Anda di halaman 1dari 12
lintir Abw Sufyan (Ummu Wabilah) ra: Hijrah dan Ketabahannya Membuahkan Galasan Mula ae ejarah Islam sarat dengan catatan tentang teladanteladan agung dari generasi AsSalafushShaalih. Jika kita mengingatnya, maka hati terasa sejuk, dan jika kita paparkan riwayat hidupnya maka semakin besar kerinduan kepadanya. Ketika sedang menuntaskan penulisan buku tentang sahabatsahabat lelaki Rasulullah saw., ada perasaan asing yang menyelinap dalam hati saya. Kini, ketika saya sedang merampungkan buku tentang sahabat- sahabat wanita Rasulullah saw. saya merasakannya kembali. Saat kita menuturkan perjalanan hidup generasi salaf yang shalih itu, lalu membandingkannya dengan Kondisi umat kita saat ini, maka kita akan mendapati kesenjangan yang sangat lebar dan perbedaan yang sangat besar antara kondisi mereka dan kondisi kita. Kali ini, kita akan menemui seorang sahabat wanita agung Yang ikut hijrah ke Habasyah demi menyelamatkan agamanya dan merasakan vhid, Ketika suaminya murtad di negeri asing itu ia menerimanya dengan sabar dan ikhlas. fa bercerai dengan suaminya yang telah berbeda agama itu dan tetap mempertahankan agamanya dengan teguh, walaupun harus hidup di tengah negeri yang asing dan tanpa Keluarga, Ia benarbenar menyenditi di negeri it tetapi hatinya tetap mmerasakgn kehangatan hubungan denges Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga dapat melupakan keterasingan dan kesepiannya. Keteguhan dan kesabaran itulah yang mengantarkan anugerah Allah yang tidak terhingga, karena tidak lama kemudian, Rasulullah saw. mengirim seorang utusan uncuke Jan menikahinya. Padahal, kenikmatan t meminang ‘Ramla binti Abu Sufyan ra,’ 299 ia masih berada di negeri Habasyah, sehingga ia menjadi Umma, Mukminin sekaligus istri manusia paling agung sepanjang masa Begitulah nasih tamu kita kali ini. Ia meninggalkan sesuatu kareng Allah, maka Allah menggantikannya dengan yang lebih baik. Kali ini, kita akan menjumpai ibunda kita tercinta, Ummu Habibah siapkan hati kita untuk menyelami riwayat hidupnya yang align ra. Mati pe harus semerbak. Perkenatan Stughat Nama lengkapnya adalah Ramlah binti Abu Sufyan bin Harb. Dengan demikian, ia masih terhitung sepupu Nabi saw,, sehingga tidak ada seorang pun dari istriistri beliau yang lebih dekat garis keturunannya dengan beliau, Tidak ada pula yang lebih banyak menerima mahar darinya, dan dialah satu-satunya istri beliau yang dinikahi di tempat yang terpisah. Rasulullah saw, melangsungkan akad nikah dengannya ketika ia masih berada di Habasyah, s Habasyah, An-Najasyi, sebanyak 400 Dinar, ditambah dengan a hingga wajar jika yang memberi maharnya adalah Raja perlengkapan-perlengkapan lainnya. Tula Kehendak Juhaume Allah swt. tahu siapa yang pantas menjadi hamba-Nya dan siapa yang tidak pantas menjadi hamba-Nya. Menjadi hamba Allah merupakan suatu kenikmatan yang sangat besar dan tidak ada yang lebih besar darinya. Meskipun tamu agung kita kali ini, Ummu Habibah, adalah putri Abu Sufyan yang pada masa itu masih menjadi tokoh musyrik dan menghabiskan waktu sekian lama dalam kemusyrikannya, tetapi Allah swt. menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya dan Dia- lah yang memilih, Allah swt. telah memilih Ummu Habibah tidak hanya sebagai seorang wanita beriman, melainkan juga sebagai ibunda orang: orang beriman (Ummul Mukminin). Abu Sufyan adalah seorang tokoh besar Quraisy. la sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat ada orang yang akan menyalahi kehendaknya atau keluar dari otoritasnya. Akan