Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Data dari Pusat Kontrol Penyakit menyatakan bahwa insidensi dari kasus celah
bibir dan palatum telah meningkat menjadi 1 : 600 dari angka kelahiran. Masalah
utama dari kasus celah bibir dan palatum adalah penurunan fungsi bicara dan
komunikasi pasien. Kurang lebih 20% dari anak-anak yang menderita celah
palatum memiliki gangguan pada fungsi bicara yang kompleks. Sebagai hasilnya
timbulnya masalah bicara pada pasien pasti terjadi. Dengan demikian, operasi
celah palatum dapat dilakukan untuk memperbaiki masalah ini.

Teknik pembedahan untuk operasi celah bibir dan langit-langit secara terus
menerus berkembang. Makalah ini akan menjelaskan mengenai teknik operasi
celah langit-langit yang paling sering digunakan. Banyak permasalahan yang
harus dipertimbangkan sebelum dilakukannya operasi dan penentuan teknik
operasi.

Dengan demikian penulis akan membahas lebih lanjut mengenai operasi celah
langit-langit diantaranya adalah persiapan pre operatif, tehnik tehnik operasi celah
palatal yang sering digunakan, perawatan post operatif dan komplikasi dari
tindakan operasi celah langit langit.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Palatoskisis
1. Definisi

Pertumbuhan yang salah pada awal perkembangan merupakan


dasar dari kelainan kranofasial. Pada kelainan celah palatum terjadi
karena kegagalan penyatuan prosesus frontonasalis dengan prosesus
maksilaris pada masa kehamilan antara minggu ke-4 hingga minggu ke-
7. Pertumbuhan wajah berkembang cepat pada usia 5 tahun pertama dan
setelah usia 13 tahun mulai menurun. Embrio pada daerah kepala dan
leher mesoderm bermigrasi melalui atas maupun samping kepala.
Migrasi melalui samping kepala dan atas memperkuat dinding epithelial
dan membran bibir serta palatum. Setelah lebih banyak mesoderm
bermigrasi kearah medial, maka terbentuklah dasar hidung dan palatum
sampai nostril sill disusul terjadinya bibir dan penyatuan palatum.
Kegagalan dari proses ini menyebabkan kelainan pada bentuk bibir dan
palatum yang dinamakan (celah bibir dan palatum).

Pembentukan wajah terjadi pada minggu ke-5 sampai dengan


minggu ke- 10. Pada saat minggu ke lima, dua tonjolan akan tumbuh
dengan cepat, yaitu tonjolan nasal medial dan lateral. Tonjolan nasal
lateral akan membentuk hidung, sedangkan tonjolan medial akan
membentuk (1) bagian tengah hidung, (2) bagian tengah bibir atas, (3)
bagian tengah rahang atas, serta (4) seluruh palatum durum. Selama dua
minggu berikutnya terjadi perubahan bermakna pada wajah. Tonjolan
maksila terus tumbuh kearah medial dan menekan tonjolan nasal kearah
midline. Selanjutnya terjadi penyatuan tonjolan-tonjolan nasal dengan
tonjolan maksila disisi lateral. Jadi bibir atas dan palatum dibentuk oleh
dua tonjolan nasal dan dua tonjolan maksila. Tonjolan yang menyatu di
bagian medial, tidak hanya bertemu di daerah permukaan, tetapi terus

2
menyatu sampai dengan bagian yang lebih dalam. Struktur yang
dibentuk oleh dua tonjolan yang menyatu ini dinamakan segmen
intermaksilaris. Bagian ini terdiri dari (1) bagian bibir yang membentuk
philtrum dan bibir atas, (2) komponen rahang atas yang mendukung
empat gigi insisivus, (3) komponen palatum yang membentuk segitiga
palatum primer. Di bagian atas, segmen intermaksila menyatu dengan
septum nasal yang dibentuk oleh prominence frontal.

Palatum molle terbentuk dari pertumbuhan dua tonjolan maksila


yang disebut palatine shelves. Pada minggu ke enam, palatine shelves
tumbuh miring kearah bawah di kedua sisi lidah. Pada minggu ke tujuh
posisinya horizontal di atas lidah dan kemudian kedua sisinya menyatu
dan membentuk palatum sekunder. Di bagian anterior terjadi penyatuan
dengan palatum primer, pada titik pertemuan ini terjadi foramen
incisivum.

Pada saat yang sama, septum nasal tumbuh kearah bawah dan
bergabung dengan permukaan atas palatum yang baru terbentuk.
Palatine shelves saling menyatu dengan palatum primer pada minggu ke
tujuh dan ke sepuluh masa pertumbuhan embrio. Apabila terjadi
gangguan atau hambatan pada periode ini menyebabkan gagalnya
penyatuan palatum dan atau hidung disertai kegagalan penyatuan bibir
ataupun tidak.

2. Etiologi
Kelainan celah bibir dan langit dapat di sebabkan oleh gen yang
diturunkan oleh kedua orang tua penderita ( herediter ) dan faktor
lingkungan :
1. Herediter
Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat
keluarga yang mengalami mutasi genetik. Faktor genetik hanya 20%
-30% berpengaruh pada terjadinya celah bibir atau celah langit-
langit. Insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1 :

3
750-1000 kelahiran adapun dilihat dari segi etnis insiden pada ras
Asia 1 : 500 kelahiran, ras Kaukasia 1 : 1.750 kelahiran, ras Afrika
Amerika 1 : 2000 kelahiran.
2. Lingkungan
Lingkungan ikut berperan pada perkembangan embriologi antara
lain defisiensi nutrisi, radiasi, beberapa jenis obat, virus, kekurangan
vitamin dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa jenis
obat dan kebiasaan antara lain : phenytoin, alkohol, retinoic acid,
perokok dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Faktor
lingkungan sebagai penyebab celah bibir dan langit-langit telah
banyak diketahui, walaupun tidak sepenting faktor genetik, tetapi
faktor lingkungan adalah faktor yang dapat dikendalikan sehingga
dapat dilakukan upaya pencegahan.

3. Klasifikasi

Klasifikasi Veau ( 1831 )

Group 1 : cleft hanya palum lunak saja.

Group 2 : cleft palatum lunak dan keras, tidak meluas ke foramen


insisivus, hanya meliputi palatum sekunder saja.

4
Group 3 : complete unilateral cleft, meluas dari uvula ke foramen
insisivus pada midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan biasanya
sampai ke alveolus pada gigi insisivus lateral.

Group 4 : complete bilateral cleft, mirip group 3 dengan 2 cleft yang


meluas dari foramen insisiv ke alveolus.

5
B. Palatoplasti
1. Definisi Palatoplasti
Palatoplasti merupakan suatu tindakan pembedahan dari palatum
untuk menutup celah pada palatum durum dan mendapatkan fungsi
palatum molle yang normal. Palatoplasti perlu dilakukan karena
adanya celah palatum mempengaruhi hampir seluruh fungsi dari
wajah kecuali fungsi pengelihatan. Pada masa ini apabila seorang anak
terlahir dengan celah palatum baik tanpa atau disertai celah bibir dapat
dilakukan operasi pembedahan untuk memperbaiki celah palatum
tersebut dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Operasi palatoplasti merupakan operasi yang memerlukan
gabungan antara beberapa dokter dari segala bidang. Untuk
dilakukannya operasi palatoplasti, terdapat syarat dimana palatoplasti
dilakukan pada anak dengan usia 6-12 bulan.
Secara umum terdapat 3 kelompok teknik palatoplasti, yaitu untuk
memperbaiki palatum durum, memperbaiki palatum molle, dan teknik
operasi yang disesuaikan dengan kasus. Untuk memperbaiki palatum
durum, menggunakan teknik Veau- Wardill-Kilner, Von Langenbeck,
two flap, furlow double opposing Z-plasty.

2. Tehnik Palatoplasti

a). Tehnik Von Langenbeck

Pada tahun 1861 , Bernard von Langenbeck menjelaskan


metode palatoplasty menggunakan flaps mucoperiosteal untuk
perbaikan daerah palatum durum. Beliau mempertahankan
perlekatan anterior flap mucoperiosteal ke margin alveolar untuk
membuat flap bipedicle. Awalnya hanya ujung celah yang di
insisi sehingga membentuk insisi lateral, flap dipisahkan dengan
palatum durum, otot palatum dibagi dan akhirnya dijahit.

6
Teknik ini masih digunakan sebagai terapi korektif pada cleft
palate. Pemisahan dan penjahitan otot dilakukan sebagai prosedur
tambahan untuk menyatukan otot.

b). Veau-Wardill-Kilner Palatoplasti

Dengan kata lain tehnik ini disebut juga dengan tehnik V-W.
Dalam teknik ini prosedur V-W dilakukan dengan pembuatan flap
mucoperiosteal yang utuh pada palatum mole sehingga terbentuk
palatum dengan posisi yang lebih retrusif tampak lebih panjang.
Namun, cara ini meninggalkan area yang kasar pada bagian
anterior dan lateral sepanjang margin alveolar dengan terbukanya
membran tulang. Dengan demikian menyebabkan palatum menjadi
lebih pendek dan terjadi deformitas alveolar dan velofaringeal serta
kelainan susunan gigi geligi.

7
c). Two Flap Palatoplasti

Sudah menjadi fakta bahwa celah palatum yang tidak


diperbaiki memiliki hubungan antar rahang dan perkembangan
yang lebih baik. Pada operasi palatum yang dilakukan terlalu dini
menyebabkan hipoplasia maksila. Dengan alasan demikian banyak
dokter bedah mulut yang membagi operasi palatum menjadi 2
tahap. Pada palatum molle diperbaiki terlebih dahulu , kemudian
dialjutkan dengan perbaikan palatum mole. Pada prosedur awal,
operasi palatum mole dilakukan bersamaan dengan perbaikan bibir
pada usia 6 bulan dan kemudian perbaikan palatum dilakukan pada
usi 10-12 bulan. Dengan cara ini secara signifikan mengurangi
lebar celah pada regio palatum durum dan membuat lebih mudah
dialkukannya perbaikan. Hal ini menurunkan resiko hipoplasia
secara signifikan. Meskipun demikian perbaikan fungsi bicara telah

8
tercapai. Metode ini dilakukan berdasarkan fungsi perbaikan dari
paltum molle itu sendiri yang mana diikuti dengan penyatuan
palatum durum, dan membentuk struktur anatomi dan fisiologi dari
mukosa palatum.

d. Furlow Double Opposing Z-plasty

Teknik furlow double merupakan teknik yang diadopsi dari


teknik doubel reverse Z- plasty untuk permukaan rongga mulut,
hidung dan palatum molle. Tepi dari celah membentuk cabang inti.
Otot incorporated bersatu dengan dasar bagian posterior dari
triangular flap di sisi kiri untuk mempermudah pembedahan. Pada
bagian palatum durum ditutup dengan pembuatan insisi pada tepi
celah dan elevasi mukoperiosteum dari media ke tepi sehingga
celah tertutup tanpa dilakukan insisi lagi. Teknik furlow
menggunakan insisi lateral disaat dibutuhkan.

Saat dilakukan transposisi dari flap terdapat pemanjangan pada


palatum mole secara efektif dan sutura yang terbentuk secara
horizontal terjadi tumpang tindih yang baik dengan otot. Banyak
operator bedah mulut yang menyatakan dengan mengunakan teknik
ini menghasilkan fungsi bicara yang lebih baik. Meskipun
demikian belum ada penelitian yang menyatakan hal tersebut
secara objektif.

9
3. Persiapan dan Perencanaan Pre Operatif

Sebelum dilakukannya operasi palatoplasti, pasien diharuskan


untukmemenuhi berbagai syarat yaitu diantara lain berat badan anak lebih
dari 10 pounds atau sekitar 5 kg atau usia bayi / anak lebih dari 10 minggu,
kadar Hemoglobin darah lebih dari 10 gr % menunjukkan kemampuan
oksigenasi anak baik, serta hitung jumlah sel darah putih kurang dari
10.000 per mL menunjukkan anak dalam daya tahan tubuh baik. Bilamana
prasyarat ini terpenuhi, maka anak akan terjamin suatu operasi yang aman,
dengan risiko pembiusan dan risiko pembedahan yang minimal serta
prediksi kesembuhan yang baik.
 

10
Bilamana prasyarat tersebut belum terpenuhi, operasi ditunda dengan
beberapa petunjuk diberikan kepada orang tua untuk diikuti selama masa
perbaikan kondisi anak. Misalnya: (1) Petunjuk memberi minum secara
hati-hati agar pasien bayi tidak tersedak, antara lain dengan dot khusus
atau dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk
atau tegak. (2) Selain itu, celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester untukmenjaga agar celah pada bibir menjadi tidak
terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang rahang atas yang tidak
semestinya, karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi
akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak
sempurna. (3) Orang tua agar melengkapi imunisasi pada bayi / anaknya
sesuai dengan program, hal ini penting agar pada saat operasi bayi / anak
berada dalam kondisi daya tahan tubuh yang baik.

Apabila pasien telah memenuhi syarat diatas maha selanjutnya pasien


diperlukan untuk melakukan peperiksaan laboratorium hitung darah
lengkap, pemeriksaan rontgen tirax dan konsultasi ke bagian spesialis
anak.

11
4. Perawatan Post Operatif

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita


diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan
selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga oral hygiene bila anak
sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan
makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik
selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa,
posisi tidur pasien harus dimiringkan atau tengkurap untuk mencegah
aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan atau minum yang
terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan
vasodilatasidan, tidak boleh menghisap atau menyedot selama satu bulan
post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.

5. Komplikasi Pakatoplasti

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis


media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu
dapat menyebabkan gangguan psikososial.Komplikasi post operatif yang
biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

12
Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif
merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah
dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari
lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi.
Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam
menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah
yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas,
terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa
instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai
perbaikan palatum telah sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensi


terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada palatum,
Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of the
rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharuskan
untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni
pada mereka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative
dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi
epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari
oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang
bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area
palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau
agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera


setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan
yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun
sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni

13
sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa
hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft
palate post operatif bisa ditangani dengan duacara. Pada pasien yang
tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk
menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala
diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama
supply ke anterior merupakan alasanutama gagalnya penutupan dari
fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior
yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah
operasi, ketikasupply darah telah memiliki kesempatan untuk
mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centremenunggu sampai pasien
menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk
memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap
jaringan seperti flap lidahanterior bisa dibutuhkan untuk melakukan
penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada


intervensi pembedahanterlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya
adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien.
Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan
berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan
batang gigi, atautingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup
besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal
tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada
pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak
25% pasiendengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan
perbaikan bisa membutuhkan bedahorthognathic. LeFort I osteotomies
dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midfaceyang
menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.

e. Wound expansion

14
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap
akhir dari rekonstruksi palatum, dimana pada saattersebut perbaikan
jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang
terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi


karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat
terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi,trauma yang tak disengaja dari
anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang
terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang


dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin


berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini
dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmenlateral otot
orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat


dari jarak anatomis yang penting lengkung.

15
BAB III
Kesimpulan

Pertumbuhan yang salah pada awal perkembangan merupakan


dasar dari kelainan kranofasial. Pada kelainan celah palatum terjadi
karena kegagalan penyatuan prosesus frontonasalis dengan prosesus
maksilaris pada masa kehamilan antara minggu ke-4 hingga minggu ke-
7. Pertumbuhan wajah berkembang cepat pada usia 5 tahun pertama dan
setelah usia 13 tahun mulai menurun. Embrio pada daerah kepala dan
leher mesoderm bermigrasi melalui atas maupun samping kepala.
Migrasi melalui samping kepala dan atas memperkuat dinding epithelial
dan membran bibir serta palatum. Setelah lebih banyak mesoderm
bermigrasi kearah medial, maka terbentuklah dasar hidung dan palatum
sampai nostril sill disusul terjadinya bibir dan penyatuan palatum.
Kegagalan dari proses ini menyebabkan kelainan pada bentuk bibir dan
palatum yang dinamakan ( celah bibir dan palatum ).

16
Kelainan celah bibir dan langit dapat di sebabkan oleh gen yang
diturunkan oleh kedua orang tua penderita ( herediter ) dan faktor
lingkungan. Klasifikasi Veau ( 1831 ) Group 1 : cleft hanya palum
lunak saja, Group 2 : cleft palatum lunak dan keras, tidak meluas ke
foramen insisivus, hanya meliputi palatum sekunder saja, Group 3 :
complete unilateral cleft, meluas dari uvula ke foramen insisivus pada
midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan biasanya sampai ke alveolus
pada gigi insisivus lateral, Group 4 : complete bilateral cleft, mirip
group 3 dengan 2 cleft yang meluas dari foramen insisiv ke alveolus.
Palatoplasti merupakan suatu tindakan pembedahan dari palatum
untuk menutup celah pada palatum durum dan mendapatkan fungsi
palatum molle yang normal. Palatoplasti perlu dilakukan karena adanya
celah palatum mempengaruhi hampir seluruh fungsi dari wajah kecuali
fungsi pengelihatan. Pada masa ini apabila seorang anak terlahir dengan
celah palatum baik tanpa atau disertai celah bibir dapat dilakukan
operasi pembedahan untuk memperbaiki celah palatum tersebut dan
mendapatkan hasil yang memuaskan. Tehnik Palatoplasti Tehnik Von
Langenbeck, Veau-Wardill-Kilner Palatoplasti, Two Flap Palatoplasti,
Furlow Double Opposing Z-plasty

Sebelum dilakukannya operasi palatoplasti, pasien diharuskan


untuk memenuhi berbagai syarat yaitu diantara lain berat badan
anak lebih dari 10 pounds atau sekitar 5 kg atau usia bayi / anak lebih
dari 10 minggu, kadar Hemoglobin darah lebih dari 10 gr
% menunjukkan kemampuan oksigenasi anak baik, serta hitung jumlah
sel darah putih kurang dari 10.000 per mL menunjukkan anak dalam
daya tahan tubuh baik.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita
diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan
selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga oral hygiene bila
anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah
makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan

17
antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan
edukasi berupa, posisi tidur pasien harus dimiringkan atau tengkurap
untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan atau
minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan
menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap atau menyedot
selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post
operasi.

Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni Obstruksi jalan


nafas, perdarahan, fistel palatum, midface abnormalities, wound
expansion, wound infection, malposisi Premaksilar, whistle deformitas,
abnormalitas atau asimetri tebal bibir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indian J Plast Surg. 2009 Oct; 42(Suppl): S102–S109. Cleft palate


repair and variations
2. Kundra P, Supraja N, Agrawal K, Ravishankar M. Flexible laryngeal
mask airway for cleft palate surgery in children: A randomized clinical
trial on efficacy and safety. Cleft Palate Craniofac J. 2009;46:368–73.
[PubMed]
3. Agrawal K, Panda KN. Modification in mouth gag tongue blade to
prevent endotracheal tube compression. Plast Reconstr
Surg. 2005;116:857–9. [PubMed]
4. Agrawal K. Presented at “CLEFT 2005” 8th International Congress of
Cleft Lip and Palate. Durban, South Africa: 2005. Raw area free
palatoplasty.
5. Ogata H, Nakajima T, Onishi F, Tamada I, Hikosaka M. Cleft palate
repair using a marginal musculo-mucosal flap. Cleft Palate Craniofac
J. 2006;43:651–5. [PubMed]

18
6. Agrawal K, Panda KN. An innovative management of detached
mucoperiosteal flap from the hard palate (Hanging palate) Plast
Reconstr Surg. 2005;115:8759. [PubMed]

19

Anda mungkin juga menyukai