Anda di halaman 1dari 17

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Wajib Pajak

Untuk Membayar Pajak Penghasilan”

Oleh

FAJRI AGUNG PUTRI

2020050021

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Pajak merupakan peneriman negara terbesar yang dihimpun oleh negara Indonesia,
kurang lebih 76,9% penerimaan negara saat ini bersumber dari pajak (Nota Keuangan dan
UU APBN 2011). Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang
sangat wajar, terlebih ketika sumber daya alam, khususnya hasil pertambangan dan
minyak bumi tidak bisa diandalkan lagi. Penerimaan dari sumber daya alam tidak bisa
diandalkan lagi karena sifat dari sumber daya alam itu yang terbatas dan tidak dapat
diperbaharui lagi. Hal ini berbeda dengan penerimaan dari sektor pajak, sumber
penerimaan ini memiliki umur yang tidak terbatas, terlebih dengan bertambahnya jumlah
penduduk di Indonesia sekarang ini (Widayati dan Nurlis, 2010). Melihat pentingnya
peningkatan penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan, pemerintah
mengeluarkan kebijakan dalam rangka peningkatan penerimaan dari sektor pajak tersebut
dengan adanya program ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi lebih berfokus
mengacu pada perluasan objek pajak yang akan dikenakan pajak misalnya intensifikasi
pajak dari sektor-sektor tertentu (Rantung dan Priyo, 2009).
Pemerintah sekarang ini mentargetkan penerimaan dari sektor pajak dalam APBN
2011 mencapai Rp 850,255 trilliun yang merupakan 76,9% dari total penerimaan negara
yang sebesar Rp1.104,9 trilliun dan dengan penerimaan perpajakan tersebut tax ratio yang
dicapai pada tahun 2011 sebesar 12,2% (UU APBN 2011). Target penerimaan perpajakan
pada APBN yang dicanangkan pemerintah mengalami peningkatan dari tahun 2010 yang
hanya Rp 743,3 trilliun (RUU APBN 2011). Peningkatan penerimaan perpajakan tiap
tahunnya digunakan untuk operasional negara dan belanja negara yang tiap tahun juga
meningkat.
Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan penerimaan dari
pajak telah dilaksanakan pemerintah dengan berbagai cara dan berbagai metode oleh
Direktorat Jenderal Pajak, salah satunya dengan cara usaha memperluas subjek dan objek
pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Hal itu dibuktikan dengan adanya revisi
UU No 17 tahun 2000 yang di sempurnakan dengan dikeluarkannya UU No 36 tahun
2008 dimana pada UU No 36 tahun 2008 terdapat penambahan ayat yang membuktikan
adanya perluasan subjek pajak, penambahan ayat tersebut terletak pada pasal 2 ayat 1
yang diperluas dengan adanya ayat tambahan yaitu ayat 1a, dengan memasukkan badan
usaha tetap sebagai subjek pajak tetap yang perlakuannya disamakan dengan subjek pajak
badan (UU No 36 tahun 2008). Di lain pihak perkembangan usaha-usaha kecil dan
menengah semakin meninggalkan pajak, meskipun pemerintah telah mengadakan jaring
pengaman pajak melalui NPWP masih saja banyak ditemukan banyak usaha-usaha kecil
menengah yang lepas dari jeratan pajak (Widayati dan Nurlis, 2010).
Kemauan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya merupakan hal
yang penting dalam usaha peningkatan penerimaan pajak tersebut. Kurangnya
pemahaman akan manfaat pajak bagi kelangsungan operasional negara membuat
masyarakat enggan untuk membayar pajak, hal ini disebabkan karena masyarakat tidak
pernah mengetahui wujud konkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar
pajak. Padahal fasilitas-fasilitas publik, jalan raya yang halus, peningkatan pendidikan
merupakan hasil dari pembayaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat, dibutuhkanlah
kemauan wajib pajak untuk membayar pajak agar semua kegiatan dan manfaat dari
adanya penerimaan pajak seperti diatas dapat tercapai (Widayati dan Nurlis, 2010).
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga dengan jelas telah
mencantumkan kewajiban para wajib pajak untuk membayar pajak, jika tidak memenuhi
kewajiban tersebut maka sanksi yang akan dikenakannya jelas (Pasal 7 UU No 28 Tahun
2007).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Wajib Pajak
Untuk Membayar Pajak Penghasilan”.

