Anda di halaman 1dari 15

Kelompok : SATU (1)

Nama anggota kelompok:


1. Yulita Vensi Benedikta
2. Rahmawati
3. Ghoziyah Shaf
4. Mukrimatul Khairah
5. Nurfadillah.R
Nama Asisten : Hannger citra Aryo k

LABORATORIUM FISIKA
UNIT FISIKA MODERN JURUSAN FISIKA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
VIII. EFEK COMPTON

A. PENDAHULUAN

Satu hal yang sering membingungkan saat


mulai melakukan percobaan menggunakan
spektrometer gamma adalah meskipun garis
gamma diskrit tercantum dalam pembacaan
pemancar gamma radioisotop, pengukuran spektral
biasanya menunjukkan banyak fitur lain yang
muncul selain garis yang diharapkan. Sebagai
Arthur Holly Compton
(1892-1962) contoh, suatu sumber gamma tertentu diketahui
dapat menghasilkan garis diskrit pada 30 dan 661,6
keV. Namun, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 9.1, fitur dan puncak lainnya muncul dalam
spektrum gamma diukur dari sumber, yang terpenting adalah daerah
plateau yang memanjang hingga 477 keV dan puncaknya pada 185 keV.
Untuk memahami asal usul fitur spektral yang terukur pada
percobaan ini, kita perlu merujuk pada sebuah pecobaan penting yang
dilakukan oleh Dr. Arthur Compton di Universitas Washington di St. Louis
pada tahun 1923. Dalam percobaan ini, cahaya (dalam bentuk sinar gamma)
dibuat untuk berinteraksi dengan elektron bebas. Fisika Klasik meramalkan
bahwa elektron seharusnya menyerap energi dari sinar gamma, dan
kemudian memancarkan kembali sinar gamma pada frekuensi yang sama.
Namun, percobaan Compton sebenarnya menunjukkan bahwa sinar gamma
memantul dari elektron dengan energi yang lebih rendah, seperti halnya
sinar gamma adalah aliran partikel (foton) yang bertabrakan dengan
elektron. Artinya, foton sinar gamma mampu mentransfer momentum ke
partikel lain. Pemahaman baru tentang sifat-sifat cahaya ini (dalam kasus
ini sinar gamma), mengantar Compton meraih Hadiah Nobel Fisika tahun
1927.

1
Ketika sebuah sinar gamma (yang dipancarkan selama perubahan
keadaan inti atom) berinteraksi dengan sodium iodide Nal(Tl), sinar
gamma kebanyakan akan memberikan semua energinya pada elektron
atomic (elektron yang terikat pada atom) melalui efek fotolistrik. Elektron
ini melalui lintasan pendek yang tidak menentu dalam Kristal,
mengkonversi energinya menjadi foton-foton cahaya melalui tumbukan
dengan banyak atom-atom dalam Kristal. Semakin banyak energi yang
dimiliki sinar gamma, maka semakin banyak pula foton-foton cahaya yang
terbentuk.
Photomultiplier tube (PMT) mengkonversi masing-masing foton menjadi
sebuah arus kecil. Foton-foton datang ke PMT nyaris pada waktu yang
sama, sehingga arus tunggal akan bergabung membentuk pulsa arus yang
lebih besar. Pulsa ini kemudian dikonversi menjadi suatu pulsa tegangan
yang ukurannya sebanding dengan energi sinar gamma.
Pulsa tegangan kemudian dikuatkan (amplified) dan diukur melalui
proses Analog to Digital Conversion (ADC). Kalibrasi dengan sumber inti yang
diketahui energinya memungkinkan kita untuk memperoleh grafik frekuensi
gamma (cacahan) sebagai fungsi dari energi sinar-gamma. Spektrum
yang dihasilkan memiliki puncak-puncak yang memberikan kita suatu
informasi. Selanjutnya, puncak dari spektrum tersebut kita sebut dengan
photopeak.
Terdapat banyak struktur dalam spektrum yang dapat menarik
untuk diinterpretasi. Sebagai contoh, gambar 9.1 memperlihatkan contoh
spektrum dari sumber, anda akan melihat sebuah puncak kecil, atau
lebih tepatnya sebuah ‘tepi’, yang berada sekitar 477 keV. Ini dinamakan
Compton Edge atau tepi Compton. Anda kemungkinan akan melihat sebuah
puncak sekitar 185 keV. Hanya terdapat satu energi gamma dari sumber,
spektrum teramati memiliki photopeak pada 661,6 keV, dan kedua struktur
Compton, yakni tepi pada 477 keV dan puncak pada 185 keV. Mengapa ini
bisa terjadi? Ini dikarenakan adanya hamburan Compton oleh elektron-
elektron.
Gambar 9.1. Spektrum gamma dari peluruhan atom tertentu.
Efek Compton merupakan “tumbukan” dari foton gamma dengan
sebuah elektron atomik, dimana energi dan momentum relatvistiknya
terkonservasi. Setelah tumbukan, elektron dapat memililiki sebuah
“energi kinetik” yang
fraksinya (perbandingannya) terhadap “energi gamma E mula-mula”

sangatlah besar. Gamma kehilangan energinya, memiliki frekuensi gelombang

yang lebih rendah dengan energi E ' . Hubungan antara energi gamma

sebelum
tumbukan dan setelah tumbukan yakni
1 1 1cos  (9.1)
 
