Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

1. Rasa pada Lidah


1.1 Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh asam, yakni konsentrasi ion hidrogen, dan intensitas
sensasi asam ini hampir sebanding dengan logaritma konsentrasi ion hidrogen.
Artinya, semakin asam suatu makanan, semakin kuat pula sensasi asam yang
terbentuk (Guyton and Hall, 2014).
1.2 Rasa Asin
Rasa asin dihasilkan dan garam yang terionisasi, terutama karena konsentrasi ion
natrium. Kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain,
karena beberapa garam juga menghasilkan sensasi rasa selain rasa asin. Kation garam,
khususnya kation natrium, terutama berperan membentuk rasa asin, tetapi anion juga
ikut berperan walaupun lebih kecil
(Guyton and Hall, 2014).
1.3 Rasa Manis
Rasa manis tidak dibentuk oleh satu golongan zat kimia saja. Beberapa tipe zat
kimia yang menyebabkan rasa ini mencakup gula, glikol, alkohol, aldehid, keton,
amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfonat, asam
halogenasi, dan garam-garam anorganik dari timah dan berilium. Perhatikan bahwa
kebanyakan zat yang membentuk rasa manis adalah zat kimia organik. Sungguh
sangat menarik bahwa perubahan yang sangat kecil pada struktur kimia, seperti
penambahan radikal sederhana, seringkali dapat mengubah zat dan rasa manis
menjadi pahit (Guyton and Hall, 2014).
1.4 Rasa Pahit
Rasa pahit, seperti rasa manis, tidak dibentuk hanya oleh satu tipe agen kimia. Di
sini sekali lagi, zat yang memberikan rasa pahit hampir seluruhnya merupakan zat
organik. Dua golongan zat tertentu yang cenderung menimbulkan rasa pahit adalah:
(1) zat organik rantai panjang yang mengandung nitrogen, dan (2) alkaloid. Alkaloid
meliputi banyak obat yang digunakan dalam obat-obatan, seperti kuinin, kafein,
striknin, dan nikotin (Guyton and Hall, 2014).
Beberapa substansi yang mula-mula terasa manis juga dapat berubah menjadi
pahit sesudahnya. Ini berlaku untuk sakarin, sehingga membuat zat ini tidak disukai
oleh beberapa orang (Guyton and Hall, 2014). Rasa pahit, bila timbul dengan
intensitas yang tinggi, biasanya akan membuat manusia atau hewan membuang
makanan tersebut. Sensasi rasa pahit ini tidak diragukan lagi merupakan fungsi yang
penting, karena banyak toksin mematikan yang ditemukan dalam tanaman beracun
merupakan alkaloid, dan semua ini dapat menimbulkan rasa yang sangat pahit, yang
biasanya diikuti dengan membuang makanan tersebut (Guyton and Hall, 2014).

2. Papilla Lidah
Terdapat empat papilla pada lidah manusia, yaitu (Wanko, 2013) :
2.1 Papilla fungiform
Papila fungiform, terletak di 2/3 anterior lidah dan pada umumnya terdiri dari satu
hingga beberapa taste buds di setiap papila yang diinervasi oleh nervus facial (VII).
Papila ini terlihat seperti bintik-bintik berwarna merah karena kaya akan pembuluh
darah. Jumlah papilla fungiform di setiap lidah manusia adalah sekitar 200 papila.
Papila ini lebih sensitif terhadap rasa manis dan asin. Papila di lidah bagian depan
memiliki lebih banyak taste buds (1-18) dibanding dengan papila di lidah bagian
tengah (1-9). Diperkirakan terdapat sekitar 1120 taste buds di papila fungiform pada
lidah manusia.
2.2 Papilla Circumvalata
Papila circumvalata, terletak pada pangkal dorsum lidah di depan sulcus terminalis
linguae yang tersusun seperti huruf V. Papila ini sensitif terhadap rasa asam dan pahit
di 1/3 posterior lidah yang diinervasi oleh nervus glossopharyngeal (IX). Jumlahnya
berkisar 3-13 papila di setiap lidah dengan jumlah taste buds 252 di setiap papila
sehingga total 2200 taste buds yang terdapat di papila circumvalata pada setiap lidah.
Dalam jumlah besar taste buds ini terletak mengelilingi papila circumvalata yang
membentuk garis seperti huruf V ke arah posterior lidah.
2.3 Papilla Foliata
Papila foliata, terletak pada lipatan dan celah bagian lateral lidah. Sensitivitas papila
ini lebih dominan terhadap rasa asam yang diinervasi oleh nervus glossopharyngeal
(IX) Rata-rata terdapat 5-6 papila foliata di setiap sisi lidah yang terdiri dari 117 taste
buds per papila sehingga total terdapat 1280 taste buds di papila foliata pada setiap
lidah.
2.4 Papila filiform
Papila filiform, papila terkecil dengan penampang 0,1 - 0,25 mm dan
tidak memiliki taste buds . Papila ini lebih dominan untuk menerima rangsang
sentuh.

3. Mekanisme Pengecap
Impuls pengecap dari dua pertiga anterior lidah mula-mula akan diteruskan ke nervus
lingualis, kemudian melalui korda timpani menuju nervus fasialis, dan akhirnya ke traktus
solitarius di batang otak. Sensasi pengecap dari papila sirkumvalata di bagian belakang
lidah dan dari daerah posterior rongga mulut dan tenggorokan lainnya, akan
ditransmisikan melalui nervus glossofaringeus juga ke traktus solitarius, tetapi pada
tempat yang sedikit lebih posterior. Akhirnya, beberapa sinyal pengecap dari dasar lidah
dan bagian-bagian lain di daerah faring, akan dihantarkan ke traktus solitaries melalui
nervus vagus (Guyton and Hall, 2014).
Semua serat pengecapan bersinaps di batang otak bagian posterior dalam nukleus traktus
solitarius. Nukleus ini mengirimkan neuron orde-kedua ke daerah kecil di nukleus medial
posterior ventral thalamus, yang terletak sedikit ke medial Dari talamus, neuron orde
ketiga dihantarkan ke ujung bawah girus postsentralis pada korteks serebri parietalis,
tempat neuron ini melipat ke dalam fisura sylvii , dan ke dalam daerah operkular-insular.
Daerah ini terletak sedikit ke lateral, ventral, dan rostral dari daerah untuk sinyal taktil
lidah di area
somatik serebri I. Dari penjelasan mengenai jaras pengecap ini, dapat terlihat jaras ini
mengikuti dengan ketat jaras somatosensorik dari lidah (Guyton and Hall, 2014).
4. Saliva
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar
ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral (Kidd dan Bechal, 2013). Cairan ini
berasal dari kelenjar saliva mayor dan minor. Diperlukan dalam jumlah yang cukup di
dalam mulut, apabila kekurangan saliva akan membuat tingginya jumlah plak dalam
mulut. Tingkat keasaman saliva juga berpengaruh terhadap timbulnya lubang gigi atau
karies. Semakin asam pH saliva, semakin mudah pula terjadi karies gigi (Pratiwi, 2009).
Selama 24 jam, air ludah yang dikeluarkan ketiga glandula adalah 1000 – 2500 ml. Pada
malam hari pengeluaran air ludah lebih sedikit (Tarigan, 2016). Komposisi kimia air
ludah amat bervariasi, biasanya terdiri dari: 99,0- 99,5 air, musin (glikoprotein air ludah),
putih telur, mineral- mineral (seperti K, Na, dll),epitel, leukosit, limfosit, bakteri dan
enzim. Di dalam air ludah dijumpai enzim beta amilase, fosfatase, oksidase, glikogenase,
kolagenase,
lipase, protease dll. Enzim ini berasal bakteri- bakteri, epitel, serta granulasit dan limfosit.
Secara kimiawi, dengan adanya unsur Ca dan ion fosfat, akan membantu penggantian
mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan asam dan basa dari ludah. Enzim
enzim mucin, zidene dan lisozim yang terdapat dalam air ludah mempunyai sifat
bakteriostatis yang dapat membuat beberapa bakteri mulut menjadi tidak berbahaya
(Tarigan, 2016 ).
Saliva memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah
dan menelan makanan.
2) Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair maupun cair
sehingga mudah ditelan dan dirasakan.
3) Membersihkan rongga mulut dari sisa- sisa makanan dan kuman
4) Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer.
5) Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin ( amylase
ludah) dan lipase ludah.
6) Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat
faktor pembekuan darah dan epidermal growth faktor pada saliva.
7) Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air
dalam tubuh.
8) Membantu dalam berbicara sebagai pelumasan pada pipi dan lidah (Rahmawati
dkk, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Guyton, AC dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12 ed . Jakarta: EGC.

Rahmawati, I., Said, F., dan Hidayati, S. 2014. Perbedaan pH Saliva antara Sebelum dan
Sesudah Mengkonsumsi Minuman Ringan. Kalimantan Selatan: jurnal skala kesehatan vol. 6
(1) tahun 2015

Kidd, E.A.M., dan Joyston-Bechal, S. 2013. Dasar-dasar Karies: Penyakit dan


Penanggulangan (terj.). Jakarta: EGC

Wangko, S. 2013. Papila Lidah Dan Kuncup Kecap. Manado: Universitas Sam
Ratulangi, Jurnal Biomedik (JBM) , 5(3): S40-2.

Anda mungkin juga menyukai