Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nifas


2.1.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6
minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-
kira 6 minggu (Marmi, 2011).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah plasenta lahir sampai 6
minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa
itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi
dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi (Prawirohardjo, 2011).

2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menurut Sulistyawati (2009) Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi
b. Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu
c. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
d. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, secara memungkinkan ibu untuk
mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang
khusus
e. Imunisasi ibu terhadap tetanus
f. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makanan
anak, serta peningkatan perkembangan hubungan yang baik antara ibu dan
anak.

2.1.3 Tahapan Masa Nifas


Tahapan masa nifas menurut Bahiyatun (2009) adalah:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan.
b. Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia.
c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.

2.1.4 Perubahan Fisiologis Masa Nifas


a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Pengerutan rahim (Involusi)
Involusi adalah suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebeum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotik (layu/mati) (Sulistyawati, 2009). Dalam
masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan alat-alat
genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi (Marmi, 2012).
b) Proses involusi uterus
Pada awal kala III persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2
cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus
sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan
kadar estrogen dan progesteron bertanggungjawab untuk pertumbuhan
masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal
tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipetropi,
yaitu pembesaran sel-sel otot yang sudah ada. Pada masa postpartum
penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis.
Menurut Ambarwati involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan,
antara lain:
1) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula
dan 5 kali lebarnya dari sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebihan
tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah
renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah
besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain
perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
bergenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin (kontraksi)
Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas
dari kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membenatu proses homeostatis.
Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1-2 jam pertama postpartum, intensitas kontraksi uterus
dapat berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali
untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau
intramuskuler, segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera
setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan
bayi pada payudara.
c) Bagian bekas luka implantasi plasenta
1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5 cm,
permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
2) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis disamping
pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim
3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2
sebesar 6-8 cm pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis
bersama dengan lokia.
5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan
endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
6) Luka sembuh sempurna sampai 6-8 minggu postpartum.
d) Perubahan-perubahan normal pada uterus selama masa nifas

Involusi Berat Diameter Palpasi


TFU
uteri uterus uterus cervik
Plasenta 1000 gram
Setinggi pusat 12,5 cm Lembut/lunak
lahir
Pertengahan
7 hari 500 gram
antara pusat dan 7,5 cm 2 cm
(minggu 1)
sympisis
14 hari 350 gram
Tidak teraba 5 cm 1 cm
(minggu 2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm Menyempit
Tabel 2.1 Tentang perubahan uterus masa nifas

Menurut (Ambarwati, 2010) segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri


2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi
fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat.
Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat shympisis. Pada hari ke 10
tinggi fundus uteri sudah tidak teraba.
Gambar 2.1 Penurunan tinggi fundus uteri
Sumber:google.com/dokumen.tips/documents/perubahan-
fisiologis- masa-nifas

e) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi.


Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang
mempengaruhi involusi uteri antara lain
(1) Senam nifas
Senam nifas dapat mempercepat involusi uterus dan pemulihan alat-
alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek
dan lemas disertai adanya striae gravidarum yang membuat keindahan
tubuh akan sangat terganggu. Oleh karena itu mereka akan selalu
berusaha untuk memulihkan dan mengencangkan dinding perut yang
sudah tidak indah lagi. Cara untuk mengembalkan bentuk tubuh menjadi
indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan latihan
dan senam nifas.
(2) Mobilisasi Dini
Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi
uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam
uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang
diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.
(3) Status Gizi
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai
dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu
postpartum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri
dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan
pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk
menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu postpartum dengan status gizi
yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak
terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi
uterus.
(4) Menyusui
Pada proses menyusui ada reflek let down dari hisapan bayi
merangsang hypofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang
oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus
berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. ASI adalah cairan
kehidupan terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi, meski demikian
tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan,
sebagai contoh: Takut gemuk, sibuk, payudara kendor. Pada pihak lain
ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya, tetapi mengalami kendala.
Biasanya ASI tidak mau keluar dan produksi ASInya kurang lancar.
Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh 2 hormon yaitu
prolaktin dan oksitosin, prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI,
sedangkan oksitosin mempengaruhi efek pengeluaran ASI. Prolaktin
berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisinya baik maka
produksi yang dihasilkan juga banyak. Namun demikian untuk
pengeluaran ASI diperlukan hormon oksitosin yang kerjanya dipengaruhi
oleh proses hisapan bayi, semakin sering puting susu dihisap bayi,
maka semakin banyak pula pengeluaran ASI.
(5) Parietas
Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering
terenggang memerlukan waktu yang lama.
(6) Lamanya persalinan
Persalinan yang lama, akan memberikan dampak pada kelelahan
pada ibu, yang akhirnya akan mengakibatkan otot-otot kehilangan
energi.
(7) Usia
Umumnya usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu
kondisi vitalitas prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-
alatkandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-
sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia tersebut.

