Disusun oleh :
PEMBIMBING:
dr. Aliandri, Sp. THT-KL (K)
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah berjudul ”Otitis Media Akut”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dalam
proses penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih kepada dr. Aliandri, Sp. THT-KL (K) selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses
penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penulisan makalah di kemudian hari. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan
bagi penulisan ilmiah di masa mendatang.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Penguji
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................5
1.1 Latar Belakang............................................................................................5
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................6
2.1 Anatomi Telinga.........................................................................................6
2.2 Anatomi Telinga Tengah............................................................................6
2.2.1 Membran Timpani.......................................................................6
2.2.2 Kavum Timpani...........................................................................7
2.2.3 Tuba Eustachius...........................................................................8
2.2.4 Prosessus Mastoideus..................................................................9
2.3 Otitis Media Akut.......................................................................................10
2.3.1 Definisi........................................................................................10
2.3.2 Etiologi........................................................................................10
2.3.3 Patofisiologi.................................................................................11
2.3.4 Gejala Klinis................................................................................13
2.3.5 Terapi...........................................................................................14
2.3.6 Komplikasi...................................................................................15
BAB III KESIMPULAN..................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung
kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah ruang di
dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan
dengan nasofaring melalui tuba Eustachius. Perjalanan OMA terdiri atas beberapa aspek yaitu
terjadi secara mendadak, di lanjutkan efusi telinga tengah yang dapat berkembang menjadi pus
oleh karena adanya infeksi mikroorganisme, dan akhirnya muncul tanda inflamasi akut, antara lain
otalgia, iritabilitas, dan demam (WHO, 2008). Otitis Media Akut (OMA) adalah salah satu
komplikasi Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang paling sering pada anak. Tetapi baru-
baru ini, pengaruh virus pernapasan juga ditekankan sebagai agen penyebab OMA. Telah
diketahui bahwa anakanak dengan infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV) sering berkomplikasi
menjadi OMA (Dubé et al., 2011).
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan terjadinya
OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak- anak dibandingkan kalangan usia
lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga
tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan
drainase yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat
kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan
usia dewasa (Donaldson, 2010).
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi, dan pemeriksaan
fisik, dll tentang otitis media akut, serta untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior (KKS)
di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
promontorium yang merupakan dasar koklea, oval window yang merupakan basis fiksasi untuk
footplate dari stapes, dan round window yang diselubungi oleh membran timpani sekunder.
Kanalis nervus fasialis terletak di bagian atas oval windowdan tulang penutupnya terkadang secara
kongenital dapat mengalami dehisensi sehingga nervus fasialis menjadi lebih terpapar dan rentan
terhadap infeksi.
f. Batas lateral kavum timpani dibentuk oleh membran timpani dan bagian tulang liang telinga.
Membran timpani merupakan suatu membran tipis yang berbentuk oval seperti kerucut pada ujung
liang telinga. Membran timpani ini terdiri dari stratified squamous epithelium pada permukaan
lateral dan epitel respiratorik pada permukaan medial, dan 2 lapisan fibrosa yaitu radial dan
longitudinal di antara kedua lapisan epitel tersebut. Dalam kavum timpani terdapat tulang-tulang
pendengaran yang berhubungan satu sama lainnya, yang terdiri dari: maleus, inkus, dan stapes
yang menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale (Dhingra, 2007; Mills, Khariwala
dan Weber, 2006; Liston dan Duvall, 1997).
8
Gambar 2.3 Tuba Eustachius
Lapisan mukosa pada tuba Eustachius merupakan lanjutan dari mukosa nasofaring dan
telinga tengah, dan khas seperti epitel saluran nafas. Perubahan struktur mukosa ini jelas, dimana
glandula mukosa lebih dominan pada muara di nasofaring dan berubah menjadi campuran sel– sel
goblet, kolumnar dan sel-sel bersilia dekat kavum timpani (Rosenfeld et al, 2016).