tetapi, justru putrinya, Siyar A‘laam An-Nubalaa’, Ad ahabi, vol. 2 hlm. 218-219 300 Sirah Shahabivah Ramlah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah, telah dibukakan pintu hatinya terhadap Islam, sehingga ia menerima ajakan dakwah kebenaran sejak fase pertama dan menyerahkan diri seutuhnya an keyakinan nenek moyangnya dan mengenyahkan berhala yang selama ini disembah oleh mereka. kepada Allah swt, sekaligus meningeal Dengan segala kekuatan dan kapasitasnya, Abu Sufyan berusaha keras untuk mengembalikan putri dan menantunya kepada keyakinan nenek moyang Quraisy, tapi ia selalu gagal. Karena, jika keimanan sudah menyentuh dasar hati yang paling dalam, maka tidak ada kekuatan di dunia ini, walaupun mereka berseckongkol, yang dapat mencerabutnya dari dalam hati itu. Keimanan itu telah menancap dengan kokoh dan akarnya menghunjam ke dasarnya. Wiprah he Wabaryal Ketika Quraisy sadar bahwa Abu Sufyan tidak mampu mengembalikan putri dan menancunya kepada agama bethala yang dlianut oleh nenek dan mereka melihat ia mulai tidak dapat mengendalikan tas sikap ‘keras kepala’ anaknya itu, maka orangorang mukmin itu dan menekannya moyang Quraisy, emosi dan marah Quraisy mulai berani menindas pasangan dari segala arah. Tntimidasi Quraisy ini tidak hanya dirasakan oleh’ mereka berdua, tetapi oleh seluruh kaum muslimin yang memiliki posisi lemah (rnustadh‘afeun). Kaum musyrik Quraisy telah bertekad bulatbulat bahwa mereka akan berusaha seoptimal mungkin untuk memusuhi Islam dan mengintimidasi setiap orang yang memeluknya dengan berbagai macam. bentuk kekerasan dan isolasi. Sejak Rasulullah saw. menyatakan dakwah secara terbuka dan g kesesatan agama dan keyakinan. menyatakan terang-terangan tentany n-temurun dari nenek moyang yang dianut oleh Quraisy secara curt mercka, seluruh kaum kafir Quraisy merasa tersinggung dan marah besar. puluh tahun mereka mencap kaum muslimin sebagai Selama lebih se} mereka pijak seakan-akan pendosa dan pemberontak. Bumi yan, berguncang hebat dan di tanah suci yang kehormatan mereka dinodai secara semena-men’- Keberadaan kaum dan menyimpan malapetaka. Mental tenang itu. Darah, harta dan muslimin selalu terancam bahaya Ramlah binti Abu Sufyan ra, 301 kaum muslimin mereka nodai semena-¢mena secara turun temurun dari nenek moyang. Semua kekerasan ini disertai dens tatan mental kaum muslimin,> gan lontaran cemoohan dan ejekan yang bertujuan mengikis keku Rasulullah saw. sangat mengkhawatirkan keselamatan dan keagamaan para sahabarnya terusik, sehingga beliau mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah. Maka, para sahabat pun mulai pergi ke Habasyah. Ummu Habibah dan suaminya kala itu berada di barisan pertama orangorang yang hijrah ke negeri itu untuk menyelamatkan keyakinan mereka dari intimidasi orang-orang Quraisy. Mereka Membuat Tien Daya Tapt lah Memperdaya Mereka Ketika orang-orang Quraisy melihat para sahabat Rasulullah saw. hidup dengan tenang dan nyaman di negeri Habasyah, mereka melakukan rapat besar dan menghasilkan keputusan mengirim dua delegasi yang andal ke Habasyah. Misi delegasi tersebut adalah memohon kepada An-Najasyi agar mengekstradisi kaum muslimin yang hijrah ke negerinya, sehingga mereka dapat dengan leluasa mengintimidasi mereka lagi, dan mengeluarkan mereka dari tempat perlindungannya. Untuk menjalankan misi ini, mereka mengutus Abdullah bin Abu Rabi‘ah dan ‘Amr bin Al ‘Ash bin Wa’il, dan membekali mereka dengan hadiah yang sangat besar untuk An-Najasyi dan petinggi-petinggi negaranya.** Setibanya di Habasyah, mereka berdua menghadap An-Najasyi seraya berkata, “Wahai Baginda Raja, sesungguhnya ada sekelompok orang dari bangsa kami yang datang dan berlindung di negerimu ini. Mereka adalah anakanak muda yang belum banyak makan asam garam. Mereka telah meninggalkan agama kaumnya senditi, tapi tidak juga memeluk agamamu, melainkan menganut agama baru yang tidak kami kenal dan anda pun tidak akan mengenalnya. Kami diutus oleh pembesar-pembesar kaum mereka yang merupakan orang tua-orang tua, paman-paman dan keluarga-keluarga mereka sendiri untuk memohon agar engkau mengekstradisi orang-orang itu dan mengembalikannya kepada mereka. 2 Fighus Siirah, ALGhazali, hlm. 120, 4 AsSiirah AnNabawiyyah, Ibnu Hisyam, vol. 1 hlm, 275. 302 Sirah Shahabiyah Orangorang yang mengutus kami itu jelas lebih tinggi derajatnya dari mereka dan lebih mengerti tentang hakikat persoalan (keyakinan agama) yang selama ini mereka mencibir dan mengecamnya.” Ummu Salamah ra. yang meriwayatkan kisah ini berkata, “Ada satu hat yang sangat dihindari sekaligus ditakutkan oleh Abdullah bin Abu Rabi’ah dan “Amr bin Al- Ash, yakni An-Najasyi mengkonfrontasi eterangan mereka dan mau mendengar pandangan kaum muslimin. Saat mendengar keterangan tersebut, para petinggi An-Najasyi (setelah sebelumnya disogok oleh * Amr bin AL Ash dan Abdullah, penj.) berkata, “Wahai Baginda Raja, mereka berdua benar. Para pembesar kaumnya tentu lebih tinggi derajatnya dari mereka dan lebih mengerti dengan persoalan (agama) yang selama ini mereka mencibirnya, maka serahkan orangorang itu kepada mereka berdua untuk dibawa pulang ke negeri asalnya.” Mendengar hal ini, An-Najasyi marah besar. Ia berkata, “Demi Allah, tidak bisa. Jika begini caranya, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kedua orang ini. Aku tidak akan membiarkan teraniaya orang: orang yang memohon perlindungan dariku, datang ke negeriku, dan memilihku daripada orang lain, sampai aku bertanya kepada mereka tentang kebenaran keterangan yang disampaikan oleh kedua delegasi ini. Jika benar seperti yang disampaikannya tadi, maka aku akan mengembalikan mereka kepada kaumnya. Tapi jika tidak, maka aku akan tetap mempertahankan mereka dan melindungi mereka sebaik mungkin selama mereka masih berada di negeriku.” Oleh sebab itu, An-Najasyi memanggil seluruh sahabat Rasulullah saw. untuk menghadapnya. Setelah pegawai An-Najasyi perihal undangan tersebut, para sahabat Rasulullah saw. berkumpul sejenak. Mereka berkata, “Apa yang akan kita katakan kepada An-Najasyi?” Sahabat yang lain menjawab, “Demi Allah, kita akan mengatakan sesuai dengan ajaran dan perintah yang kita terima dari Rasulullah saw., apa pun risiko yang harus kita tanggung.” Ketika kaum muslimin tiba di hadapan An-Najasyi, ternyata ia juga Mengundang pendeta-pendetanya (pemuka agama Nasrani), bahkan mereka telah membuka mushaf-mushaf kitab suci mereka di sekeliling AnNajasyi. An-Najasyi membuka pertanyaan, “Agama apakah yang kalian anut dan menjadi penyebab kalian meninggalkan agama kaum Ramlah binti Abu Sufyan ra. 303 kalian sendiri, tapi tidak juga memeluk agamaku, bahkan tidak pula apn, apa pun yang dikenal saat ini?” Mendengar pertanyaan ini, Ja‘far bin Abu Thalib ra. yang tela) diangkat sebagai juru bicara kaum muslimin menjawab dengan tenany Ia berkata, “Wahai Baginda Raja, dulu, kami adalah sebagian dari kaum yang bergelimang dengan kebodohan (jahiliah). Kami menyembah, berhala, mengonsumsi bangkai, mengerjakan perbuatan-perbuatan kej, mudah memutuskan ikatan kekeluargaan (silaturahmi), dan menyakiti tetangga, serta orang yang kuat di antara kami ‘memakan’ yang lemah, Kami tetap seperti itu hingga suatu ketika Allah mengutus seorang rasul yang berasal dari kaum kami sendiri. Kami sangat mengenal garis keturunannya yang terhormat, mengakui kejujuran, amanah, dan keluhuran jati dirinya. Dia mengajak kami agar mengesakan Allah dan menyembah-Nya, meninggalkan sesembahan selain-Nya yang selama ini disembah oleh kami dan nenek moyang kami, seperti batu dan berhala. Dia menyuruh kami agar berkata jujur, menyampaikan amanah, senantiasa menyambung ikatan kekeluargaan (silaturahmi), berbuat baik kepada tetangga, meninggalkan perkara-perkara yang haram, dan tidak menumpahkan darah semena-mena. Dia juga melarang kami mengerjakan perbuatan- perbuatan keji, berkata dusta, ‘memakan’ harta anak yatim, dan menuduh selingkuh kepada wanita-wanita yang shalih. Selain itu, dia menyuruh kami agar menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya dengan apa pun juga, menyuruh kami melakukan shalat, zakat dan puasa- (Ummu Salamah ra. menyatakan bahwa Ja‘ far menyebut beberapa hal lain yang merupakan ajaran Islam). Maka, kami pun percaya dan beriman kepadanya, serta mengikuti ajaran-ajarannya yang berasal dari Allah swt. Kami menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya dengan apa pun, mengharamkan segala sesuatu yang dia haramkan kepada kami, dan menghalalkan segal@ sesuatu yang dia halalkan untuk kami. Inilah yang membuat kaum kami memusuhi kami. Mereka menyiks* kami dan menekan kami karena menganut agama itu. Mereka memaks# Kami agar kembali kepada agama mereka; menyembah berhala dan tidak menyembah Allah Ta'ala, menghalalkan segala sesuatu yang kami halalka" 304 Sirah Shahabiyah jjahult, patabal semuanys adalah perkara yang buruk Karena mereka terus menekan, menganiaya dan mengintimidasi kami, eres menghalangi kami untuk-melaksanakan keyakinan agama kami, maka ami rela meninggalkan negeri kami sendiri dan hijrah ke negerimu int. Kami gan ‘cla siapa pun dan lebih suka mendapat perlinduny lebih memilihmu dar dyamu. Untuk itu, harapan terbesar kami adalah, kami tidak: mendapat ‘eflakuuan yang zalim sekama berada di dekarmu, wahai Baginda Raja.” au hafal sebagian (wahyu) yang An Najasyi berkata, “Apakah eng! Gijarkan oleh Nabimu itu yang berasal dari Allah?” Ja’ far menjawab, nttt.” An-Najasyi berkata lagi, "Kala begitu, coba bacakan (wahyu) i surah Maryam.” * Maka Ja‘ far membacakan ayatayat pertama da Ummu Salamah berkata, “Demi Allah, ketika mendengar ayatayat itu. ita, AnNajasyi: menangis tersedusedu hingga janggumnya basah dengan cucuran air mata. Begitu pula pendeta-pendetanya. Mereka menangis rersedtrsedu hingga mushafmushaf mereka basah dengan deraian air mata. Lalu, AnNajasyi berkata, ‘Sesungguhnya (ayarayat) ini dan (ayarayan) lah kalian sang diturunkan kepada Isa berasal dari sumber yang sama. Per berdua (Amr bin AF’ Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ ah). Demi Allah, sku tidak akan menyerankan mereka kepada kalian dan siapa pun tidak boleh menyakiti mereka.” An-Najasyi menyatakan secara terbuka keimanannya kepada Allah ‘Aza wa Jalla. Semen ah bersama rajanya yang telah menjadi seorang muslim ara kaum muslimin hidup dengan aman dan tenang di negeri Habasy: dan adil, dan memiliki keteguhan iman yang telah menyentuh lubuk hatinya yang paling dalam. Ada Kemudahan dalam Setiap Kesusahan Ummu Habibah ra. mengira bahwa ia akan Sejak peristiwa itu, nemulai kehidupan yang bahagia dan nyaman, Ia tidak pernah mengira alan mendapat ujian yang sangat berat dan pabit. Suaminya yang bernama Ubaidullah, murtad dari Islam dan memeluk agama Nasrani. So Svaikh ALATbani menyaraka 7 ‘sah ini diriwayatkan oleh Tn 213 yang berasal dari kitab AsSurah AnNabauiyah, karya Tbnu Hisyan 1740, dati jalan periwavaran Ibn | dalam takhrij buku Fights Sirah, karya Muhammad Al shag dalam kitab AlMagkaasi, vol, 1 lm, 211+ dan Ahmad no. jchag dengan sanad yang shaheih Ramah binti Abu Sufvan ra, 305 ba ae Ummu Habibah ra. merasakan keterasingan dalam segala sig kehidupannya. la duduk termenung memikirkan perjalanan hidupny, yang kini harus dia lalui seorang diri di negeri Habasyah. Ia tidak dapat kembali ke Makkah karena ayahnya masih musyrik, tapi juga tidak bisy bertahan selamanya di negeri asing itu. Di saat kesedihan menyelimuti hatinya dan ia teras memikitkan perjalanan hidupnya, tibatiba titik terang kebahagiaan menyeruak dan memberi kehangatan kembali kepadanya, karena membawa kabar gembira paling indah di seluruh alam raya. Tahukah Anda, apakah bentuk kabar gembira itu? Kabar gembira itu lebih betharga daripada pundi-pundi kekayaan yang tersimpan di perut bumi dan gelimang materi yang menghiasinya. Seorang pelayan wanita An-Najasyi menemui Ummu Habibah ra. dan menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah saw. telah meminang- nya. Ummu Habibah ra. tidak dapat menyembunyikan keba- hagiaannya, sehingga air mata pun bercucuran di pipinya. la menangis sembari tersenyum karena merasa bahagia yang tiada tara. la memuji Allah ‘Azza wa Jalla atas anugerah nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya. An-Najasyi segera menyambut dan memimpin langsung pernikahan tersebut sebagai wakil dari Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. telah mengirimkan surat kepada raja Habasyah itu untuk mewakili pernikahan beliau dengan Ummu Habibah ra. Seluruh sahabat Rasulullah saw. yang saat itu tinggal di Habasyah berkumpul untuk menyaksikan pernikahan yang penuh berkah itu. Peristiwa itu merupakan sebuah kejutan yang tidak terbayang oleh sahabat mana pun. Ummu Habibah ra, menerima mahar (mas kawin) pernikahan sebanyak 4000 ditham, bahkan tidak hanya itu, An-Najasyi menangeuné biaya dan perbekalannya. ‘Ummu Habibah ra. menuturkan bahwa awalnya ia menikah deng0” “Ubaidullah, lalu (setelah berpisah) Rasulullah saw. menikahinya saat i? masih berada di negeri Habasyah. Raja An-Najasyi sendiri yan# menikahkannya. la menerima mahar sebesar 4000 dirham. An-Naissti 306 Sirah Shahabiyah sngirimkannya bersama S — ya bersama Syurahbil bin Hasanah dan menanggung celuruh perbekalannya.' i Suamé Paling Agung Soe Habibah ra. yang belum lama ini didera kebingw perjalanan hidupnya, kini telah kembali ke Makkah dengan menyandang in rentang predikat sebagai ibunda orangorang beriman (Ummul Mukminin) sekaligus istri dari manusia paling agung sepanjang masa. Sejak saat itu, Ummul Mukminin Ummu Habibah ra. meneguk langsung air keimanan dari sumbernya yang paling jernih, Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. la melewati hari-hari yang paling indah dalam hidupnya dengan penuh kebahagiaan dan kesenangan, karena telah menjadi ibunda bagi seluruh orang mukmin dan teman hidup Rasulullah saw. Ibnu Abbas ra. mengomentari firman Allah sw., “sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dart kam hai Ahlul Bait.” (AbAhzab: 33) Ayat ini curun berkenaan dengan istri-istri Nabi saw. secara khusus.*” 1 seorang sami yang paling agung di seluruh jagat naga Ummu Habibah ra. merasakan bersamany kehidupan na tidak, ia selalu berdekatan dengan Jajaran dari setiap petunjuk, sifat dan Nabi saw. adalat raya ini, sehii imani yang sangat tinggi. Bagaima’ sumber cahaya dan mengambil pel akhlaknya yang baik dan lembut. ALoyalitas bepada Agama ahwa ketika Abu Sufyan datang ke k menyerbu kota Catatan Emas Ketequhan ‘Az-Zuhti meriwayatkan bi Madinah, setelah Rasulullah saw. Makkah, untuk membicarakan kembali p (eencatan senjata) yang telah disepakati sebelumnya, memutuskan henda erihal perjanjian damai tetapi Rasulullah 2» Diriwayarkan oleh Abu Dawud ne. 2107, dan Nasa’ vol 6 him 119, AbArna’uth berkara, jay Samad siwayat int shaith.” AL Asnatuth menyarakan babsea sanad Fae ae kur oleh AlHafch Tbow Kas wwayat ini hasan. [a rerdapat dalam tafsr Thaw Abi i, vol. 3 him. 483. Ramah binti Abu Sufvan ra. 307 saw. menolak. Merasa gagal, Abu Sufyan pergi dan masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah ra. Ketika Abu Sufyan hendak duduk di atag alas yang biasa digunakan oleh Rasulullah saw., Ummu Habibah ra. segera mengambil dan melipatnya. Melihat hal itu, Abu Sufyan berkata, “Putriku, apakah engkau tidak suka kepadaku karena ingin duduk di atas alas ini, atau engkau tidak suka alas ini diduduki olehku?” Ummu Habibah ra. menjawab, “Aku tidak suka alas ini diduduki olehmu, karena ia milik Nabi saw., sedangkan engkau adalah seorang yang najis dan musyrik.” Abu Sufyan berkata lirih, “Putriku, banyak yang tidak beres denganmu setelah jauh dariku."3 Perpirahan yang Menyayat Wate Hari-hari terus berlalu hingga tibalah saat yang paling menyedihkan, yakni Rasulullah saw. wafat. Ummu Habibah ra. merasa hatinya begitu pedih dan hancur karena kepergian Nabi saw. yang merupakan rasul, suami dan kekasihnya. Namun demikian, ia tetap teguh dengan prinsip hidupnya sebagai seorang ahli ibadah yang rajin berpuasa dan shalat malam. Ummu Habibah ra. diberi umur panjang hingga masa pemerintahan saudara kandungnya, Mu‘awiyah bin Abu Sufyan. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Ummu Habibah ra. senantiasa dihormati dan disegani oleh setiap orang, terutama pada masa pemerintahan saudara kandungnya (Mu‘awiyah)... juga karena dekatnya hubungan Mu‘awiyah dengannya, sehingga ada yang menyebut Mu‘awiyah dengan julukan ‘Khaalul Mukminiin’ (paman orang-orang mukmin).”™ Saatuya Berpisah ‘Auf bin Al-Harits menyatakan bahwa ia mendengar ‘Aisyah 12. berkata, “Menjelang wafatnya, Ummu Habibah memanggilku seray berkata, ‘Di antara kita pernah ada satu-dua hal yang biasa terjadi antara sesama istri yang dimadu. Aku memohon semoga Allah mengampuni segala kesalahanku dan kesalahanmu berkenaan dengan hal itu.’ Akt 38 ALlshaabah, vol. 8 him. 142, dan Thabagaat Ibnu Sa‘ad, v 100. ow Soar Ala Ar Nadel’ ibaqaat Ibnu Saad, vol. 8 him. 99-100. -Dzahabi, vol. 2 him. 222. 308 Sirah Shahabiyah palas, “Semog mpembalas, ‘Semoga Allah mengampuni segala kesalahanmu dalam hal itu dan semoga menghalalkan semuanya,’ Ummu Habibah berkata lagi, -aku merasa sangat bahagia, semoga Allah memberimu kebahagiaan pula. Ummu Habibah juga memanggil Ummu Salamah dan mengatakan hal yang sama.” Ummu Habibah ra. meninggal dunia pada tahun 44 Hijriah, di masa pemerintahan saudara kandungnya, Mu'awiyah ra. Begitulah perjalanan ruhiyah kita bersama ibunda kita bersama, Ummu Habibah ra. yang telah mengharumkan dunia dengan semerbak riwayat hidupnya yang indah. Semoga Allah swt, meridhainya dan membuatnya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya. *° Diriwayarkan oleh Inu Sa‘ad, vol 8 hlm. 100, dan Hakim, vol. 4 hlm, 22-23 Ramah binti Abu Sufvan ra. 309

Anda mungkin juga menyukai