2) Lokhea
Menurut Sulistyawati (2009), lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan
warna dan waktu keluarnya :
1) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama samapai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
3) Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
loikosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai
hari ke-14.
4) Lokhea Alba/putih
Lohea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan selaput jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung
selama 2-6 minggu post partum.
5) Lokhea Purulenta, Terjadi bila infeksi, akan keluar cairan berbau busuk.
6) Lokhea statis, Pengeluaran lokhea yang tidak lancar.

3. Perubahan Serviks
Servik mengalami perubahan involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada servik post partum adalah bentuk servik yang
akan mengangga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus uteri dan servik trbentuk semacam
cincin. Warna servik sendiri merah kehitama-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Konsistensi lunka, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil
karena robekan kecil yang terjadi selama berlidatasi. Muara servik yang
berlidatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan
dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk dalam rongga rahim.
Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6 postpartum,
servik sudah dapat menutup kembali.

4. Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendor.
Setelah tiga minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan tidak hamil dan
ruage dalam vagina mulai kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendor karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan perineum
pasca melahirkan erjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Pada hari ke-5 perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari pada keadaan sebelum
melahirkan.
5. Sistem Pencernaan
Ibu nifas sering mangalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan pencernaan mendapat tekanan
yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan
pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemoroid, robekan jalan
lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan
yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak
berhasil dalam waktu 3-4 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserin atau diberikan obat laksan yang lain. (Ambarwati dan Wulandari, 2010)

6. Sistem Perkemihan
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah besar akan dikeluarkan dalam waktu 12-36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan
menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan. Hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan keadaan ini disebut
dengan deuresis pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5
selama pasca partum (Nugroho dkk,2014).

7. Sistem Moskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur mengecil dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi,
karena ligamentum rotondum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna
tejadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat
elastis kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada
saat hamil, dinding perut masik lunak dan kendor untuk sementara waktu
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).

8. Sistem Endoktrin
Menurut Saleha (2009), terdapat perubahan sistem endoktrin, hormon-
hormon yang berperan dlaam proses ini antara lain :
1) Hormon oksitosin
Disekresi dari kelenjar otak bagian belakang, selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, hal ini dapat
membantu uterus kembali ke bentuk normal.
2) Hormon prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI.
3) Hormon estrogen dan progesteron
Volumen darah normal selama kehamilan akan menngkat. Hormon
estrogen yang tinggi membesar hormon anti diuretic yang dapat
meningkatkna volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah.

9. Perubahan Tanda-Tanda Vital


Menurut Marmi (2012), pada masa nifas tanda-tanda vitang yang harus
diakji
antara lain :
1) Suhu badan
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0C. Setelah
melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4
postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, kemungkinan
infeksi, ataupun lainnya. Apabila kenaikan suhu diatas 380C, waspadai
terdapat infeksi post partum.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Setelah
melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat.
Denyut nadi yang lebih 100x/menit harus diwaspadai tedapat infeksi atau
perdarahan post partum.

3) Takanan darah
Tekanan darah adlaah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh tubuh. Tekanan darah
normal pada manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik
60- 80 mmHg. Setelah melahirkan pada kasus normal, tekanan darah
biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah setelah melahirkan
dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada
post partum merupakan tanda tanda terjadinya pre-eklamsi post partum.
4) Pernapasan
Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa adlah 16-24 kali
per menit. Pada ibu post partum menjadi lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.
Bila pernapasan pada mas post artum menjadi lebih cepat, waspadai
adanya tanda-tanda syok.

10. Sistem Kardiovaskuler


Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran dengan sectio caesarea kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokosentrasi. Pada persalinan
pervaginam hemokonsentrasi akan naik dan pada sectio caesarea
hemokonsetrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba, volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung.
Umumnya keadaan ini terjadi pada hari ketiga sampai ke lima hari post
partum (Ambarwati dan Wulandari, 2010)

11. Sistem Hematologi


Pada hari pertama post partum , kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis meningkat dimana jumlah sel darah putih
dapat mencapai 15.000/mm3 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa post partum. Jumlah sel darah putih
tersebut masih bisa naik sampai 25.000/mm3 atau 30.000/mm3 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
hemoglobin, hematokrit dan eritosit akan sangat bervariasi pada awal masa
post partum sebagai akibat volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah berubah-ubah. Kira- kira selama kelahiran dan masa nifas
terjadi kehilangan darah sekitar 200-250 ml. Penurunan volume dan
peningkatan sel darah pada kehamilan disosiasikan dengan peningkatan
hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan kembali
normal 4-5 minggu post partum (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

2.1.3 Kelainan-Kelainan Dalam Masa Nifas


a. Kelainan Pada Rahim.
1) Sub Involusi Uteri
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat
rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram 6 minggu
kemudian. Pada beberapa keadaan terjadinya proses involusi rahim tiap
berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan terlambat.
Keadaan demikian disebut subinvolusi uteri.
Penyebab terjadinya subinvolusi uteri adalah terjadinya infeksi pada
endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah
atau mioma uteri. Pada palpasi uterus teraba masih besar, fundus masih
tinggi, lokhea banyak, dapat berbau dan terjadi perdarahan.
2) Perdarahan Masa Nifas
a) Pengertian
Perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
b) Pembagian
1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorhage) yang
terjadi pada 24 jam pertama.
2) Perdarah postpartum sekunder (late postpartum hemorhage) yang
terjadi setelah 24 jam.
c) Etiologi
Penyebab perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan inversio uteri. Sedangkan
penyebab perdarahan postpartum sekunder adalah subinvolusi, retensio
plasenta, sisa plasenta, infeksi nifas.
d) Pencegahan
Pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan dengan
mengenali resiko perdarahan post partum (uterus distensi, partus lama,
partus dengan pacuan), memberikan injeksi oksitosin setelah bayi lahir,
memastikan kontraksi uterus setelah bayi lahir, memastikan plasenta lahir
lengkap, menangani robekan jalan lahir.
b. Perdarahan Masa Nifas
1) Flegmasia Alba Dolens
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis.
Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embolus yang disebabkan
karena adanya perubahan atau kerusaka pada intim pembuluh darah,
perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh
infeksi atau venaseksi.
Faktor predisposisinya adala usia lanjut, multi paritas, obstetri operatif,
adanya varices dan infeksi nifas. Gejala klinisnya meliputi suhu badan naik,
nyeri kaki dan betis pada saat berjalan atau ditekan (tanda homan) dan
bengkak (tumor) kalau ditekan menjad cekung.
2) Nekrosis Hipofisis Lobus Anterior Post Partum
Sindroma sheehan atau nekrosis lobus depan dari hiposfisis karena
persalinan karena syok akibat perdarahan hebat pada hipofisis terjadilah
nekrosis pada pars anterior. Mungkin pula nekrosis ini terjadi karena
pembekuan intravaskuler menyebabkan trombosis pada sinusoid hipofisis.
Gejala timbul agalaksia, amenore, dan insufisiensi hormon pars anterior
hipofisis.

2.2 Konsep Dasar Senam Nifas


2.2.1 Pengertian Senam Nifas
Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin setelah
melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan dan
persalinan dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula (Sukaryati dan
Maryunani, 2011).
Menurut Widianti dan Proverawati (2010), senam nifas adalah latihan
jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu setelah melahirkan, dimana fungsinya adalah
untuk mengembalikan kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada
otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar
panggul dan perut.
2.2.2 Tujuan Senam Nifas
Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015), tujuan dilakukannya senam nifas
pada ibu setelah melahirkan adalah :
1) Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu
2) Mempercepat proses involusi dan pemulihan fungsi alat kandungan
3) Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul, perut dan
perienum terutama otot yang berkaitan selama kehamilan dan persalinan.
4) Memperlancar pengeluaran lochea
5) Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan
6) Merelaksasi otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan
7) Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya emboli,
trombosit, dan lain-lain.

2.2.3 Manfaat Senam Nifas


Manfaat senam nifas secara umum menurut Sukaryati dan Maryunani
(2011), adalah sebagai berikut :
1) Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami
trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk
normal.
2) Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar diakibatkan
kehamilan dan persalinan, serta mencegah pelemahan dan peregangan lebih
lanjut.
3) Menghasilkan manfaat psikologis yaitu menambah kemampuan menghadapi
stres dan bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.

2.2.4 Indikasi Senam Nifas


Ibu yang mengalami komplikasi selama persalinan tidak diperbolehkan
untuk melakukan senam nifas dan ibu yang keadaan umumnya tidak baik
misalnya hipertensi, pasca kejang, dan demam (Wulandari dan Handayani, 2011).
Demikian juga ibu yang menderita anemia dan ibu yang mempunyai riwayat
penyakit jantung dan paru-paru seharusnya tdak melakukan senam nifas (Widianti
dan Proverawati, 2010).

2.2.5 Kerugian tidak melakukan Senam Nifas.


Menurut Sukaryati dan Maryunani (2011), anatara lain :
1) Infeksi karena involusi uteri yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat
dikeluarkan.
2) Perdarahan yang abnormal, kontraksi uterus baik sehingga resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan.
3) Trombosit vena (sumbatan vena oleh bekuan darah)
4) Timbul varises
2.2.6 Pelaksanaan Senam Nifas
Sebelum melakukan senam nifas, sebaiknya bidan mengajarkan kepada
ibu untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu. Pemanasan dapat dilakukan
dengan melakukan latihan pernapasan dengan cara menggerak-gerakkan kaki
dan tangan secara santai. Hal ini bertujuan untuk menghindari kejang otot selama
melakukan gerakan senam nifas. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu
24 jam setelah melahirkan, kemudian dilakukan secara teratur setiap hari (Widianti
dan Proverawati, 2010).
Ada berbagai versi gerakan senam nifas, meskipun demikian tujuan dan
manfaatnya sama, berikut ini merupakan metode senam yang dapat dilakukan
mulai hari pertama sampai dengan hari keenam setelah melahirkan menurut
Sukaryati dan Maryunani (2011) yaitu:
1. Hari pertama
Berbaring dengan lutut ditekuk. Tempatkan tangan di atas perut di
bawah area iga-iga. Napas dalam dan lambat melalui hidung tahan hingga
hitungan ke-5 atau ke-8 dan kemudian keluarkan melalui mulut,
kencangkan dinding abdomen untuk membantu mengosongkan paru-paru.
Lakukan dalam waktu 5-10 kali hitungan.

Gambar 2.2 Senam Nifas Hari Pertama

2. Hari kedua
Berbaring terlentang, lengan dikeataskan diatas kepala, telapak
terbuka keatas. Kendurkan lengan kiri sedikit dan renggangkan lengan
kanan. Pada waktu yang bersamaan rilekskan kaki kiri dan renggangkan
kaki kanan sehingga ada regangan penuh pada seluruh bagian kanan
tubuh. Lakukan 5-10 kali gerakan.

