kematian pada
pneumonia komunitas dan infeksi lainnya.CURB-65 didasarkan pada CURB
skor sebelumnya dan direkomendasikan oleh British Thoracic Society (BTS)
untuk penilaian keparahan pneumonia.
Skor CURB-65 (Tabel 6) diperkenal oleh British Thoracic Society (BTS) pada
tahun 2003 yang melibatkan 12.000 penderita pneumonia, terdiri atas 5
kategori yang dihubungkan dengan risiko kematian dalam 30 hari. Skor 0-1
masuk dalam kategori skor kematian rendah dimana skor 0=0,7% dan skor 1=
3,2%. Skor 2=13% masuk kategori risiko kematian sedang dan skor >3 masuk
dalam skor kematian tinggi (3=17%, 4=41,5% dan 5=57%). Kemampuan
prediksi dari skor ini hampir sama dengan PSI yaitu dengan AUC: 0,73-0,83.
Keunggulan CURB-65 terletak pada variabel yang digunakan lebih praktis dan
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
mudah diingat. ATS dalam guideline PK yang terbaru menyadari kompleksitas
7,12
dari skor PSI dan akhirnya merekomendasikan penggunaan CURB-65.

Penurunan kesadaran didefinisikan sebagai skor tes mental atau Abbreviated


Mental Test ≤ 8 atau adanya disorientasi baru terhadap orang, tempat, dan
waktu. Total skor 0-3 menandakan terjadinya gangguan kognitif berat dan 4-6
12
gangguan ringan.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Berikut adalah bagan untuk menjelaskan aplikasi skor prediksi CURB-65 dalam
16
penatalaksanaan pasien CAP :

Manajemen Terapi

Terapi Farmakologis

Antibiotik merupakan pilihan utama untuk terapi farmakologis pneumonia


komunitas. Hal ini dikarenakan data epidemiologis pada penelitian - penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa bakteri merupakan patogen yang sering
ditemukan, dan menjadi penyebab utama pneumonia komunitas. Terapi
antibiotik pada pneumonia komunitas dapat diberikan secara empiris maupun
menyesuaikan berdasarkan patogen penyebabnya. Pada salah satu studi
prospektif, tidak ada perbedaan signifikan antara inisiasi pemberian terapi
12
empirik dengan pemberian terapi sesuai dengan patogen penyebabnya.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Penggunaan antibiotik dalam pengobatan untuk manusia sudah
dimulai sejak tahun 1940. Selama 63 tahun, penggunaan antibiotik semakin
luas. Hal ini mengakibatkan meluasnya potensi resistensi bakteri. Antibiotik
memiliki dua efek utama, secara terapeutik obat ini menyerang organisme
infeksius dan juga mengeliminasi bakteri lain yang bukan penyebab penyakit.
Efek lainnya adalah menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem antara
strain yang peka dan yang resisten, konsekuensinya adalah gangguan ekologi
mikrobial alami. Perubahan ini menyebabkan timbulnya jenis bakteri yang
10,12
berbeda jenisnya atau varian resisten dari bakteri yang sudah ada.
Penggunaan antibiotik dalam jumlah yang banyak dan
penggunaannya yang salah diduga sebagai penyebab utama tingginya jumlah
patogen dan bakteri komensal resisten di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan
peningkatan kebutuhan akan antibiotik-antibiotik baru. Pengurangan jumlah
kejadian penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan cara terbaik
untuk melakukan kontrol terjadinya resistensi bakteri.
Konsep mengontrol penggunaan obat ini sering disebut dengan
pengobatan yang rasional. Atau secara sederhana diartikan sebagai
“meresepkan obat yang tepat, dalam dosis yang adekuat untuk durasi yang
cukup dan sesuai dengan kebutuhan klinis pasien serta dengan harga yang
paling rendah”. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) Global
Strategy, penggunaan antibiotik yang tepat adalah penggunaan antibiotik
yang efektif dari segi biaya dengan peningkatan efek terapeutik klinis,
1,8
meminimalkan toksisitas obat dan meminimalkan terjadinya resistensi.

Prinsip Kerja Antibiotik


PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Dalam penggunaan antibiotik pada kasus infeksi maka terdapat tiga
aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek antibiotik, kuman dan host.
Penggunaan antimikroba secara prinsip berbeda dengan obat pada umumnya
oleh karena target antimikroba adalah sel kuman sedangkan obat lain adalah
sel host. Dalam penggunaannya, antibiotik diharapkan mampu mencapai
lokasi infeksi dengan kadar yang cukup (melebihi kadar hambat
minimal/KHM), masuk/penetrasi ke dalam sel bakteri dan bekerja
mengganggu proses metabolisme bakteri sehingga bakteri tersebut menjadi
tidak aktif atau mati; namun efek toksik pada sel host diharapkan seminimal
mungkin.
Keberhasilan pengobatan antibiotik dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Selain jenis antibiotik dan spektrum antimikroba, aspek farmakologis yaitu
farmakokinetik dan farmakodinamik merupakan faktor yang sangat penting.
Aspek farmakokinetik mencakup absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat. Sedangkan aspek farmakodinamik mencakup sifat
bakteriostatik/bakterisid, time-dependent/concentration dependent dan post-
2,12
antibiotic effect (PAE) antibiotik.

Rekomendasi Terapi Antibiotik

Pneumococcus merupakan patogen yang paling sering diidentifikasi pada


pasien CAP yang ditangani secara rawat jalan (9-20%), sementara M.
Pneumonia adalah organisme yang paling umum (13-37%) diidentifikasi ketika
dilakukan pengujian serologis. Organisme Chlamydia Pneumonia telah
dilaporkan sebagai kausa pada 17% pasien rawat jalan dengan CAP, sedangkan
Legionella Spp. berkontribusi pada 13% pasien. Insiden Infeksi virus bervariasi,
namun dalam satu seri penelitian diidentifikasi sebanyak 36% pasien.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Berdasarkan pola kuman penyebab, maka rekomendasi terapi antibiotik pada
1,2
CAP untuk rawat jalan dapat dirangkum dalam tabel berikut :

Atas dasar tinjauan 15 studi yang dipublikasikan di Amerika Utara, selama


lebih dari 3 dekade pada pasien yang dirawat di rumah sakit, Bartlett dan
Mundy menyimpulkan bahwa S. pneumonia merupakan patogen yang paling
sering diidentifikasi (20-60%), diikuti oleh H. influenza (3-10%), kemudian
Staphylococcus aureus, Gram negatif enterik, Legionella, M. pneumoniae, C.
pneumoniae, dan virus (hingga 10% untuk masing-masing agen penyebab).
Sebagai tambahan, beberapa pasien (3-6%) terinfeksi pneumonia karena
aspirasi. Dalam beberapa penelitian pasien rawat inap dengan CAP, ditemukan
insiden yang tinggi dari infeksi patogen atipikal, terutama M. pneumonia dan
C. pneumonia khususnya pada mereka yang berada di luar ICU, sedangkan
infeksi Legionella ditemukan dalam jumlah yang tidak signifikan. Infeksi paru
yang disebabkan oleh organisme atipikal berkontribusi terhadap 40-60% dari
semua pasien CAP yang dirawat inap, sering sebagai bagian dari infeksi
campuran. Bakteri gram negatif jarang menjadi kausa pada CAP, dan hanya
berkontribusi hingga 10% pasien CAP yang dirawat inap non-ICU. Bakteri gram
negatif paling sering ditemukan pada pasien yang memiliki penyakit komorbid
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
yang mendasari (terutama COPD), sebelumnya pernah mendapat terapi
antibiotik, pada mereka yang berasal dari Nursing Home, serta mereka yang
menderita keganasan hematologis atau gangguan imunitas. Dalam sebuah
penelitian, gram negatif ditemukan pada 9% pasien CAP, dan 11% dari semua
patogen, dimana kehadiran komorbiditas berikut dikaitkan dengan
peningkatan risiko infeksi (odds ratio 4.4) oleh organisme ini : penyakit
jantung, penyakit paru-paru kronis, insufisiensi ginjal, penyakit hati, penyakit
neurologis kronis, diabetes, dan keganasan aktif dalam 1 tahun terakhir.
Walaupun kejadian infeksi P.aeruginosa tidak tinggi pada mayoritas pasien
dengan CAP, organisme ini ditemukan pada 4% dari seluruh pasien.
Berdasarkan pola kuman penyebab, maka rekomendasi terapi antibiotik pada
CAP untuk rawat inap non Intensive Care Unit dapat dirangkum dalam tabel
2,3,14
berikut :

