Dokumen - Tips LBM 2 Repro
Dokumen - Tips LBM 2 Repro
2. Mengapa ditemukan darah pada jalan lahir sedikit sedikit disertai nyeri perut bag bawah?
Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis
servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum
uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada
kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti
dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus
dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak
terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas
bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16.
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah
abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi
pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas
komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari
50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan
yang terjadi akibat kelainan kromosom.
Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang
salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal.
Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan
pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek
uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus
Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau
uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan
kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan
leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG
dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu
mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak
dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %
kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes
melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan
dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa
yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard,
1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan
abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai
penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,
Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya
diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan
darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus
berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan
fragilitas kapiler.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang
berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan
yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita
untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang
mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil
guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.
3. Mengapa didapatkan darah tidak disertai dengan gelembung yang berisi cairan?
Menyingkirkan dd pada mola hidatidosa.
5. Mengapa conjungtiva palpebra anemis dan agak lemah muka tampak pucat?
Hb : 9 anemia karena ruptur, hemodilusi
Erit dan hb berkurang pasokan o2 ke jaringan berkurang pucat
Anemia transpor o2 kalo berkurang suplai o2 ke jar bakalan berkurang
12. Hasil pemeriksaan usg yang diprediksi dan Pemeriksaan yg dilakukan selain usg ?
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Arif mansjoer,dkk. 2004. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jakarta: Media Aesculapius
Px. USGàutk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta
apakah sudah terjadi pelepsan atau belum.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa Printer.
13. Dd ?
ABORTUS
Definisi:
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa getasi belum mencapai
22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002). Kelainan dalam kehamilan
ada beberapa macam yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Biasanya abortus
spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Abortus buatan merupakan
pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran
kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002).
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama dan angkanya menurun setelah itu
(Harlap dan Shiono, 1980). Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya setengah
dari abortus dini ini, dan insiden sepertinya menurun setelah itu. Risiko abortus spontan
meningkat dengan paritas sebagaimana usia ibu dan ayah (Warburton dan Fraser, 1964 ;
Wilson dkk, 1986).
Secara klinik frekuensi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun, dan 26%
pada wanita usia lebih dari 40 tahun (Williams, 1995:1573).
Etiologi:
3. Infeksi:
4. Faktor lingkungan
5. Faktor hormonal
6. Faktor hematologik
ETIOLOGI
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.
Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan
masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini:
sebagai berikut:
b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales
c. Penyakit Ibu
keracunan.
Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain
Macam2:
1. Abortus iminens
2. Abortus kompletus
3. Abortus inkompletus
4. Missed Abortion
5. Abortus habitualis
KLASIFIKASI
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis,
semata-mata disebabkan oieh faktor-faktor alamiah.
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini
terbagi menjadi:
2. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis.
1. Abortus Inkompletus (Keguguran bersisa): Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Manfes: amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan
biasanya berupa stolsel (darah beku); sudah ada keluar fetus atau jaringan; pada abortus yang sudah
lama terjadi atau pada abortus provakatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering teijadi
infeksi. Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka,
kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus
yang berukuran lebih kecil dari seharusnya. Perdarahan hebat sering menyebabkan syok
,Perdarahan disease gumpalan darah den jaringan konsepsi , Servile terbuka , Sebagian basil
konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri
Terapi: Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri
obat-obat uterotonika dan antibiotika.
Manfes: nyeri abdomen ( kram suprapubik intermitten, progresif =kontraksi uterus yg menimbulkan
dilatasi serviks), perdarahn pervagina, abortus timbul sblm 12 minggu stlh siklus haid terakhir,
kebocoran amnion
Terapi: seperti abortus inkompletus.
2. Abortus Iminens (Keguguran membakat): Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal
ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan
antispasmodika serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka
perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali
berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret). Perdarahan minimal
dengan nyeri/tidak ,Uterus sesuai dengan umur kehamilan ,Servile belum membuka, Test
hamil : positif , USG : Produk kehamilan dalam betas normal
Manfes: perdarahan per vagina, nyeri abdomen, gejala hamil, satu siklus haid terlewatkan
Diagnosis:px pelvis: pd px spekulum ada darah kecoklatan dlm vagina, ostium uteri tertutup, pd px
bimanual: uterus membesar, lunak dan tidak nyeri tekan, px urinalisis: urin normal
Tatalaksana:
- tirah baring/batasi aktivitas, jika ada alat kontrasepsi dlm rahim haus diangkat,
4. Missed Abortion: keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang meninggal ini:
(a) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati
(c) bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut: fetus papyraceus
(d) bisa jadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan
air ketubannya diresorbsi.
