Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Gangguan Kebutuhan Kesehatan Spiritual


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar 2
Dosen: Amita Audila, S.Kep, Ners, M.Kep

Nama Kelompok 1:
1. Ayunia Titis Permatasari (A1R18003)
2. Dandi Widodho (A1R18007)
3. Herdha Miranda (A1R18013)
4. M. Alfanul Mutadi’in (A1R18018)
5. Mariska Dwi Noviyanti (A1R18020)
6. Siti Linnasriyah (A1R18028)
7. Ilham Syah Akbar (A1R18032)

SEMESTER 3
PRODI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HUTAMA ABDI
HUSADA TULUNGAGUNG TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk
menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah
Keperawatan Dasar 2 (KD).

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman


yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, Oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Aamiin.

Tulungagung, 21 November 2019

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1.............................................................................................................Latar Belakang
...................................................................................................................................1
1.2........................................................................................................Rumusan Masalah
...................................................................................................................................2
1.3..........................................................................................................Tujuan Penulisan
...................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

ii
2.1.........................................................................................................................Definisi
...................................................................................................................................3
2.2.........................................................................................................................Etiologi
...................................................................................................................................3
2.3.................................................................................................................Patofisiologi
...................................................................................................................................3
2.4........................................................................................................Manifestasi Klinis
...................................................................................................................................4
2.5....................................................................................................................Klasifikasi
...................................................................................................................................8
2.6...................................................................................................................Komplikasi
...................................................................................................................................9
2.7...........................................................................................................Penatalaksanaan
.................................................................................................................................11
2.8...............................................................................................Pemeriksaan Diagnostik
.................................................................................................................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................................13
3.1..................................................................................................................Kesimpulan
.................................................................................................................................13
3.2.............................................................................................................................Saran
.................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk mendapatkan keyakinan,
harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan suatu kecenderungan untuk membuat makna
hidup melalui hubungan intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai
masalah kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna. Tidak hanya terdiri dari
seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan kultural. Tuntutan keadaan, perkembangan, persaingan dalam berbagai aspek
kehidupan dapat menyebabkan kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan pada manusia baik
yang sehat maupun sakit. Selama dalam kondisi sehat wal-afiat, dimana setiap komponen biologis,
psikologis, sosial, kultural dan spiritual dapat berfungsi dengan baik, sering manusia menjadi lupa,
seolah hidup memang seharusnya seperti itu. Tetapi ketika salah satu fungsi komponen tubuh
terganggu, maka tejadilah stresor, menuntut setiap orang mampu beradaptasi, pulih kembali dengan
berbagai upaya, sehingga kehidupan dapat berlanjut dengan baik. Ketika gangguan itu sampai
menghentikan salah satu fungsi dan upaya mencari pemulihan tidak membuahkan hasil, disitulah
seseorang akan mencari kekuatan lain diluar dirinya, yaitu kekuatan spiritual.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada disamping klien, tugas utamanya adalah
mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Memberikan bantuan
asuhan keperawatan mulai dari tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler, untuk memenuhi
kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Idealnya, seluruh komponen kebutuhan
dasar manusia menjadi fokus kajian utama dalam menentukan ruang lingkup pekerjaan profesi
(Yusuf, 2015).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan spiritual
2. Apa saja etiologi dari spiritual
3. Bagaimana patofisiologi dari gangguan spiritual
4. Bagaimana manifestasi klinis gangguan spiritual
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang gangguan spiritual
6. Bagaiman penatalaksanaan gangguan spiritual

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang spiritual
2. Untuk mengetahui etiologi dari spiritual
3. Untuk memahami patofisiologi gangguan spiritual
4. Untuk memahami manifestasi klinis gangguan spiritual
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gangguan spiritual
6. Untuk memahami penata laksanaan gangguan spiritual

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit  Potter Perry, 2009). Mickley (1992) menguraikan
spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi
agama. Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu
dimensi vertical dan dimensi horizontal.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
b. Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakkan sumber dan kekuatan diri sendiri.
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri dan dengan Yang Maha Tinggi
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengambalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kbutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan tuhan

2.2. Etiologi

Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual


seseorang adalah :

1. Tahap perkembangan seseorang


Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda,
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang
yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak

2. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang
penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa
yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua
mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama

2
anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya
diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua.

3. Latar belakang etnik dan budaya


Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada
umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga.
Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang
dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu

4. Pengalaman hidup sebelumnya


Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti
pernikahan, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan.
Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia
untuk menguji imannya.

5. Krisis dan Perubahan


Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.

6. Terpisah dari ikatan spiritual


Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah
atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan
agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko
terjadinya perubahan fungsi spiritual.

7. Isu moral terkait dengan terapi


Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti

3
sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan
keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.

