Anda di halaman 1dari 11

PBL KP SKENARIO 2

ROZAAN AFAAF M (1102018337)

MEDICATION ERROR
1. Definisi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayan Kefarmasian di Apotek, Medication Error (ME; kesalahan pengobatan) adalah
kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
(NCC MERP), Medication Error didefinisikan sebagai setiap kejadian yang dapat dicegah yang
dapat menyebabkan atau mengarah pada penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan
pasien saat pengobatan berada dalam kendali profesional perawatan kesehatan, pasien, atau
konsumen (Food and Drug Administration, fda.gov).

2. Faktor Risiko
Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian resep sampai
penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan medikasi meliputi diagnosis yang
tidak tepat, kesalahan pemberian resep, kekeliruan dalam penghitungan dosis, praktek distribusi
obat yang buruk, masalah terkait obat dan perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat,
adanya kegagalan komunikasi antar tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP,
2010).
Menurut American Society of Hospital Pharmacists (ASHP) tahun 1993 dalam Guideline
on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab umum yang memicu
terjadinya medication error, yaitu diantaranya:
1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan.
2. Nomenklatur produk obat Look-Alike-Sound-Alike (LASA), penggunaan huruf atau
nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat
3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan
4. Resep yang tak terbaca
5. Transkripsi yang tidak tepat
6. Perhitungan dosis yang tak tepat
7. Personil yang tidak cukup terlatih
8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep
9. Kesalahan dalam pelabelan
10. Beban kerja yang berlebihan
11. Penyimpangan dalam kerja individu
12. Tidak tersedianya obat.
Tabel 1. Penyebab umum Medication Error (ASHP, 1993).

Dalam memonitor kesalahan pengobatan, mereka harus mempertimbangkan faktor risiko


berikut (ASHP, 1993):
1. Shift kerja (tingkat kesalahan yang lebih tinggi biasanya terjadi selama shift siang).
2. Staf yang tidak berpengalaman dan tidak terlatih.
3. Layanan medis (misalnya, kebutuhan khusus untuk populasi pasien tertentu, termasuk
geriatri, pediatri, dan onkologi).
4. Meningkatnya jumlah atau kuantitas obat per pasien.
5. Faktor lingkungan (pencahayaan, kebisingan, dan gangguan yang sering terjadi).
6. Beban kerja dan kelelahan staf.
7. Komunikasi yang buruk di antara penyedia layanan kesehatan.
8. Bentuk sediaan (misalnya, obat suntik berhubungan dengan kesalahan yang lebih serius).
9. Jenis sistem distribusi (distribusi dosis unit lebih disukai; stok lantai harus
diminimalkan).
10. Penyimpanan obat yang tidak tepat.
11. Luas pengukuran atau kalkulasi yang dibutuhkan.
12. Membingungkan nomenklatur, kemasan, atau label produk obat.
13. Kategori obat (misalnya, antimikroba).
14. Tulisan tangan yang buruk.
15. Perintah verbal (dikomunikasikan secara lisan).
16. Kurangnya kebijakan dan prosedur yang efektif.
17. Komite pengawasan yang berfungsi dengan buruk.
3. Klasifikasi
Berdasarkan jenis kejadiannya, medication error dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis yaitu tipe Medication Error secara umum: (ASHP, 1993)

Tipe Keterangan
Prescribing error Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontraindikasi,
(kesalahan perecepan) alergi yang telah diketahui, terapi obat yang sedang berlangsung,
dan faktor lainnya), dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute,
konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
penggunaan obat, penulisan resep yang tidak jelas, dan lain-lain
yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemberian obat kepada
pasien.
Omission error Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien sampai pada
jadwal berikutnya.
Wrong time error Memberikan obat di luar waktu dari interval waktu yang telah
ditentukan.
Unauthorized drug error Memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh dokter.
Wrong patient Memberikan obat kepada pasien yang salah.
Improper dose error Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih kecil
daripada dosis yang diinstruksikan oleh dokter, atau memberikan
dosis duplikasi
Wrong dosage form error Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai
Wrong drug preparation error Mempersiapkan obat dengan cara yang salah sebelum diberikan
ke pasien
Wrong administration Prosedur atau tehnik yang tidak layak atau tidak benar saat
technique error memberikan obat
Deteriorated drug error Memberikan obat yang telah kedaluarsa atau yang lebih
mengalami penurunan integritas fisik atau kimia

Monitoring error Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem dari
regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan
data klinis atau laboratorium untuk asesmen respons pasien
terhadap terapi obat yang diresepkan
Compliance error Sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan ketaatan
penggunaan obat yang diresepkan
Other medication error Kesalahan pengobatan lainnya di luar tipe di atas
Tabel 2. Tipe Medication Error secara umum (ASHP, 1993).