Organisme aerobik gram negatif telah diidentifikasi dengan frekuensi yang


meningkat pada pasien dengan CAP yang membutuhkan Perawatan intensif,
organisme yang paling umum pada pasien yang termasuk ke dalam kategori ini
adalah pneumococcus, Legionella, dan H. influenza , Pada beberapa laporan
diketemukan bahwa S. aureus sebagai pathogen penyebab yang paling umum.
Selain itu, patogen atipikal seperti C. pneumonia dan M. pneumonia juga
menjadi pathogen penyebab dan berkontribusi dalam menyebabkan kondisi
yang berat,dimana dalam satu penelitian, organisme ini lebih sering
menyebabkan CAP berat dibanding Legionella. Secara keseluruhan, 10%
pasien dengan CAP yang memerlukan perawatan di ICU, dengan
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
pneumococcus diidentifikasi pada sepertiga dari semua pasien. Di antara
pasien yang dirawat di ICU, organisme seperti P. aeruginosa teridentifikasi,
terutama pada individu dengan penyakit dasar bronkiektasis. Sedangkan
organisme Enterobacteriaceae telah ditemukan pada 22% pasien. Berdasarkan
pola kuman penyebab, maka rekomendasi terapi antibiotik pada CAP untuk
2,14
rawat inap pada Intensive Care Unit dapat dirangkum dalam tabel berikut :

Monitoring Terapi Antibiotika pada Pasien CAP


Terapi pada pasien CAP dapat dihentikan apabila telah memenuhi
kriteria berikut: pasien setidaknya mendapat terapi selama minimal 5 hari,
bebas demam selama 48-72 jam, dan tidak ditemukan lebih dari 1 tanda yang
14
menunjukkan ketidakstabilitas klinik akibat CAP.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

Switch Terapi pada pasien CAP


Perubahan terapi antibiotik dari intravena ke oral dapat dilakukan apabila
pasien telah stabil secara hemodinamik, adanya perbaikan klinis, mampu
mengkonsumsi obat secara oral dan traktus gastrointestinalnya telah
berfungsi normal. Kriteria pasien stabil secara klinis pada tabel 13 juga dapat
digunakan untuk penentuan perubahan terapi intravena ke oral. Beberapa
studi menunjukkan bahwa perubahan ke terapi oral yang dilakukan lebih awal
dapat memperpendek masa perawatan, dan bahkan menunjukkan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan yang diberikan terapi intravena dalam jangka
waktu lama. Apabila secara klinis pasien telah stabil, tidak ada masalah medis
lainnya dan lingkungan yang mendukung untuk melanjutkan perawatan maka
pasien dapat dipulangkan. Umumnya dilakukan pengamatan satu hari pada
pasien yang telah mendapat terapi oral tetapi hal ini masih dipertanyakan
14
tujuan dan keuntungannya bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A et al. Infectious Diseases Society of