Otot-otot yang berhubungan dengan tuba eustakius ada 4 jenis yaitu:
1. Musculus Tensor Veli Palatini, disebut juga dilator tuba. Otot ini melekat pada dinding
tulang skapoid dan sepanjang tepi atas tuba eustakius bagian tulang rawan. Otot ini
dipersarafi oleh Nervus Mandibularis
2. Musculus Levator Veli Palatini, melekat pada permukaan bawah tulang rawan tuba.
3. Musculus Salfingofaringeus, merupakan otot yang tipis, melekat pada bagian inferior
tulang rawan tuba dekat muara tuba eustakius di nasofaring. Otot ini berjalan turun dan
kemudian bergabung dengan M. Palatofaringeus.
4. Musculus Tensor Timpani (Rosenfeld et al, 2016; Dhingra, 2011).
9
superior inferior lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus (Helmi, 2005).
10
2.3 OTITIS MEDIA AKUT
2.3.1 Definisi
Otitis media akut adalah infeksi pada telinga tengah yang onsetnya bersifat akut, terdapat
tanda efusi pada telinga tengah dan inflamasi telinga tengah. Otitis media adalah istilah umum
untuk inflamasi pada telinga bagian tengah, dan otitis media diklasifikasikan secara klinis menjadi
otitis media akut dan otitis media dengan efusi, otitis media dengan efusi kronis, otitis media
mukoid, dan otitis media supuratif kronis. Otitis media dapat terjadi akibat terganggunya tuba
eusthacius, dimana paling sering disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan atas dan
diperparah oleh infeksi sekunder oleh bakteri (Shaikh dan Hoberman, 2010; Cunningham dkk.,
2012).
2.3.2 Etiologi
Etiologi otitis media dipengaruhi oleh faktor agen, penjamu, dan lingkungan.
Faktor agen terdiri dari patogen bakterial dan viral. Faktor penjamu termasuk genetik,
usia, defisiensi sistem imun, dan abnormalitas anatomis termasuk disfungsi tuba
eustachius. Sedangkan faktor lingkungan di antaranya adalah paparan asap rokok dan
riwayat mendapatkan ASI eksklusif (Baraibar, 1997; Thomas et al., 2014; Waseem,
Aslam and Wilson, 2015).
1. Faktor Agen
Otitis media dapat disebabkan oleh patogen bakteri maupun virus. Otitis media
efusi dahulu dianggap steril dan tidak disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus.
Namun penelitian terbaru menemukan hubungan antara infeksi bakteri dengan otitis media
efusi, dengan bakteri tersering yang sama dengan otitis media akut.
Patogen Bakterial
Lebih dari 95% kasus otitis media akut bakterial disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Bakteri gram negatif
lebih banyak ditemukan pada neonatus usia <6 minggu. Sedangkan, pada otitis media
supuratif kronis, bakteri yang umum ditemui adalah Pseudomonas aeruginosa,
Streptococcus aureus, Corynebacterium sp., dan Klebsiella pneumoniae.
Patogen Viral
Infeksi virus pernapasan, seperti virus influenza, rhinovirus, dan adenovirus,
berhubungan dengan terjadinya otitis media pada pasien anak. Infeksi virus akan
menyebabkan terjadinya disfungsi tuba eustachius dan gangguan pada respon imun inang.
2. Faktor Penjamu
11
Faktor pada inang yang berperan terhadap terjadinya otitis media adalah faktor
genetik, usia, defisiensi sistem imun, abnormalitas anatomis, dan disfungsi tuba eustachius.
Faktor Genetik
Faktor genetik diduga berperan terhadap terjadinya otitis media, walau belum
ditemukan gen spesifik yang berperan.
Faktor Usia
Otitis media biasa terjadi pada anak-anak usia hingga 2 tahun dengan puncaknya
terjadi pada usia 6‒12 bulan, dan berkurang sebanyak 2% saat mencapai usia 8 tahun. Hal
ini disebabkan karena sistem imun yang masih imatur pada anak-anak sehingga sangat
rentan terhadap infeksi. Selain itu, perbedaan anatomi tuba eustachius membuat anak-anak
lebih rentan terkena otitis media dibandingkan dengan orang dewasa. Tuba eustachius anak
memiliki bentuk lebih pendek, lebar dan bersudut lebih datar, sehingga meningkatkan
resiko terjadinya disfungsi tuba dan infeksi.
