PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangsa pasar atau biasa disebut juga dengan Market Share dapat
diartikan sebagai bagian pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan atau
prosentasi penjualan suatu perusahaan terhadap total penjualan para
pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat tertentu.1 Perkembangan
Market Share keuangan syariah di Indonesia pada Juni 2019 mencapai
8,29%, mengalami kenaikan yang signifikan pada juni 2020 yaitu 9,63%.
Naiknya Market Share keuangan syariah, didorong oleh beberapa sektor,
yaitu sektor perbankan syariah, industri keuangan non-bank syariah dan
pasar modal syariah. Dilihat dari market share industri perbankan syariah,
ketiga faktor ini telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, tetapi
industri perbankan syariah lebih unggul atau lebih dikenal di kalangan
masyarakat.2
Industri perbankan Syariah Indonesia telah menunjukan
perkembangan yang positif, termasuk pertumbuhan aset yang tinggi,
pembayaran yang disalurkan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK). Pada
tahun 2020, Market share perbankan syariah mengalami kenaikan dari
sebelumnya tahun 2019 yaitu 5,96%. Market share perbankan syariah
hingga juni 2020 mencapai 6,18% atau memiliki total aset Rp 545,39
triliun dari total aset perbankan nasional Rp 8.830,89 triliun (konvensional
dan syariah).3
Market share industri keuangan syariah meskipun telah mencapai
9,63%, namun angka tersebut masih relatif kecil jika dibandingkan dengan
market share industri keuangan konvensional. Ini berarti industri keuangan
konvensional masih mendominasi pada market share. Rendahnya market
1
Eka Mayastika, “Pengaruh Strategi Promosi Dan Strategi Harga Terhadap Market Share
(Pangsa Pasar) Pada PT. Federal Internasional Finance Di Tebing Tinggi,” Jurnal Ilmiah Bussiness
Progress 3, no. 1 (2015): 44.
2
“Snapshot Perbankan Syariah Juni 2020."
3
“Snapshot Perbankan Syariah Juni 2020.”
share industri keuangan syariah disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat
terhadap keuangan syariah.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Literasi Keuangan
(financial literate) adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk
meningkatkan pengetahuan, keyakinan dan keterampilan konsumen dan
masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan
baik. Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 38,03%
sedangkan untuk indeks literasi keuangan syariah hanya sebesar 8,93%.
Indeks literasi keuangan syariah masih cukup rendah, tetapi sektor
perbankan syariah memiliki potensi besar karena didorong oleh besarnya
populasi penduduk beragama muslim di Indonesia. Rendahnya tingkat
literasi keuangan syariah berdampak terhadap penggunaan serta
pemanfaatan produk serta layanan jasa keuangan, sehingga menyebabkan
market share industri keuangan syariah khususnya perbankan syariah lebih
rendah dari konvensional.4
Pengembangan literasi keuangan syariah merupakan upaya yang
strategis untuk mendukung pemerintah (OJK) dalam mencapai rencana
nasional. Tujuan dari rencana pengembangan literasi keuangan syariah
adalah untuk memperluas dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
dan partisipasi masyarakat dalam penggunaan produk dan layanan jasa
keuangan syariah. Selain itu, pembangunan literasi keuangan syariah juga
diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola
keungan dengan lebih baik, bisa memilih investasi yang halal dan
menguntungkan, serta mencegah masyarakat agar tidak memilih investasi
bodong, tidak hanya sebagai pengetahuan publik. Melalui gerakan literasi
keuangan syariah dapat memungkinkan masyarakat dalam memahami
lembaga keuangan syariah dan produk layanan keuangan syariah,
4
“Siaran Pers Survei OJK 2019 Indeks Literasi Dan Inklusi Keuangan Meningkat,”.
termasuk manfaat, fungsi dan risiko, serta hak dan kewajiaban yang terkait
dengan produk dan layanan keuangan syariah.5
Literasi keuangan memiliki hubungan positif dengan inklusi
keuangan, semakin tinggi literasi keuangan maka semakin tinggi pula
inklusi keuangan. Inklusi keuangan adalah kondisi ketika setiap anggota
masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal
yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya
terjangkau yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan yang
bertujuan untuk maningkatkan kesejahteraan masyarakat. keuangan
inklusif merupakan penyediaan akses bagi masyarakat termarginalkan
(lebih kepada masyarakat miskin) dengan tujuan agar dapat memiliki dan
menggunakan layanan sistem keuangan.6 Survei Nasional Literasi
Keuangan dan Inklusi Keuangan tahun 2019 memberikan hasil adanya
hubungan erat antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan untuk
menggunakan produk dan layanan jasa keuangan. Survei menunjukan
bahwa semakin tinggi literasi keuangan seseorang maka semakin tinggi
pula tingkat pemanfaatan produk dan layanan jasa keuangan. Survei
Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2016 memberikan hasil
adanya kesesuaian yang positif antara literasi keuangan dengan inklusi
keuangan baik pada industri jasa keuangan konvensional maupun syariah.
Namun, hasil pengujian menunjukan bahwa hubungan antara literasi
keuangan syariah dengan inklusi keuangan syariah relatif lebih lemah
dibandingankan dengan hubungan antaran literasi keuangan dan inklusi
keunagan konvensional.7 Rata-rata indeks inklusi keuangan syariah
(11,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan indeks literasi keuangan syraiah
(8,1%), yang artinya masyarakat menggunakan produk dan layanan jasa
keuangan syariah tanpa pengetahuan tentang layanan dan jasa keuangan
syriah tersebut.
5
“Agustianto » Archive » MEMBANGUN LITERASI KEUANGAN SYARIAH (Bagian 2),”.
6
“POJK Nomor 76/POJK.07/2016,”
7
“Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017),”
Selain faktor literasi keuangan syariah, ada beberapa faktor lain
yang menghambat pencapaian market share perbankan syariah di
antaranya : (1) Masyarakat yang belum paham tentang Operasional
perbankan syariah, (2) terbatasnya kualitas sumber daya, (3) serta, kurang
produktif dalam mengembangkan produk berbasis syariah. Selain itu,
penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang belum digunakan
pada industri perbankan syariah juga telah mempengaruhi perkembangan
market share. Good Corporate Governance (GCG) merupakan pengaturan
dan hubungan institusi yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan.8 Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terbukti
dalam beberapa penelitian lembaga keuangan syariah di dunia muslim
dapat meningkatkan reputasi dan kepercayaan masyarakat kepada bank
syariah.
Nasabah 85% pindah ke bank lain dikarenakan kegaagalan dalam
penerapan prinsip syariah. Oleh karena itu, penerapan Good Corporate
Governance dan penerapan prinsip-prinsip syariah (Shariah Governance)
menjadi suatu keharusan bagi perbankan syariah sebagai cara
meningkatkan reputasi dan kepercayaan pada perbankan syariah.9 Secara
yuridis, perbankan syariah bertanggung jawab kepada banyak pihak
(stakeholder), yaitu nasabah penabung, pemegang saham, investor
obligasi, regulator, pegawai perseroan, masyarakat serta lingkungan,
sehingga penerapan Good Corporate Governance merupakan suatu
kebutuhan bagi perbankan syariah. Peningkatan reputasi dan kepercayaan
nasabah dapat digunakan perbankan syariah selama ini kurang
memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi perbankan syariah diperlukan untuk meningkatkan
kinerja bank dan melindungi kepentingan stakeholder dalam rangka
menciptakan sistem perbankan yang sehat dan terpercaya. Perbedaan
8
Rahman El Junusi, “Implementasi Shariah Governance Serta Implikasinya Terhadap
Reputasi Dan Kepercayaan Bank Syariah,” Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam 12, no. 1 (May 1,
2012): 97,
9
Junusi, 97.
implementasi Good Corporate Governance pada perbankan syariah dan
konvensional terletak pada shariah compilance, yaitu kepatuhan pada
syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparency, accounttability,
responsibility, indepandency, dan fairness merupakan prinsip universal
yang juga terdapat dalam aturan Good Corporate Governance
konvensional.10
Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan
syariah harus berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama transparancy
(transparan), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang
material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan. Kedua, accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi
dan pelaksanaan pertanggung jawaban bank sehingga pengelolaannya
berjalan secara efektif. Ketiga, responsibility (pertanggung jawaban) yaitu
kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat,
independency (kemandirian) yaitu memiliki kompetensi, mampu
bertindak objektif dan bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan
bank syariah. Kelima, fairness (kewajaran) yaitu keadilan dan kesetaraan
dalam memenuhi hak-hak stakeholder berdasarkan perjanjian dan
perundang-undangan yang berlaku. 11
Menurut Hung et al dan Glaser, Weber dalam penelitiannya
menyatakan bahwa pengetahuan, keterampilan dan keyakinan keuangan
yang dimiliki oleh seorang individu berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku keuangannya.12 Peningkatan pengetahuan yang dimiliki seseorang
dapat berdampak pada partisipasi yang aktif dalam kegiatan terkait
keuangan, serta perilaku keuangan yang lebih positif pada seseorang
individu. Organisation for Economic Co-operation and Development
10
Tikadewi, “Implementasi Good Corporate Governance Pada Lembaga Keuangan
Syariah (Perbankan Syariah),” n.d., 9.
11
Trisadini P. Usanti, Transaksi Bank Syariah. (Bumi Aksara), 76.
12
Agus Yulianto, “Pengaruh Literasi Keuangan Syariah Terhadap Keputusan Penggunaan
Produk atau Layanan Lembaga Keuangan Syariah”, Skripsi UII Yogyakarta (2018), hlm. 37.
(OECD) menjelaskan bahwa tanpa memiliki pengetahuan keuangan yang
memadai, individu tidak dapat memilih produk tabungan ataupun investasi
yang sesuai untuk dirinya dan berpotensi terkena resiko fraud.13
Jika dilihat pada kondisi sekarang banyak mahasiswa yang
mempelajari literasi keuangan syariah bukan hanya mahasiswa ekonomi
syariah saja, namun mereka yang tidak belajar di bidang ekonomi syariah
juga tertarik untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara literasi
keuangan syariah dan shariah governance terhadap keputusan mahasiswa
dalam menggunakan jasa perbankan syariah. Karena jika seseorang tidak
memahami literasi keuangan maka dia tidak dapat menentukan produk
lembaga keuanga syariah atau konvensional yang dia butuhkan.
Apabila kita cermati mahasiswa Manajemen Keuangan Syariah
telah mempelajari materi tentang pengetahuan keuangan syariah yaitu
pada semester dua dalam mata kuliah fiqh keuangan kontemporer dan
manajemen keuangan, dan telah mempelajari materi shariah governance
dalam mata kuliah islamic enterpreneurship dan good corporate
governance. Sehingga, sudah ditanamkan di dalam diri mahasiswa bahwa
riba, gharar, dan maysir itu dilarang di dalam agama islam dan perbankan
syariah. Serta lingkungan FEBI UIN STS Jambi telah memiliki bank mini
dan bank mandiri syariah sebagai sarana yang bisa dijadikan pilihan
mahasiswa untuk melakukan investasi dalam bentuk tabungan ataupun
lainnya.
Jadi secara pendidikan mereka sudah memahami literasi keuangan
syariah dengan baik, sudah mengetahui perbedaan literasi keuangan secara
syariah maupun konvensional, serta sebab dan akibat yang akan di dapat
untuk kedepannya. Shariah governance atau prinsip good corporate
governance yang ada dalam perbankan syariah juga telah dipelajari dan
membuat kita semakin yakin dan terjamin akan ke syariahan dalam
menggunakan jasa perbankan syariah.
13
“Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017).”
Data Penggunaan Produk
Perbankan tahun 2020
Tabungan
Konvensional (63%)
Tabuangan Syariah
(29,9%)
Tidak keduanya
(9%)