Anda di halaman 1dari 5

Ringkasan materi kelompok 3

Anggita Ayu Ningtias (1201419046)

Mutiara Ramadhani (1201419057)

Rista Ayudya Hapsari (1201419065)

Wachyu Hidayatullah (1201419085)

Pelatihan Kerja Berbasis Kompetensi

A. Kinerja sumber daya manusia

Menurut Byars dalam Swasono (2012: 17) kinerja sumber daya manusia diartikan sebagai
hasil usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu. Kinerja sumber daya manusia merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan
dan persepsi tugas. Usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan jumlah energi (fisik atau
mental) yang digunakan oleh individu untuk menjalankan suatu tugas. Sedangkan kemampuan
merupakan karakteristik individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan.
Kemampuan biasanya tidak dapat dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek. Persepsi
tugas merupakan petunjuk dimana individu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha
mereka dalam pekerjaan, Robinson dalam Zainuddin(2012: 11).

Winardi dalam Zainuddin (2012: 14) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi kinerja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi motivasi, pendidikan, kemampuan, keterampilan dan
pengetahuan dimana seluruhnya bisa di dapat dari pelatihan. Faktor ekstrinsik meliputi
lingkungan kerja, kepemimpinan, hubungan kerja dan gaji.

B. Konsep Dasar Pelatihan Kerja Berbasis Kompetensi

Pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan
kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar kompetensi yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja atau kompeten di
tempat kerja. Jika seseorang kompeten dalam pekerjaan tertentu, maka yang bersangkutan
memiliki seluruh keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang perlu untuk ditampilkan secara
efektif di tempat kerja, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Beberapa keuntungan
pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan kerja dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien, praktis dan ada kepastian pengakuan bagi peserta pelatihan dari dunia usaha sebagai
pengguna jasa.

Terdapat 3 ciri penting dalam PBK/CBT ini, yaitu:

1) Tujuan pelatihan adalah seluruh peserta dapat melakukan suatu kinerja tertentu/yang
khusus.
2) Hasil kinerja dari peserta pelatihan harus berdasarkan kepada standar kinerja.
3) Standar kinerja yang ditentukan oleh industri/lembaga dalamhubungannya dengan
pemerintah dan maupun organisasi.

Secara garis besar konsep kompetensi meliputi:

1. Kompetensi yang dibuat akan mencakup pengukuran/penilaian yang merupakan standar


independen yang disepakati oleh industri terkait atau sebuah organisasi. Pengukuran ini
dipakai sebagai benchmark untuk menentukan kompetensi seseorang di suatu bidang.
Orang yang sesuai dengan kriteria yang disebut dengan berkompeten.
2. Kompetensi bukan hanya diketahui saja, tetapi harus bisa dilakukan/dipraktikkan.
3. Kompetensi adalah definisi kinerja yang memuaskan dari seorang individu.
Konsep kompetensi menyangkut seluruh aspek dari kinerja individu, bukan hanya
kemampuan saja. Terdapat beberapa komponen kompetensi yaitu:
1. Keterampilan, mencakup semua kemampuan untuk melakukan tugas secara individual.
2. Keterampilan manajemen, kemampuan untuk mengelola beberapa tugas/kegiatan di
antara tugas tugas atau di lingkungan pekerja.
3. Keterampilan mengelola masalah, kemampuan untuk mencari pemecahan masalah.
4. Keterampilan mengelola lingkungan, yang berhubungan dengan tanggung jawab dan
harapan lingkungan kerja termasuk bekerja sama dengan orang lain.
C. Kriteria Isi Kurikulum Pembelajaran Pelatihan Kerja Berbasis Kompetensi
Jika mengacu pada model penyelenggaraan pelatihan yang disarankan menggunakan Model
ADDIE, dimana tahapan pelatihan merupakan suatu sistem yang integral mulai dari analisis
kebutuhan training (Analysis), Desain pelatihan (Design), pengembangan bahan pelatihan
(Design), pelaksanaan pelatihan (Implementation), dan Evaluasi proses pelatihan (Evaluation).
Dengan beberapa penyesuaian, sistem terpadu ini diuraikan sebagai berikut:

1. Proses perencanaan (P1)


2. Penggerakan dan Pelaksanaan (P2)
3. Pemantauan, Pengendalian dan Penilaian (P3).

Kelima proses tersebut dilakukan secara sistematis, terencana dan terarah. Satu sama lain
saling mempengaruhi, sehingga jika satu proses tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka
proses lainnya akan terganggu.