America/American Thoracic Society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis
2007;44 Suppl 2:S27- S72.
2. Watkins RR, Lemonovich TL. Diagnosis and Management of Community-
Acquired Pneumonia in Adults. Am Fam Physician. 2011 Jun 1;83(11):1299-
1306.
3. Lim WS, Baudouin SV, George RC, Hill AT, Jamieson C, Le Jeune I, et al. BTS
guidelines for the management of community acquired pneumonia in
adults: update 2009. Thorax 2009;64:iii1-iii55
doi:10.1136/thx.2009.121434
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
4. Cascini S AN, Incalzi RA, Pinnarelli L, Mayer F, Arcà M, Fusco D, Davoli M.
Pneumonia burden in elderly patients: a classification algorithm using
administrative data. BMC Infectious Disease. 2013;13(559).
5. Cunha, A Burke.Community Acquired Pneumonia(Internet);2014(last
updated 2014 Januari 13, cited 2014 Januari 5).Available from :
www.emedicine.medscape.com/article/234240-overview#aw2aab6b4
6. National Health Service(Internet).United Kingdom : Pneumonia –
Causes;2012 (last reviewed 2012 Juni 15, cited 2013 23 Desember
2013).Available from :
www.nhs.uk/conditions/pneumonia/pages/causes.aspx
7. Shah BA, Ahmed W, Dhobi GN, et al. Validity of Pneumonia Severity

Index and CURB-65 Severity Scoring Systems in Community

Acquired Pneumonia in an Indian Setting. The Indian Journal of

Chest Diseases & Allied Sciences 2010;Vol.52

8. ZS, Priyanti.Bagian Pulmonologi FK UI/RSUP Persahabatan Jakarta :


Konsensus Pneumonia(Internet); c2014 (cited 2014 Januari 5).Available
from : www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/konsensus-
pneumonia/pneumonia.htm
9. Khalil MM, Abdel Dayem AM, Farghaly AAA-H, Shehata HM. Pattern of
community and hospital acquired pneumonia in Egyptian military hospitals.
Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis. 2013;62(1):9-16.
10. Woodhead M. Community-acquired pneumonia in Europe: causative
pathogens and resistance patterns. European Respiratory Journal.
2002;20(36 suppl):20s-7s.
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
11. Centers for Disease Control and Prevention. FastStats :
Pneumonia(Internet).2013(updated 2013 April 5; cited 2014 Januari
10).Available from : www.cdc.gov/nchs/fastats/pneumonia.htm
12. Sato R, Rey GG, Nelson S, Pinsky B. Community-acquired pneumonia
episode costs by age and risk in commercially insured US adults aged≥ 50
years. Applied health economics and health policy. 2013;11(3):251-8.
13. Navdeep K. Brar M, Michael S. Niederman, MD. Management of
community-acquired Pneumonia. Therapeutic Advances in Respiratory
Disease. 2011;5(1):61 - 78.Available from : www.medscape.com
14. F.Simonetti A, Viasus D, Garcia-Vidal C, Carratala J. Management of
community-acquired pneumonia in older adults. Therapeutic Advances in
Infectious Disease. 2014;2(1):3- 16.
15. Tsai-Ling Lauderdale F-YC, Ren-Jy Ben, Hsiao-Chuan Yin, et al. Etiology of
community acquired pneumonia among adult patients requiring
hospitalization in Taiwan. Respiratory Medicine. 2005(99):1079 - 86.
16. Almirall J, Bolibar I, Vidal J, Sauca G, Coll P, Niklasson B, et al. Epidemiology
of community-acquired pneumonia in adults: a population-based study.
European Respiratory Journal. 2011;15(4):757-63.
17. Fine MJ, Stone RA, Singer DE, Coley CM, Marrie TJ, Lave JR, et al. Processes
and outcomes of care for patients with community-acquired pneumonia:
results from the Pneumonia Patient Outcomes Research Team (PORT)
cohort study. Archives of internal medicine. 1999;159(9):970-80
18. Torres, A., Peetermans, W. E., Viegi, G., & Blasi, F. Risk factors for
community-acquired pneumonia in adults in Europe: a literature review.
Thorax. 2013; 68(11) : 1057-1065
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
19. Corrales-Medina, V. F., Musher, D. M., Shachkina, S., & Chirinos, J. A.Acute
pneumonia and the cardiovascular system. The Lancet.2013; 381(9865) :
496-505.
20. Nair, G. B., & Niederman, M. S. Community-acquired pneumonia: an
unfinished battle. Medical Clinics of North America. 2011; 95(6) : 1143-1161.

Anda mungkin juga menyukai