Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar
payudara melalui proses menyusui. ASI merupakan emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh
kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (WHO,
2004).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan (Depkes, 2004).
Makanan dan minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih tidak diberikan dalam
tahap ASI eksklusif ini (Kodrat 2010).
Bayi yang sehat, lahir dengan membawa cukup cairan di dalam
tubuhnya. Kondisi ini akan tetap terjaga bila bayi diberi ASI secara eksklusif
siang dan malam, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang
manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembanganya.
(Linkages, 2002).
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI pada enam
bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung
banyak gizi (nutrisi) yang diperlukan anak pada umur tersebut. Pengenalan
dini makanan yang rendah energi dan gizi atau yang disiapkan dalam kondisi
tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami kurang gizi, terinfeksi
organisme asing, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah terhadap
penyakit (Pusdatin, 2014)
Berdasarkan Kepmenkes RI No.450/Men.Kes/SK/IV/2004 yang juga
mengacu pada resolusi World Health Assembly (WHA) 2001, bahwa untuk
mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan optimal, bayi harus

1
2

diberi ASI ekslusif selama 6 bulan pertama, selanjutnya untuk kecukupan


nutrisi bayi harus mulai diberi makanan pendamping ASI yang cukup dan
aman dengan pemberian ASI tetap dilanjutkan sampai usia 2 tahun atau lebih.
(Kepmenkes RI, 2007).
Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin
status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun.Beberapa
penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak
dari penyakit infeksi misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17
kali lebih banyak dari susu matang (matur). Zat kekebalan yang terdapat pada
ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare dan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit
alergi (Pusdatin, 2014). Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI
adalah hemat dan mudah dalam pemberiannya serta dapat meningkatkan
kecerdasan intelektual dan emosional anak.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2012 tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 6 menyatakan bahwa
setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi
yang dilahirkannya. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 15 tahun 2013 tentang tata carapenyediaan fasilitas khusus
menyusui dan/atau memerah air susu ibu pasal 3 menyatakan bahwa:Pengurus
tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung
program ASI Eksklusif. Dukungan sebagaimana dimaksud dilakukan melalui:
penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI;
pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI
Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja;
pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan program
pemberian ASI Eksklusif; dan penyediaan tenaga terlatih pemberian ASI.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI adalah faktor sosial
budaya ekonomi (pengetahuan, ibu, pendidikan formal ibu, pendapatan
keluarga dan status kerja ibu), faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik
3

sebagai wanita, tekanan batin), faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misalnya
radang payudara, dan sebagainya), faktor kurangnya informasi dari petugas
kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif (Santosa, 2004). Banyak para ibu di
Indonesia tidak menyusui bayinya secara eksklusif dikarenakan, ASI tidak
cukup, takut ditinggal suami, tidak diberi ASI anak tetap menjadi orang yang
berhasil, bayi akan tumbuh tidak mandiri dan manja, susu formula lebih
praktis dari pada ASI dan takut badan tetap gemuk karena menyusui (Roesli,
2007).
Salah satu sasaran program dalam menuju Indonesia sehat 2016 adalah
sekurang-kurangnya 80% ibu menyusui memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan berfluktuatif.
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan
cakupan ASI eksklusif 0-6 bulan sebesar 32% yang menunjukkan kenaikan
yang bermakna menjadi 42% pada tahun 2012 dan 54,3% pada tahu 2013.
Namun persentase pola menyusui eksklusif semakin menurun dengan
meningkatnya kelompok umur bayi. Berdasarkan data Riskesdas (2010),
persentase pola menyusui eksklusif pada bayi umur 0 bulan adalah 39,8%,
sementara pada bayi umur 5 bulan menyusui eksklusif hanya 15,3%.
Cakupan pemberian ASI eksklusif secara proporsif menurut provinsi pada
tahun 2013, persentase tertinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Barat
yaitu 79,7%, dimana angka ini di atas angka cakupan nasional (54,3%).
Sedangkan persentase terendah pada Provinsi Maluku yaitu 25,2%. Sementara
Provinsi Kalimantan Barat menduduki peringkat ke 27 dari 33 provinsi
dengan persentase 47,3%, lebih rendah dari angka cakupan nasional (Pusdatin
2014).
Data profil propinsi Kalimantan Barat tahun 2015 dengan keseluruhan
jumlah bayi adalah 70.297 bayi yang diberi ASI eksklusif hanya 17.227
(24,51%) bayi. Sementara berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kota
Pontianak jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif pada tahun 2015 sebanyak
2.155 bayi atau 80,1% sementara pada tahun 2016 meskipun jumlah bayi yang
4