Faktor Defisiensi Sistem Imun
Defisiensi sistem imun seperti akibat infeksi HIV, diabetes melitus, atau pada
sistem imun yang imatur pada neonatus, akan menyebabkan peningkatan progresivitas
penyakit.
Faktor Abnormalitas Anatomis
Anomali anatomi seperti sumbing, Down Syndrome, dan Treacher Collins
syndrome berhubungan dengan tingginya prevalensi otitis media.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan otitis media di antaranya adalah
riwayat menyusui dan paparan asap rokok. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama
3‒6 bulan memiliki tingkat insidensi otitis media yang lebih rendah. Sebaliknya, orang
yang terpapar terhadap asap rokok memiliki risiko otitis media yang lebih tinggi. Selain
itu, balita yang dititipkan di tempat penitipan anak juga memiliki risiko otitis media yang
lebih tinggi karena kontak langsung dengan anak-anak lain (Baraibar, 1997; Thomas et
al., 2014; Waseem, Aslam and Wilson, 2015).
2.3.3 Patogenesis
12
Penyebab dari OMA adalah multifaktoral. Umumnya, dua gejala yang paling jelas
didokumentasikan dalam patogenesis OMA adalah infeksi bakteri pada rongga telinga tengah dan
disfungsi tuba Eustachius. Selain itu, dari bukti-bukti yang berkembang menyebutkan peran dari
infeksi saluran nafas atas yang disebabkan virus merupakan penyebab dari kejadian otitis media.
Dalam kebanyakan kasus, ketiga faktor-faktor ini yang biasanya diawali oleh infeksi saluran
nafas atas yang disebabkan oleh virus menyebabkan tidak berfungsinya tuba Eustachius dan
bertambahnya perlengketan dari bakteri di saluran nafas atas, dengan demikian menyebabkan
perubahan regulasi tekanan telinga tengah dan penurunan tekanan telinga tengah. Telinga tengah
yang rendah tekanan yang ditambah dengan penambahan jumlah mikroorganisme di daerah
pembukaan tuba Eustachius memungkinkan bakteri dan/atau virus memasuki rongga timpani dan
menyebabkan supurasi serta berbagai gejala (Ilechukwu et al, 2014; Lee, 2012).
Bakteri penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus dan Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
bakteri Hemofilus influenza, Escherichia coli, Streptokokus hemolitikus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aeruginosa. Pada anak berusia dibawah 5 tahun, penyebab OMA tersering
merupakan Hemofilus influenza (Djaafar, Helmidan Restuti, 2007).
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium: (1)
stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi
dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Stadium dengan gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah yang disebabkan
oleh absorpsi udara. Terkadang membran timpani tampak normal atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, namun tidak dapat dideteksi. Pada
stadium ini sulit dibedakan antara otitis media serosa yang diakibatkan oleh virus
ataupun oleh alergi (Djaafar, Helmi, Restuti, 2007).
2. Stadium Hiperemis Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar
di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem.
Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sulit
dilihat (Kalu et al, 2011).
3. Stadium Supurasi Stadium ini memperlihatkan terjadinya edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol ke arah liang telinga luar. Keadaan pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Bila tekanan nanah
13
di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis
mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, dimana di daerah ini akan
terjadi ruptur. Dengan melakukan miringitomi (insisi membran timpani), maka
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali (Djaafar, Helmi dan
Restuti, 2007).
4. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian
antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi lebih tenang, suhu badan turun dan anak
tersebut dapat tertidur dengan pulas. Keadaan inilah yang disebut sebagai otitis
media akut stadium perforasi (Kalu et al, 2011).
