3.4.1 Definisi
Endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut diagnosis
serta perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal.Sedangkan
perawatan endodontik merupakan perawatan pada bagian yang berada di dalam gigi (Garg,
2014). Perawatan endodontik terdiri atas perawatan pulpa yang masih vital dan pulpa yang sudah
non vital.Perawatan endodontik pada pulpa vital untuk melakukan perawatan pada pulpa yang
tidak terinfeksi maupun yang telah terinfeksi bakteri. Perawatan pulpa vital meliputi kaping
pulpa langsung, kaping pulpa tidak langsung, pulpotomi dan aplikasi lining pada kavitas dalam
untuk menghindari kebocoran bakteri sehingga dapat menyebabkan jaringan pulpa yang sehat
terinfeksi. Perawatan pada pulpa yang sudah non vital berdasarkan adanya penyebaran infeksi
pulpa non vital dan inflamasi pada jaringan periradikuler (Stock et al, 2004). Perawatan pulpa
non vital meliputi perawatan saluran akar, bedah endodontik dan apeksifikasi (Rhodes, 2006).
Perawatan saluran akar merupakan bagian dari perawatan pulpa gigi yang dilakukan
dengan mengeluarkan pulpa gigi diikuti dengan cleaning, shaping, dan obturasi sehingga gigi
dapat menjalankan fungsinya sebagai alat mastikasi (Thakur et al, 2013).Perawatan saluran akar
bertujuan untuk mendisinfeksi dan membersihkan saluran akar sehingga dapat menghilangkan
atau meminimalkan mikroorganisme, membuang jaringan nekrotik, dan mempercepat
penyembuhan periapikal (Rhodes, 2006).
Instrumen tangan sudah dipakai secara klinis selama hampir 100 tahun dan masih
menjadi bagian yang diperlukan dalam prosedur cleaning and shaping. American Dental
Association (ADA) dan International Standards Organization (ISO) menetapkan
standard untuk broaches, K-type files dan reamers, hedstrom files. Bagaimanapun ISO
menggunakan K-files sebagai alat preparasi utama. Strategi cleaning and shaping
tradisional (tehnik step-back) berfokus pada preparasi awal pada 1/3 apikal dari saluran
akar, diikuti tehnik flaring yang bervariasi untuk memfasilitasi obturasi. Untuk mencapai
terminus saluran akar, klinisi pertama kali memilih file kecil, menempatkan lengkung
yang tepat pada instrument, dan kemudian menggunakan file sampai panjang yang utuh.
Jika terminus tidak dapat dicapai, file diambil dan setelah irigasi, gunakan file yang sama
atau file yang lebih kecil.
Strategi dasar cleaning and shaping untuk preparasi saluran akar dapat dikategorikan
sebagai crown-down, step-back, apical widening, dan hybrid techniques. Pada tehnik
crown-down, klinisi secara pasif memasukkan instrument besar kedalam saluran akar.
Instrumen berikutnya yang lebih kecil digunakan lebih dalam pada saluran akar,
instrument ketiga digunakan setelah itu, dan proses berlanjut sampai mencapai terminus.
Baik instrument tangan dan rotary digunakan dengan cara crown-down. Bagaimanapun,
instrument dengan diameter tip bervariasi dan tapers memudahkan penggunaan baik
tapers yang berkurang atau diameter yang berkurang untuk progress apikal. Pada tehnik
step back, panjang kerja menurun pada stepwise dengan peningkatan ukuran instrument.
Hal ini mencegah instrument yang kurang fleksibel dari menyebabkan ledges pada
lengkung apikal sembari menciptakan taper untuk mempermudah obturasi. Fungsi
pelebaran apikal adalah untuk preparasi saluran akar apikal secara keseluruhan untuk
irigasi yang optimal dan keseluruhan aktivitas antimikroba. Pelebaran apikal dipecah
menjadi 3 fase : pre-enlargement, apical enlargement, dan apical finishing. Hampir semua
tehnik rotary memerlukan tehnik crown-down untuk meminimalisir beban torsional dan
mengurangi resiko patahnya instrument. Jika digunakan dengan rutin, tehnik crown-down
dapat menolong untuk memperbesar saluran akar lebih jauh. Semua tehnik dasar yang
disebutkan dapat dikombinasikan menjadi hybrid technique untuk mengeliminasi atau
mengurangi kekurangan masing-masing instrument. Studi anatomi dan pengalaman klinis
menyimpulkan hampir semua gigi memiliki panjang 19-25 mm. Hampir semua mahkota
klinis memiliki panjang kurang-lebih 10 mm, dan hampir semua akar memiliki panjang
yang berkisar 9-15 mm. Akar, bagaimanapun, dapat dibagi menjadi 3 bagian dengan
panjang sekitar 3-5 mm.