E ' E me c2

dimana m merupakan energi diam elektron (511 keV) dan  merupakan


c2e
sudut dimana gamma dibelokkan. Penggambaran hamburan Compton
diperlihatkan dalam gambar 9.2.

Gambar 9.2. Tumbukan hamburan Compton antara foton datang,


dan sebuah elektron
E
diam. Ini menghasilkan energi foton yang lebih rendah E ' , yang dihamburan dengan  ,
dan elektron dihamburkan dengan sudut  .
Dari mana asal mula tepi Compton sebesar 477 keV? Sebuah
gamma memasuki kristal detektor dan menghamburkan (melalui
hamburan Compton) elektron. Gamma yang terhambur meninggalkan
detector, sehingga besar energi yang terdeteksi merupakan energi kinetik
yang diberikan oleh elektron.
Energi kinetik maksimum yang diberikan Emax , akan menghasilkan
elektron,
tumbukan antar muka dengan gamma, yang kemudian akan

menghamburkan foton gamma ke arah yang sebaliknya (  180o ).


Berdasarkan persamaan 9.1, energi elektron maksimum dinyatakan
dengan
2
2E
Emax  E  E ' (9.2)
2E   me c2

Tepi Compton merepresentasikan energi maksimum yang diberikan


elektron ini. Namun elektron tersebut bisa mengalami tumbukan yang
agak lemah dan energinya sedikit lebih rendah dari energi maksimum
tersebut. Ini menjelaskan distribusi melebar untuk situasi energi yang lebih
rendah dari tepi Compton (Compton edge), atau yang kita kenal dengan
daerah plateau.
Sebuah puncak pada 185 keV dikarenakan gamma yang
berinteraksi dengan sebuah elektron di luar detektor. Gamma yang
dihamburkan kembali menuju ke detektor, dimana mereka terdeteksi melalui
efek fotolistrik. Hanya
beberapa sudut hamburan yang mendekati 180o yang mengarah kembali ke
detektor, inilah yang menyebabkan munculnya puncak tersebut EBS  ' .  
E

Subskrip BS menandakan hamburan balik (back scattering). Ini


ditunjukkan pada gambar 9.1 sebagai puncak hamburan balik (Compton
backscattering peak).
Berdasarkan konservasi energi, maka energi tepi Compton
(Compton edge) ditambah energi hamburan balik (backscattering) harus
sama dengan energi gamma mula-mula (photopeak). Setiap sumber
memiliki puncak energi
(photopeak), E , tepi Compton (Compton edge), Emax , dan energi puncak

hamburan balik (backscatter), E . Tepi Compton dipilih tepat di tengah laju


BS
penurunan frekuensi cacahan (perhatikn gambar 9.1). Energi photopeak
dipilih tepat pada energi yang menunjukkan puncak. Puncak backscatter
berbentuk tidak simetrik dengan puncak yang agak datar ataupun sedikit
melengkung. Puncak Energi backscatter yang dipilih merupakan energi
terendah pada puncak tersebut (dapat dilihat dalam gambar 9.1).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
E  E 'Emax  EBS  Emax
(9.3)
Jika persamaan 9.2 dimodifikasi menjadi
 E 2 
m
 c 2
 2  E (9.4)
e
E 

 max 
Dengan menggunakan energi photopeak dan energi Compton-edge, maka
kita dapat menentukan massa diam elektron. Penggunaan lembaran
timbal dapat mengubah intensitas photopeak menjadi semakin jelas.
Kita juga dapat me melalui energi backscatter dan
memperoleh c2 energi

photopeak dengan menggunaan persamaan


 E 2 
mec 2  2   E  (9.5)
E E  
  BS 
Selain itu, kita juga dapat memperoleh em c2 melalui energi Compton-edge

dan energi backscatter dengan menggunakan persamaan


 E BS 2 
mc 2 2
E (9.6)

BS
e
E  max

Persamaan 9.4, 9.5, dan 9.6 diturunkan melalui hukum konservasi


massa dan momentum linear secara relativistik. Dengan mengetahui minimal
dua dari tiga nilai energi yang dapat diperoleh dari spektrum, maka
kita dapat memperoleh massa diam elektron.
Berdasarkan hubungan energi kinetik relativistik, maka kita juga
dapat menentukan kecepatan elektron:
v  c 1 1
(9.7)
E 2
 max2 1
m
e c 
Kita telah mengetahui bahwa semua persamaan yang kita turunkan di
atas bermula dari hamburan Compton, di mana kita tahu persamaan
Compton ini diturunkan berdasarkan momentum dan energi relativistik.
Jika kita menggunakan persamaan energi dan momentum klasik berikut:
E  EBS  Emax
p  pe  pBS (9.8)
Dan kita tetap menggunakan hubungan energi dan momentum untuk foton,
yakn
i E  pc , maka
diperoleh:
me c2 
2E   Emax
(9.9)
 2

2Emax

Tentu saja kita telah mengetahui bahwa massa diam yang diperoleh dari
persamaan 9.9 tidak akan sesuai dengan kenyataan yang kita temui,
karena tidak memperhatikan energi dan momentum relativistik.

TUGAS PENDAHULUAN:
1. Jelaskan prinsip kerja dari sintilasi NaI(Tl) dan photomultiplier tube
(PTM) berdasarkan skema detektor di bawah!
2. Jelaskan karakteristik foton gamma!
3. Jelaskan bagaimana interaksi foton dan materi!
4. Dengan menggunakan konservasi momentum dan energi relativistik,
turunkanlah persamaan 9.1!
5. Jelaskan apa yang dimaksud photopeak, Compton-edge, backscatter
yang ada dalam gambar 9.1!

6. Buktikan bahwa untuk sudut hamburan  180o , maka persamaan


9.1 dapat dijabarkan menjadi persamaan 9.2!
7. Dengan menggunakan persamaan 9.3 dan 9.4, turunkanlah persamaan
9.5 dan 9.6!
8. Dengan menggunakan energi kinetik relativistic, turunkan persamaan
9.7!
9. Dengan menggunakan persamaan 9.8 dan asumsi momentum foton
E  pc , turunkan persamaan 9.9!

REFERENSI:
Peterson, Randolp S. 1996. Experimental ɣ Ray Spectroscopy and
Investigations of Environmental Radioactivity. Tennessee: Spectrum
Techniques.
S.B. Patel. 2010. Nuclear Physics: An Introduction. New Delhi: New Age
International Limited.

B. TUJUAN
1. Memahami pengaruh kecepatan elektron terhadap massa elektron
menurut pandangan klasik dan modern.
2. Mengestimasi massa diam elektron melalui pengamatan hamburan
Compton.
C. ALAT DAN BAHAN

Sumber radioaktif Perisai detektor Nal(Tl)


pemancar gamma dari bahan
Dudukan Sampel (10 Timbal/Aluminium
Posisi)

Penghalang radiasi (dari


Kabel Konektor BNC- bahan Timbal)
BNC Kabel USB

Kabel Konektor MHV-MHV Detektor Sintilasi Nal(Tl)

PC dengan sistem operasi


Windows 98 atau yang Universal Computer Spectrometer
(UCS30)
lebih tinggi dilengkapi
aplikasi USX Spectrum
Tecnique

D. METODE PRAKTIKUM
1. Hubungkan kabel tegangan tinggi antara detektor sintilator dan
Interface UCS30.
2. Hubungkan kabel data dari interface ke perangkat komputer.
3. Jalankan program USX , dan pastikan tanda yang dilingkari berubah
menjadi warna hijau (*hanya memastikan saja, jangan ditekan)

4. Atur ‘high voltage’ menjadi 550 V , ‘coarse gain’ menjadi 4, dan ‘fine
gain’ menjadi 1,5. Hidupkan sumber tegangan tinggi dengan menekan
tombol ‘on’ pada layar komputer.
5. Letakkan Sumber 22Na di dudukan sampel yang terdekat dengan
detektor, disertai keping timbal tepat di bawah sampel tersebut.
6. Ambil data dengan menekan tombol hijau pada layar.

7. Naikkan ‘coarse gain’ dengan kelipatan 2 hingga spektrum yang


terlihat mirip dengan gambar 9.3. Jika belum terlihat jelas, maka
Anda dapat menaikkan tegangan tinggi dengan kelipatan 25 V.

Gambar 9.3 Tampilan spektrum saat pengambilan data.


8. Amati setiap daerah energi-energi tertentu yang tertulis dalam tabel 9.1.
9. Ulangi percobaan untuk sumber radioaktif yang berbeda.
PENTING!
1. Hindari menyentuh kabel tegangan tinggi serta UCS30!
2. Hindari menaikkan High Voltage, Coarse Gain, Fine Gain secara
mendadak saat pengambilan data!

Anda mungkin juga menyukai