8. Asuhan Keperawatan Yang Kurang Sesuai


Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka
terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan
perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain
karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya kurang
menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien
bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

2.3. Patofisiologi
Berhubungan dengan tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahandari ikatan spiritual sekunder
akibat : kehilangan bagian atau fungsi tubuh, penyakit terminal, penyakit yang membuat kondisi
lemah, nyeri, trauma,keguguran, kelahiran, dan mati.

2.4. Menifestasi Klinis

Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai


oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah spiritual.
1. Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan
distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan.
Misalnya seorang istri mengatakan, “Saya merasa bersalah karena saya seharusnya
mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.” Biasanya klien
meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahu pemuka agama
untuk mengunjunginya. Peawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang
kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat
sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang distress yang
dialami klien.
2. Perubahan perilaku

4
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual.
Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan
setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual.
Ada yang bereaksi dengan mengintrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu
situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut, tetapi ada
yang bereaksi secara emosional dan mencari informasi serta dukungan dari keluarga
atau teman.
3. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi, dan ansietas mungkin menunjukkan
perubahan fungsi spiritual.

2.5. Pemeriksaan Penunjang

1) Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan
spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan tuhan, tidak ada
yang menyertainya selain tuhan.

2) Pasien ketakutan dan cemas


Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat
membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling
besar adaalah bersama tuhan.

3) Pasien menghadapi pembedahan


Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan
timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini
adalah tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.

4) Pasien yang harus mengubah gaya hidup


Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan
tuhan (Kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila
kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke araaha yang lebih
baik, maka pasien akanlebih membutuhkan dukungan spiritual.

2.6. Penatalaksanaan

5
Jika klien mengalami distres spiritual atau mempunyai masalah kesehatan yang
menyebabkan keputusasaan, maka akan timbul perasaan kesepian. Klien akan merasa
terisolasi dari orang yang biasanya memberikan dukungan. Apapun keragaman intervensi
yang mungkin dipilih oleh perawat untuk klien, hubungan mengasihi dan saling
memahami penting. Baik klien dan perawat harus merasa bebas utnuk merelakan dan
menemukan bersama makna penyakit yang dialami pasien dan dampaknya pada makna
dan tujuan hidup klien. Pencapain tingkat pemahaman ini bersama klien memampukan
perawat member perawatan dengan cara yang sensitif, kreatif, dan sesuai.

a. Menetapkan Kehadiran
Klien telah melaporkan bahwa kehadiran perawat dan aktivitas pemberi perawatan
menunjang adanya perasaan sejahtera dan memberikan harapan untuk pemulihan (clark et
al.1991). Perilaku pemberian perawatan spesifik yang menunjukan kehadiran perawat
meliputi member I perhatian, menjawab pertanyaan, dan mempunyai sikap positif dan
memberikan dorongan (tetapi realistis). Perawat dapat menunjukan adanya rasa kehadiran
dalam berbagai cara yang tidak menyolok: melakukan pijat punggung dengan penyegaran,
sentuhan yang lembut; dengan hati-hati memposisikan klien tanpa menimbulkan rasa
nyeri; dengan halus memberikan perawatan mulut dan bekerja bersama klien untuk
dengan lambat dan berhati-hati bergerak dari tepi tempat tidur ke kursi. Memberikan
sentuhan yang menyegarkan dan mendukung, menunjukan rasa percaya diri dan
menyediakan waktubagi klien ketika terapi diberikan akan membantu menciptakan
kehadiran. Klien yang sakit mengalami kehilangn control dan mencari seseorang untuk
memberikan arahan dan perawatan yang kompeten.

b. Mendukung Hubungan yang Menyembuhkan


Benner (1984) yang mendefiniskan tiga langkah yang ternyata terbukti ketika
hubungan yang menyembuhkan terbina antara perawat dank lien:
1) Mengerahkan harapan bagi perawat, demikian halnya bagi klien.
2) Menemukan interprestasi yang dapat diterima atau memahami tentang penyakit, nyeri,
ketakutan, ansietas, atau emosi yang mengangkan.
3) Membantu klien menggunakan dukungan sosial, emosional, atau spiritual.
Inti dari hubungan yang menyembuhkan adalah mengerahkan harapan klien.
Harapan adalah motivator untuk merangkul individu dengan strategi yang dibutuhkan
untuk mengahdapi segla tantangan dalam hidup. Perawat dapat membantu klien
menemukan hal-hal yang dapat diajdikan sebagai harapan.Klien yang menderita
6
penyakit terminal mungkin berharap data menghadiri anak wisuda perempuanya atau
untuk menjalani hidup setiap hari dengan penuh makna.
Untuk mendukung lebih lanjut hubungan yang menyembuhkan perawat harus
tetap menyadari tentang kekuatan dan kebutuhan spiritual klien. Penting bagi klien
untuk mampu mengekspresikan dan menelaah keyakinannya. Perawat yang
menghargai kepercayaan klien dan mengenali pengaruh spiritualitas yang diberikan
terhadap penyembuhannya akan dirasakan oleh klien sebagai sumber harapan (clark et
al. 1991). Ketika penyakit atau pengobatan menimbulkan kebingungan atau
ketidakpastian bagi klien, maka perawat harus mengenali dampak dari hal ini terhadap
kesejahteraan klien. Sumber spiritual apa yang dapat diperkuat? Perawat dapat
memulai dari apa yang ingin klien ketahui dan kemudian memberikan informasi terbaik
untuk menghilangkan ketidakpastian klien. Klien mungkin juga meminta kehadiran
keluarga atau teman untuk mempertahankan persahabatan yang diperlukan untuk
penyembuhan.

