Anda di halaman 1dari 32

NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN

A. PENDAHULUAN
Di sekitar kita ada beberapa bayi dengan kelainan bawaan seperti labioskizis,
labiopalatoskizis, atresia ani dan sebagainya. Banyak sekali faktor penyebabnya, diantaranya
pengaruh kebiasaan merokok, obat-obatan yang tidak aman bagi kehamilan,dan sebagainya.
Pada bab ini kita bisa mempelajariberbagai kelainan bawaan, faktor penyebab dan bagaimana
penatalaksanaannya.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa mampu memahami berbagai kelainan bawaan pada bayi beserta
penatalaksanaannya
2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
a. Mahasiswa mampu memahami tentang labioskizis dan labiopalatoskizis dan
bagaimana penatalaksanaannya
b. Mahasiswa mampu memahami tentang atresia esofagus dan bagaimana
penatalaksanaannya
c. Mahasiswa mampu memahami tentang atresia ani dan bagaimana penatalaksanaannya
d. Mahasiswa mampu memahami tentang obstruksi billiarisdan bagaimana
penatalaksanaannya
e. Mahasiswa mampu memahami tentang omfakel dan gastroskizis dan bagaimana
penatalaksanaannya
f. Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit hirschsprung dan bagaimana
penatalaksanaannya
g. Mahasiswa mampu memahami tentang hernia diafragma dan bagaimana
penatalaksanaannya
h. Mahasiswa mampu memahami tentang atresia duodenum dan bagaimana
penatalaksanaannya
i. Mahasiswa mampu memahami tentang atresia esofagus dan bagaimana
penatalaksanaannya
j. Mahasiswa mampu memahami tentang meningokel dan bagaimana
penatalaksanaannya
k. Mahasiswa mampu memahami tentang ensefalokel dan bagaimana
penatalaksanaannya
l. Mahasiswa mampu memahami tentang fimosis dan bagaimana penatalaksanaannya
m. Mahasiswa mampu memahami tentang hipospadia dan bagaimana
penatalaksanaannya
n. Mahasiswa mampu memahami tentang hidrosefalus dan bagaimana
penatalaksanaannya

C. MATERI
1. Labioskizis Dan Labiopalatoskizis
a. Definisi
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan
embrional dimana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu
b. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi,
bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi
struktur-struktur yang terkena menjadi bebrapa bagian berikut:
1) Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
2) Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap
foramen.
3) Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunderdan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4) Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Gambar 9.1 Labiskizis dan Labiopalatoskizis

c. Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis atau labiopalatoskizis adalah sebagai berikut:
1) Kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan hipoksia.
2) Obat-obat yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis), misalnya
sitostatika dan radiasi.
3) Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6,
asam folat dan vitamin C.
4) Faktor keturunan

d. Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan forminem maksilaris
dengan forminem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum
anterior.Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pasca
konsepsi.Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum
nasi.Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-
7 sampai minggu ke-12.

e. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kelainan ini adalah:
1) Otitis media
2) Faringitis
3) Kekurangan gizi

f. Penatalaksanaan
1) Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai reflex
mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit
menekan payudara.
2) Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles). Untuk
mengatasigangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol
maka susu dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak
tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3) Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat ocular untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi
deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.
4) Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis,
dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara

g. Syarat labioplasti (Rule of Ten)


1) Umur 3 bulan atau > 10 minggu.
2) Berat badab kira-kira 4,5 kg/10 pon.
3) Hemoglobin >10 gr/dl.
4) Hitung jenis leukosit <10.000.

h. Syarat palatoplasti
Platoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar
bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian
belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun.Untuk mencapai kesempurnaan
suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat
badan normal, penyakit lain tidak ada serta memiliki kemampuan makan dan minum
yang baik. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya operasi harus ditunggu sampai
anak tersebut belajar bicara antara 1-2 tahun.
1) Jika sengau harus dilakukan terapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara)
2) Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan
farioplasti saat anak berusia 8 tahun.
Faringoplasti adalah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian
didekatkan satu sama lain.Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung
dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke
palatum molle.Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan segmen-segmen
agar pembicaraan dapat dimengerti.
Perawatan yang diberikan pacsa dilakukannya faringoplasti adalah sebagai
berikut:
1) Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih
2) Bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua
tangannya.
3) Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring
selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
4) Kedua tangan penderita harus dijauhkan dari alat-alat permainan.
Sumber : Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta:Salemba Medika. Halaman 105