NCC MERP mengklasifikasikan Medication Error berdasarkan tingkat keparahan suatu


kejadian yang terjadi saat sampai kepada pasien. Kategori kesalahan pengobatan adalah sebagai
berikut:
Tipe Error Kategori Keterangan
keadaan mempunyai potensi terjadi kesalahan,
No error A
tetapi tidak terjadi kesalahan.
terjadi kesalahan, tetapi tidak sampai mengenai
B
pasien.
terjadi kesalahan yang mengenai pasien, tetapi
C
tidak sampai membahayakan pasien.
Error – no harm
terjadi kesalahan yang mengenai pasien,
diperlukan pemantauan untuk konfirmasi
D
kejadian tersebut tidak menyebabkan kerugian
pada pasien.
terjadi kesalahan yang kemungkinan telah
E menyebabkan kerusakan sementara pada pasien
dan ada dibutuhkan intervensi.
terjadi kesalahan yang kemungkinan telah
F menyebabkan kerusakan sementara pada pasien
Error – harm
dan diperlukan rawat inap.
terjadi kesalahan yang membahayakan pasien
G
secara permanen.
terjadi kesalahan dan dibutuhkan intervensi
H
untuk dapat mempertahankan hidup.
terjadi kesalahan yang kemungkinan dapat
Error – death I
menyebabkan kematian pada pasien.
4. Identifikasi Sumber dan Tempat Kesalahan Pengobatan Terjadi
Medication error dapat dibagi berdasarkan tahap kejadiannya (Khairurrijal & Putriana,
2017):
1) Kesalahan peresepan (prescribing error)
2) Kesalahan penerjemahan resep (transcribing error)
3) Kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing error)
4) Kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration error).

4.1 Prescribing Error


Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di antara
kesalahan pengobatan. Prescribing terjadi baik di rumah sakit umum maupun di rumah sakit
khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga fatal namun dapat mempengaruhi
keselamatan pasien dan kualitas kesehatan. Kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat kesalahan
pemakaian, kesalahan penafsiran, penulisan singkatan yang tidak terbaca, sebab penggunaan
singkatan khusus atau buatan. Kesalahan resep mencakup segala hal yang terkait dengan
tindakan menulis resep, sedangkan kesalahan peresepan meliputi peresepan irrasional, peresepan
obat yang berlebih, peresepan obat yang kurang, dan peresepan yang tidak efektif, yang timbul
dari penilaian medis atau keputusan mengenai perawatan atau pengobatan dan pemantauan
yang keliru.

4.2 Transcribing Error


Transcribing error adalah kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas, informasi tidak
jelas atau penggunaan singkatan tidak tepat.

4.3 Dispensing Error


Dispensing obat adalah kegiatan atau proses untuk memastikan kelayakan atau order
resep obat, seleksi suatu obat zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa penderita atau
perawat mengerti penggunaan dan pemberian obat yang tepat dari obat tersebut. Dispensing
adalah proses menyiapkan dan menyarahkan obat kepada orang yang namanya tertulis pada
resep. Dispensing merupakan tindakan atau proses yang memastikan ketepatan resep obat,
ketepatan seleksi zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa pasien atau perawat
mengerti penggunaan dan pemberian yang tepat. Dispensing termasuk semua kegiatan yang
terjadi antara waktu resep/order dan obat diterima. Atau suplai lain yang ditulis
disampaikan kepada penderita.

4.4 Administration Error


Administration error adalah kesalahan saat memberikan obat kepada pasien yang
dilakukan oleh petugas kesehatan. Jenis-jenis kesalahan pada tahap pemberian obat antara lain
salah obat, dosis, kekuatan dosis, waktu pemberian atau interval, rute dan cara penggunaan, dan
lain-lain.
5. Tanggung Jawab Dokter Ketika Meresepkan dan Mengadministrasikan Obat
Prescribing merupakan poin paling awal medication error dapat terjadi. Komplikasi yang
berhubungan dengan pemberian obat (drug-related complications) merupakan jenis kejadian
merugikan (adverse effect) yang paling umum.
Rekomendasi berikut untuk mencegah kesalahan pengobatan disarankan untuk dokter
dan pemberi resep lainnya (ASHP, 1993):
1. Untuk menentukan terapi obat yang tepat, pemberi resep harus mengikuti perkembangan
pengetahuan saat ini melalui tinjauan pustaka, konsultasi dengan apoteker, konsultasi
dengan dokter lain, partisipasi dalam melanjutkan program pendidikan profesional, dan
cara-cara lainnya. Sangat penting untuk mencari informasi saat meresepkan kondisi dan
penyakit yang biasanya tidak dialami dalam praktik pemberi resep.
2. Pemberi resep obat harus mengevaluasi status total pasien dan meninjau semua terapi
obat yang ada sebelum meresepkan obat baru atau tambahan untuk memastikan
kemungkinan interaksi obat antagonis atau komplementer. Untuk mengevaluasi dan
mengoptimalkan respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan, maka diperlukan
pemantauan tanda dan gejala klinis yang tepat dan data laboratorium yang relevan.
3. Di rumah sakit, pemberi resep harus terbiasa dengan sistem pemesanan obat (misalnya,
sistem formularium, partisipasi dalam program Drug Utilization Evaluation (DUE),
pendelegasian wewenang yang diizinkan, prosedur untuk mengingatkan perawat dan
orang lain tentang pesanan obat baru yang perlu diproses, administrasi obat standar kali,
dan singkatan yang disetujui).
4. Pemesanan obat harus lengkap. Mereka harus menyertakan nama pasien, nama obat
generik, nama merek dagang (jika produk tertentu diperlukan), rute dan tempat
pemberian, bentuk sediaan, dosis, kekuatan, kuantitas, frekuensi pemberian, dan nama
pemberi resep. Dalam beberapa kasus, pengenceran, kecepatan, dan waktu pemberian
harus ditentukan. Hasil terapi yang diinginkan untuk setiap obat harus diungkapkan saat
obat diresepkan. Peresep harus meninjau semua pesanan obat untuk akurasi dan
keterbacaan segera setelah mereka meresepkannya.
5. Maksud dari perintah pengobatan jelas dan tidak ambigu (mengikuti kaidah penulisan
resep yang benar).
6. Obat tertulis atau pesanan resep (termasuk tanda tangan) harus terbaca. Peresep dengan
tulisan tangan yang buruk harus mencetak atau mengetik obat atau pesanan resep jika
kemampuan entri pesanan langsung untuk sistem terkomputerisasi tidak tersedia. Perintah
tulisan tangan harus dapat dibaca sepenuhnya. Perintah tulisan tangan yang tidak terbaca
harus dianggap sebagai potensi kesalahan. Jika mengarah ke kesalahan kejadian (yaitu,
kesalahan benar-benar mencapai pasien), hal tersebut harus dianggap sebagai kesalahan
resep.
7. Pesanan obat atau resep lisan (yaitu, pesanan yang dikomunikasikan secara lisan) harus
disediakan hanya untuk situasi di mana tidak mungkin atau tidak praktis bagi pemberi
resep untuk menulis pesanan atau memasukkannya ke dalam komputer. Prescriber harus
mendikte perintah lisan secara perlahan, jelas, dan pandai bicara untuk menghindari
kebingungan. Perhatian khusus sangat dianjurkan saat meresepkan dosis obat pada
remaja (misalnya, dosis kalium klorida 15 mEq dapat disalahartikan sebagai dosis 50
mEq). Pesanan harus dibacakan kembali ke resep oleh penerima (yaitu, perawat atau
apoteker, sesuai dengan kebijakan institusi). Saat dibaca kembali, nama obat harus dieja
ke pemberi resep dan, jika petunjuk diulang, tidak ada singkatan yang harus digunakan
(misalnya, ucapkan "tiga kali sehari" daripada "t.i.d."). Salinan tertulis dari perintah lisan
harus ditempatkan dalam rekam medis pasien dan kemudian dikonfirmasi oleh pemberi
resep sesuai dengan peraturan negara bagian dan kebijakan rumah sakit yang berlaku.
8. Jika memungkinkan, obat harus diresepkan untuk pemberian melalui rute oral daripada
melalui suntikan.
9. Jika memungkinkan, pemberi resep harus berbicara dengan pasien atau pengasuh untuk
menjelaskan obat yang diresepkan dan tindakan pencegahan atau pengamatan khusus
yang mungkin diindikasikan, termasuk reaksi alergi atau hipersensitivitas yang mungkin
terjadi.
10. Para pemberi resep harus menindaklanjuti dan secara berkala mengevaluasi kebutuhan
terapi obat lanjutan untuk pasien individu.
11. Instruksi perintah “menahan” untuk pengobatan harus jelas.