5. Stadium Resolusi Membran timpani yang utuh akan menjadi normal kembali
secara perlahan-lahan. Selain itu sekret berkurang dan menjadi kering setelah
terjadinya perforasi. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah,
maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) bila perforasi menetap dengan sekret yang
terusmenerus keluar atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa
terjadinya perforasi (Djaafar, Helmi dan Restuti, 2007).
Otitis Media Akut biasanya berhubungan dengan infeksi virus pada saluran nafas
atas yang merupakan penyakit paling sering pada masa bayi. Namun, untuk
mendiagnosis bisa menjadi sulit terutama pada bayi; OMA bisa saja asimptomatis dan
alat diagnostik dan penunjang yang dapat dilakukan terhadap anak sangat sedikit. Selain
itu, karena memiliki angka kesembuhan spontan yang tinggi, OMA dapat tidak disadari
sehingga jumlah kasusnya juga dianggap rendah.
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara, keluhan utamanya adalah rasa nyeri di dalam telinga di
samping suhu tubuh yang tinggi serta diawali dengan riwayat pilek dan batuk
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar, selain terdapat rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi
14
dan anak kecil, gejala khas yang muncul adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,50
C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan susah tidur, tiba-tiba anak menjerit sewaktu
tidur, diare, kejang-kejang dan kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi
ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan
anak tertidur tenang (Hansen, 2015; Munir dan Clarke, 2013 ).
2.3.5 Terapi
15
sulfamethoxazole. Dosis amoksisilin yang dianjurkan adalah 80 – 90 mg/kg/hari selama 10 hari
pada anak usia < 2 tahun dan 5 – 7 hari pada anak usia > 2 tahun tanpa faktor risiko. Penelitian
menunjukkan bahwa ibuprofen dan acetaminophen memiliki keefektifan yang sama dalam
mengatasi nyeri dan demam, namun tidak mempengaruhi waktu penyembuhan (DeAntonio et al,
2016; Shviro-Roseman et al, 2014; Worrall, 2007).
16
2.3.6 Komplikasi
Pada OMA, komplikasi yang terjadi dapat berupa gangguan pendengaran yang bersifat
ringan dapat terjadi akibat efusi telinga tengah yang persisten, biasanya konduktif dan bersifat
sementara. Gangguan pendengaran sensorineural dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari OMA,
tetapi jarang sekali terjadi. Komplikasi lain adalah mastoiditis, petrositis, labirinitis dan parese
nervus fasialis. Di negara - negara berkembang, infeksi supuratif seperti mastoiditis dan meningitis
tetap menjadi komplikasi yang penting OMA, walaupun angka ini sudah jauh berkurang setelah
adanya era antibiotik. Pada kasus OMA yang telah diberi antibiotik, efusi di telinga tengah dapat
bertahan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan , hal ini dapat menyebabkan gangguan
pendengaran yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa dan kognitif anak,
terutama apabila terjadi pada usia anak dibawah 2 tahun ( Djaafar, Helmi, Restuti, 2007).
17
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media akut adalah infeksi pada telinga tengah yang onsetnya bersifat akut, terdapat
tanda efusi pada telinga tengah dan inflamasi telinga tengah. Otitis media akut adalah penyakit
yang sebenarnya dapat dicegah sedari dini dengan memahami gejala-gejala klinis dan penyakit
yang menyertai sebelumnya. Pada pasien anak-anak kasus sangat sering ditemukan, namun tingkat
kesembuhannya sangat tinggi bahkan dapat dipantau hanya dengan perhatian khusus (watchful
waiting). Pada pasien dewasa diatas 20 tahun kasus jarang ditemukan namun jika ditemukan
kesembuhannya tidak dapat diperoleh dalam waktu singkat bahkan bisa tidak menutup kembali.
Gejala-gejala yang dianggap ringan sebenarnya dapat menjadi malapetaka jika tidak dapat
ditangani dengan baik.
Pemahaman yang baik tentang otitis media akut merupakan bekal yang sangat dibutuhkan
untuk mampu memahami penatalaksanaan dan edukasi yang tepat pada jenjang berikutnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19