Anda di halaman 1dari 35

LEMBAR KERJA

PRAKTIKUM DASAR-DASAR FISIOLOGI TUMBUHAN

NAMA : Jenny Kurnia Putri

NIM : 19/442687/PN/16093

GOLONGAN : A1

ASISTEN KOREKSI : Alfia Lutfi safitri

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN


SUB LABORATORIUM ILMU TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA I
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB

TUJUAN:

Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap laju respirasi aerob kecambah kacang
hijau.

METODE (BAGAN ALIR):


VARIABEL PENGAMATAN:

• Variabel kontrol : Kecambah


• Variabel manipulasi : Suhu
• Variabel respon : Laju respirasi

HASIL PENGAMATAN:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Laju Respirasi Kecambah dalam Botol pada Berbagai Suhu

HCl untuk titrasi (ml)


Perlakuan Kecambah Tanpa Kecambah
Ul.1 Ul.2 Ul.3 Rerata Ul.1 Ul.2 Ul.3 Rerata
5ᵒC 15.7 16.1 16.7 16.17 22.3 20.3 21.3 21.30
15ᵒC 16.8 17.3 17.6 17.23 25.1 24.9 26.1 25.37
Suhu Lab (27ᵒC) 21.5 22.4 22.9 22.27 34.5 33.2 35.1 34.27
Suhu Rumah
Kaca (35ᵒC) 19.3 20.1 18.3 19.23 35.1 34.6 34.8 34.83

Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi


Kecambah dalam Botol pada Berbagai Suhu
8.00
Laju Respirasi (ml CO2 gr1 jam-1)

y = 1.451 + 0.158x
7.00 R² = 0.993
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Suhu (ᵒC)

Gambar 1. Grafik Scatter Plot Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Kecambah dalam Botol pada
Berbagai Suhu
PEMBAHASAN:

Respirasi merupakan salah satu proses katabolisme, yaitu proses perombakan


molekul organik kompleks yang kaya akan energi potensial menjadi produk limbah yang
berenergi rendah di mana pada proses ini oksigen berperan sebagai reaktan bersama
dengan bahan bakar organik yang akan menghasilkan produk berupa air, karbon dioksida,
serta produk energi utama berupa ATP (adenosin trifosfat) (Novitasari, 2017). Respirasi
pada tumbuhan dapat berlangsung pada siang hari maupun malam hari, hal ini dikarenakan
respirasi tidak membutuhkan cahaya. Sehingga respirasi dapat berlangsung sepanjang
waktu selama tumbuhan masih hidup.
Respirasi merupakan salah satu proses metabolisme primer pada tumbuhan yang
memiliki beberapa fungsi bagi tumbuhan diantaranya yaitu untuk memenuhi kebutuhan
dasar bagi tumbuhan, untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi tumbuhan tersebut, dan
sebagai cadangan (Novitasari, 2017). Menurut Sholikah dkk. (2018) fungsi utama dari
respirasi yaitu untuk memproduksi energi melalui metabolisme. Respirasi merupakan proses
yang sangat penting bagi tumbuhan. Tanpa adanya respirasi, tumbuhan akan mengalami
penurunan fisiologis, hal ini dikarenakan respirasi merupakan proses metabolisme primer
bagi tumbuhan. Tanpa adanya metabolisme primer, maka pertumbuhan, perkembangan,
serta reproduksi dari suatu organisme akan terganggu dan lama-kelamaan akan organisme
tersebut akan mati.
Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu respirasi aerob dan respirasi anaerob. Respirasi aerob merupakan respirasi yang
membutuhkan oksigen untuk memecah molekul organik, sedangkan respirasi anaerob tidak
membutuhkan oksigen (Sari & Prayudyaningsih, 2017). Pada respirasi aerob, akseptor
elektronnya adalah oksigen O2, sedangkan pada respirasi anaerob akseptor elektron
terakhirnya selain O2 atau dapat berupa molekula anorganik (sangat jarang). Respirasi
aerob umum terjadi pada makhluk hidup dan berlangsung seumur hidup, energi yang
dihasilkan besar, memerlukan oksigen, dan menghasilkan produk berupa karbondioksida
dan uap air. Sementara itu, reaksi anaerob hanya terjadi dalam keadaan khusus dan bersifat
sementara, energi yang dihasilkan sedikit, serta hasil akhirnya berupa alkohol atau asam
laktat dan karbondioksida. Respirasi aerob terjadi di dalam mitokondria, sedangkan respirasi
anaerob terjadi di sitoplasma. Mekanisme respirasi aerob tentunya berbeda dengan
mekanisme respirasi anaerob. Mekanisme respirasi aerob meliputi tiga proses utama yaitu
glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron (Wisnuwati & Nugroho, 2018). Sedangkan
mekanisme respirasi anaerob meliputi fermentasi dan respirasi intramolekul (Wisnuwati &
Nugroho, 2018).
Respirasi dapat dipengaruhi oleh berbegai faktor baik itu faktor internal (dari dalam
tumbuhan) dan faktor eksternal (dari luar tumbuhan). Menurut Advinda (2018) terdapat
enam faktor yang dapat memengaruhi laju respirasi yaitu:
1. Substrat
Laju respirasi bergantung pada ketersediaan substrat, di mana substrat sendiri
merupakan senyawa yang akan diuraikan melalui berbagai reaksi. Tumbuhan yang
memiliki kandugan pati, fruktan, atau gulanya tinggi maka laju respirasinya akan
semakin cepat.
2. Tipe dan umur tumbuhan
Tumbuhan muda akan memiliki laju respirasi yang lebih cepat dibanding tumbuhan
tua. Hal ini disebabkan karena tumbuhan muda memiliki jaringan yang masih muda
dan sedang berkembang dengan pesat.
3. Luka
Jika suatu jaringan tumbuhan terluka, maka terjadi peningkatan aktivitas respirasi
sebagai manifestasi aktivitas sel-sel parenkim yang berusaha menutup luka tersebut
sehingga menghasilkan kalus.
4. Kadar oksigen
Ketersediaan oksigen dapat memengaruhi laju respirasi, tetapi besarnya pengaruh
tersebut berbeda bagi masing-masing spesies. Masing-masing tumbuhan
membutuhkan kadar oksigen yang berbeda-beda, bahkan organ dalam satu
tumbuhan.
5. Suhu
Umumnya laju respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10ᵒC.
Dalam rentang suhu 0ᵒC - 45ᵒC, peningkatan suhu akan diikuti oleh peningkatan laju
reaksi.
6. Cahaya
Cahaya matahari mempunyai efek tambahan berupa panas, sedangkan panas dapat
meningkatkan respirasi.

