Anda di halaman 1dari 13

1.

Definisi
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya
akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang
(Supardiman, 2002).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin
merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi
sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh
yang membutuhkannya sebagai energi. Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
2. Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut
pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor).
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

3. Klasifikasi
Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu thalasemia alfa
dan thalasemia beta.
a. Thalasemia Alfa
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa
yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :
- Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama
sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
- Alfa Thalasemia Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia ringan
dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
- Hb H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak
ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan
perbesaran limpa.
- Alfa Thalassemia Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan
kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak
terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF
yang diproduksi. Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal
kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan,
perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau
meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
b. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta
yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
- Beta Thalasemia Trait.
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah
yang mengecil (mikrositer).
- Thalasemia Intermedia.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit
rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung
dari derajat mutasi gen yang terjadi.
- Thalasemia Mayor.
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat
disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan
kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita
thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis
demi kelangsungan hidupnya (Dewi.S 2009 dan Yuki 2008).

4. Tanda dan Gejala


a. Sebagian besar penderita akan mengalami anemia ringan
b. Pada beta thalassemia mayor bisa terjadi sakit kuning (jaundice), pembesaran
limpa.
c. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah/ bentuk tulang abnormal.
d. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
e. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam
berulang kali akibat infeksi
f. Jantung Berdebar – Jantung bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
hemoglobin dan semakin lama jantung akan menjadi lemah dan mudah berdebar-
debar
g. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka
kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung yang pada
akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
h. Pemeriksaan darah (Complete Blood Count/CBC) dan pemeriksaan hemoglobin
khusus (Hb elektroforesis). Complete Blood Count memberikan informasi jumlah
Hb dan macam sel-sel darah, misalnya sel darah merah. Penderita thalassemia
menunjukkan jumlah Hb dan sel darah merah kurang dari normal. Seorang karier
hanya menunjukkan jumlah sel darah merah sedikit berkurang.
i. Badan inklusi HbH (alfa thalasemia) – Untuk mendeteksi kemungkinan pembawa
sifat thalassemia disease
j. Pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum ion
(SI)/total iron binding capacity (TIBC).
k. Tes Presipitasi DCIP (dichlorophenolindophenol)– Untuk mendeteksi kelainan
hemoglobin varian HbE (β thalasemia)
l. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel darah
berdasarkan jumlah, ukuran, dan bentuk yang akan membantu membedakan jenis
thalassemia yang diderita pasien.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah (Complete Blood Count/CBC) dan pemeriksaan hemoglobin
khusus (Hb elektroforesis). Complete Blood Count memberikan informasi jumlah
Hb dan macam sel-sel darah, misalnya sel darah merah. Penderita thalassemia
menunjukkan jumlah Hb dan sel darah merah kurang dari normal. Seorang karier
hanya menunjukkan jumlah sel darah merah sedikit berkurang.
b. Badan inklusi HbH (alfa thalasemia) – Untuk mendeteksi kemungkinan pembawa
sifat thalassemia disease.
c. Pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum ion
(SI)/total iron binding capacity (TIBC).
d. Tes Presipitasi DCIP (dichlorophenolindophenol)– Untuk mendeteksi kelainan
hemoglobin varian HbE (β thalasemia)
e. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel darah
berdasarkan jumlah, ukuran, dan bentuk yang akan membantu membedakan jenis
thalassemia yang diderita pasien.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan thalasemia beta berbeda dengan thalasemia alpha di mana
pada thalasemia beta mayor memerlukan penanganan yang terus menerus sepanjang
hidup klien. Penatalaksanaan pada thalasemia beta mayor meliputi tiga penanganan
umum yaitu (Potts & Mandleco, 2007; Pusponegoro et al, 2005; Olivieri, 1999) :
a. Transfusi darah
Tujuan dari transfusi darah yaitu untuk mempertahankan kadar Hb sebagai
dampak adanya anemia berat. Hb pasien dipertahankan antara 8g/dl sampai 9,5
dimana keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, darah
diberikan dalam bentuk PRC 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1g/dl. Transfusi
biasanya setiap dua sampai tiga minggu sekali tergantung dari kondisi anak.
b. Splenectomy
Transfusi yang terus menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk
dilakukannya tindakan splenectomy karena dapat mengurangi hemolisis. Adapun
indikasi dilakukannya tindakan splenectomy adalah limpa yang terlalu besar sehingga
membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan
bahaya terjadinya ruptur.
c. Kelasi besi
Kelasi besi harus segera diberikan ketika kadar feritin serum sudah mencapai
1000 mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50% atau sekitar setelah 10 sampai
dengan 20 kali pemberian transfusi darah. Kelasi besi yang sering digunakan yaitu
secara parenteral namun memiliki keterbatasan terutama dalam biaya dan
kenyamanan anak. Desferrioxamine harus diberikan secara subkutan melalui pompa
infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-50 mg/kg berat badan/ hari minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Abetz (2006) mengenai
pemakaian kelasi besi yaitu penilaian dampak terapi kelasi besi parenteral terhadap
kualitas hidup, dan kebutuhan akan terapi oral dengan tujuan mudahnya pemberian
terapi, efikasi dan toleransi baik.
7. Komplikasi
a. Jantung dan Penyakit Hati
Transfusi darah secara teratur merupakan perawatan standar untuk
thalassemia. Akibatnya, zat besi dapat tertimbun dalam darah. Hal ini dapat merusak
organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan
oleh kelebihan zat besi adalah penyebab utama kematian pada orang yang memiliki
thalassemia. Penyakit jantung termasuk juga gagal jantung, aritmia (detak jantung
tidak teratur), dan serangan jantung.
b. Infeksi
Di antara orang yang memiliki thalassemia, infeksi adalah penyebab utama
penyakit dan penyebab paling umum kedua kematian. Orang yang telah dibuang
limpa mereka berada pada risiko infeksi lebih tinggi, karena mereka tidak lagi
memiliki organ untuk melawan infeksi ini.
c. Osteoporosis
Banyak orang yang memiliki thalassemia memiliki masalah tulang, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi lemah dan rapuh dan
mudah patah. (Judarwanto, 2013)
8. Patofisiologi

Penyebab primer: Penyebab sekunder:

- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Eritropoisis tidak efektif - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh s.
intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil MK: Resiko Infeksi

Hemolisis Anemia Transfusi


berat darah berulang
Suplay O2 <<
Hemosiderosis

Ketidakseimbangan Suplay O2 ke Penumpukan


MK:
suplay O2 dan jaringan Besi
Ketidakefektifan
kebutuhan perifer << perfusi jaringan
perifer
Hipoksia
Dyspneu Endokrin Kulit
Jantung Hepar Limpa
menjadi
Penggunaan otot kelabu
Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegal
bantu napas
terganggu Jantung i

Kelelahan MK: kerusakan


MK: MK: integritas kulit
MK:
Keterlambatan Resiko Nyeri
MK: pertumbuhan cidera akut
Intoleransi dan
aktivitas perkembangan
Malas
makan
Intake
nutrisi <<

MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
9. . Asuhan Keperawatan
a. Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
e. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
f. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
g. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi.
b. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
c. PK: Perdarahan
d. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
e. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
f. Nyeri b.d penyakit kronis
g. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

11. Rencana Keperawatan


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi.
Tujuan :
NOC
· Perfusi Jaringan : Perifer
· Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
· Klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang ditunjukkan dengan terabanya
nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada distres
pernafasan.
Intervensi
1. Monitor Tanda Vital
Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai indikasi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
2. Monitor sytatus neurologi
Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifitas pupil
Monitor tingkat kesadaran klien
Monitor tingkat orientasi
Monitor GCS
Monitor respon pasien terhadap pengobatan
Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien
3, Manajemen cairan
Mencatat intake dan output cairan
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, mata cekung, dll)
Monitor status nutrisi
Persiapkan pemberian transfusi ( seperti mengecek darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
Awasi pemberian komponen darah/transfuse

b. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen


NOC : Konservasi Energi, Perawatan Diri: ADL
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan dengan tetap
mempertahankan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
NIC : Manajemen energy
Tentukan keterbatasan aktifitas fisik pasien
Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan yang dialaminya
Dorong pengungkapan peraaan klien tentang adanya kelemahan fisik
Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup
Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan
Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea,
disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah)
Monitor pola dan kuantitas tidur
Bantu pasien menjadwalkan istirahat dan aktifitas
Monitor respon oksigenasi pasien selama aktifitas

Terapi oksigen

Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret


Pertahankan kepatenan jalan nafas
Atur alat oksigenasi termasuk humidifier
Monitor aliran oksigen sesuai program
LAPORAN PENDAHULUAN
Thalasemia
Disusun untuk memenuhi tugas profesi ners
Ruang 28 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Anda mungkin juga menyukai