6. Luasnya Kejadian Medication Error


Kesalahan pengobatan dapat membahayakan kepercayaan pasien dalam sistem perawatan
kesehatan dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Masalah-masalah dan sumber
medication error merupakan multidisiplin dan multifaktorial. Jarang sekali tindakan dari satu
individu menjadi penyebab dari medication error, melainkan salah satu jenis faktor kontribusi
yang bergabung untuk menjadi penyebab insiden. Kesalahan dapat terjadi karena kurangnya
pengetahuan, kinerja di bawah standar dan penyimpangan mental, atau cacat atau kegagalan
dalam sistem. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh staf yang berpengalaman dan tidak
berpengalaman, termasuk apoteker, dokter, perawat, personel pendukung (misalnya, teknisi
farmasi), pelajar, staf administrasi, administrator, produsen farmasi, pasien dan pengasuh
mereka, dan orang lain. Insiden kesalahan pengobatan tidak dapat ditentukan; perbandingan yang
valid dari berbagai studi tentang kesalahan pengobatan sangat sulit karena perbedaan dalam
variabel, pengukuran, populasi, dan metode.
Banyak kesalahan pengobatan mungkin tidak terdeteksi. Hasil atau signifikansi klinis
dari banyak kesalahan pengobatan mungkin minimal, dengan sedikit atau tanpa konsekuensi
yang berdampak buruk pada pasien. Namun, beberapa kesalahan pengobatan mengakibatkan
morbiditas atau mortalitas pasien yang serius. Dengan demikian, kesalahan pengobatan tidak
boleh dianggap enteng, dan sistem yang efektif untuk memesan, mengeluarkan, dan memberikan
obat harus dibuat dengan pengamanan untuk mencegah terjadinya kesalahan. Sistem ini harus
melibatkan personel yang terlatih dan diawasi secara memadai, komunikasi yang memadai,
beban kerja yang wajar, sistem penanganan obat yang efektif, berbagai pemeriksaan prosedural
dan produk akhir oleh individu yang terpisah, manajemen kualitas, dan fasilitas, peralatan, dan
persediaan yang memadai.
7. Cara Membuat Obat Lebih Aman Digunakan
Desain yang buruk pada kemasan dan pelabelan produk obat, serta pemilihan
nomenklatur yang tidak tepat atau membingungkan, telah diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi pada kesalahan pengobatan yang serius oleh praktisi. Produsen farmasi dan badan
persetujuan harus tanggap terhadap upaya tersebut. praktisi untuk meminimalkan kesalahan.
Panduan berikut ini direkomendasikan untuk industri farmasi dan otoritas pengatur (ASHP,
1993):
1. Produsen obat dan Food and Drug Administration (FDA) didesak untuk melibatkan
apoteker, perawat, dan dokter dalam pengambilan keputusan tentang nama, label, dan
kemasan obat.
2. Nama bermerek dagang yang mirip atau terdengar mirip dan nama generik harus
dihindari.
3. Tampilan kemasan dan label yang mirip harus dihindari, karena produk yang mirip
berkontribusi pada kesalahan pengobatan.
4. Penggunaan awalan dan akhiran berhuruf atau bernomor dalam nama merek dagang
umumnya tidak disarankan. Awalan atau sufiks yang diberi huruf bisa disalahartikan
sebagai instruksi atau kekuatan. Singkatan medis yang umum digunakan tidak boleh
digunakan dalam nama merek dagang (misalnya, "HS" bisa berarti setengah
kekuatan/half-strength atau dosis sebelum tidur/hora somni). Angka sebagai bagian dari
nama merek dagang dapat disalahartikan sebagai jumlah yang akan diberikan. Singkatan
yang dibuat dapat disalahartikan (mis., MTX, U, dan HCTZ) sehingga tidak boleh
digunakan dalam nama merek dagang.
5. Instruksi khusus harus ditekankan pada pelabelan, seperti kebutuhan pengenceran
sebelum pemberian.
6. Item yang paling menonjol pada label produk haruslah informasi demi kepentingan
keselamatan terbaik (misalnya, nama dan kekuatan produk). Nama atau logo perusahaan
yang kurang menonjol harus diberikan.
7. Produsen obat didorong untuk membuat bentuk sediaan tersedia secara komersial dalam
dosis satuan dan wadah penyalur satuan, serta kemasan curah, untuk memfasilitasi
penggunaan yang tepat dalam semua pengaturan praktik.
8. Produsen obat harus berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan (mis., Apoteker,
dokter, dan perawat) jika ada perubahan dalam formulasi produk atau bentuk sediaan.
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Hospital Pharmacists. (1993). ASHP Guideline on Preventing Medication


Errors in Hospitals. Am J Hosp Pharm. 50:305–14
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar
Pelayan Kefarmasian di Apotek.
Khairurrijal, M.A.W.& N.A. Putriana. (2017). Review: Medication Error Pada Tahap
Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan Administration. Majalah Farmasetika, Vol.2
No.4.
https://www.fda.gov/drugs/information-consumers-and-patients-drugs/working-reduce-
medication-errors#:~:text=A%20medication%20error%20is%20defined,Medication
%20Error%20Reporting%20and%20Prevention (Food and Drug Administration, US).

Anda mungkin juga menyukai