c. Sistem Dukungan
Dalam studi yang melibatkan klien, yahudi dan Kristen, clark et al (1991)
mengetahui bahwa sistem pendukung member I mereka rasa sejahtera terbesar selama
perawatan di rumah sakit. Sistem pendukung berfungsi sebagai hubungan manusia yang
menghubungakan klien, perawat dan gaya hidup klien sebelum terjadi penyakit. Bagian
dari lingkungan pemberi perawatan klien adalah kehadiran lingkungan pemberi perawatan
klien adalah kehadiran teratur dari keluarga dan teman yang dipandang oleh klien sebagai
pendukung. Perawat merencankan perawatan bersama klien dan jaringan pendukung klien
untuk meningktakan ikatan interp[ersonal yang sangat penting untuk penyembuhan.
Sistem pendukung sering memberi sumber penyembuhan. Sitem pendukung member
sumber kepercayaan yang memperbarui jati diri spiritual klien. Keluarga dan teman
mungkin juga menjadi sumber penting dalam melakukan ritual kebiasaan keagamaan yang
dianut klien.

d. Berdoa
Tindakan berdoa adalah bentuk “dedikasih diri” yang memungkinkan individu untuk
bersatu dengan Tuhan atau Yang Maha Kuasa (McCullough,1995). Berdoa memberi
kesempatan individu untuk memperbarui kepercayaan dan keyakinannya kepada yang
maha kuasa dalam cara yang lebih formal. Bagi banyak orang, berdoa adalah suatu

7
kesempatan untuk meninjau kembali kelemahan yang mereka rasa dan untuk membuat
komitmen hidup lebih baik. Klien dapat berpartisipasi dalam berdoa secara pribadi atau
mencari kesempatan untuk kelompok berdoa dengan keluarga, teman, atau kelompok
rohaniawan. Berdoa telah ditemukan sebagai suatu sumber yang efektif bagi seseorang
untuk mengatasi nyeri, stress, dan distres. Seringkali berdoa menyebabkan seorang
merasakan perbaikan Susana hati dan merasakn kedamaian dan ketenangan.

e. Terapi Diet
Makanan dan nutrisi adalah aspek penting dari asuhan keperawatan. Makanan juga
komponen dari kepatuhan keagamaan. Seperti halnya kultur atau agama tertentu, makanan
dan ritual sekitar persiapan dan penyajian makanan dapat menjadi bagian penting dari
spiritualitas seseorang. Agama hindu banyak mempunyai pantangan diet. Beberapa sekte
adalah penganut vegetarian, mempercayai bahwa membunuh segala mahluk hidup adalah
suatu tindakan kriminal. Banyak orang beragama budha juga vegetarian. Sebagian
penganut gama budha mempraktikan moderasi dan tidak menggunakan alkohol ,
tembakau, atau obat-obatan dan berpuasa pada hari-hari khusus beragama. Makan daging
babi dan mengkonsumsi alkohol adalah larangan dalam agama islam. Sebagai tradisi
larangan Kristen, seperti hari ketujuh, mempunyai peraturan diet. Kelompok lainya,
seperti evangelikan melarang penggunaan alcohol, kafein, dan tembakau. Sebagai
penganut adven hari ketujuh mungkin menolak makanan yang mengandung daging.
Perawat dapat mengintrogasikan pilihan diet klien ke dalam perawatan sehari-hari. Hal ini
membutuhkan konsultasi dengan ahli gizi dari institusi perawatan kesehatan. Pada situasi
ketika dapur rumah sakit atau rumah perawatan tidak dapat meyiapkan makanan dengan
cara yang dipilih, keluarga dizinkan untuk membawa makanan yang sesuai dengan semua
pantangan diet yang diberlakukan oleh kondisi klien.

