Anda di halaman 1dari 27

JAWABAN

UJIAN TENGAH SEMESTER


MATA KULIAH METODE PENELITIAN

TUGAS

Dosen Pengampu: Dr. H . Dody Hermana, MBA., M.Si.

Nama Mahasiswa:
ENDANG RUBIANDINI
NIM 20862009

PROGRAM PASCASARJANA
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2021
A. Pemahaman terhadap penelitian teknologi pembelajaran

1. Apasaja yang harus dipersiapkan dalam Menyusun rancangan


penelitian

Sebelum melakukan penelitian ilmiah, maka diperlukan sebuah

rancangan penelitian. Rancangan penelitian ilmiah merupakan sub bagian

utama perencanaan seluruh penelitian yang dibuat dalam bentuk naskah

secara ringkas, jelas, dan utuh yang dibuat dengan tujuan agar pelaksanaan

penelitian dapat berjalan secara benar, baik, dan lancar. Rancangan

penelitian ilmiah umumnya memuat judul penelitian, latar belakang

masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan fungsi

penelitian, tinjauan kepustakaan, hipotesis (kalau diperlukan), batasan

konsep, metodologi penelitian dan daftar kepustakaan. Rancangan

penelitian ilmiah yang baik harus memenuhi syarat yaitu sistematis,

konsisten, dan operasional. Selanjutnya penjelasan terhadap rancangan

penelitian setidaknya harus ada beberapa point yang perlu dipersiapkan

yaitu:

a. Judul penelitian

Judul penelitian merupakan hal utama yang harus disiapkan . Judul

penelitian harus ringkas, spesifik, padat dan jelas untuk memberi

gambaran umum mengenai masalah yang diteliti.

b. Latar belakang masalah

Latar belakang berisi alasan mengapa peneliti mengambil judul tersebut

sebagai objek penelitiannya. Dalam uraian latar belakang, peneliti perlu


memberikan asalan mengapa dari sekian banyak objek yang bisa diteliti,

ia memilih untuk meneliti masalah itu.

c. Rumusan masalah

Rumusan masalah penelitian berisi mengenai masalah masalah yang

akan dijawab melalui penelitian tersbebut. Rumusah masalah berupa

pertanyaan- pertanyaan yang memudahkan untuk merancang penelitian.

Rumusan masalah umumnya dibuat dengan singkat sesuai dengan

jawaban yang akan dicari di judul penelitian.

d. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian dimaksudkan sebagai jawaban atas keingintahuan

suatu masalah dalam penelitian. Perumusan tujuan penelitian harus

sejalan dengan rumusan masalah penelitian. Tujuan penelitian

dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Jadi tujuan penelitian

merupakan rumusan kalimat yang menunjukkan keinginan peneliti

untuk mencapai sesuatu melalui penelitian.

e. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian perlu dikemukakan agar diketahui hasil yang hendak

dicapai dari penelitian dan untuk siapa penelitian itu digunakan. Sebagai

contoh, penelitian tentang pertumbuhan kacang panjang di atas memiliki

manfaat kepada para petani untuk menentukan jenis pupuk terbaik agar

bisa menghasilkan kacang panjang yang bukan hanya tumbuh dengan

baik tapi juga berkualitas.


f. Proposal penelitian

Proposal penelitian meliputi: identifikasi variabel, latar belakang

masalah, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, hipotesis (jika ada), dan

metode penelitian.

g. Tinjauan pustaka

Tinjauan pustaka merupakan sumber ilmu awal yang digunakan oleh

peneliti untuk melakukan penelitiannya. Pada tahap awal tinjauan

pustaka, biasanya peneliti akan mengandalkan ilmu dari perpustakaan

ataupun hasil penelitian sebelumnya. Dalam melakukan tinjauan

pustaka, biasanya peneliti akan mempelajari hasil yang diperoleh dari

setiap sumber yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan,

metode penelitian yang telah digunakan, termasuk metode pengambilan

sampel, pengumpulan data, sumber data, dan satuan ukuran data.

h. Menyusun Hipotesis

Hipotesis bukanlah hal yang mutlak ada dalam suatu penelitian ilmiah.

Akan tetapi, biasanya hipotetis tetap ada untuk menguji hasil penelitian.

Hipotetis merupakan kesimpulan sementara yang ditarik oleh seorang

peneliti setelah melakukan penelitian. Hipotesis sifatnya tidak mutlak

dan bukan hal yang harus dipertahankan. Hipotetis penelitian ilmiah

bisa saja salah dan bisa saja memang benar.


i. Metode penelitian

Metode penelitian menguraikan bagaimana cara melakukan penelitian

tersebut, mulai dari menentukan populasi dan sampel, operasional

variabel, prosedur pengumpulan data, dan analisis data.

2. pemahaman terhadap grand theory, midel range theory dan


operational teory

Dalam menyusun suatu penelitian dengan metode pendekatan

kuantitatif, maka diperlukan pengurutan teori yang akan digunakan secara

sistematis mulai dari Grand Theory, Middle Range Theory, dan Applied

Theory. Grand theory pada umumnya adalah teori-teori makro yang

mendasari berbagai teori di bawahnya. Disebut grand theory karena teori

tersebut menjadi dasar lahirnya teori-teori lain dalam berbagai level. Grand

Theory di sebut juga makro karena teori-teori ini berada dilevel makro,

bicara tentang struktur dan tidak berbicara fenomena-fenomena mikro.

Middle theory adalah dimana teori tersebut berada pada level mezzo atau

level menengah yang fokus kajiannya makro dan juga mikro. Sedangkan

Applied Theory adalah suatu teori yang berada dilevel mikro dan siap untuk

diaplikasikan dalam konseptualisasi.


B. Bagimana sesungguhnya penelitian teknologi pembelajaran dilakukan
apasaja perbedaanya dengan penelitian bidang lainnya. Jelaskan
perbedaan penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.

1. Penelitian teknologi pembelajaran

Penelitian dalam teknologi pembelajaran ialah cara mendesain yang

sistematis, melaksanakan dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar dan

mengajar berkenaan dengan tujuan-tujuan yang telah dikhususkan dan

didasarkan pada prinsip-prinsip belajar dan komunikasi yang terjadi pada

manusia (bukan didasarkan pada prinsip-prinsip yang bersumber dari hasil-

hasil percobaan pada hewan), dan pemanfaatan sumber-sumber tersebut

dengan maksud agar pengajaran itu lebih efektif.

Hampir sebanding dengan pernyataan Setijadi yang lebih sistematis,

yang menyatakan ada tiga perspektif teknologi pendidikan/pembelajaran: 1.

Sebagai kontruk teoritik Sebuah abtraksi yang mencakup serangkain ide dan

prinsip tentang cara bagaimana pendidikan dan pembelajaran harus

dilaksanakan dengan menggunakan teknologi; 2. Sebagai bidang garapan

Aplikasi ide-ide dan prinsip-prinsip teoritik untuk memecahkan masalah

konkrit dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Bidang tersebut

meliputi teknik-teknik yang digunakan, aktivitas yang dikerjakan, informasi

dan sumber yang dikerjakan, dan klien yang dilayani oleh pelaksana dalam

bidang tersebut. 3. Sebagai profesi Suatu kelompok pelaksana tertentu yang

diorganisasikan, memenuhi kriteria tertentu, memiliki tugas-tugas tertentu,

dan bergabung untuk membentuk bagian tertentu dari bidang tersebut.


Penelitian kawasan teknologi pembelajaran akan mengkaji konsep,

prinsip, dan domain teknologi pendidikan maupun pembelajaran ditinjau

dari: (1) perspektif historis, konstruk teoretik, bidang garapan, profesi, dan

implementasinya untuk pembaruan dalam bidang pendidikan maupun

pembelajaran (2) teori dan praktek pembelajaran pada kawasan desain,

pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses dan sumber

untuk belajar.

Kawasan penelitian teknologi pembelajaran tersebut meliputi: 1)

Domain desain, meliputi desain sistem intruksional, desain pesan, strategi

pembelajaran, karakteristik peserta didik. Merupakan pengklasifikasian

kondisi untuk belajar dengan tujuan menciptakan strategi dan pendidikan

pada level makro seperti program satuan pelajaran dan modul. 2) Domain

pengembangan, meliputi teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi

berasaskan komputer dan teknologi terpadu. Domain pengembangan

merupakan proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk

fisiknya, mencakup berbagai variasi teknologi yang diterapkan dalam

pembelajaran. 3) Domain pemanfaatan, meliputi pemanfaatan media, difusi

inovasi, implementasi dan institusionalisasi, serta peraturan dan kebijakan,

arti dan tujuannya memilih wawasan yang paling utama dari domaindomain

Teknologi Pendidikan. 4) Domain pengelolaan, meliputi manajemen

proyek, manajemen sumber daya, manajemen penyampaian, dan

manajemen sistem informasi. Domain manajemen merupakan keterampilan

mengorganisasi 12 program, supervisi personel, merencanakan dan


mengadministrasikan dana serta fasilitas dan melaksanakan perubahan. 5)