Salah satu faktor lingkungan yang dapat memengaruhi laju respirasi adalah suhu.
Dalam praktikum acara 1 ini, dilakukan pengujian mengenai pengaruh suhu terhadap laju
respirasi yang menggunakan kecambah kacang hijau (Vigna radiata). Pemilihan kecambah
sebagai objek pengamatan dikarenakan pada tahap perkecambahan, tanaman hanya akan
mendapatkan energi dari proses respirasi saja, tanpa proses fotosintesis. Sehingga energi
yang dihasilkan dapat dihitung sebagai indikator laju respirasi. Dalam percobaan respirasi
tumbuhan ini, menggunakan kecambah yang diberi perlakuan suhu yang berbeda yaitu 5ᵒC,
15ᵒC, suhu ruang (27ᵒC) dan suhu rumah kaca (35ᵒC).
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu menimbang biji kacang
hijau, kemudian dibungkus menggunakan kain kelambu dan diikat dengan tali. Kain kelambu
memiliki pori-pori yang cukup besar sehingga dapat dilewati oleh oksigen dan
karbondioksida pada saat respirasi. Kemudian memasukkan bungkusan kecambah kacang
hijau dengan cara digantungkan dengan tali pada mulut botol yang sudah diisi
menggunakan larutan NaOH. Jika sudah dimasukkan, kemudian botol ditutup dengan rapat
agar tidak ada gangguan dari luar yang dapat memengaruhi hasil pengamatan. Pada salah
satu botol lainnya, hanya diisikan larutan NaOH sebagai kontrol. Kemudian memasukkan
botol-botol pada berbagai perlakuan suhu. Kemudian mendiamkan selama 24 jam. Larutan
NaOH merupakan larutan basa kuat yang berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan
dengan karbondioksida dari hasil respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbondioksida
akan membentuk natriumbikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Berikut adalah
persamaan reaksinya :
2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O
Selanjutnya dilakukan titrasi penetralan basa (NaOH) dengan menggunakan
senyawa asam, di mana senyawa asam yang digunakan yaitu asam kuat HCl. Titrasi ini
berfungsi untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat oleh NaOH. Sebelum dititrasi dengan
HCl, larutan yang berada di dalam botol diambil 10 ml dan ditambahkan dengan BaCl2 dan 3
tetes phenolptalein hingga larutan berwarna merah jambu. Penambahan BaCl ini berfungsi
untuk mengendapkan kerbondioksida yang telah diikat dengan NaOH. Berikut adalah
persamaan reaksinya :
BaCl2 + Na2CO3 → BaCO3 + 2 NaCl
Larutan yang awalnya berwarnya merah jambu kemudian akan berubah menjadi
bening. Tidak semua CO2 yang dihasilkan bisa diikat dengan NaOH. NaOH yang tidak
mengikat CO2 tidak akan bereaksi denga BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang berwarna
bening. Kemudian Ba(OH)2 tersebut diuji menggunakan phenolptalein yang menyebabkan
perubahan warna menjadi merah, di mana warna merah ini menunjukkan bahwa Ba(OH)2
bersifat basa. Ketika Ba(OH)2 dititrasi dengan HCL maka akan menghasilkan garam BaCl2
yang ditunjukkan dengan perubahan warna Ba(OH)2 yang awanya berwarna merah menjadi
bening. Persamaan reaksinya adalah sebagai beikut :
NaOH + HCl → NaCl+ H2O
Volume HCl yang digunakan untuk menitrasi Ba(OH)2 tersebut sebanding dengan
volume NaOH yang tidak mengikat CO2. Sehingga dari volume HCl, dapat diketahui volume
NaOH yang mengikat CO2. Semakin banyak CO2 yang dilepaskan maka semakin banyak
juga NaOH yang terikat dengan CO2. Hal ini NaOH dan dan HCl hanya tersisa sedikit.
Berdasarkan grafik 1, dapat dilihat bahwa pada suhu 5ᵒC laju respirasi sebesar 2,35,
pada suhu 15ᵒC laju respirasi sebesar 3,73, pada suhu ruang (27ᵒC) laju respirasi sebesar
5,50, dan pada suhu rumah kaca (35ᵒC) laju respirasi sebesar 7,15. Laju respirasi tertinggi
terdapat pada kecambah pada suhu rumah kaca (35ᵒC), sedangkan laju respriasi terendah
terdapat pada kecambah pada suhu 5ᵒC. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat
diketahui bahwa semakin tinggi suhu perlakuan, maka semakin cepat laju respirasinya. Hal
ini sesuai dengan Sari & Simbolon (2020) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu
maka laju respirasi juga akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan
mempengaruhi enzim yang bekerja pada proses metabolism (Dusenge et al., 2018). Jika
suhu semakin tinggi, laju respirasi pun juga akan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan CO 2
yang dikeluarkan oleh kecambah bertambah banyak, sehingga NaOH yang berfungsi untuk
menangkap CO2 konsentrasinya menjadi semakin sedikit. Sehingga HCl yang digunakan
untuk titrasi semakin sedikit. Berdasarkan grafik di atas juga diperoleh bahwa
nilai R² yaitu sebesar 0,993, di mana semakin mendekati angka 1 maka keterkaitannya akan
semakin kuat. Artinya, suhu sangat berpengaruh terhadap laju respirasi tanaman. Lebih
tepatnya, variabel independen (suhu) dapat menjelaskan 99,3% variasi dari variabel
dependen (laju respirasi).

Pada tumbuhan, respirasi aerob berperan untuk menyediakan energi yang


digunakan tanaman untuk melakukan proses biokimia. ATP (adenosin trifosfat) yang
dihasilkan dari respirasi berfungsi sebagai energi untuk aktivitas sel seperti melakukan
sintesis biomolekul dari molekul pemula yang lebih kecil dan mengangkut biomolekul atau
ion melalui membran menuju daerah berkonsentrasi tinggi (Novitasari, 2017). Respirasi
aerob pada tanaman merupakan kombinasi dari reaksi redoks, sebagian besar terjadi di
mitokondria, kedua siklus asam trikarbosilat (TCA) dan rantai transpor elektron (mETC) yang
menghasilkan kerangka karbon, di mana karbon dioksida (CO2) dan ATP dihasilkan dari
reaksi yang menggunakan oksigen (O2) dan pengurangan ekuivalen NAD(P)H serta FADH2
melalui dua jalur pernapasan yang saling bersaing untuk memperebutkan elektron quinon
(Ortiz et al., 2020). Pada respirasi aerob, glukosa dioksidasi oleh oksigen, dan menurut
Wisnuwati & Nugroho (2018) reaksi kimianya dapat digambarkan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2 → 6CO2 + 12 H2O + 675 kal
Reaksi-reaksi ini dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu glikolisis, siklus Krebs,
dan transpor elektron (Wisnuwati & Nugroho, 2018). Tahap pertama yaitu glikolisis yang
terjadi pada sitoplasma sel di dalam cairan sitosol. Glikolisis mengawali perombakan dengan
pemecahan glukosa menjadi dua molekul senyawa yang disebut piruvat. Tahap kedua yaitu
siklus Krebs yang terjadi di dalam matriks mitokondria. Pada siklus ini, turunan piruvat
diuraikan menjadi karbon dioksida sehingga karbon dioksida yang dihasilkan oleh respirasi
merupakan fragmen molekul organik yang teroksidasi. Pada tahap ini dihasilkan energi
dalam bentuk ATP dan molekul pembawa hydrogen yang berupa NADH dan FADH2. Tahap
ketiga yaitu transpor elektron, yaitu serangkaian reaksi pemindahan elektron melalui reaksi
redoks (reduksi-oksidasi). Pada tahap ini, hidrogen yang terdapat pada molekul NADH dan
FADH2 ditranspor dalam serangkaian reaksi redoks. Kemudian pada akhir transpor elektron,
oksigen akan mengoksidasi elektron dan ion H menghasilkan air (H2O).

Respirasi aerob dan anaerob masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.


Respirasi aerob merupakan respirasi yang membutuhkan oksigen, sehingga tidak bisa
dilakukan tanpa adanya oksigen dari udara yang terus menerus. Sedangkan respirasi
anaerob bisa dilakukan meskipun tidak terdapat oksigen. Respirasi aerob menghasilkan
energi sebesar 36-38 ATP yang lebih besar dibandingkan dengan respirasi anaerob yang
hanya menghasilkan 2 ATP (Wisnuwati & Nugroho, 2018). Hal ini dikarenakan pada proses
respirasi aerob, proses oksidasi berjalan lebih sempurna karena adanya oksigen sehingga
energi yang dihasilkan lebih banyak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa respirasi
anaerob kurang efisien karena energi yang dihasilkan hanya sedikit. Pada respirasi aerob
limbah yang dihasilkan berupa CO2 sedangkan pada respirasi anaerob limbah yang
dihasilkan berupa asam laktat (Wisnuwati & Nugroho, 2018). Di mana asam laktat yang
terlalu banyak dapat menjadi racun bagi tumbuhan.
Respirasi memiliki banyak manfaat khususnya di bidang pertanian. Pada umumnya,
mutu konsumsi produk buah-buahan sejalan dengan laju respirasinya (Sutrisno, 2007).
Selama proses respirasi, terjadi beberapa perubahan fisik, kemik, dan biologi seperti
pembentukan aroma dan kemanisan, berkurang atau terbentuknya warna tertentu,
berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat degradasi oektin pada kulit buah,
berkurangnya bobot karena kehilangan air, dan sebagainya. Biasanya, komoditas yang
memiliki laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih pendek dibandingkan
yang memiliki laju respirasi rendah (Sutrisno, 2007). Dengan demikian, maka pengaturan
laju respirasi sangat bermanfaat khususnya bagi kegiatan ekspor-impor hasil pertanian,
karena dengan demikian maka hasil pertanian dapat bertahan lebih lama dan tidak mudah
busuk. Tidak hanya itu, aktivitas respirasi juga dapat dijadikan sebagai indeks untuk
mengetahui perubahan mutu produk setelah panen.
KESIMPULAN :

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
suhu mempengaruhi laju respirasi pada tanaman yaitu semakin tinggi suhu, maka laju
respirasi akan semakin cepat.
DAFATAR PUSTAKA :

Advina, L. 2018. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Sleman : Penerbit Deepublish.


Dusenge, A. E., A. G. Duarte, and D. A. Way. 2018. Plant carbon metabolism and climate
change : elevated CO2 and temperature impacts on photosynthesis, photorespiration
and respiration. New Phytologis 221 : 32-49.
Novitasari, R. 2017. Proses respirasi seluler pada tumbuhan. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta 2017 : 85-96.
Ortiz, J., C. Sanhueza, A. R. Munar, J. H. Castellanos, C. Castro, L. B. Godoy, T. C. Pena,
M. L. Gomez, I. F. Sarasa, N. F. D. Saz. 2020. In vivo regulatic of alternative oxidase
under nutrient dificienly-interaction with abscular mycorrhizal fungo and Rhizobium
bacteria. International Journal of Molecular Sciences 21 (4201) : 1-20.
Sari, M. dan J. Simbolon. 2020. Prediksi laju respirasi terong dengan perssamaan Arrhenius.
Jurnal Agroteknosains 4 (2) : 21-27.
Sari, R. dan R. Prayudyaningsih. 2017. Karakter isolate rhizobia dari tanah bekas tambang
nikel dalam memanfaatkan oksigen untuk proses metabolismenya. Info Teknis
EBONI 14 (2) : 123-136.
Sholikah, N., K. W. Rahmawati, dan S. Prajoko. 2018. Pengembangan respirometer
sederhana dari bahan daur ulang. Indonesian Journal of Natural Science Education 1
(1) : 41-47.
Sutrisno. 2007. Pengendalian respirasi untuk mempertahankan mutu pasca panen produk
segar hortikultura. Jurnal Keteknikan Pertanian 21 (3) : 213-224.
Wisnuwati. 2019. Peran Enzim dalam Metabolisme Tumbuhan. Jakarta : Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
LAMPIRAN :

Anda mungkin juga menyukai