Terapi: Berikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan,
kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuretase. Dapat juga dilakukan histerotomia
anterior.Hendaknya pada penderita juga diberikan tonika dan antibiotika.
Komplikasi: Bisa timbul hipo atau afibrinogenemia. Fetus yang sudah mati begitu melekatnya pada
rahim sehingga sulit sekali untuk dilakukan kuretase
1. Abortus Habitualis (Keguguran berulang): keadaan dimana penderita mengalami keguguran
berturut-turut 3 kali atau lebih.
Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6 -
9,8% dari abortus spontan.Kalau seorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturut-turut
maka optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%.Kalau abortus 3
kali berturut-turut, maka kemungkinan kehamilan ke 4 berjalan normal hanya sekitar 16%.
Etiologi:
(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan hasilnya adalah
pembuahan yang patologis.
(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum, kesalahan
plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis.
Ini dapat dibuktikan dengan mengukur kadar pregnandiol dalam urin. Selain itu juga bergantung
kepada keadaan gizi si ibu (malnutrisi), kelainan antomis dari rahim, febris undulands (contagious
abortion), hipertensi oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi terganggu
dan fetus jadi mati.Dapat juga gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
Pemeriksaan:
(1) Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali
kongenital.
(2) BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula
thyroidea.
Terapi: Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya
dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR atau MC
DONALD (cervical cerclage),
2. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik: keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus
septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam peredaran darah atau peritoneum.
Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus buatan, terutama yang kriminalis
tanpa memperhatikan syarat- syarat asepsis dan antisepsis.Bahkan pada keadaan tertentu dapat
terjadi perforasi rahim.
Diagnosis:
(a) Adanya abortus: amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit
(b) Pemeriksaan: kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.
(c) Tanda-tanda infeksi alat genital: demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus besar dan
lembek, nyeri tekan, lekositosis
(d) Pada abortus septik: kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah turun sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada tanda perforasi atau akut abdomen.
Terapi:
(1) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
(2) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat):
(3) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
banyak; lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
(4) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita
(5) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih
jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
(6) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan; dilakukan bila keadaan
umum membaik dan panas mereda.
Penatalaksanaan
1. Abortus iminens
2. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak
panas dan tiap empat jam bila pasien panas.
3. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil (-), mungkin janin sudah
mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
3. Abortus inkomplit
4. Abortus komplit
5. Missed abortion
5. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari di bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam cavum uteri
melalui dinding perut.
6. Abortus septic
1. Penanggukangan infeksi :
Pada pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang
hendak dirujuk, selama 10 hari.
Di rumah sakit :
10. Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi dan suhu badan.
14. Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan
pengangkatan sumber infeksi.
15. Abortus septic dapat mengalami komplikasi menjadi syok septic yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardia, ikterus, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun dan sesak napas.
PATOGENESIS
Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi
pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati
Definisi:
KE ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak
menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan
ektopik berada di saluran telur (tuba fallopi),
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinomin dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian kehamilan ektopik
berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis
servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, kehamilan pars ampullaris tuba, dan
kehamilan infundibulum tuba.
Etiologi:
1. Faktor tuba
2. Faktor abnormalitas dari zigot
3. Faktor ovarium
4. Faktor hormonal
5. Faktor lain
Etiologi
Faktor dalam lumen tuba :
endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu
Faktor lain
migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri – atau
sebaliknya – dapat memperpanjang dari perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ;
pertmbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur
fertilisasi invitro
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA
2. Pathogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
mati secara dini dan kemudian di resorbsi.
Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna malahankadang kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Dibawah pengaruh hormone esterogen dan progesterone dari korpus luteum graviditatis
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula
menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan perubahan pada endometrium yang
disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan kadang kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan secara berkeping keping, tetapi kadang kadang dilepaskan secara utuh.
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. hasil konsepsi mati dini dan di resorbsi pada implantasi secara kolumner, ovum yang
telah di buahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi
resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa apa, hanya haidnya
terlambat beberapa hari.
2. abortus ke dalam lumen tuba
perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian di dorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadid pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kea rah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh villi koriales ke
arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ampullaris lebih luas, sehingga
dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan ismus
dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan yang terus menerus akan menyebabkan tuba membesar dan
kebiru biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut sehingga
akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya,
misalnya ke sebagian uterus, ligamnetum latum, dasar panggul, dan usus.
Manifestasi klinis
1. gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya
kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur
tuba.
2. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala gejala kehamilan muda,
dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak
seberapa dihiraukan.
3. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek, walaupun
muungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil
konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual
4. Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda beda ; dari
perdarahan banyak yang tiba tiba dalm rongga perut sampai
terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat
diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus dan ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
5. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.
Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba tiba
dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan
penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus
tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri
mula mula terdapat pada satu sisi; tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang
diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retroutrina.
6. Terjadi perdarahan per vaginam
7. Amenorhea
8. Pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri, demikian pula kavum douglas menonjol dan
nyeri pada perabaan
9. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak
10. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum
douglas.pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah
dapat menurun dan nadi meningkat, perdarahan lebih banyak lagi
menimbulkan syok
11. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik
dengan gejala perdarahan yang mendadak dalam rongga perut dan
ditandai oleh abdomen akut sampai gejala gejala yang samar samar,
sehingga sukar membuat diagnosis
Diagnosis
Anamnesis
10. pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
meneggakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda tanda perdarahan dalam rongga perut
11. pada kasus ini biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam
12. penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukositosis meningkat
13. tes kehamilan berguna apabila positif, akan tetapi tes negative tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi HcG
menurun dan emnyebbakan tes negative
Dilatasi dan kerokan
15. suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah
16. membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu
USG
19. digunakan hanya sebagai alat Bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan
ektopik,apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain
meragukan.adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit
visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA
Dd
Infeksi pelvic
Abortus imminens atau insipiens
Rupture korpus luteum
Torsi kista ovarium dan appendicitis
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWIROHARJO. ED KETIGA
Penatalaksanaan
laparotomi
dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan : kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan
ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemmapuan tehnik bedah mkro dokter operator,
dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat
pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba, apabila keadaan penderita buruk
misalnya dalam keadaan syok lebih baik dilakukan salpingektomia.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA
Patologi:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba
Gambaran klinik:
2. Pada VT: uterus membesar dan lembek walaupun tdk sebesar tuanya kehamilan
Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
Karsono, B. Ultrasonografi dalam Obstetri, dalam : Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. FKUI. Jakarta
2002
Mola hidatidosa
Definisi:
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang abnormal di mana hampir seluruh villi chorialis mengalami
degenerasi hidropik. Istilah awam: "hamil anggur".
Etiologi:
Terjadi degenerasi hidropik dari jaringan trofoblas pada usia kehamilan muda. Kadar B-hCG
meningkat sangat tinggi, menyebabkan timbul gejala-gejala kehamilan muda yang berlebihan.
Faktor resiko:
2. Sosioekonomi kurang
Patofisiologi:
1. Perdarahan: karena tekanan mola kepada dinding uteri, dan gejala kehamilan muda
berlebih: hiperemesis, hipertiroid, preeklampsia, anemia.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor: Abdul Bari Saifuddin,
Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.
1. Manifestasi klinik
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palapasi dan tidak terdengarnya BJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
5. Preeclampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.
2. Diagnosis
1. Anamnesis
1. Perdarahan pervaginam/gambaran mola.
2. Gejala toksemia pada trimester I.
3. Hiperemesis gravidarum.
4. Gejala tirotoksikosis.
5. Gejala emboli paru.
2. Pemeriksaan fisik
1. Uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2. Kista lutein.
3. Balotemen negative.
4. Denyut jantung janin negative.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan mola.
2. Pada tes Hanifa sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 360 0
dengan deviasi sonde kurang dari 100.
3. Peningkatan kadar hCG darah atau rutin.
4. USG menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
5. Foto toraks ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.
3. Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretase dilanjutkan dengan kuret
tajam. Lakukan kuretase kedua bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu
sesudah hari ke tujuh.
3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebelumnya berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl
0,9%). Bila tidak dapat dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan
histerotomi.
4. Histerotomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan
cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup 3.