Domain evaluasi, meliputi evaluasi masalah, pengukuran kriteria patokan,

evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Tugas evaluasi adalah sebagai

kegiatan manusia yang sudah lazim dilakukan sehari-hari, antara lain

kegiatan atau peristiwa menurut sistem itu.

2. Perbedaan

Secara umum, jenis metodologi penelitian dibedakan menjadi 3, yaitu

kuatitatif, kualitatif, dan pengembangan (Research and Development).

Perbedaan dari ketiga jenis penelitian tersebut ditinjau dari dimensi tujuan,

desain, proses, hasil, dan dimensi manfaat.

a. Dimensi tujuan:

1) Tujuan dari penelitian kuantitatif antara lain: (a) menunjukkan

adanya hubungan antar variabel, (b) menguji teori, dan (c) mencari

generalisasi yang mempunyai nilai prediktif.

2) Tujuan dari penelitian kualitatif antara lain: (a) menemukan

hubungan pola yang bersifat interaktif -tidak terlihat dengan jelas

posisi dari variabel dependen dan independen-, (b) menemukan

teori, (c) menggambarkan realitas yang kompleks, dan (d)

memperoleh pemahaman makna.

3) Tujuan dari penelitian pengembangan antara lain: (a) menghasilkan

produk; dan (b) menguji keefektifan suatu produk. Kedua tujuan

tersebut bisa bersifat kesatuan atau parsial. Bersifat kesatuan artinya

peneliti bisa menghasilkan produk sekaligus menguji keefektifan


dari produk yang dihasilkan. Secara parsial memiliki arti bahwa

peneliti bisa memilih salah satu dari kedua tujuan tersebut, yaitu

menghasilkan poduk tanpa harus melakukan uji keefektifan atau

menguji keefektifan suatu produk yang telah dihasilkan peneliti lain.

b. Dimensi desain:

1) Desain dari penelitian kuantitatif antara lain: (a) spesifik, jelas, dan

rinci; (b) ditentukan secara mantap sejak awal; (c) menjadi pedoman

langkah demi langkah.

2) Desain dari penelitian kualitaif antara lain: (a) umum; (b) fleksibel;

(c) berkembang dan muncul di dalam proses penelitian; dan (d)

mengedepankan konstruksi dari teori daripada pengujian teori.

3) Desain dari penelitian pengembangan antara lain: (a) memerlukan

analisis kebutuhan; (b) melakukan uji produk; (c) long live product

evaluation (evaluasi produk bersifat sepanjang hayat), hal ini

dimaksudkan pada penyesuaian perkembangan produk dengan

revisi.

c. Dimensi Proses

Bicara penelitian pendidikan, tidak bisa dipisahkan dari penelitian

kuantitatif dan kualitatif. Creswell (2012:12) menunjukkan dua jalur

pendekatan yang berbeda dari kedua penelitian ini seperti yang

ditunjukkan pada Gambar berikut. Pendekatan proses penelitian

kuatitatif dan kualitatif (Sumber: Creswell, 2012:12)


1) Proses dari penelitian kuantitaif selalu diawali dengan permasalahan

yang jelas dan diurai secara empirik dan teoritik (studi pendahuluan/

preliminary study). Secara umum, proses penelitian kuantitatif

antara lain: (a) Sumber masalah (empiris dan teoritis), (b) rumusan

masalah, (c) pengajuan hipotesis, (d) pendugaan terhadap hubungan

antar variabel, (e) menyusun instrument penelitian, (f)

mengumpulkan dan menganalisa data, (g) penemuan sesuai,

hipotesis, dan (h) kesimpulan

2) Proses dari penelitian kualitatif tidak diawali dengan permasalahan

yang jelas sehingga peneliti harus melakukan pengamatan-

pengamatan secara umum atau kasar terhadap obyek yang akan

diteliti secara berulang-ulang (proses ini disebut sebagai tahap

deskripsi). Berikut adalah proses penelitian kualitatif: (a) tahap

deskriptif (memasuki konteks sosial), (b) tahap reduksi (menentukan

fokus: memilih diantara yang telah dideskripsikan, (c) tahap seleksi

(mengurai fokus : menjadi komponen yang lebih rinci), (d) proses

memperoleh data dilakukan secara sirkular dan berulang-ulang

dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber, (e) proses analisa

dan intepretasi data, dan (f) menarik kesimpulan.

3) Proses penelitian pengembangan diawali dengan potensi atau

masalah yang muncul di lingkungan peneliti, kemudian peneliti

menetapkan produk apa yang akan dihasilkan sebagai solusi atas

masalah tersebut. Merujuk pada Sugiyono (2010:408), tahap-tahap


penelitian pengembangan diantaranya: Adapun langkah-langkah

penelitian media yang digunakan adalah sebagai berikut (a) potensi

masalah, (b) pengumpulan data, (c) desain produk, (d) validasi

desain, (e) revisi desain, (f) uji coba produk, (g) revisi produk, (h)

uji coba pemakaian, (i) revisi produk, dan (j) produksi masal.

d. Dimensi hasil:

1) Hasil penelitian kuantitatif hasil adalah berupa jawaban berupa

simpulan atas rumusan masalah yang didapat dari pengujian

hipotesis yang telah dirumuskan.

2) Hasil penelitian kualitatif tidak hanya menghasilkan data atau

informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga

menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan

menghasilkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk

membantu memecahkan masalah dan meningkatkan taraf hidup

manusia. Hasil penelitian akan dapat ditemukan oleh peneliti lain,

asal sasaran, masalah, pendekatan, metode, rancangan dan latar

relatifnya sama.

3) Hasil penelitian pengembangan adalah berupa produk yang telah

teruji dan layak untuk diproduksi secara masal.

e. Dimensi manfaat:

1) Manfaat dari penelitian kuantitatif lebih bersifat makro, karena hasil

dari penelitian atas sampel dapat digeneralisasikan kepada populasi.


2) Manfaat dari penelitian kualitatif lebih bersifat mikro, hasil dari

penelitian hanya bisa diberlakukan untuk lingkup yang diteliti dan

memiliki tranferability terhadap kasus yang benar-benar serupa

dengan obyek yang diteliti.

3) Manfaat dari penelitian pengembangan memiliki sifat sama dengan

penelitian kualitatif dan tergantung terhadap cakupan masalah yang

sedang “diobati”. Semakin luas cakupan wilayah penelitian maka

manfaat dari hasil penelitian (produk) juga dapat diterapkan di

wilayah yang luas.

C. Penjelasan Konsep-konsep

1. Teknik sampling (probability dan non propability)

a. Probability sampling

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi

untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini merupakan teknik

yang memungkinkan peneliti atau evaluator untuk membuat

generalisasi dari karakteristik sampel menjadi karakteristik populasi.

Probability sampling terdiri dari 1) Simple Random Sampling; 2)

Stratified Random Sampling; 3) Sistematic Sampling; 4) Cluster

Sampling
b. Non Probability Sampling

Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi yang dipilih menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel ini

diantaranya sampling incidental, sampling bertujuan, sampling bola

salju (snowball sampling), dan sampling kuota. Non probability

sampling ini tidak bisa digunakan untuk membuat generalisasi. Jenis

jenisnya adalah: 1) Sampling Insidental (Reliance Available Sampling;

2) Sampling Purposive ( Purposive or Judgment Sampling ); 3)

Sampling Bola Salju (Snowball Sampling) dan 4) Sampling Quota

2. Ukuran sampel dan sekala pengukuran

a. Ukuran sampel

Ukuran sampel adalah jumlah anggota sampel yang harus ditentukan

untuk menjawab hipotesis penelitian. Jumlah ukuran sampel

tersebut ditentukan dari populasi penelitian yang diambil.

b. Skala pengukuran

Skala pengukuran adalah kesepakatan yang digunakan sebagai

acuan atau tolak ukur untuk menentukan panjang pendeknya interval

yang ada pada alat ukur sehinga alat ukur tersebut bila digunakan

dalam pengukuran akan menghasilkan data.

1) Skala Nominal

Skala nominal adalah skala pengukuran paling sederhana. skala

yang memungkinkan peneliti mengelompokkan objek,


individual atau kelompok kedalam kategori tertentu dan

disimbolkan dengan label atau kode tertentu, selain itu angka

yang diberikan kepada obyek hanya mempunyai arti sebagai

label saja dan tidak menunjukan tingkatan.

2) Skala Ordinal

Skala nominal tidak hanya menyatakan kategori tetapi juga

menyatakan peringkat kategori tersebut (Septyanto : 2008). hasil

pengukuran skala ini dapat menggambarkan posisi atau

peringkat tetapi tidak mnegukur jarak antar peringkat.

3) Skala Interval

Skala interval adalah suatu skala pemberian angka pada

klasifikasi atau kategori dari objek yang mempunyai sifat ukuran

ordinal, ditambah satu sifat lain yaitu jarak atau interval yang

sama dan merupakan ciri dari objek yang diukur. Sehingga jarak

atau intervalnya dapat dibandingkan.

Skala interval bisa dikatakan tingkatan skala ini berada diatas

skala ordinal dan nominal. Selanjutnya skala ini tidak

mempunyai nilai nol mutlak sehingga tidak dapat

diinterpretasikan secara penuh besarnya skor dari rasio tertentu.

4) Skala Rasio (Skala Nisbah)

Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu

sifat yaitu memebrikan keterangan tentang nilai absolut dari

objek yang diukur. Skala rasio merupakan skala pengukuran


yang ditujukan pada hasil pengukuran yang bisa dibedakan,

diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan

(paling lengkap, mencakup semuanya dibanding skala-skala

dibawahanya).

3. Validitas dan Reliabilitas Instruments

a. Validitas

Pengertian Validitas menurut Sugiyono (2016:177) menunjukan derajat

ketepatan- antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan

data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk mencari validitas sebuah

item, kita mengkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut.

Jika koefisien antara item dengan total item sama atau diatas 0,3 maka

item tersebut dinyatakan valid, tetapi jika nilai korelasinya dibawah 0,3

maka item terebut dinyatakan tidak valid.

Untuk mencari nilai koefisien, maka biasanya menggunakan rumus

pearson product moment sebagai berikut :

Keterangan:

Rxy = koefisien korelasi


X = skor item butir soal
Y = jumlah skor total setiap soal
n = jumlah responden
Syarat minimum untuk dianggap suatu butir instrument valid adalah

nilai indeks valid adalah nilai indeks validitasnya ≥ 0,3 (Sugiyono,

2016: 179). Oleh karena itu, semua pernyataan yang memiliki tingkat

korelasi dibawah 0,3 harus diperbaiki karena dianggap tidak valid.

b. Reliabilitas

Reliabilitas soal dimaksudkan untuk melihat keajegan atau kekonsitenan

soal dalam mengukur respon peserta didik sebenarnya. Reliabilitas

menunjuk pada suatu pengertian instrumen yang dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik.

Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki tingkat keajegan dalam

hasil pengukuran. Uji reliabilitas dilakukan untuk memperoleh

gambaran keajegan suatu instrumen penelitian yang akan digunakan

sebagai alat pengumpul data. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan rumus Kuder-Richarson dalam Arikunto (2006:180).

Adapun rumus Kuder-Richarson adalah sebagai berikut :

Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen = jumlah varian item
n = banyaknya butir pertanyaan = varian total
4. kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data

a. kualitas instrument penelitian

kualitas instrument peneilitian adalah seberapa layak instrument itu

digunakan. Instrument yang berkualitas adalah instrument yang

sudah dianalisis dengan statistic, atau instrument yang baik adalah

instrument yang memenuhi kaidah instrument yaitu validitas,

reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Atau setidak

tidaknya instrument itu layak digunakan setelah divalidasi oleh ahli.

b. kualitas pengumpulan data

Kualitas pengumpulan data yaitu ketepatan cara-cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data.

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,

sumber, dan cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat

dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada

iaboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai

responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Dilihat

dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan

sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan

sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain


atau lewat dokumen. Selanjutnya dilihat dari segi cara atau teknik

pengumpul data, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan

observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner

(angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

5. Responden dan Informan

a. Responden

Responden adalah orang yang memberi tanggapan atas pertanyaan yg

dilontarkan oleh org yg wawancara langsung, atau orang yg mengisi

angket yang diberikan orang yg membuat angket.

b. Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

D. Rencana judul penelitian: PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING

BERBANTUAN VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN

DAN KREATIFITAS BELAJAR TENTANG PENGEMBANGAN DIRI

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DI SLBN

CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA.

1. Proses perancangan judul penelitian

Proses perancangan judul di awali dari masalah yang ditemukan pada

tempat penelitian yaitu rendahnya kemandirian dan kreatifitas belajar

tentang pengembangan bina diri pada anak berkebutuhan khusus. Masalah

tersebut didapatkan dari hasil pengamatan pada nilai anak dan wawancara

dengan beberapa guru yang mengajar mata pelajaran tersebut.


Kemudian setelah didapatkan masalah maka tahap selanjutnya adalah

mencari referensi sebagai variable bebasnya yaitu berupa alat pemecah

masalah.

Setelah didapatkan alat yang diduga akan memecahkan masalah yaitu

berupa model pembelajaran dengan pendekatan teknologi pembelajaran

yang akan mendukung peningkatan terhadap gejala yang di dapatkan.

Penggunaan model berbantuan teknologi pemebalajaran berupa media

pembelajaran tersebut karena peneliti sedang studi dengan bidang tersebut

dan kemudian di kaitkan dengan Kawasan dari teknologi pembelajaran.

Selanjutnya setelah ditemukan variabel sebagai dugaan yang akan

memecahkan masalah tersebut maka dibuatlah judul penelitian.

2. Uraikan secara sistematis latar belakang penelitian

Manusia sebagai makhluk yang berakal perlu mangalami proses

Pendidikan sebagai bekal dalam menghadapi perkembangan zaman.

Sebagai warga Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang pendidikan

adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali

bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-

Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.

Dengan demikian berarti anak-anak berkebutuhan khusus seperti,

tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan anak-anak

berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk

mendapatkan pendidikan.
Perkembangan teknologi dapat dijadikan solusi untuk berinovasi dalam

bidang pembelajaran khususnya dalam penggunaan media pembelajaran

agar dalam proses pembelajaran lebih menarik yang berdampak pada minat

belajar siswa. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan menerapkan suatu

media pembelajaran video untuk anak Tunagrahita.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan observasi pra

penelitian di SLB Negeri Cipatujah dan hasil wawancara dengan guru,

bahwa dalam pembelajaran bina diri, guru dalam hal ini belum

memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran. Guru belum

menggunakan video pembelajaran sebagai media bantu dan masih

berpedoman pada buku cetak untuk membantu penyampaian materi.

Metode yang digunakan guru antara lain, ceramah, demonstrasi, pemberian

tugas. Metode ceramah, demontrasi dan pemberian tugas kurang sesuai

dengan pembelajaran bina diri pada anak tunagrahita dikarenakan materi

disampaikan secara verbal sehingga anak kesulitan menangkap materi yang

disampaikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa

salah satu mata pelajaran yang kemandirian belajarnya selalu rendah adalah

pengembangan bina diri. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran

diperlukan media yang tepat untuk mempermudah pemberian materi kepada

siswa.

Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan diharapkan

mampu memberikan pelayanan yang terbaik. Suatu sistem dapat berjalan

dengan baik bergantung pada faktor, guru, siswa, kurikulum dan fasilitas
yang ada. Dari beberapa faktor tersebut guru merupakan faktor yang paling

penting dan merupakan poros utama dari seluruh struktur pendidikan.

Tanggung jawab pendidikan anak berkebutuhan khusus berada di tangan

pendidik, itu sebabnya para pendidik harus mempunyai kompetensi yang

diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan

efektif (Anggraini & Prasetyo, 2015).

Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen (2005), guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Begitu

juga dengan pendidikan luar biasa, guru merupakan salah satu komponen

pendidikan secara langsung yang mempengaruhi tingkat keberhasilan anak

berkebutuhan khusus dan menempuh perkembangannya. Guru SLB ditutut

mengabdikan seluruh kemampuan, kreativitas, keterampilan dan pikirannya

untuk mendidik anak-anak luar biasa. Hal ini disebabkan karena anak-anak

penyandang kelainan, biasanya tidak responsif, menutup diri, bahkan

menghindar dari orang lain. Tanpa memiliki dedikasi yang disertai

kesabaran dan kreativitas dalam mengembangkan pendekatan pendidikan

yang menarik, maka guru SLB akan gagal menjalankan tugasnya (Hastuti,

2017).

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-

rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan

dalam penilaian adaptif. Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkan
grahita adalah pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak tunagrahita

adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan belajar

dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata (Abdulrachman, 1994:19).

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan

cara pelayanan pendidikan yang berbeda dengan anak normal dan harus

disesuaikan dengan taraf kelainannya. American Association On Mental

Deliciency (AAMD) dalam Mumpuniarti (2007:13) mengatakan klasifikasi

tunagrahita adalah tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70, tunagrahita

sedang dengan IQ berkisar 30-50 dan tunagrahita berat dan sangat berat

dengan IQ berkisar < 30.

Dari ketiga jenis taraf ketunagrahitaan tersebut, yang diungkap dalam

penelitian ini adalah kelompok tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan

adalah anak yang mengalami hambatan dalam berbagai aspek, diantaranya

dalam kemampuan mental, bahasa, motorik, emosi dan sosial. Menurut Dale

dalam Efendi (2006 : 89) mengatakan bahwa sesorang dikatakan tunagrahita

jika (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak-anak

normal sebayanya, (3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia

muda dan (4) kematangannya terhambat.

Layanan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan harus disesuaikan

dengan karakteristik dan kemampuan anak. Layanan tersebut dapat

dilaksanakan di sekolah berupa rancangan program pembelajaran yang

diberikan dalam bentuk mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus.

Mata pelajaran umum seperti pelejaran Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu


Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Pendidikan

Kewaraganegaraan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangka untuk

mata pelajaran khusus adalah Pembelajaran Bina Diri. Program

pembelajaran ini diharapkan dapat membantu anak tunagrahita ringan agar

mampu menuju kemandirian dan kedewasaan seoptimal mungkin.

Pembelajaran Bina Diri meliputi kemampuan merawat diri, bisa juga

disebut menolong diri sendiri atau mengurus diri sendiri. Kemampuan

merawat diri didapatkan tidak langsung diwariskan dari orangtua. Anak

tunagrahita ringan kemampuan berpikirnya sangat terbatas, dan mereka

mengalami kesulitan dalam mempelajari merawat dirinya. Apa yang oleh

anak normal pada umumnya dapat dipelajari secara incidental atau melalui

pengamatan, maka untuk anak tunagrahita ringan harus melalui proses

pembelajaran dan dengan usaha yang keras. Pembelajaran tersebut dimulai

dengan program yang mudah atau ringan, sederhana, sistematis, khusus dan

dalam taraf yang selalu diulang- ulang.

Kemampuan merawat diri mencakup beberapa hal yang berkaitan

dengan kepentingan anak sehari-hari antara lain; makan dan minum,

kebersihan dan kerapian diri yang meliputi kebersihan badan, berpakaian,

berhias diri, keselamatan diri dan adaptasi social atau lingkungan. Dengan

pembelajaran merawat diri sendiri atau bina diri diharapkan anak

tunagrahita ringan tersebut dapat mengurus dirinya atau merawat dirinya

tanpa bergantung pada orang lain.


Berdasarkan hasil observasi di lapangan, anak tunagrahita ringan di

SLBN Cipatujah banyak yang belum dapat merawat dirinya sendiri.

Kenyataan yang peneliti temui di lapangan, setiap pagi sewaktu masuk

sekolah ada anak yang kancing bajunya tidak rapih dan salah dalam

memasangkan kancing baju. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan, karena

akan mengganggu aktifitasnya sehari- hari, mengganggu orang lain dan

yang jelas akan mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu

adanya perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran merawat diri untuk

mengatasi masalah tersebut. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti

untuk mengangkat masalah ini guna dilakukan penelitian, dengan harapan

anak tunagrahita ringan dapat dipersiapkan untuk mampu merawat diri

sendiri dengan baik.

Kemampuan intelektual anak tunagrahita yang berada di bawah rata-

rata ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalan menerima

pelajaran, khususnya pelajaran bina diri. Di samping itu, mereka juga

mengalami keterbatasan dalam hal berpikir abstrak, sulit dan berbelit-belit

sehingga prestasi belajar bina dirinyapun rendah.

Mengajarkan kerapihan pada anak tunagrahita agar lebih berhasil

hendaknya disampaikan menggunakan sesuatu yang konkret, mudah

dipahami, menggunakan contoh-contoh yang sederhana, menggunakan

bahasa yang mudah dipahami, dilakukan dalam situasi yang menarik dan

menyenangkan, supaya anak tunagrahita tidak lekas jenuh serta termotivasi


untuk belajar. Berdasarkan pernyataan di atas, jelas bahwa anak tunagrahita

membutuhkan penanganan khusus dalam mengajarkan pelajaran bina diri.

Adanya permasalahan tersebut menyebabkan perlunya sebuah usaha

perbaikan atau tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

adalah dengan menggunakan model pembelajaran berbantuan video. Model

pembelajaran yang memiliki karakteristik memberikan kesempatan kepada

siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata,

sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajarnya.

Model pembelajaran yang akan digunakan adalah model project based

learning (PjBL). “Model pembelajaran project based learning mencakup

kegiatan menyelesaikan masalah (problem solving), pengambilan

keputusan, keterampilan melakukan investigasi, dan keterampilan membuat

karya” (Sani, 2014:226). Siswa harus fokus pada penyelesaian masalah atau

pertanyaan yang memandu mereka memahami konsep dan prinsip yang

terkait dengan proyek.

Tujuan model pembelajaran project based learning melibatkan siswa

secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Kosasih (2014) setiap

potensi yang dimiliki siswa dikembangkan melalui berbagai aktivitas yang

terjadi dalam pembelajaran, sehingga siswa memperoleh kebermaknaan

atau manfaat yang bisa dirasakan langsung. Selain potensi siswa yang

dikembangkan, kemampuan dan keterampilan, siswa juga dikembangkan,


sehingga diharapkan siswa mampu mengolah dan memanfaatkan sumber

daya dengan baik.

Lebih lanjut, siswa tunagrahita ringan memerlukan media pembelajaran

yang sesuai dengan perkembangan kognitifnya, supaya pembelajaran bina

diri dapat diterima dengan baik. Perlu adanya modifikasi dari media yang

digunakan, supaya siswa dapat memahami informasi yang disampaikan.

Mumpuniarti (2003: 19) menyatakan bahwa tunagrahita daya abstraksinya

terbatas, sehingga penggunaan alat peraga dapat membantu menjelaskan

sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Media pembelajaran tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Menurut Ismaniati (2004: 24)

penggunaan media pembelajaran berdampak positif karena menjadikan

pembelajaran bermakna. Siswa akan lebih menghayati keseluruhan proses

belajar mengajar dengan hadirnya teknologi dalam pembelajaran.

Penanganan khusus tersebut dapat direalisasikan dengan menggunakan

media yang bersifat sederhana, konkrit, mudah digunakan dan mudah

didapat, serta ekonomis. Media yang digunakan hendaknya disesuaikan

dengan kondisi anak dan sekolah yang ada. Salah satu media yang sesuai

untuk meningkatkan prestasi belajar bina diri anak tunagrahita adalah

dengan media video pembelajaran.

Video pembelajaran seperti yang dipaparkan oleh Haryoko (2009:34)

merupakan media yang mempunyai kemampuan lebih baik karena memiliki

karakteristik audio (suara) dan visual (gambar). Media yang dapat didengar

suaranya dan dilihat gerakannya (video atau animasi) bertujuan untuk


menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah

dimengerti, dan jelas

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali (2007:78)

penggunaaan media pembelajaran berbantuan komputer mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap daya tarik untuk membepakari

kompetensi yang diajarkan. Selanjutnya kondisi tersebut diperkuat oleh

Miftakh (2015:44) kemampuan menyimak siswa setelah mengikuti

pelajaran setelah menggunakan media pembelajaran video meningkat dan

siswa lebih antusias dan termotivasi dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian tindakan dengan judul: PENERAPAN PROJECT

BASED LEARNING BERBANTUAN VIDEO UNTUK

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN KREATIFITAS

BELAJAR TENTANG PENGEMBANGAN DIRI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DI SLBN

CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA. Diharapkan hasil

penelitian ini mempunyai banyak manfaat khususnya bagi guru serta siswa

SLB Negeri Cipatujah.

Anda mungkin juga menyukai