Berikut ini, penjelasan kembali mengenai setiap proses:

1. Proses pengkajian kebutuhan pelatihan. Mengkaji adanya kesenjangan antara standar


kinerja dengan tingkat kinerja yang dicapai atau dimiliki. Pengkajian yang benar akan
mengarahkan pelatihan yang berorientasi kepada kebutuhan.
2. Proses perumusan tujuan pelatihan. Merumuskan secara tepat dan benar kesenjangan
kinerja yang terjadi, dan menetapkan dengan jelas kemampuan yang harus ditingkatkan.
Tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta
latih seusai pelatihan. Untuk itu, rumusan tujuan harus jelas, terukur, dan dapat dicapai.
3. Proses merancang program pelatihan. Kompetensi yang telah dijabarkan sebelumnya
dalam rumusan tujuan selanjutnya diuraikan dalam kegiatan operasional yang dapat diukur.

Kurikulum, dirancang berbasis kompetensi yang harus dicapai dan diuraikan dalam:

1) Materi pelatihan
2) Metode penyampaian (pembelajaran)
3) Proses pembelajaran setiap materi
4) Proporsi dan alokasi waktu

Metode penyelenggaraan pelatihan (dalam kelas, kalakarya, pembelajaran jarak jauh, ataupun
magang).

D. Komponen Pembelajaran Pelatihan Kerja Berbasis Kompetensi


Model pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi yang diimplementasikan menunjukkan
efektif untuk meningkatkan kompetensi widyaiswara, dalam implementasi model pendidikan dan
pelatihan ini yang memiliki komponen-komponen, yakni:

1. Analisis Kebutuhan Pengembangan

Kompetensi Widyaiswara /Analisis

Kebutuhan Diklat.

2. Desain Pengembangan Program

Hasil kegiatan analisis kebutuhan diklat ditindaklanjuti dengan melakukan desain pengembangan
program diklat dengan melakukan :

3. Penyusunan struktur kurikulum diklat.


4. Melakukan perencanaan kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, meliputi
persiapan administrasi diklat, administrasi akademik dan fasilitas diklat yang diperlukan.
5. Kegiatan Expert Judgement. Kegiatan expert judgement ini, merupakan proses untuk
menvalidasi dan keabsahan dengan menerima masukan atau saran dari para pakar dan
praktisi berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan
dan pelatihan.
6. Pelaksanaan Model Diklat Berbasis Kompetensi, terdiri dari masukan (input), proses
(process), keluaran (output), dan pengaruh (outcome).
7. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan Evaluasi sering dipersepsikan sebagai hal yang
sama padahal makna dan fokusnya berbeda. Memang kedua konsep tersebut (monitoring
dan evaluasi) memiliki keterkaitan erat. Monitoring dilaksanakan ketika kegiatan atau
program sedang dilaksanakan, sedangkan Evaluasi dilakukan pada akhir tahapan suatu
program. Monitoring adalah kegiatan pemantauan terhadap pelaksanaan program untuk
memastikan bahwa pelaksanaan program sesuai dengan rencana (waktu, sasaran,
anggaran, dan aspek program yang lain). Fokus monitoring adalah: (1) rencana atau
program; dan (2) pelaksanaan dari rencana atau program tersebut. Melalui monitoring
diperoleh informasi mengenai sesuai atau tidaknya pelaksanaan kegiatan dengan rencana.
Kesesuaian yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan komponen rencana, melainkan
juga pelaksanaannya.
8. Quality Assurance. Quality Assurance merupakan komponen untuk menjamin kualitas
seluruh kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Dengan ini diharapkan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan menjadi lebih efektif dan efisien.

Model pendidikan dan pelatihan yang diterapkan berbasis kompetensi untuk meningkatkan
kompetensi widyaiswara muda di lingkungan Kemendagri adalah sebagai suatu tawaran konsep
bagi lembaga kediklatan dan instansi terkait, sebagai alternatif dalam pengembangan kompetensi
widyaiswara sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan dan pelatihan secara khusus
dalam pembelajaran yang lebih berkualitas, serta mendukung keberhasilan berbagai program
pendidikan dan pelatihan. Model pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan ini telah
memberikan arah pemecahan masalah kelemahan penguasaan kompetensi widyaiswara. Model
pelatihan yang dikembangkan memiliki karakteristik berbasis kompetensi yang menekankan
adanya refleksi.

Anda mungkin juga menyukai