diberi ASI eksklusif meningkat yaitu sebanyak 3.356 bayi, namun jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya persentase jumlah bayi yang diberi
ASI eksklusif mengalami penurunan menjadi 73,13%.Cakupan ASI eksklusif
tertinggi 2 (dua) tahun berturut-turut yaitu pada wilayah kerja Puskesmas
Khatulistiwa (92,64% pada tahun 2015 dan 99,01% padatahun 2016)
sementara cakupan terendah tahun 2015 pada wilayah kerja Puskesmas Saigon
(51,85%) dan tahun 2016 pada wilayah kerja Puskesmas Karya Mulya
(61,04%).
Telah dilakukan penelitian oleh Utami dan Damayanti (2013) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI eksklusif di
wilayah Puskesmas Sungai Durian, hasil penelitian menunjukkan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di wilayah
Puskesmas Sungai Durian adalah status pekerjaan. Ibu yang bekerja
mempunyai peluang 1,5 kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI
Eksklusif dibandingkan dengan Ibu yang bekerja. (PR=1,501; 95%CI=1.144-
1.971; p=0,012).
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Nursalam,
2003).Bekerja seringkali dijadikan alasan oleh ibu untuk tidak memberikan
ASI eksklusif pada bayi karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu
pemberian ASI pun berkurang (Kriselly, 2012). Namun saat ini sudah banyak
cara untuk melakukan penyimpanan ASI, sehingga walaupun ibu bekerja
masih tetap dapat memberikan ASI eksklusi kepada bayinya.
Studi pendahuluan telah dilakukan di 10 (sepuluh) puskesmas wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu menyusui mengenai ASI eksklusif, disebarkan kuesioner
kepada 10 orang responden pada masing-masing puskesmas, didapatkan hasil
89% responden memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI
eksklusif.Namun dari 19 orang ibu yang bekerja hanya 57,9% saja yang
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, sementara 42,1% tidak
memberikan ASI eksklusif dengan berbagai alasan diantaranya karena tidak
5

sempat pulang ke rumah untuk menyusui bayinya dan belum mengetahui cara
memberikan asi perah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang kiat
pemberian ASI ekslusif adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan
kepada ibu-ibu menyusui.Ada berbagai macam media yang dapat digunakan
dalam memberikan pendidikan kesehatan yaitu media cetak, elektronik dan
papan.Masing-masing media memiliki efektifitas yang berbeda-beda dalam
meningkatkan pengetahuan seseorang. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Khoiron, N dkk (2014) tentang Efektifitas Pendidikan Kesehatan dengan
Menggunakan Media Leaflet dan Media Slide Power Point Terhadap
Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks di
Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo menunjukkan hasil bahwa
pendidikan kesehatan dengan menggunakan media slide power point lebih
efektif terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku dibandingkan
dengan menggunakan media leaflet.
Dengan melihat kondisi tersebut, maka pendidikan kesehatan tentang
kiat pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja layak untuk dilaksanakan.
Dengan menggunakan beberapa media akan terlihat perbedaan efektifitas
penggunaan media tersebut dalam meningkatkan pengetahuan ibu bekerja
mengenai kiat pemberian ASI eksklusif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Kepmenkes RI No.450/Men.Kes/SK/IV/2004 yang juga
mengacu pada resolusi World Health Assembly (WHA) 2001, bahwa untuk
mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan optimal bayi harus
diberi ASI ekslusif selama 6 bulan pertama, selanjutnya untuk kecukupan
nutrisi bayi harus mulai diberi makanan pendamping ASI yang cukup dan
aman dengan pemberian ASI tetap dilanjutkan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Salah satu sasaran program dalam menuju Indonesia sehat 2016 adalah
sekurang-kurangnya 80% ibu menyusui memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Namun cakupan pemberian ASI eksklusif secara proporsif tahun
6

2013 pada Provinsi Kalimantan Barat masih jauh target nasional yaitu 47,3%.
Data profil Dinas Kesehatan Kota Pontianak pada tahun 2015 jumlah bayi
yang diberi ASI eksklusif dengan persentase terendah yaitu pada wilayah
kerja Puskesmas Siantan Hilir yaitu 45,81%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Damayanti (2013) di
wilayah Puskesmas Sungai Durian menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di wilayah Puskesmas
Sungai Durian adalah status pekerjaan. Ibu yang bekerja mempunyai peluang
1,5 kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI Eksklusif dibandingkan
dengan Ibu yang bekerja. (PR=1,501; 95%CI=1.144-1.971; p=0,012).
Bekerja seringkali dijadikan alasan oleh ibu untuk tidak memberikan
ASI eksklusif pada bayi karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu
pemberian ASI pun berkurang. Namun saat ini sudah banyak cara untuk
melakukan penyimpanan ASI, sehingga walaupun ibu bekerja masih tetap
dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Dengan melihat kondisi
tersebut, maka pendidikan kesehatan tentang kiat pemberian ASI eksklusif
pada ibu yang bekerja layak untuk dilaksanakan. Untuk mencapai efektivitas
pelaksanaan pendidikan kesehatan diperlukan suatu metode atau media
pembelajaran.Terdapat beberapa media pembelajara baik media
elektronik,media cetak dan bill board.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
efektifitas pemberian pendidikan kesehatan dengan menggunakan media
elektronik dan leaflet dalam meningkatkan pengetahuan ibu menyusui yang
tentang kiat pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di wilayah kerja Kota
Pontianak.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Media pembelajaran manakah yang paling efektif
meningkatkan pengetahuan ibu tentang kiat pemberian Asi Eksklusif
pada ibu yang bekerja?”
7

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian dalam
penelitian ini adalah:
a. Apakah :terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan ibu menyusui tentang
kiat pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja antara yang diberi
pendidikan kesehatan tanpa media, dengan media elektronik?
b. Apakah :terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan ibu menyusui tentang
kiat pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja antara yang diberi
pendidikan kesehatan tanpa media, dengan media cetak?
c. Apakah :terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan ibu menyusui tentang
kiat pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja antara yang diberi
pendidikan kesehatan tanpa media, dengan media elektronik dan media
cetak.

D. Keutamaan Penelitian
Keutamaan dari penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan ibu
yang bekerja agar tetap dapat memberikan ASI eksklusif untuk bayinya.
Memberikan kiat-kiat memerah ASI, menyimpan ASI Perah (ASIP), dan
cara-cara pemberian ASIP pada bayi. Hal ini dirasakan sangat penting karena
pekerjaan merupakan salah satu faktor penyebab ibu tidak memberikan ASI
eksklusif pada bayi, padahal ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi
dengan kandungan energi dan gizi (nutrisi) yang sesuai dengan kebutuhan
bayi pada umur tersebut dan mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat
mencegah bayi dari infeksi, serta dapat meningkatkan kecerdasan intelektual
dan emosional anak.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui metode yang
paling efektif dalam memberikan pendidikan kesehatan yang ditandai dengan
terjadinya peningkatan pengetahuan yang signifikan.Disamping itu diharapkan
cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan KotaPontianak dapat meningkat, dan pekerjaan tidak lagi menjadi
alasan bagi ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
8

Hasil akhir akan sangat berguna bagi dosen, mahasiswa, maupun tenaga
kesehatan untuk menentukan metode yang tepat dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai