Anda di halaman 1dari 4

Nama lengkap beliau adalah Abul Abbas

Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin


Abdullah bin Taimiyah al Harrani. Beliau

akrab
disapa sebagai Ibnu Taimiyah. Ibnu
Taimiyah lahir di Harran, Turki pada hari
Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H (22
Januari 1263)

Kecerdasan Ilmu
Latar Keluarga Semenjak kecil sudah nampak tanda-
tanda kecerdasan pada diri beliau.
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Begitu tiba di Damaskus beliau segera
Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang menghafalkan Al-Qur’an dan mencari
syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin berbagai cabang ilmu pada para
Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits
Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan
yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul otaknya membuat para tokoh ulama
dan penghafal Al Qur’an (hafidz). Ibnu tersebut tercengang. Ketika umur
Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad beliau belum mencapai belasan tahun,
merupakan pusat kekuasaan dan budaya beliau sudah menguasai ilmu
Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika Ushuluddin dan sudah mengalami
berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu bidang-bidang tafsir, hadits dan
Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus bahasa Arab.
disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.


Pendidikan & Karya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai


macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis
Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar
lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur’an. Kemampuannya
dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah
memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.

Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang
berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan
Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih.
Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-
Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia
memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan
kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia
menulis tafsir, fiqh, ilmu ‘ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari
semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat
berbagai pendapatnya dalam bidang syari’ah. Ibnul Wardi menuturkan
dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul.
Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu’ Fatawa yang berisi masalah
fatwa fatwa dalam agama Islam

Kepribadian
Ia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak
pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah

berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah,
sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka
aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai
dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku

lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya
tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga
terpenuhi cita-citaku.”

Pemikiran
Pemikiran

Pendidikan Ekonomi

Pendidikan merupakan respons Intisari dari konsep ekonomi islam


terhadap berbagai masalah yang menurutnya adalah keadilan ekonomi
dihadapi masyarakat islam. Pemikiran dalam setiap komponen ekonomi
beliau ini tertuang dalam penentuan
bidang filsafat pendidikan, kurikulum,
sifat pendidik, dsb.
Lainnya

Pentingnya penerapan konsep amar


Ijtihad ma'ruf nahyi munkar dan strategi
untuk menuju perubahan yang lebih
baik dengan mengulas perihal ilmu,
keadilan, dan kewajiban antara
Al-Qur’an sebagai sumber hukum penguasa dan rakyat
utama & pertama. Kemudian Hadits,
setelahnya Ijma dan yang terakhir
adalah Qiyas
Dakwah

Menurut imam Ibnu Taimiyyah di dalam kitabnya Risalatul Amr bil Ma’ruf,
ada tiga bekal yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan berdakwah
atau beramar makruf nahi mungkar. Pertama adalah ilmu. Sebelum
seseorang memerintahkan atau mengajak orang lain untuk melakukan
kebaikan dan mencegah kemungkaran (berdakwah), maka ia harus
memiliki ilmu terlebih dahulu. Ia harus mengetahui apakah ini termasuk
kebaikan atau kemungkaran, apakah ini dapat menimbulkan maslahat
atau kemadharatan, serta ia harus mengetahui situasi dan kondisi
seseorang atau umat yang akan didakwahi. Kedua. Kelembutan ketika
berdakwah. Setelah memiliki ilmu yang mumpuni untuk berdakwah, maka
bagi seorang pendakwah saat melakukan misi dakwahnya haruslah
disertai dengan kelembutan dan kasih sayang. Hal ini disebabkan karena
jiwa manusia itu bagaikan kaca yang mudah pecah. Maka dibutuhkan rasa
kasih sayang agar orang yang didakwahi mau menerima apa yang kita
sampaikan. Ketiga. Kesabaran setelah menyampaikan dakwah. Hal ini
disebabkan karena berdakwah itu butuh perjuangan. Tidak semua orang
dapat menerima langsung apa yang kita sampaikan.

Anda mungkin juga menyukai