Instrumen mekanik tidak dapat mendesinfeksi saluran akar dengan baik, apakah
instrument NiTi atau stainless steel. Cairan irigasi diperlukan untuk memusnahkan
microbiota, dan seiring berjalan waktu, variasi bahan kimia diperkenalkan untuk tujuan
ini. Cairan irigasi atau kombinasi cairan irigasi harus memenuhi syarat membunuh
bakteri, melarutkan jaringan nekrotik, melicinkan saluran akar, menghilangkan smear
layer, dan tidak mengiritasi jaringan sehat. Bahan yang mengandung formaldehyde tidak
lagi direkomendasikan untuk digunakan. Larutan yang digunakan di masa lalu seperti
salin steril, alcohol, hydrogen peroxide, NaOCl, dan detergen (sebagai contoh :
quaternary ammonium compunds, chlorhexidine, asam sitrat, dan EDTA). Penggunaan
bahan disinfeksi merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan keberhasilan
perawatan saluran akar. Bahan disinfeksi saluran akar adalah bahan yang digunakan
untuk meminimalkan atau menghilangkan populasi mikroorganisme pada sistem saluran
akar pada saat prosedur preparasi atau pasca preparasi saluran akar sebelum diobturasi.
Macam-macam bahan disinfeksi yaitu sodium hipoklorid, clorhexidine dan kalsium
hidroksid. Bahan yang paling banyak digunakan saat ini yaitu bahan clorhexidin dan
kalsium hidroksida.
Kegagalan restorasi setelah perawatan endodontik yang sering terjadi diantaranya adalah
kebocoran tepi, lepasnya restorasi, fraktur restorasi, atau fraktur dari gigi yang telah direstorasi.
Terdapat beberapa dasar pertimbangan dalam memilih restorasi setelah perawatan endodontik
agar restorasi dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (Suprastiwi, 2006).
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh restorasi setelah perawatan endodontik:
a. Menutupi koronal secara menyeluruh agar dapat mencegah terjadinya infeksi berulang
(Ford, 2004).
b. Restorasi harus dapat melindungi struktur gigi yang tersisa, agar gigi terhindar dari risiko
fraktur (Ford, 2004)
c. Bentuk retensi adalah suatu bentuk preparasi kavitas sedemikian rupa sehingga restorasi
tidak terlepas dari gigi. Pemilihan restorasi dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk
retensi dari gigi (Roberson et al., 2006 ; Segovic, 2004).
d. Memiliki resistensi agar mampu menahan daya kunyah. Bentuk resistensi adalah suatu
bentuk kavitas sedemikian rupa sehingga gigi bersama restorasi dapat menahan beban
kunyah (Walmsley et al., 2007). Resistensi gigi terhadap fraktur menurun dengan
semakin lebarnya istmus dari kavitas oklusoproksimal (Ford, 2004)
e. Mampu mengembalikan fungsi gigi, yaitu fungsi pengunyahan, estetik, bicara, dan
menjaga gigi antagonis dan gigi sebelahnya (Cohen, 2011 ; Segovic et al., 2004 ;
Sisthaningsih & Suprastiwi, 2006).
Faktor yang paling utama dalam menentukan restorasi adalah banyaknya jaringan gigi
sehat yang tersisa (Garg, 2011). Gigi yang tidak berisiko fraktur dan memiliki sisa jaringan
cukup banyak, diindikasikan menggunakan restorasi sederhana. Kavitas yang tidak meliputi
proksimal dapat direstorasi dengan komposit high strength untuk gigi posterior (Cheung, 2011 ;
Cohen, 2011 ; Garg, 2011). Gigi posterior menerima beban kunyah lebih besar dibandingkan
dengan gigi anterior, karena itu pertimbangan dalam pemilihan restorasi juga berbeda
1. Penggunaan Pasak
Mahkota pasak digunakan terutama pada gigi dengan kehilangan struktur
mahkota dalam jumlah besar. Pembuangan kamar pulpa pada perawatan endodontik
menyebabkan gigi membutuhkan dukungan baik, dari internal maupun eksternal, karena
itu mahkota pasak menjadi indikasi (Weine, 2004). Mahkota pasak diindikasikan menjadi
restorasi setelah perawatan endodontik pada gigi anterior jika jaringan keras gigi yang
tersisa tidak memiliki bentuk retensi yang adekuat, yaitu pada gigi dengan sisa
kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar dan membutuhkan penutupan menyeluruh.
Mahkota pasak menjadi kontraindikasi pada keadaan seperti terdapat tanda kegagalan
perawatan endodontik, retensi, dan resistensi cukup untuk direstorasi menggunakan
bahan plastis, serta jika terdapat lateral stress akibat bruxism atau heavy incisal stress.
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi pasak antara lain adalah panjang, diameter,
preparasi, bentuk dan tekstur permukaan pasak, serta luting agent atau bahan perekat.