f. Mendukung Ritual
Bagi banyak klien, kemampuan untuk menelaah ritual keagamaan adalah suatu
sumber koping yan penting. Hal ini terutama benar bagi seorang lansia. Perawat yang
bertugas dilingkungan perawatan akut dan perawatan jangka panjang ,menjadi aktif dalam
perawatan spiritual klien, mereka membekali diri dengan kebijakan rumah sakit mengenai
kunjungan, pelayanan gereja, dan semua hal-hal yang berkenan dengan itu seperti
penggunaan lilin untuk berdoa. Selain itu,perwat dapat berkonsul dengan dokter dan
farmasi tentang penggunaan obat-obat pribadi klien,ramuan tradisional,atau medikasi
herbal,jika memungkinkan. Karena kunjungan ke kapel atau musolah rumah sakit atau
8
menghadiri suatu layanan mungkin penting bagi klien yang dirawat dirumah sakit dan
keluarganya,pengarahan tentang kapel atau musolah harus dicakupkan selama orientasi
pada fasilitas medis. Pengaturan mungkin diperlukan dengan pastoran dari departemen
perawatan bagi klien dan keluarganya sehingga dapat menerima sakramen. Perawat
merencanakan perwatan pribadi,terapi,atau pemeriksaan untuk memungkinkan pelayanan
dari tempat ibadah , pembacaan keagamaan,atau kunjungan spiritual.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SPIRITUAL

A.    Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subyektif dan obyektif

Spiritual sangat bersifat subyektif, ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda
pula (Mcsherry dan ross, 2002)

Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali adalah :

1.      Alifiasi nilai.

a.      Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak.

b.      Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.

2.      Keyakinan agama dan spiritual.

a.       Praktik kesehatan : diet,  mencari dan menerima ritual atau upacara agama.

b.      Strategi koping.

Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :

a.      Tujuan dan arti hidup.

b.      Tujuan dan arti kematian.

c.      Kesehatan dan arti pemeliharaan.

d.      Hubungan dengan  Tuhan, diri sendiri dan orang lain.

B.     Diagnosa

1.      Distress spiritual
10
2.      Koping inefektif

3.      Ansietas

4.      Disfungsi seksual

5.      Harga diri rendah

6.      Keputusasaan

C.     Perencanaan

1.      Distress spiritual b.d anxietas

Definisi : gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan
tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain, lingkungan atau Tuhan.

Kriteria Hasil :

- Verbalisasi makna dan tujuan hidup


- Verbalisasi kepuasan terhadap makna hidup
- Verbalisasi perasaan keberdayaan

 Intervensi :

- Observasi
Identifikasi perasaan khawatir, kesepian, dan ketidakberdayaan.
Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan kesehatan.
- Terapeutik
Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyakit dan kematian
Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat.
- Edukasi
Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman dan/atau orang lain.
Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung.
- Kolaborasi
Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis. : ustadz, pendeta, romo, biksu)

11
2.   Koping tidak efektif b.d krisis situasi

Definisi : ketidakmampuan menilai dan merespon stressor dan/atau ketidakmampuan


menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi masalah.

Kriteria Hasil :

- Kemampuan memenuhi peran sesuai usia.


- Perilaku koping adaptif.
- Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah.

Intervensi :

- Observasi
Identifikasi persepsi mengenal masalah dan informasi yang memicu konflik.
- Terapeutik
Fasilitasi melihat situasi secara realistik.
Fasilitasi menjelaskan keputusan pada orang lain, jika perlu.
- Endukasi
Informasikan alternatif solusi secara jelas.
Berikan informasi yang diminta pasien.
- Kolaborasi
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memfasilitasi pengambilan keputusan.

D.    Pelaksanaan

Dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah ditentukan.

E.     Evaluasi

Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan , secaara umum  tujuan tercapai apabila
klien ( Achir Yani, 1999)

12
1.      Mampu beristirahat dengan tenang.

2.      Menyatakan penerimaan keputusan moral.

3.      Mengekspresikan rasa damai.

4.      Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka.

5.      Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa berslah dan ansietas.

6.      Menunjukkan prilaku lebih positif.

7.      Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.

13
BAB IV
PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Gangguan spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip- prinsip
kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkangangguan pada
aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah -masalah fisik atau psikososial
yang dialami.Kita sebagai perawat meminta orang-orang terdekat seperti
keluarga,teman dan tokoh masyarakat (ustadz) untuk membantu dalam mendukung
proses penyembuhan klien yang mengalami distress spiritual selain obat yangdi
berikan di rumah sakit.

1.2.Saran
a.Melakukan pengkajian pada pasien gangguan spiritual.
b.Menetapkan diagnosa keperawatan pasien gangguan spiritual.
c.Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan gangguan spiritual.
d.Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien dengan gangguan
spiritual.
e.Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien dengan
gangguan spiritual.
f.Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan gangguan spiritual.

14
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC


Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Ambarawati, Fitri Respati dan Nita Nasution.2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan
JIwa. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan nanda nic noc. Yogyakarta : Mediaction
Publishing

15

Anda mungkin juga menyukai