NIM : 19/442687/PN/16093
GOLONGAN : A1
TUJUAN:
Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap laju respirasi aerob kecambah kacang
hijau.
HASIL PENGAMATAN:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Laju Respirasi Kecambah dalam Botol pada Berbagai Suhu
y = 1.451 + 0.158x
7.00 R² = 0.993
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Suhu (ᵒC)
Gambar 1. Grafik Scatter Plot Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Kecambah dalam Botol pada
Berbagai Suhu
PEMBAHASAN:
Salah satu faktor lingkungan yang dapat memengaruhi laju respirasi adalah suhu.
Dalam praktikum acara 1 ini, dilakukan pengujian mengenai pengaruh suhu terhadap laju
respirasi yang menggunakan kecambah kacang hijau (Vigna radiata). Pemilihan kecambah
sebagai objek pengamatan dikarenakan pada tahap perkecambahan, tanaman hanya akan
mendapatkan energi dari proses respirasi saja, tanpa proses fotosintesis. Sehingga energi
yang dihasilkan dapat dihitung sebagai indikator laju respirasi. Dalam percobaan respirasi
tumbuhan ini, menggunakan kecambah yang diberi perlakuan suhu yang berbeda yaitu 5ᵒC,
15ᵒC, suhu ruang (27ᵒC) dan suhu rumah kaca (35ᵒC).
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu menimbang biji kacang
hijau, kemudian dibungkus menggunakan kain kelambu dan diikat dengan tali. Kain kelambu
memiliki pori-pori yang cukup besar sehingga dapat dilewati oleh oksigen dan
karbondioksida pada saat respirasi. Kemudian memasukkan bungkusan kecambah kacang
hijau dengan cara digantungkan dengan tali pada mulut botol yang sudah diisi
menggunakan larutan NaOH. Jika sudah dimasukkan, kemudian botol ditutup dengan rapat
agar tidak ada gangguan dari luar yang dapat memengaruhi hasil pengamatan. Pada salah
satu botol lainnya, hanya diisikan larutan NaOH sebagai kontrol. Kemudian memasukkan
botol-botol pada berbagai perlakuan suhu. Kemudian mendiamkan selama 24 jam. Larutan
NaOH merupakan larutan basa kuat yang berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan
dengan karbondioksida dari hasil respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbondioksida
akan membentuk natriumbikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Berikut adalah
persamaan reaksinya :
2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O
Selanjutnya dilakukan titrasi penetralan basa (NaOH) dengan menggunakan
senyawa asam, di mana senyawa asam yang digunakan yaitu asam kuat HCl. Titrasi ini
berfungsi untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat oleh NaOH. Sebelum dititrasi dengan
HCl, larutan yang berada di dalam botol diambil 10 ml dan ditambahkan dengan BaCl2 dan 3
tetes phenolptalein hingga larutan berwarna merah jambu. Penambahan BaCl ini berfungsi
untuk mengendapkan kerbondioksida yang telah diikat dengan NaOH. Berikut adalah
persamaan reaksinya :
BaCl2 + Na2CO3 → BaCO3 + 2 NaCl
Larutan yang awalnya berwarnya merah jambu kemudian akan berubah menjadi
bening. Tidak semua CO2 yang dihasilkan bisa diikat dengan NaOH. NaOH yang tidak
mengikat CO2 tidak akan bereaksi denga BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang berwarna
bening. Kemudian Ba(OH)2 tersebut diuji menggunakan phenolptalein yang menyebabkan
perubahan warna menjadi merah, di mana warna merah ini menunjukkan bahwa Ba(OH)2
bersifat basa. Ketika Ba(OH)2 dititrasi dengan HCL maka akan menghasilkan garam BaCl2
yang ditunjukkan dengan perubahan warna Ba(OH)2 yang awanya berwarna merah menjadi
bening. Persamaan reaksinya adalah sebagai beikut :
NaOH + HCl → NaCl+ H2O
Volume HCl yang digunakan untuk menitrasi Ba(OH)2 tersebut sebanding dengan
volume NaOH yang tidak mengikat CO2. Sehingga dari volume HCl, dapat diketahui volume
NaOH yang mengikat CO2. Semakin banyak CO2 yang dilepaskan maka semakin banyak
juga NaOH yang terikat dengan CO2. Hal ini NaOH dan dan HCl hanya tersisa sedikit.
Berdasarkan grafik 1, dapat dilihat bahwa pada suhu 5ᵒC laju respirasi sebesar 2,35,
pada suhu 15ᵒC laju respirasi sebesar 3,73, pada suhu ruang (27ᵒC) laju respirasi sebesar
5,50, dan pada suhu rumah kaca (35ᵒC) laju respirasi sebesar 7,15. Laju respirasi tertinggi
terdapat pada kecambah pada suhu rumah kaca (35ᵒC), sedangkan laju respriasi terendah
terdapat pada kecambah pada suhu 5ᵒC. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat
diketahui bahwa semakin tinggi suhu perlakuan, maka semakin cepat laju respirasinya. Hal
ini sesuai dengan Sari & Simbolon (2020) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu
maka laju respirasi juga akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan
mempengaruhi enzim yang bekerja pada proses metabolism (Dusenge et al., 2018). Jika
suhu semakin tinggi, laju respirasi pun juga akan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan CO 2
yang dikeluarkan oleh kecambah bertambah banyak, sehingga NaOH yang berfungsi untuk
menangkap CO2 konsentrasinya menjadi semakin sedikit. Sehingga HCl yang digunakan
untuk titrasi semakin sedikit. Berdasarkan grafik di atas juga diperoleh bahwa
nilai R² yaitu sebesar 0,993, di mana semakin mendekati angka 1 maka keterkaitannya akan
semakin kuat. Artinya, suhu sangat berpengaruh terhadap laju respirasi tanaman. Lebih
tepatnya, variabel independen (suhu) dapat menjelaskan 99,3% variasi dari variabel
dependen (laju respirasi).
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
suhu mempengaruhi laju respirasi pada tanaman yaitu semakin tinggi suhu, maka laju
respirasi akan semakin cepat.
DAFATAR PUSTAKA :