2. Rumusan Masalah
a. Apakah kesadaran membayar pajak mempengaruhi kemauan wajib pajak
membayar pajak penghasilan?
b. Apakah pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan
mempengaruhi kemauan wajib pajak membayar pajak penghasilan?
c. Apakah persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan mempengaruhi
kemauan wajib pajak membayar pajak penghasilan?
d. Apakah kualitas pelayanan petugas pajak mempengaruhi kemauan wajib pajak
membayar pajak penghasilan?
3. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan penelitian pada pokok permasalahan, dan untuk mencegah
terlalu luasnya pembahasan yang mengakibatkan terjadinya kesalahan interoretasi
terhadap simpulan yang dihasilkan, maka dalam hal ini dilakukan pembatasan bahwa
faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel penelitian adalah kesadaran wajib pajak,
pengetahuan tentang peraturan perpajakan, persepsi atas efektifitas sistem perpajakan
kualitas pelayanan terhadap kemauan membayar pajak, dan wajib pajak.

4. Tujuan Penelitian
a. Untuk memperoleh bukti empiris tentang kesadaran membayar pajak
mempengaruhi kemauan membayar pajak penghasilan.
b. Untuk memperoleh bukti empiris tentang pengetahuan dan pemahaman terhadap
peraturan perpajakan mempengaruhi kemauan membayar pajak penghasilan.
c. Untuk memperoleh bukti empiris tentang persepsi yang baik atas efektifitas sistem
perpajakan mempengaruhi kemauan membayar pajak penghasilan.
d. Untuk memperoleh bukti empiris tentang kualitas pelayanan petugas pajak
mempengaruhi kemauan membayar pajak penghasilan.

5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini untuk peneliti, yaitu menambah
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh peneliti mengenai faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kemauan wajib pajak untuk membayar pajak dalam usaha
pemerintah meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
BAB 2
LANDASAN TEORI

A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Banyak para ahli dalam bidang perajakan yang memberikan pengertian atau
definisi yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya mempunyai inti dan
tujuan yang sama. Dalam hal ini penulis mengutip pengertian pajak menurut
beberapa para ahli, antara lain:
a. Menurut Mardiasmo (2011:1) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang
( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi )
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum”.
b. Menurut R. Santoso Brotodiharjo (2003:4) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan –peraturan dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
c. Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjadja mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
pengusaha berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi
barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur;


a) Iuran dari rakyat kepada Negara.
b) Berdasarkan undang-undang.
c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d) Diguaakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3. Pengelompokan Pajak
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri pleh Wajib Pajak
dan tidak dapat di bebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh
Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh
Pajak Penghasilan
2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objkeknya, tanpa
memperhatikan keadaaan diri Wajib Pajak. Conttoh Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Menurut lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh Pajak
penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu Pajak yang dipungut oleh pemerintah daeah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah Terdiri
atas:
• Pajak Propinsi, Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
• Pajak Kabupaten/Kota, Contoh; Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.

B. Wajib Pajak
1. Pengertian Wajib Pajak
Menurut UU No. 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak dibagi menjadi 2, antara lain:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah setiap orang pribadi yang memiliki
penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang
wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP),
kecuali ditentukan dalam undang-undang.
b. Wajib Pajak Badan, adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer atau
pereseroan lainnya yang mempunyai kewajiban untuk membayar pajak
penghasilan.
2. Pekerjaan Bebas
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang
tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

C. Pemungutan Pajak
1. Pengertian Pemungutan Pajak
Menurut Purwono (2009:12-14) “pemungutan pajak diperlukan penetapan
tentang sistem, cara, asas, dan syarat pemungutan pajak yang disepakati bersama
antar rakyat selaku pemegang pajak melalui perwakilannya di parlemen dan
pemerintah selaku pemungut pajak (fiskus)”.
2. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment system
Melalui sistem ini besarnya pajak ditentukan oleh fiskus dengan
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP Rampung). Jadi, dapat dikatakan
bahwa Wajib Pajak bersifat pasif.
b. Self Assesment System
Sistem ini mulai diaplikasikan bersamaan dengan reformasi perpajakan
tahun 1983 setelah terbitnya Undang-undang Nomer 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai berlaku sejak tanggal
1 Januari 1984.
c. Withholding Tax System
Dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan pajak dilakukan
denagan pihak ketiga. Untuk waktu sekarang, sistem ini tercermin pada
pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.

3. Asas Pemungutan Pajak


a. Asas Domisili, yaitu bahwa pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan
berada di wilayah suatu Negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek
pajak yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak.
b. Asas Sumber, yaitu bahwa pembebanan pajak oleh Negara hanya terdapat
objek pajak yang bersumber atau berasal dari wilayah tritorialnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaraan seseorang menentukan
pembebanan pajak terhadapnya.