Gambar 2.3 Senam Nifas Hari Kedua


3. Hari ketiga
Sikap tubuh terlentang tapi kedua kaki agak dibengkokan sehingga
kedua telapak kaki menyentuh lantai. Lalu angkat pantat ibu dan tahan
hingga hitungan ke-3 atau ke-5 lalu turunkan pantat ke posisi semula dan
ulangi gerakan hingga 5-10 kali.

Gambar 2.4 Senam Nifas Hari Ketiga

4. Hari keempat
Sikap tubuh bagian atas terlentang dan kaki ditekuk ±45º kemudian
salah satu tangan memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu ±45º dan
tahan hingga hitungan ke-3 atau ke-5. Lakukan gerakan tersebut 5-10 kali.

Gambar 2.5 Senam Nifas Hari Keempat

5. Hari kelima
Sikap tubuh masih terlentang kemudian salah satu kaki ditekuk ±45º
kemudian angkat tubuh dan tangan yang berseberangan dengan kaki yang
ditekuk usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara
bergantian dengan kaki dan tangan yang lain. Lakukan hingga 5-10 kali.

Gambar 2.6 Senam Nifas Hari Kelima


6. Hari keenam
Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki sehingga paha membentuk
sudut ±90º lakukan secara bergantian dengan kaki yang lain. Lakukan 5-10
kali.

Gambar 2.7 Senam Nifas Hari Keenam


2.2.7 Persiapan senam nifas
Sebelum melakukan senam nifas ada hal-hal yang perlu dipersiapkan yaitu
sebagai berikut:
1) Memakai baju yang nyaman untuk berolahraga
2) Persiapkan minum, sebaiknya air putih
3) Bisa dilakukan di matras atau tempat tidur
4) Ibu yang melakukan senam nifas di rumah sebaiknya mengecek denyut
nadinya dengan memegang pergelangan tangan dan merasakan adanya
denyut nadi kemudian hitung selama satu menit penuh. Frekuensi nadi yang
normal adalah 60-90 kali per menit.
5) Boleh diiringi dengan musik yang menyenangkan
6) Petunjuk untuk bidan atau tenaga kesehatan yang mendampingi ibu untuk
melakukan senam nifas: perhatikan keadaan umum ibu dan keluhan-
keluhan yang dirasakan, pastikan tidak ada kontra indikasi dan periksa
tanda vital secara lengkap untuk memastikan pulihnya kondisi ibu yaitu
tekanan darah, suhu pernafasan, dan nadi. Perhatikan pula kondisi ibu
selama senam. Tidak perlu memaksakan ibu jika tampak berat dan
kelelahan. Anjurkan untuk minum air putih jika diperlukan.
2.3 Kerangka Berfikir dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Berfikir

Proses Involusi Uteri


Ibu post partum
hari ke 1- 5

Perubahan fisiologis padaibu


Faktor yang mempengaruhi postpartum : perubahan uterus,
proses
perubahan serviks, perubahan involusi uterus:
vulva,vagina dan perineum, sistem pencernaan,perkemihan, Moskuloskeletal, Endoktrin, perubahan tan

- Mobilisasi dini

- Status gizi

- Menyusui
Penatalaksanaan senam nifas pada ibu post partum hari ke 1-5
- Senam Nifas

- Parietas

- Lamanya persalinan

- Usia Pengukuran TFU


(Tinggi Fundus
Uteri) dengan
menggunakan
metlin

Cepat jika Lambat jika


penurunan TFU penurunan TFU
≥ 1 cm per hari ≤ 1 cm per hari

Keterangan:

: tidak diteliti

: diteliti

22
2.3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hα = Ada pengaruh senam nifas terhadap tinggi fundus uteri pada ibu post partum hari
ke1-5

23
24

Anda mungkin juga menyukai