Pasak dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu prefabricated dan custom made
(Fradani, 2008 ; Paula et al., 2011)
1. Pasak Prefabricated
Pasak prefabricated dapat diklasifikasikan menjadi aktif dan pasif. Pasak aktif atau screw
type secara mekanik berikatan dengan dinding saluran akar dan memiliki retensi yang
baik, namun selama penempatan dan pengunyahan akan menimbulkan tekanan pada
saluran akar. Pasak pasif atau cemented tidak berikatan dengan dinding saluran akar dan
lebih tidak retentif dibandingkan pasak aktif, namun tekanan yang dihasilkan selama
penempatan dan pengunyahan juga lebih minimal.
Pilihan bahan untuk pasak prefabricated adalah alloy, stainless steel, titanium, gold plated
brass, porselen, dan fiber reinforced polymer. Pasak metal seringkali menyebabkan
terjadinya bayangan abu-abu (grey zone) pada daerah servikal gingival dan dalam
penggunaannya masih diperlukan pembuangan daerah undercut untuk adaptasi pasak.
Pasak fiber banyak dipakai sekarang ini (Cheung, 2011 ; Garg, 2011). Keuntungan
penggunaan pasak fiber adalah non galvanis, tidak rentan korosi, dan mencegah risiko
kebocoran mikro. Pasak fiber memiliki sifat fisik, modulus elastisitas, compressive
strength, dan koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan dentin. Kemampuan
menyerap dan menyalurkan gaya sama dengan gigi, sehingga mencegah fraktur pada
akar. Nilai estetik lebih baik dibandingkan dengan pasak logam, tidak ada risiko korosi
dan diskolorasi. Keuntungan lain dari pasak fiber adalah dapat dikerjakan dengan sekali
kunjungan.
Pasak fiber dapat dilekatkan pada dentin saluran akar dengan menggunakan semen resin.
Pasak fiber terbuat dari serat- serat karbon, kuarsa, silica,zirkonia atau kaca dalam satu
matriks epoksi resin. Secara kimia, pasak fiber sesuai dengan bahan dasar resin yang
digunakan untuk sementasi yaitu Bis- GMA. (Wulansari et al, 2007)
Pasak ini terbuat dari serat berdiameter 7-10 mikrometer dan dikelilingi oleh matriks
resin polimer yang umumnya berupa resin epoksi. Bahan inti dan semen resin dapat
berikatan dengan pasak jenis ini. Scanning electron microscope (SEM) menunjukkan
pembentukan lapisan resin tagshybrid. Bonding yang baik akan meminimalkan efek
ungkitan di dalam saluran akar sehingga dapat digunakan pasak dengan ukuran lebih
pendek dan diameter lebih kecil. (Ganap et al, 2007)
Pasak fiber, semen resin, bahan inti resin komposit, dan dentin memiliki modulus
elastisitas yang hampir sama, sehingga meningkatkan keberhasilan restorasi,
dibandingkan dengan pasak dan inti metal. Pasak fiber memiliki modulus elastisitas yang
hampir sama dengan dentin, yaitu 20 GPa (modulus elastisitas dentin = 18 GPa, pasak
metal prefabricated = 200 GPa dan pasak keramik=150 GPa), sehingga pasak fiber lebih
lentur daripada pasak metal, mempunyai sifat biokompatibel terhadap dentin dan tahan
terhadap korosi, serta mudah diambil dari saluran akar bila terjadi kegagalan dalam
perawatan saluran akar. (Wulansari et al, 2007)
Keuntungan pasak fiber adalah dapat diindikasikan untuk saluran akar yang lebar,
dinding saluran akar yang tipis misalnya pada akar yang belum terbentuk sempurna.selain
itu, pasak fiber juga memiliki keuntungan dari segi estetik, karena pasak ini memiliki
warna sesuai dengan warna gigi, sehingga tidak menimbulkan bayangan warna keabu-
abuan pada gigi yang telah direstorasi. Hal ini tidak hanya berperan pada gigi anterior
tetapi juga pada gigi posterior.Preparasi saluran akar pasak dilakukan hingga kira-kira
tersisa 4,5 mm gutta percha pada bagian apical, lalu pasak fiber disementasi dengan
menggunakan semen resin. Setelah itu kavitas ditutup dengan tumpatan resin kompositt
hingga penuh dan kelebihan pasak fiber dipotong sebatas permukaan oklusal.
1. Mahkota Porselen
Penggunaan restorasi mahkota setelah perawatan endodontik perlu pertimbangan karena
membutuhkan pembuangan dinding, sehingga dinding yang tersisa pada gigi setelah
dirawat endodontik cukup tipis. Terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan restorasi
porselen menjadi kontraindikasi. Gigi dengan oklusi edge to edge dan gigi dengan
mahkota klinis yang pendek tidak diindikasikan untuk direstorasi dengan porselen.
Komposisi dari porselen konvensional adalah Silika. Silika terdapat dalam empat bentuk,
yaitu quartz kristalin, kristobalit kristalin, trydimite kristalin, dan silika gabungan non
kristal. Porselen dapat diklasifikasikan menurut temperatur pembakaran, aplikasi, teknik
pembuatan, dan fase kristalin. Berdasarkan temperatur pembakaran, porselen
diklasifikasikan menjadi high fusing, medium fusing, low fusing, dan ultra low fusing
High fusing merupakan porselen paling kuat dibandingkan dengan ketiga lainnya,
translusensi baik, dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses pembakaran
berulang. Tipe ini digunakan sebagai elemen gigi tiruan. Medium dan low fusing
memiliki homogenitas bubuk yang baik, menguntungkan selama proses pembakaran.
Tipe ini digunakan untuk restorasi all porcelain dan metal porselen. Ultra low dan low
fusing digunakan sebagai restorasi mahkota dan jembatan. Berdasarkan aplikasi, porselen
dibedakan menjadi porselen untuk mahkota dan jembatan, all porcelain sebagai restorasi
inlay, onlay, mahkota, veneer, dan porselen untuk gigi tiruan. Berdasarkan bentuk
kristalin, porselen dibedakan menjadi dua fase, yaitu fase glassy dan fase kristalin. Nilai
estetika dental porselen sangat tinggi, sehingga menjadi pilihan bahan restorasi untuk gigi
anterior. Porselen bersifat rapuh dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi, melebihi
enamel, sehingga dapat mengikis gigi antagonisnya, dan memiliki tensile strength rendah.
Material ini resisten terhadap korosi.
Terdapat dua pilihan dalam penggunaan bahan porselen, yaitu seluruhnya porselen (all
porcelain), atau metal porselen. All porcelain digunakan untuk kavitas gigi yang dalam,
sehingga restorasi porselen memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan tekanan
kunyah (Qualthrough, 2005). Salah satu bahan inti dari all porcelain yang sedang
berkembang saat ini adalah Zirconia. Zirconia merupakan bahan dengan sifat
biokompatibel yang baik dan adhesi bakteri pada bahan minimal. Sifatnya rapuh namun
memiliki daya transformation toughening, yang menyebabkan Zirconia memiliki
ketahanan terhadap fraktur yang lebih baik sebagai bahan all porcelain dibandingkan
dengan porselen lainnya. Bahan ini menjadi salah satu pilihan pada restorasi mahkota all
porcelain All porcelain digunakan untuk kavitas gigi yang dalam sehingga restorasi
porselen memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan tekanan kunyah. Bahan baru
untuk porselen adalah porselen felspathic seperti In-Ceram, Cerec, IPS Empress, atau
fabricated dari sistem keramik lain diantaranya alumina, zirconia, atau silika. Bahan yang
lebih baru adalah lithium disilicate yang memiliki kekuatan lebih baik, ketahanan
terhadap fraktur yang lebih baik, dan tingkat translusensi yang lebih tinggi. Bahan-bahan
ini dapat menahan tekanan yang besar sebagai restorasi pada gigi posterior yang telah
dirawat endodontic.
Stock, C., Walker, R., Gulabivala, K., 2004, Endodontics, 3rd ed, Mosby, London, p. 1-25,135.
Rhodes, J. S., 2006, Advanced Endodontics Clinical Retreatment and Surgery, Taylor & Francis
Group, London, p. 130.
Thakur, S., Emil, J., Paulaian, B., 2013, Evaluation of Mineral Trioxide Aggregate as Root Canal
Sealer : A Clinical Study, J Conserv Dent., 16 (6) : 494-498.
Garg & garg. 2014. Textbook of Endodontic. Jaypee Brothers Medical Publishers Hargreaves, K.
and Berman, L. (2016) Cohen’s Pathway of the Pulp, Eleventh Edition. 11th editi. Edited by I.
Rotstein. Missouri: Elsevier Inc. doi: 10.5005/jp/books/12108_18.
Tarigan, Rasinta. 2013. Karies Gigi. Ed 2. Jakarta: EGC
Grossman L.I., Seymour O., Carlos E., 2013. Ilmu Endodontik Dalam Praktek, 11th., Jakarta:
EGC, pp : 196, 264-269.
Bence, R. (2005). Buku Pedoman Endodontik Klinik. Jakarta: UI-Press.
Soraya, C., 2009. Perawatan endodontik ulang pada gigi insisivus sentral atas kanan. Cakradonya
Dental Journal, 68-74.
Deshpande P.M., Naik R.R., 2015. Comprehensive Review on Recent Root Canal Filling
Materials and Techniques, International Journal of Applied Dental Sciences., 1(5) : 30-34.