4. Cara Pemungutan Pajak


a. Stelsel Rill atau Nyata (Riele Stelsel)
Merupakan cara pengenaan pajak yang didasarkan pada objek yang
sesungguhnya, yang benar-benar ada, dan dapat ditunjuk.
b. Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel) Merupakan cara pengenaan pajak yang
didasarkan pada suatu anggapan yang dilegalkan oleh undang-undang.
c. Stelsel Campuran Pada dasarnya merupakan gabungan dari dua stelsel yang
ada yaitu stelsel rill dan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak menggunakan
stelsel fiktif dan setelah akhir tahun menggunakan stelsel rill.
5. Syarat Pemungutan Pajak
a. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam peraturan maupun
realisasi pelaksanaannya.
b. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undan-undang yang ditujukan untuk
menjamin adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk
Negara maupun warganya.
c. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh menghambat ekonomi rakyat, artinya pajak
tidak boleh dipungut apabila justru menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Syarat Finansial
Pemungutan pajak dilaksakan dengan pedoman bahwa biaya pemungutan
tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.
e. Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak harus dirancang sederhana mugkin untuk
memudahkan pelaksanaan hak dan kewajijban Wajib Pajak.

D. Self Assessment System


1. Definisi Self Assement System
Self Assesment system menurut beberapa para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Mardiasmo (20011:7) mengatakan bahwa:
“Self Assessment System adalah Suatu system pemungutan pajak yang
memeberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang“. Ciri-cirirnya;
1) Wewanang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
b. Menurut Erly Suandy (2002:18) Mengatakan bahwa:
“Self Assesment System adalah pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.”
c. Menurut Mohammad Zain (2003:12) mengatakan bahwa:
“Self Assesment System merupakan tipe administrasi perpajakan yang
mengungkapkan bahwa tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh
bentuk kerjasama atau tingkat partisipasi Wajib Pajak atau pemotong
pemungut pajak dan respon Wajib Pajak terhadap pengenaan pajak tersebut”.
d. Menurut Rimsky K. Judisseno yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu
(2010:102) mengatakan bahwa:
“Self Assesment System diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran
serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Konsekuensinya masyarakat
harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu
yang berhubungan peraturan pemenuhan pajak”.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Self Assesment


System adalah “wajib pajak yang turut berpartisipasi diberikan wewenang,
kepercayaan dan tanggung jawab dalam menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar”.

2. Pelaksanaan Self Assessment System


Menurut Mardiasmo (20011:56), wajib pajak memiliki hak dan kewajiban;
a. Kewajiban wajib pajak
1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke
Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
b. Hak-Hak Wajib Pajak
1) Mengajuakan surat keberatan dan surat banding.
2) Menerima Tanda bukti pemasukan SPT.
3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4) Mengajuakan permohonan penundaan penyampaian SPT.
5) Mengajukan Permohonan penundaan atau pengangsuran pembaran pajak.
6) Mengajukan Permohonan perhitungan pajak yang telah dikenakan dalam
surat ketetapan pajak.
7) Meminta pengembalian kelebihhan pembayaran pajaknya.
8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11) Mengajukan keberatan dan banding.
a) Menghitung Pajak oleh Wajib pajak
Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak
terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara
mengalihkan tarif pajak dasar pengenaan pajaknya, sedangkan
menghitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut
dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal
sebagai kredit pajak ( Prepayment ) Selisih antara pajak terutang
dengan kredit pajak dapat berupa:
• Kurang bayar, jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit pajak.
• Lebih bayar, karena jumlah pajak terutang lebih besar dari kredit
pajaknya.
• Nihil, karena jumlah pajak terutang sama dengan kredit pajak.
b) Membayar Pajak dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo (20011:38) Tempat pembayaran dan
penyetoran pajak adalah sebagai berikut:
• Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
• Kantor Pos