5. Terapi profilaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada
kasus dengan risiko keganasan tinggi sepeti umur tua dan paritas tinggi.
6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar beta hCG lanjutan untuk deteksi
dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bias berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Pemeriksaan kadar beta hCG tiap minggu sampai kadar menjadi negative
selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan. Pemeriksaan foto toraks tiap
bulan sampai kadar beta hCG negative.
7. Kontrasepsi, sebaiknya diberikan preparat progesterone selama 2 tahun.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.
PENATALAKSANAAN
Perdarahan, cara mengatasinya dengan mengosongkan uterus dari sisa–sisa janin dan
transfuse darah, bila tidak segera ditolong menyebabkan kematian. Perforasi uterus pada
kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Apabila terjadi
perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luas cedera sehingga dapat
dilakukan tindakan selanjutnya. Syok terjadi karena perdarahan dan infeksi berat (Sarwono
Prawirohardjo, 2002).
Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah. Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul
dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada kerokan lebih
besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin.
Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya perforasinya kecil
(Sarwono Prawirohardjo,2002).
Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila menderita
anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse (Sarwono Prawirohardjo,2002).
Missed abortion adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20
hari dan tidak dapat dihindari (James L Lindsey,MD , 2007). Gejalanya seperti abortus
immines yang kemudian menghilang secara spontan disertai kehamilan menghilang, mamma
agak mengendor, uterus mengecil, tes kehamilan negative. Dengan USG dapat diketahui
apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan (Sarwono
Prawirohardjo,2002). Dengan human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui
kemungkinan keguguran (James L Lindsey,MD , 2007).Biasanya terjadi pembekuan darah.
Penanganannya, Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan pembukaan serviks uteri
dengan laminaria selama + 12 jam kedalam servikalis, yang kemudian diperbesar dengan
busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Pada
kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin dengan infuse intravena oktsitosin
dosis tinggi. Apabila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran
janin dapat dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20% kedalam dinding uteri
melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu persediaan fibrinogen
(Sarwono Prawirohardjo,2002). Pemberian misoprostol (Cytotec) 400-800 mcg dengan dosis
tunggal atau ganda untuk mengurangi rasa sakit (James L Lindsey,MD , 2007).
Medical aborsi adalah cara terakhir untuk melindungi seperti surgical aborsi dengan
mengetahui resiko kehamilan ectropic , aborsi spontan, kelahiran dengan berat yang minim,
dan kelahiran premature sebagai rangkaian kehamilan. Efek medical aborsi berturut-turut
dalam kehamilan adalah sulit untuk hamil lagi, disebabkan kematian ditiga minggu pertama
kehamilan. Faktor resiko untuk kehamilan ectropic ditemukan dengan kenaikan resiko yang
signifikan untuk kehamilan ectopic berhubungan dengan aborsi medik tetapi tidak dengan
surgical abortion,sebagai bandingan dengan wanita yang tidak pernah melakukan aborsi.
(Professor Paul D. Blumenthal, MD, MPH and Beverly Winikoff, MD, MPH, 2007.)
MENEGAKKAN DIAGNOSIS?
Tindakan klinik yang dapat kita lakukan untuk mengetahui terjadinya abortus antara lain: 1)
terlambat haid kurang dari 20 minggu, 2) pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum
tampak lemah, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, dan suhu badan normal atau meningkat, 3) perdarahan pervagina yang disertai
keluarnya jaringan janin, mual, dan nyeri pinggang akibat kontraksi uterus, 4) pemeriksaan
ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat perdarahan pervaginam, ada/tidak
jaringan janin, dan tercium/tidak bau busuk dari vulva Inspekulo, 5) perdarahan dari kavum
uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, dan
ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium, dan 6) colok vagina dengan melihat
porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri,
besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,
tidak nyeri pada saat perabaan adneksa, dan kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri
(Arif Mansjoer dkk, 2004).
Jk USG
pertama
didapatkan
gambaran
sprti diatas
perlu
dilakukan
evaluasi USG
2 mnggu
kemudianB
ila tdk
dijumpai
struktur
mudigah
atau kantong
kuning telur
dan
diameter
kantong
gestasi
mencapai 25
cmBligted
Ovum
AWAL :
STEP 4
Perdarahan pervaginan,
nyeri perut bawah
trimester 1
patologis fisiologis