2. Atresia Esofagus
a. Definisi
Atresia berarti buntu, dengan demikian atresia esofagus adalah kelainan
bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu, biasanya sebanyak 60% dengan
disertai dengan hidramnion.

b. Gambaran Klinis
Atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian esofagus yang
buntu. Apabila terdapat fistula, maka saliva ini akan mengalir keluar atau masuk ke
dalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila saliva mengalir melalui fistula
trakeo-esofagus karena cairan saliva akan masuk ke dalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan
gejala muntah proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan fisik
yang dilakukan setelah bayi menyusui akan ditemukan gerakan peristaltik lambung
karena ada usaha melewatkan makanan melalui daerah yang sempit di pylorus. Tidak
jarang teraba tumor saat ditemukannya peristaltik.

c. Tanda dan Gejala


Tanda gejala yang mungkin timbul pada penderita esophagus adalah:
1) Liur yang menetes terus-menerus.
2) Liur berbuih.
3) Adanya aspirasi ketika bayi diberi minum (bayi tersedak).
4) Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami.
5) Bayi akan mengalami batuk seperti tercekik saat bayi diberi minum.
6) Muntah yang proyektil.

Gambar 9.2 Atresia Esophagus

d. Penatalaksanaan
1) Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula. Namun
apabila atresia tanpa disertai fistula, bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah
(trendelenburg) dan seringlah mengubah-ubah posisi.
2) Segera lakukan pemasangan kateter ke dalam esophagus dan bila memungkinkan
lakukan pengisapan terus-menerus.
3) Berikan perawatan seperti bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi,
pemberian nutrisi adekuat dan lain-lain.
4) Rangsang bayi untuk menangis.
5) Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk
melakukan rujukan pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
Sumber : Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta:Salemba Medika. Halaman 107

3. Atresia Ani
a. Definisi
Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang karena cacat bawaan.Penyebab atresia ani ini belum diketahui secara pasti.

b. Tanda dan Gejala


1) Selama 24-48 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-muntah dan tidak
ada defekasi mekonium. Selain itu anus tampak merah.
2) Perut kembung, lalu disusul dengan muntah.
3) Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat (hiperperistaltik) pada
auskultasi.
4) Tidak ada lubang anus.
5) Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menetukan tingginya
atresia.
6) Terkadang tampak ileus obstruktif.
7) Dapat terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering terjadi fistel rektovaginal,
sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel rektourinal.
Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dilakukan colok dubur
dengan menggunakan jari kelingking atau dengan tidak keluarnya mekonium dalam
24 jam sesudah lahir.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis. Pada
pemeriksaan ini akan ditemukan beberapa hal berikut:
1) Udara dalam usus terhenti tiba-tiba. Hal ini menendakan adanya obstruksi di
daerah tersebut.
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir.
3) Dibuat foto antero-posterior dan lateral, bayi diangkat dengan kepala di bawah
dan kaki di atas (Wangen Steen dan Rice) pada anus dilertakkan radio-opak,
sehingga pada foto, daerahdaerah antara benda radio-opak dengan bayangan
udara yang tertinggi dapat diukur.

d. Penatalaksanaan
1) Puasakan bayi dang anti dengan pemberian cairan intravena sesuai dengan
kebutuhan, misalnya glukosa 5-10% atau Na-Bikarbonat 1,5%.
2) Pembedahan segera dilakukan, setelah tinggi atresia ditemukan.
3) Eksisi membran anal.
4) Kolostomi sementara dan lakukan perbaikan total setelah 3 bulan.

Gambar 9.3 Atresia Ani


Sumber : Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta:Salemba Medika. Halaman 108

4. Obstruksi Billiaris
a. Definisi
Merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya sumbatan pada saluran empedu,
sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan
dalam feses (Sebagai sterkolobilin).
b. Gambaran Klinis
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama ketika bayi tampak
ikterus.Selain itu feses tampak berwarna putih ke abu-abuan, terlihat seperti dempul,
dan urine tampak berwarna lebih tua karena mengandung urolobilin.

Gambar 9.4 Obtruksi Billiaris

c. Penatalaksanaan
1) Berikan Perawatan layaknya bayi normal lainnya, seperti pemberian nutrisi yang
adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dan lain-lain.
2) Lakukan konseling pada orang tua agar mereka menyadari bahwa menguningnya
tubuh bayi bukan disebabkan oleh masalah yang biasa, tetapi karena adanya
penyumbatan saluran empedu.
3) Berikan informed Consent danInformed Choice untuk dilakukan rujukan.
Sumber :
Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta:Salemba
Medika. Halaman 113

5. Omfakel Dan Gastroskizis


a. Definisi
Omfakel adalah suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan tampaknya protrusi
dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen. Sementara itu, gastroskizis adalah
suatu keadaan ketika isi abdomen keluar melalui defek dinding abdominal pada
umbilikus tanpa membran pembungkus.
b. Etiologi
Terjadinya Omfakel dan gastoskizis disebabkan karena adanya kegagalan organ
dalam untuk kembali ke rongga abdomen.Kegagalan ini terjadi ketika janin berumur
10 minggu.

Gambar 9.5 Omfalokel


Gambar 9.6 Gastrokizis

c. Penatalaksanaan
1) Penanganan yang diberikan hampir sama dengan penanganan bayi normal
lainnya, misalnya pemberian nutrisi yang adekuat, pencegahan hipotermi, dan
lain-lain.
2) Lakukan tindakan pencegahan infeksi sebelum pembedahan dengan cara
mengolesi merkurokrum dan menutupnya dengan kassa steril, lalu ditutup sekali
lagi dengan kapas yang agak tebal dan terakhir dipasang gurita.
3) Berikan informed consent daninformed choice untuk dilakukan pembedahan
setelah ada penebalan setelah ada penebalan selaput kantong.
Sumber :
Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta:Salemba Medika. Halaman 113

6. Penyakit Hirschsprung
a. Definisi
Penyakit ini merupakan suatu kelainan bawaan berupan aganglionik usus
yang dimulai dari sfingter ani eksternal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk usus sampai rektum atau juga dikatakan sebagai suatu
kelainan konginental dimana tidak terdapat sel ganglion parasimpatik dan pleksus
auerbach di kolon. Keadaan abnormal tersebut dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi,
tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong kebagian segmen yang tidak ada ganglion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut, sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal.

Gambar 9.7 Kiri kolon usus yang normal. Kanan kolon


usus yang terkena Hirschprung.

b. Penatalaksanaan Prapembedahan
Penatalaksanaan pra pembedahan pada klien hirschprung adalah sebagai berikut:
1) Memantau fungsi usus dan karakteristik feses.
2) Memberikan spooling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontraindikasi.
3) Penatalaksanaan medis dalam rencana pembedahan.
4) Pantau status hidrasi dengan cara mengukur intake dan output cairan tubuh.
5) Mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan.
6) Memantau perubahan status nutrisi, antara lain turgor kulit, asupan nutrisi.
7) Melakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan.
8) Melakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggii protein dan tinggi sisa.
Sumber :
Vivian Nanny Lia Dewi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita.Jakarta:Salemba Medika. Halaman 118

7. Hernia
Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok adalah penyakit akibat
turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut.Penderita hernia
memang kebanyakan laki-laki terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan
merasakan nyeri jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya jika anak-anak penderitanya
terlalu aktif.
Berasal dari bahasa Latinherniae yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga.Dinding rongga yang lemah itu
membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin.Gangguan ini sering terjadi di
daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus.
Hernia yang terjadi pada anak-anak lebih disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar.
Sementara pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut
dan karena faktor usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut.
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah perkotaan yang
notabene yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana aktivitas tersebut
membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan
maka, penyakit hernia akan segera menghinggapinya.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :
a. hernia bawaan (kongenital)
b. hernia yang didapat (akuisita)
Berdasarkan letaknya, hernia dibagi menjadi :
a. herniadiafragma yaitu menonjolnya organ perut kedalam rongga dada melalui lubang
pada diafragma (sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut).
b. inguinal
c. umbilical yaitu benjolan yang masuk melalui cincin umbilikus (pusar)
d. femoral yaitu benjolan di lipat paha melalui anulus femoralis.
Sedangkan menurut sifatnya, ada hernia :
a. reponibel :bila isi hernia dapat keluar masuk.
b. hernia irreponibel : bila isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga
c. hernia akreta : jika tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus akibat
perlekatan tersebut
8. Hernia Diafragmatika
a. Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut kedalam rongga dada
melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma merupakan sekat yang membatasi
rongga dada dan rongga perut.

Gambar 9.9 Hernia Diafragmatika


b. Penyebab
Penyebab Hernia Diafragmatika belum diketahui secara pasti, diperkirakan 80-90%
terjaadi pada sisi tubuh bagian kiri manusia.

c. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu:
1) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
2) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
3) Rontgen menunjukkan adanya organ perut di rongga dada

b. Pengobatan
Hernia diafragmatika diatasi dengan tindakan pembedahan darurat.Organ perut garus
dikembalikan kerongga perut dan lubang diafragma diperbaiki.
Sumber :S Haws, Paulette.2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta : EGC
halaman 152

9. Atresia Duodeni & Esofagus


a. Atresia Duodeni
1) Pengertian
Atresia Duodeni merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama
dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan
darilambung ke usus.
2) Etiologi
Penyebab yang mendasari atresia duodeni belum diketahui tetapi ada beberapa
yang bias menyebabkan terjadinya atresia duodeni, yaitu :
a) Gangguan pada masa awal kehamilan
b) Gangguan pembuluh darah
c) Banyak terjadi pada bayi premature
3) Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang
tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan
rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti
telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan
30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat
mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis
atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara
lumen duodenum.
4) Tanda gejala
a) Pembengkakan abdomen pada bagian atas
b) Muntah terus menerus meskipun bayi dipuasakan beberapa jam
c) Tidak memproduksi urine setelah beberapa kali buang air kecil
d) Muntah berwarna hijau karena empedu
e) Hilangnya bising usus setelah buang air besar
5) Penatalaksanaan
a) Pemasangan tuba orogastrik untuk mendekompresi lambung
b) Memberikan cairan elektrolit melalui intravena
c) Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun
tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur
operatif standar saat ini berupa duodenostomi melalui insisi pada kuadran
kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan
untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal
invasive.

b. Atresia Esofagus
1) Pengertian
Atresia Esofagus adalah tidak terdapatnya lubang atau muara pada esofagus
2) Etiologi
a) Secara Umum
Salah Satunya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi lahir
premature. Ada beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan
congenital atresia esophagus, diantaranya :
(1) Factor obat
(2) Factor radiasi
(3) Factor gizi
b) Secara Khusus
Secara epidemologi anomaly ini terjadi padaumur kehamilan 3-6 minggu
akibat dari :
(1) Deferensiasi usus depan yang tidak sempurna
(2) Perkembangan sel endotel yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia
(3) Perlengkapan dinding lateral ususdepan yang tidak sempurna sehingga
terjadifistula trchea esophagus
3) Tanda dan gejala
a) Biasanya disertai hidramion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari amamnesis didapatkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramion hendaknya dilakukan
kateterisasiesophagus. jika kateter berhenti pada jarak 10 cm,maka diduga
Atresia Etsopgus.
b) Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
c) Pada fistula tracheo esophagus cairan lembung juga dapat masuk kkedalam
paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
d) Foto torak nampak bayangan udara esophagus proksimal yangbuntu.
4) Penatalaksanaan
a) Penanganan yang dapat dilakukan bidan :
(1) Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak
sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-
15 menit
(2) Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi
(3) Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah
(4) Bayi di puasakan dan di infus
(5) Konsultasi dengan yang lebih kompeten
(6) Rujuk ke rumah sakit
b) Pengobatan pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
(1) Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
(2) Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini
dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut:
(a) Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3
bulan dilakukan koreksi sekaligus

(b) Eksisi membran anal


Sumber : S Haws,Paulette. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat.
Jakarta : EGC halaman 86

10. Meningokel Ensefalokokel


a. Definisi
Meningoensefalokel adalah Herniasi Selaput Otak dengan atau tanpa Jaringan Otak
Melalui Defek Tulang Cranium.Pada umumnya Meningokel Adalah Lunak
Berpulsasi Dan Isi Kantungnya Dapat Ditekan kedalam ruang
Intrakranial.Ensefalokel Frontoethmoidal Adalah Ensefalokel yang mengalami
Herniasi melalui Defek Tulang pada Garis Tengah Basis Fossa Cranii Anterior dan
Keluar Pada Tulang Wajah.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel ensefalokokel adalah Gangguan pembentukan
komponen janin saat dalam kandungan.
c. Tanda dan gejala
1) Gangguan persyarafan
2) Gangguan mental
3) Gangguan tingkat kesadaran
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dilakukannya tindakan pembedahan.
Sumber :S Haws, Paulette. 2008. Asuhan neonatus rujukan cepat. Jakarta : EGC
halaman 167

11. Fimosis
a. Pengertian
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium.Kelainan menyebabkan bayi/ anak
sukar berkemih.Kadang-kadang begitu suka sehingga kulit prepusium
menggelembung seperti balon.Bayi / anak sering menangis sebelum urine keluar.

Gambar 9.10 fimosis

b. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup
dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi
melekat pada kepala penis sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya
bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
c. Tanda dan gejala
1) Kulit penis anak tidak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan.
2) Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung
tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak
menggembung.
3) Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga.
4) Kalau sampai timbul infeksi, maka si anak akan mengangis setiap buang air
kecil  dan dapat pula disertai demam.
5) Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut
disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam
ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui
muaranya yang sempit.
6) Iritasi pada penis
d. Komplikasi
1) Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.
2) Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian terkena
infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3) Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4) Penarikan prepusium secara paksadapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri
dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5) Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.
6) Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
7) Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.
e. Penatalaksanaan
Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu:
1) Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah fimosis
secara permanen.Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis
menimbulkan kesulitan buang air kecil atau peradangan di kepala penis
(balanitis).Sunat dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun lokal.
2) Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan elastisitas
kulup.Pemberian salep ini harus dilakukan secara teratur dalam jangka waktu
tertentu agar efektif.
3) Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang
dilakukan setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap
hari. Peregangan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka
yang menyebabkan pembentukan parut.
Sumber: Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 96

12. Hipospadia
a. Pengertian
Suatu keadaan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana meatus
uretra eksterna terletak di bagian ventral dan letaknya lebih proksimal dari letak yang
normal dan disertai adanya firosis pada bagian distal MUE yang menyebabkan
bengkoknya penis.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000
bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di
dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau
di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada
saat ereksi.
Gambar 9.11 Hipospadia

b. Etiologi

Gambar 9.12 Penis normal dan Hipospadia

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum


diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para
ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:
1) Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2) Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3) Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
c. Patofisiologi
1) Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembngan uretra dalam utero.
2) Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
3) Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang
frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans
penis sebagai celah buntu.

d. Klasifikasi hipospadia
1) Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior

Gambar 9.13 hipospadia Gambar 9.14 hipospadia


glandular subcoronal

2) Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah


Gambar 9.15 hipospadia Gambar 9.16 hipospadia
mediopenean peneescrota

3) Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior

Gambar 9.17 hipospadia perineal


e. Diagnosis
1) Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang
hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak
teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada
pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia
dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee
dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat
mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis
ini dapat menyebabkan infertilitas.Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ
seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk
mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
2) Diagnosis biasa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita hipospadia
sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada
pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum
anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan
sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi
kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti,
mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
f. Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi
ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada
tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya
dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini
dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu
“spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang
lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok agar urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak
yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan
dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis
untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita
hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1) Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini
dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang
merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.
Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit
preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2) Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada
glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis
yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk
sebelumnya melalui tahap pertama.
g. Komplikasi Operasi
1) Jangka pendek
a) Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah
operasi dan biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti
b) Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengan
balut tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk
mengeluarkan hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
sumber perdarahan.
c) Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan
persiapan kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat
dicegah.
2) Jangka panjang
a) Fistula : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul
pada operasi hpospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat
diperbaiki dengan penutupan berlapis dari flap kulit lokal.
b) Stenosis meatus : Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi.
Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan
atas adanya stenosis meatus.
c) Striktur : Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka
panjang dari operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
d) Divertikula : Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan
adanya pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat
mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra.
Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian
distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft atau flap pada
operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari jaringan
uretra asal.
e) Terdapatnya rambut pada uretra : Kulit yang mengandung folikel rambut
dihindari digunakan dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini
berhubungan dngan uretra, hal ini dapat menimbulkan masalah berupa
infeksi saluran kemih dan pembentukan batu saat pubertas. Biasanya untuk
mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak
dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu kemudian
diulang perbaikan hipospadia.
h. Perawatanpasca operasi
1) Hari ke-3 pasca operasi splint dilepas sambil dilakukan rawat luka
2) Pertahankan kateter urine ± 10-14 hari pasca operasi
Setelah operasi pasien diberi kompres dingin pada area operasi selama 2 hari
pertama. Cara ini dapat mengurangi edema dan nyeri serta menjaga daerah
operasi tetap bersih. Pasien yang menggunakan kateter suprapubik, dapat juga
memerlukan sten uretra yang kecil dan dapat dicabut pada hari ke lima
postoperasi. Pada pasien yang menggunakan graft tube atau flap prepusium,
proses miksi dilakukan melalui kateter suprapubik perkutan. Tergantung dari
proses penyembuhan luka, kateter ini ditutup pada hari ke 10 untuk percobaan
miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini diulang 3-4 hari kemudian. Bila
hingga 3 minggu fistula tetap ada, proses miksi diteruskan seperti biasanya
kemudian pasien disarankkan untuk memperbaiki hasil operasi 6 bulan
kemudian bila proses inflamasi sudah menghilang. Biasanya fistula yang kecil
dapat menutup dengan spontan.
Setelah percobaan miksi, pasien dapat mandi seperti biasanya. Balutan
dapat lepas dengan spontan. Setelah pelepasan dari sten, orang tua diminta
untuk menjaga meatus tetap terbuka dengan menggunakan tutup tabung salep
mata Neosporin sehingga krusta pada meatus tidak mengakibatkan obstruksi
distal yang berkembang menjadi fistula.
Sumber : Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 98

13. Hidrosefalus
a. Pengertian
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS.
Gambar 9.17 hidrosepalus

b. Anatomi dan fisiologi


Ruangan CSS terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri atas sistem
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi
seluruh susunan saraf.CSS yang terbentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan
araknoid yang meliputi susunan saraf pusat (CSS). Hubungan antara sistem ventrikel
dan ruang subaraknoid melalui foramen Magendie di Median dan Foramen Luscha
disebelah lateral ventrikel IV.
c. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid.Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun
dalam klinik sangat jarang terjadi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
2) Stenosis akuaduktus Sylvii
3) Spina bifida dan kranium bifida
4) Sindrom Dandy-Walker
5) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
d. Patofisiologidan patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP).Cairan likuor serebrospinalis terdapat
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan
melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui
sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan
resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) 
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1) Produksi likuor yang berlebihan
2) Peningkatan resistensi aliran likuor
3) Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1) Kompresi sistem serebrovaskuler.
2) Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3) Perubahan mekanis dari otak.
4) Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5) Hilangnya jaringan otak.
6) Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi
yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara
proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah
dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif
tinggi.Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians
tengkorak.
e. Gejala klinis
1) Bayi:
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
a) Kepala makin membesar
b) Veba-vena kepala prominen
c) Ubun-ubun melebar dan tegang
d) Sutura melebar
e) “Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala
f) Perkembangan motorik terlambat
g) Perkembangan mental terlambat
h) Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
i)   “Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
j) Nistagmus horisontal
k) “Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan
penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris
seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
2) Anak:
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial:
a) Muntah proyektil
b) Nyeri kepala
c) Kejang
d) Kesadaran menurun
e) Papiledema
f. Pemeriksaan dan diagnosis
1) Pemeriksaan fisik:
a) Pengukuran lingkaran kepala secara berkala.
b) Transiluminasi
2) Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa

4) Pemeriksaan radiologi:
a) X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b) USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c) CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya.
g. diagnosis banding
1) Bayi sehat
2) Ciri keluarga (“familial feature”)
3) Megaensefal
4) Hidranensefali
5) Tumor otak
6) Cairan subdural (”subdural effusion”)
h. Penatalaksanaan
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1) Mengurangi produksi CSS.
2) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1) Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
2) Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3) Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase.Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum.Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.

Sumber: Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 104

Anda mungkin juga menyukai