E. Kemauan Membayar Pajak


Kemauan adalah dorongan dari dalam diri seseorang, berdasarkan pertimbangan
pemikiran dan perasaan yang menimbulkan sesuatu kegiatan untuk tercapainya tujuan
tertentu. Sedangkan, kemauan membayar merupakan suatu nilai dimana seseorang
rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu untuk memperoleh
barang atau jasa (Widayati dan Nurlis, 2010). Kemauan membayar pajak juga dapat
diartikan sebagai suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang
ditetapkan dengan peraturan) yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
negara dengan tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung (Rantung dan
Priyono, 2009). Beberapa faktor yang digunakan dalam penelitian ini, yang
kemungkinan mempengaruhi kemauan membayar pajak wajib pajak orang pribadi,
yaitu:
1. Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran adalah unsur yang berada di dalam diri manusia dalam memahami
suatu realitas bagaimana cara untuk bertindak dan menghadapi suatu realitas.
Arum (2012) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau
mengerti. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri
sesama, masa silam, dan kemngkinan masa depannya. Sedangkan, kesadaran
membayar pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak mau membayar pajak
karena merasa tidak dirugikan dari pembayaran pajak yang dilakukannya.
Rantung dan Priyono (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran
membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Pertama,
kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang
pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar
pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak
disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan
warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak sangat
merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa
penundaan pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat
mengakibatkan terlambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa
pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan
membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat
dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.
2. Pengetahuan dan Pemahaman tentang Peraturan Perpajakan
Pengetahuan adalah hasil kerja fikir yang merubah tidak tahu menjadi tahu
dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati dan Nurlis, 2010).
Sedangkan pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap makna dan arti
dari bahan yang dipelajari. Menurut Fikriningrum (2012) pengetahuan dan
pemahaman peraturan perpajakan merupakan penalaran dan penangkapan makna
peraturan perpajakan.
Widayati dan Nurlis (2010) terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak
mengetahui dan memahami pertauran perpajakan. Pertama, kepemilikan NPWP.
Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian
pajak. Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajibannya
sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah
membayar pajak. Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi
perpajakan. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan,
maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan
diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Keempat, pengetahuan
dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak. Dengan mengetahui dan
memahami mengenai tarif pajak yang berlaku, maka akan dapat mendorong wajib
pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajak sendiri secara benar. Kelima
adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui
sosialisasi yang dilakukan oleh KPP dan yang keenam bahwa wajib pajak
mengetahui dan memahami peraturan pajak melalui training perpajakan yang
mereka ikuti.
3. Persepsi yang baik atas Efektifitas Sistem Perpajakan
Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian,
penginterprestasian terhadap stimulus oleh organisasi atau individu sehingga
merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktifitas dalam diri individu
(Hardiningsih dan Yulianawati, 2011). Efektifitas memiliki pengertian suatu
pengukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas dan waktu)
telah tercapai (Widayati dan Nurlis, 2010).
Penelitian yang dilakukan Widayati dan Nurlis (2010), hal-hal yang
mengindikasi efektifitas sistem perpajakan yang saat ini dapat dirasakan oleh
wajib pajak antara lain yaitu pertama, adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan
e-Filling. Kedua, pembayaran melalui e-Banking yang memudahkan wajib pajak
dapat melakukan pembayaran dimana saja dan kapan saja. Ketiga, penyampaian
SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai tempat, tidak harus di
KPP tempat wajib pajak terdaftar. Keempat, bahwa peraturan perpajakan dapat
diakses secara lebih cepat melalui internet tanpa harus menunggu adanya
pemberitahuan dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Dan yang kelima,
pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online melalaui e-register dari
website pajak. Hal ini akan memudahkan wajib pajak untuk memperoleh NPWP
secara lebih cepat. Dengan adanya kemudahan sistem perpajakan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kemauan membayar pajak.
4. Pelayanan Fiskus
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala
keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu, fiskus adalah petugas pajak
(Fikriningrum, 2012). Dengan demikian, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai
cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan
yang dibutuhkan wajib pajak (Santi, 2012). Rina (dalam Fikriningrum, 2012)
untuk mengetahui baik tidaknya pelayanan fiskus yang diberikan oleh wajib
pajak, dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada wajib pajak
yaitu: pertama, apakah fiskus (aparat pajak) bekerja secara transparan. Kedua,
apakah fiskus sukarela membantu kesulitan wajib pajak (bersedia memberikan
penyuluhan). Ketiga, apakah fiskus senantiasa menjaga kerapian dalam
berpenampilan. Keempat, apakah menjaga tutur katanya dengan baik dan bersikap
sopan. Kelima, apakah fiskus memberikan pelayanan dengan cepat dan tangkas
untuk membantu kesulitan wajib pajak.

F. Hambatan Pemungutan Pajak


Menurut Mardiasmo (2011:8-9) Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat
dikelompokan menjadi;
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara
lain;
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif menjadi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya
antara lain;
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan bebab pajak dengan cara melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak ).
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Self Assesment System adalah “wajib pajak yang turut berpartisipasi diberikan
wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab dalam menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar”.
Kendala yang di hadapi pada penerapan Self Asessement System adalah masih ada
beberapa persepsi masyarakat yang menilai pajak itu sendiri sebagai hal yang negatif. Pajak
dianggap membebani dan memaksa, belum dianggap sebagai bentuk pengabdian, dukungan
atau partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan nasional yang adil dan merata.
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Diana & Lilis Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta:


Andi
Erly Suandy, 2002, Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat.
Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi
Muljono, Djoko. 2010. Hukum Pajak Konsep Aplikasi dan Penentuan Praktis.
Yogyakarta: Andi
Moh.Nazir, Pd.D. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Bandung
Mohammad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Edisi Kedua, Jakarta: Salemba
Empat.
Purwono, Herry. 2009. Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak. Jakarta:
Erlangga
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
R. Santoso Brotodiharjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Jakarta: PT.
Reflika Aditama
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai