Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ISOLASI DAN ANALISIS TUMBUHAN OBAT

“STEROID DAN BENTUK GLIKOSIDANYA (SAPONIN)”

DOSEN PENGAMPU:

Mamik Ponco Rahayu, M.Si.,Apt

Disusun oleh :

Ria Agustini S. (21154404A)


Clara Pangesti (23175324A)
Evy Widiastuti (24185367A)
Daffa Humaidah (24185587A)
Muhammad Ichsnuddin (24185607A)
Komang Rasti Ningsih (24185623A)
Nenike Galuh G. (24185629A)
Mukammilatush Shofa (24185632A)
Heranu Tungga D. (24185640A)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “STEROID DAN
BENTUK GLIKOSIDANYA (SAPONIN)” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari pengampu mata kuliah
Isolasi dan Analisis Tumbuhan Obat, dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan
mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara opitimal.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik
tata penulisan maupun materi, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang di
miliki oleh penyusun. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini, oleh karena itu saya ucapkan terima kasih.

Surakarta, Desember 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Golongan Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid.............. 3
B. Definisi......................................................................................................... 4
C. Sifat fisiko kimia.......................................................................................... 5
D. Klasifikasi.................................................................................................... 6
E. Biosintesis.................................................................................................... 8
F. Isolasi dan analisis senyawa steroid dari daun Getih-getihan...................... 12
G. Isolasi dan analisis senyawa saponin dari daun Bidara............................... 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16
A. Kesimpulan.................................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan merupakan sumber berbagai jenis senyawa kimia mulai dari struktur dan
sifatnya yang sederhana sampai yang rumit sekalipun. Berbagai jenis senyawa kimia
yang terkandung dalam tumbuhan akan bernilai ekonomis dengan adanya khasiat dan
manfaat yang dimilikinya. Upaya pencarian tumbuhan yang berkhasiat telah lama
dilakukan baik untuk mencari senyawa barn ataupun menambah keanekaragaman
senyawa yang telah ada. Hasil pencarian tersebut dilanjutkan dengan upaya pengenalan
zat kemudian diidentifikasi khasiatnya dan dijadikan sebagai bahan obat modern maupun
ekstrak untuk fitofarmaka. Indonesia terkenal dengan khasanah tanaman obatnya.
Namun deimikian, penelitian sekaligus pengembangan tanaman obat Indonesia
dirasakan belum maksimal. Padahal, dunia barat kini diliputi semangat kembali ke alam,
salah satunya mencari upaya pengobatan melalui bahan-bahan yang tersebar di alam.
Telah berabad-abad lamanya masyarakat menggunakan obat tradisional yang didasarkan
pada pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun dan mendapat perhatian serius
oleh pemerintah untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
Salah satu komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan adalah steroida. Steroid
adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil reaksi
penurunan dari terpena atau skualena.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan senyawa steroid dan saponin?
2. Apa saja sifat fisika kimia senyawa steroid dan saponin?
3. Apa saja klasifikasi dari senyawa steroid dan saponin?
4. Bagaimana proses biosintesis senyawa steroid dan saponin?
5. Bagaimana cara mengisolasi, menganalisis dan menganalisis senyawa steroid yang
terdapat pada Daun Getih-Getihan (Rivina humilis L.)?
6. Bagaimana cara mengisolasi dan menganalisis senyawa saponin yang terdapat pada
Daun Bidara (Zhizipus mauritania L.)?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dikerahui tujuan dari penelitian sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian senyawa steroid dan saponin.
2. Mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia yang terdapat dalam senyawa steroid dan
saponin.
3. Mengetahui klasifikasi senyawa steroid dan saponin.
4. Mengetahui gambaran penjelasan mengenai proses biosintesis dari senyawa steroid
dan saponin.
5. Mengetahui cara untuk mengisolasi dan menganalisis senyawa steroid yang terdapat
pada Daun Getih-Getihan (Rivina humilis L.)
6. Mengetahui cara untuk mengisolasi dan menganalisis senyawa saponin yang
terdapat pada Daun Bidara (Zhizipus mauritania L.).

D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk penulis, dapat memahami lebih dalam mengenai senyawa steroid dan saponin
dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Isolasi dan Analisis Tumbuhan Obat.
2. Untuk pembaca, dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan penambah informasi
mengenai senyawa steroid dan saponin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Golongan Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida


yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah
merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai
satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne,
1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Saponin
tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah ditandai
dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan
buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat
menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di
antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur aglikonnya,
saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe steroida dan tipe triterpenoida.
Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C- 3 dan memiliki asal
usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan
bersifat optis aktif (Harborne, 1987). Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid
dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan
glikosida jantung.
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll.
Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada
hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol
(Harborne, 1987; Robinson, 1995).
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
 Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari
3 hewan misalnya kolesterol.
 Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol.
 Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol.
 Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya spongesterol.
Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:
 Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol.
 Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol.
 Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol.

B. Definisi
a. Steroid
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat
dihasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan senyawa
yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem
empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggotakan enam atom karbon
dan cincin D beranggotakan lima. Steroid merupakan kelompok senyawa yang
penting dengan struktur dasar sterana jenuh (bahasa Inggris: saturated tetracyclic
hydrocarbon : 1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4
cincin. Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol,
progesteron, dan estrogen.
Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur
dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan
satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap
oksidasi tiap-tiap cincin.

4
b. Saponin
Merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida stereoida yang
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah.
Saponin yaitu metabolik skunder yang banyak terapat dialam, terdiri dari gugus gula
yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Senyawa ini bersifat racun bagi
binatang berdarah dingin. Oleh karena itu saponin dapat digunakan sebagai
pembasmi hama tertentu. Saponin merupakan senyawa glikosida yang terdiri dari dua
tipe struktur kimia dasar dari suatu aglikon (sapogenin). Saponin yang terhidroliss
akan menghasilkan aglikon yang dikenal dengan “sapogenin”.

C. Sifat Fisikokimia
a. Steroid
1. Sifat Fisik
 Mengandung gugus fungsi oksigen
 Mengandung gugus samping C-17
 Banyak yang mengandung ikatan rangkap C-4=C-5 atau C-4=C-6
 Steroid larut dalam pelarut organik non polar seperti : eter, kloroform, aseton,
benzena, dan tidak larut dalam air
 Meingkatkan jumlah gugus hidroksil atau gugus fungsional polar lainya pada
kerangka steroid, membuat kelarutan steroid dalam pelarut polar meningkat
2. Sifat Kimia
 Gugus 3-hidroksil bersifat alkohol sekunder
 Gugus 3-hidroksil lebih sukar mengalami dehidrasi
 Molekul akan lebih stabil apabila sebagian besar gugus berorientasi ekuatorial

5
 Laju reaksi juga ditentukan oleh faktor sterik
 Gugus fungsi aksial lebih mudah dioksidasi dari pada gugus hidroksil yang
ekuatorial

b. Saponin
Saponin merupakan metabolit sekunder dan merupakan kelompok glikosida
triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu atau lebih gugus gula yang
berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna kuning
dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin sangat ekstrim, dari sangat pahit
hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai senyawa nonvolatilem dan
sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol, namun membentuk busa
koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen yang baik (Chapagain, 2005).
Saponin merupakan senyawa ampifilik. Gugus gula (heksosa) pada saponin
dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol absolut, kloroform, eter dan
pelarut organik non polar lainnya. Sedangkan gugus steroid (sapogenin) pada
saponin, biasa juga disebut dengan triterpenoid aglikon dapat larut dalam lemak dan
dapat membentuk emulsi dengan minyak dan resin (Lindeboom, 2005).

D. Klasifikasi
a. Steroid
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini
didasarkan efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.
1. Sterol
Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun
diturunkan dari kolestana dilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3, banyak
ditemukan pada tanaman, hewan dan fungi. Semua steroid dibuat didalam sel
dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada hewan atau
fungi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan.
2. Asam empedu
Asam empedu adalah asam steroid yang diproduksi oleh hati dan disimpan
didalam empedu. Asam empedu biasa ditemukan dalam bentuk asam kolik dengan
kombinasi glisin dan taurin. Asam empedu utama (primer) yang terbentuk dihati
adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat.

6
3. Hormon kelamin
Hormon kelamin dihasilkan oleh gonad dan adrenal yang diperlukan untuk
konsepsi, maturasi embrionik dan perkembangan ciri-ciri khas seks primer dan
sekunder pada pubertas. Hormon kelamin pada umumnya merupakan turunan
steroid, umumnya bersifat planar dan tidak lentur. Hormon kelamin dibagi menjadi
4 kelompok, yaitu :
 Hormon androgen (testosteron dan dihidrotestosteron)
 Hormon estrogen (estradiol, estron dan estriol)
 Hormon progestin (progesteron)
 Obat kontrasepsi
4. Hormon andrenokortikoid
Hormon andrenokortikoid merupakan hormon steroid yang disintesis dari
kolesterol dan diproduksi oleh kelenjar adrenalis bagian korteks. Hormon
andrenokortikoid terbagi menjadi 2 yaitu mineralokortikoid dan glukokortikoid.
5. Aglikon kardiak
Aglikon kardiak dalam bentuk glikosidanya lebih dikenal sebagai glikosida
jantung dan kardenolida. Tumbuhan yang mengandung senyawa ini telah
digunakan sejak jaman prasejarah sebagai racun. Glikosida ini memiliki efek
kardiotonik yang khas. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin
memberi perlindungan kepada tumbuhan dari gangguan beberapa serangga
tertentu.
6. Sapogenin
Sapogenin dalam bentuk glikosidanya yang dikenal sebagai saponin. Saponin
adalah senyawa yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air (karena
sifatnya yang menyerupai sabun, maka dinamakan saponin). Saponin bersifat
amfifilik karena sapogenin bersifat lipofilik serta sakarida yang bersifat hidrofilik.
b. Saponin
1) Saponin steroid
Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid
saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin.
Tipe saponin ini memiliki efek anti jamur. Pada binatang menunjukkan
penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid dieksresikan setelah koagulasi
dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses

7
biosintesis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid
yang diperoleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering
disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat
terhadap jantung.

2) Saponin triterpenoid
Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin
ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

E. Biosintesis
a. Steroid
Steroid adalah salah satu bentuk triterpena termodifikasi, sehingga unit
penyusunnya adalah isoprena, yaitu IPP dan DMAPP. IPP dan DMAPP dibiosintesis
oleh tubuh dari Asetil Koenzim A, suatu C-2 hasil pelepasan CO2 oleh piruvat pada
jalur metabolisme, lewat jalur asam mevalonat atau deoksisilulosa fosfat.
Senyawa steroid yang terdapat di alam adalah berasal dari triterpen. Biosintesis
steroid sama halnya dengan biosintesis terpen melalui jalur asam mevalonat dengan
prekursornya yaitu asam mevalonat. Pembentukan kerangka steroid dimulai dari :
1. Kondensasi dari famesil pitofosfat (seskuiterpen melalui interaksi ekor-ekor
menghasilkan skualen, dan kemudian
8 berubah menjadi 2,3-epeksiskualen).
2. Selanjutnya terjadi siklisasi berganda dan disusul oleh penataan atom-atom
hydrogen dan gugus metil, yang kemudian menghasilkan lanosterol (pada
hewan) atau sikloartenol (pada tumbuhan).
3. Siklisasi skualen ini bermula pada protonasi gugus epoksi yang mengakibatkan
pembukaan lingkar epoksida.
4. Selanjutnya terjadi pelepasan tiga gugus metil yang terikat pada atom karbon C-
4 dan satu gugus metil dan C-14.
5. Penyingkiran ketiga gugus metil tersebut berlangsung secara bertahap, dimulai
dengan gugus metil pada C-14 yang mengalami oksidasi menjadi aldehid
kemudian disingkirkan sebagai asam formiat, kemudian pelepasan kedua gugus
metil pada C1 yang dioksidasi menjadi karboksil dan selanjutnya dikeluarkan
sebagai karbon dioksida.
Mekanisme biosintesis steroid yang melalui penggabungan dua molekul
skualen dapat dilihat pada gambar dibawah. Mekanisme biosintesis tersebut
telah dibuktikan kebenarannya melalui percobaan dengan hewan yang
diinkubasi dengan asam asetat yang diberi tanda dengan isotop karbon C-14
pada gugus karboksilat, CH3-COOH, ternyata atom karbon radioaktif dari
kolesterol yang dihasilkan dapat diidentifikasi dan sesuai dengan pola isoprene
penyusunnya. Selanjutnya percobaan dilakukan dengan menggunakan asam asetat

14
yang telah diberi tanda pada gugus metil CH3-COOH, ternyata bahwa
atom karbon dalam molekul kolesterol yang tidak bersifat radioaktif pada
percobaan pertama, ternyata pada percobaan kedua menjadi ardioaktif.
10
b. Saponin
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin dengan
steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang
diperoleh dari asetil CoA. Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk
senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan dari dua
farnesilpiroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada
atom C nomor 3 sehingga terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan
epokisdasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang
merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid (Arifin, 1986). Sedangkan perbedaan
nya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bentuk cincin keempat dan
kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom karbon.

11
F. Isolasi dan Analisis Senyawa Steroid Dari Daun Getih-Getihan (Rivina humilis L.)
a. Isolasi senyawa steroid
Isolasi steroid dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
menghasilkan ekstrak etanol berwarna hijau tua. Etanol merupakan pelarut universal
yang berfungsi untuk mengambil semua senyawa organik yang terkandung dalam
sampel daun getih-getihan karena pelarut etanol dapat masuk ke dalam jaringan
tumbuhan, sehingga banyak senyawa yang terekstrak di dalamnya.
Caranya yaitu sebanyak 2,708 kg serbuk daun getih-getihan dimaserasi selama
24 jam menggunakan pelarut etanol 10 L dengan pergantian pelarut setiap 24 jam
sekali. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator,
sehingga diperoleh ekstrak pekat etanol. Kemudian ekstrak pekat etanol dihilangkan
klorofil dengan penambahan aquades (1:1) ke dalam ekstrak pekat etanol didiamkan
selama 24 jam dan dilakukan penyaringan. Ekstrak etanol-aquades hasil penyaringan
dipartisi menggunakan pelarut n-heksana, kemudian ekstrak n-heksana dipekatkan
dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak n-heksana sebanyak 2,4 gram.
b. Identifikasi senyawa steroid
Uji Warna (Uji Steroid). Sebanyak 2 mL ekstrak etanol ditambahkan 2 mL n-
heksana, dikocok. Lapisan n-heksana ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard.
Adanya perubahan warna menjadi biru kehijauan menunjukkan adanya steroid.

12
c. Analisis senyawa steroid
Analisis Steroid dengan GC-MS. Isolat steroid diidentifikasi dengan GC-MS
TQ8030 Shimadzu. Alat GC-MS menggunakan kolom jenis Rtx- 5MS dengan
panjang 30 meter dan diameter internal 0,25mm. Gas pembawa yang digunakan
adalah helium. Kondisi alat GC-MS yang digunakan yaitu temperatur injektor 200°C,
tekanan 86,2 kPa, aliran total 929,3 mL/menit, temperatur kolom terprogram 100oC
selama 5 menit kemudian dinaikkan temperaturnya sebesar 5oC/menit.
Berdasarkan hasil kromatogram diperoleh 50 puncak senyawa yang
menunjukkan bahwa isolat steroid belum murni dan tidak menunjukkan adanya
senyawa steroid, sehingga belum mewakili isolat senyawa hasil isolasi.
Kemungkinan hal tersebut terjadi karena kondisi operasional alat yang belum optimal
sehingga senyawa steroid belum keluar dan belum bisa diketahui jenis steroidnya.

G. Isolasi dan Analisis Senyawa Saponin Dari Daun Bidara (Zhizipus mauritania L.)
a. Isolasi senyawa saponin
1) Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara
merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa
pemanasan. Caranya yaitu : ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etil
asetat. Sebanyak 100 gram sampel daun bidara dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian direndam dengan etil asetat sebanyak 600 mL. Erlenmeyer ditutup
dengan alumunium foil dan didiamkan selama 3 hari dengan sesekali dikocok.
Kemudian hasil ekstrak disaring untuk memperoleh hasil filtrat I dan sampel yang
telah diekstrak (ampas). Ampas diekstrak kembali dengan etil asetat sebanyak 400
mL dan didiamkan selama 2 hari dengan sesekali dikocok. Hasil ekstrak (filtrat II)
dicampurkan dengan filtrat I.
2) Evaporasi
Proses evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut
pada titik didihnya, sehingga diperoleh larutan pekat yang konsentrasinya lebih
tinggi. Dalam proses evaporasi, larutan pekat merupakan produk yang diharapkan
sebagai hasil, sedangkan uapnya biasanya dibuang. Pada tahap ini digunakan
Rotary evaporator. Caranya yaitu dievaporasi pada suhu 40 oC hingga diperoleh
ekstrak kental.

13
b. Identifikasi senyawa saponin
1) Uji Busa
Sampel daun bidara sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang telah berisikan aquades 10 mL, kemudian dikocok dan ditambahkan satu
tetes larutan asam klorida 2 N. Tabung reaksi tersebut didiamkan dan diperhatikan
ada atau tidak adanya busa stabil. Sampel mengandung saponin jika terbentuk
busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama 30 detik.
2) Uji Warna
Sampel sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisikan kloroform 10 mL, dipanaskan selama 5 menit dengan penangas air
sambil dikocok. Kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi Lieberman
Burchard (LB). Jika terbentuk cincin coklat atau violet maka menunjukkan adanya
saponin triterpen, sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan adanya saponin
steroid.

c. Analisis senyawa saponin


1) Analisis FTIR
FTIR adalah sebuah teknik untuk memperoleh spektrum inframerah dari
penyerapan atau emisi zat padat, cair, atau gas. Identifikasi dilakukan dengan cara
diambil sedikit sampel ekstrak yang mengandung saponin dengan menggunakan
sudip kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dengan bilangan
gelombang 4000-400 cm-1.
Spektrogram FTIR ekstrak daun bidara (Zhizipus mauritania. L) yang
diduga mengandung senyawa saponin memperlihatkan serapan yang lebar pada
panjang gelombang 2930,50 cm-1 yang mempunyai indikasi adanya gugus C-H
alfatik, bukan C-H aldehid dikarenakan puncak serapan yang muncul tidak tajam.
Puncak yang sedikit tajam pada panjang gelombang 1710,28 cm-1 merupakan
indikasi adanya regangan gugus C=O, kemudian muncul puncak yang sedikit
tajam pada panjang gelombang 1237,79 cm-1 mengindikasikan adanya gugus C-
O, hanya saja dalam spektrum tersebut tidak menandakan adanya gugus OH, yang
memiliki puncak lebar pada Panjang gelombang antara 3000-3600 cm-1.
2) Ananlisis GC-MS

14
Identifikasi menggunakan GC-MS dengan cara mencocokan bobot molekul
dan pola fragmentasi dari senyawa yang diuji pada library system GC-MS,
diperkuat dengan referensi bobot molekul senyawa aktif saponin berdasarkan
literatur.
Hasil fragmentasi spektra GC-MS pada waktu retensi 19,287 menit
menunjukkan keberadaan senyawa saponin dalam daun bidara tetapi tidak
dominan (kadarnya rendah) karena puncak yang muncul sangat kecil.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari uraian dan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil reaksi
penurunan dari terpena atau skualena dengan asam mevalonat sebagai prekursor. Steroid
merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Perbedaan jenis
steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat
oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.
2. Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida stereoida yang
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah.
Saponin yaitu metabolik skunder yang banyak terapat dialam, terdiri dari gugus gula
yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
3. Kandungan senyawa pada daun Getih-Getihan (Rivina humilis L.) adalah steroid yang
diidentifikasi dengan perekasi Liebermann-Burchard yang ditandai adanya perubahan
warna menjadi biru kehijauan. Sedangkan analisis senyawa menggunakan metode GC-
MS dengan kolom jenis Rtx- 5MS dengan panjang 30 meter dan diameter internal
0,25mm dan Gas pembawa yang digunakan adalah helium.
4. Kandungan senyawa saponin pada Daun Bidara (Zhizipus mauritania L.) yang
diidentifikasi dengan menggunakan uji busa yang ditandai dengan terbentuknya busa
stabil dan metode uji warna dengan pereaksi Liebermann-Burchard yang ditandai
terbentuknya warna hijau atau biru. Sedangkan analisis senyawa steroid menggunakan
metode FTIR dan metode GC MS dengan didapatkan senyawa saponin murni

B. SARAN
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut kami memohon kritik
yang membangun dari para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Activities of Triterpenoid Saponin from Soybean (Reviw) Biosience Biotechnology and


Biochemistry. 62. 2291-2292.
Anonim, 1989, Materia Indonesia, jilid V, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Anonim, 1993. Standard of Asean Herbal Medicines, vol. 1, Jakarta, Indonesia: Asean
Countries.
Anonim, 1999. WHO Monographs on Selected Medcinal Plants vol.1. World Health
Organization.
Anonim, 2004. Standard of Asean Herbal Medicines, vol. II, Jakarta, Indonesia: Asean
Countries.
Anonim, 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim, 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 2, Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim, 2008. Farmakope Herbal Indonesia, ed.1, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Burger. I., Burger,B,V.Albrecht,C.F.Spicies,H.S.C. and Sandor.P.,1998. Triterpenoid
saponin from Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry.49. 2087-2089.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Depkes RI : Jakarta.
Harbrone.J.B., 1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis Tumbuhan,
Terbitan Kedua,ITB : Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara
alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin Dunia Kedokteran, No.58.
Harbone JB, 1987. Metode Fitokimia, (alis bahasa Padmawinata K. dan Soediro I.),
Bandung: Penerbit ITB.
Ikan R, 1969. Natural Products, A Laboratory Guide, London: Academis Press.
Kardono LBS, et al, 2003. Selected Indonesian Medicinal Plants, Monographs and
Descriptions, vol. 1. Jakarta: PT Gramedia Wadiasarana Indonesia.
Morrisey JP dan Ousbon AE, 1999. Fungal Resistence to Plant Antibiotic as a Mechanism
of phatogenesis. Mikrobiologi and molecular biologi. Reviw 63, 708-729
Munim A, dan Hanani E., 2011. Fitoterapi Dasar, Jakarta: PT Dian Rakyat.
Robinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung
Sirait M., 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, Bandung: Penerbit ITB.
Yoshiki Y, Kudo & Okobo K, 1998. Relationship Between Cemical Structure and
Biologica

Anda mungkin juga menyukai