Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stratigrafi Regional Lengan Utara Sulawesi

Stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam peta geologi lembar Tilamuta,

Sulawesi (Bachri , dkk., 1994). Urutan stratigrafi batuan dari yang tertua sampai

termuda yang dijumpai di daerah ini antara lain :

Gambar 2.1 : Stratigrafi regional daerah lengan utara sulawesi

a. Formasi Tinombo (Teot)

Formasi Tinombo ini merupakan formasi batuan tertua yang ditemui di

daerah ini dengan penyusun utama berupa batuan sedimen dan sedikit batuan

malihan lemah. Batuan gunungapi terdiri dari lava basal, lava spilitan, lava

andesit, dan breksi gunungapi. Batuan sedimen terdiri dari batupasir wacke,

batulanau, batupasir hijau, batugamping merah, dan batugamping abu – abu.

5
6

Sebagian dari batuan ini mengalami pemalihan derajat rendah. Formasi ini tak

selaras dengan formasi diatasnya. Trail (1974) mengungkapkan bahwa

kemungkinan umur formasi ini adalah Eosen hingga Miosen Awal. Sedangkan

Ratman (1976) dan Sukamto (1975) menyebutkan bahwa Formasi Tinombo

berumur Mesozoikum Akhir hingga sekitar Oligosen. Penarikan umur pada

batuan basal menunjukkan umur 51,9 juta tahun atau Eosen awal. Tebal formasi

ini diperkirakan mencanpai ribuan meter. Berdasarkan komposisi batuan basal

spilitan dan himpunan batuan sedimennya terbentuk di lingkungan laut dalam.

b. Formasi Dolokapa (Tmd)

Formasi Dolokapa ini tersusun atas batuan sedimen dengan selingan batuan

gunungapi. Batuan sedimennya terdiri dari batupasir wacke, batulanau,

batulumpur, dan konglomerat. Batuan gunungapinya terdiri dari tuf, tuf lapili,

aglomerat, breksi dan lava dengan susunan andesitan sampai basalan. Umur

formasi ini terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Marks (1957)

membandingkan umur formasi ini dengan Formasi Tinombo yang dianggapnya

berumur Kapur hingga Eosen. Sedangkan Trail (1974) menyebutkan bahwa

kepingan batugamping di dalam formasi ini berumur Miosen Awal. Sedangkan

pada batulanau formasi ini dijumpai fosil antara lain : Orbulina suturalis

Broniman, Globigerinoides immaturus Le Roy, Globootalia menardii, Brazilina

sp., dan Anomalia sp. Fosil ini menunjukkan umur tidak lebih tua dari Miosen

Tengah. Lingkungan pengendapan adalah inner sublitoral.


7

c. Formasi Randangan (Tmr)

Formasi Randangan ini terdiri dari konglomerat, batupasir wacke, batulanau,

dan batulumpur, kandungan fosil yang terdapat di dalam lapisan formasi ini

menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Menurut trail (1974) ,

kepingan batugamping di dalam konglomerat mengandung fosil berumur Miosen

Tengah hingga awal  Miosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan laut

dangkal. Formasi ini menindih takselaras dengan Formasi Tinombo. Sedangkan

hubungan dengan Formasi Dolokapa tidak diketahui.

d. Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv)

Batuan Gunungapi Bilungala terdiri dari breksi gunungapi, tuf dan lava

bersusunan asam sampai basa. Batuan gunungapi ini umumnya berwarna abu –

abu hingga abu – abu tua. Breksi gunungapinya tersusun oleh kepingan andesit,

dasit, dan basal. Tuf umumnya bersifat dasitan dan agak kompak. Lava bersifat

andesitan sampai basal, bertekstur hipokristalin sampai holokristalin, berbutir

halus dan masif. Batuan Gunungapi Bilunggala sulit dibedakan dengan batuan

gunungapi Formasi Dolokapa dikarenakan adanya persamaan susunan batuan.

Diperkirakan formasi ini tumbuh bersama dengan Formasi Dolokapa dan

berhubungan menjemari. Umur formasi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah

higga awal Miosen Akhir.

e. Batuan Gunungapi Pani (Tppv)

Batuan Gunungapi Pani terdiri dari dasit, andesit, tuf, dan aglomerat. Lava

andesit merupakan penyusun utama di formasi ini. Berstruktur masif, warna abu-
8

abu , bertekstur porfiritik, dengan fenokris terdiri dari feldspar dan kuarsa.

Sedang lava andesit berwarna abu-abu dengan tekstur porfiro-afanitik, dan masif.

Tuf berwarna abu abu muda , bersusunan dasit dan kompak. Aglomerat berwarna

abu-abu dengan komponen andesit dan basal.

Batuan ini menindih tak selaras Formasi Randangan. Jadi, umur Batuan

Gunungapi Pani diperkirakan berumur Pliosen Awal.

f. Breksi Wobudu (Tpwv)

Breksi wobudu terdiri dari : breksi gunungapi, aglomerat, tuf, tuf lapili, lava

andesitan dan basalan. Breksi gunungapi berwarna abu-abu, tersusun oleh

kepingan batuan andesit dan basal yang berukuran kerikil sampai bongkah. Tuf

dan tuf lapili berwarna kuning dan kuning kecoklatan, berbutir halus hingga

berukuran kerikil, membulat tanggung, kemas terbuka, terkekarkan, umumnya

lunak dan berlapis. Sedangkan lava umumnya berwarna abu-abu hingga abu-abu

tua, masif, bertekstur  porfiri-afanitik dan bersusunan andesit hingga basal. Posisi

stratigrafi menindih takselaras Formasi Dolokapa. Maka umur Breksi Wobudu

diperkirakan Pliosen Awal.

g. Formasi Lokodidi (TQls)

Formasi Lokodidi ini terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batuasir

konglomeratan, batupasir tufan, tuf pasiran, batulempung, dan serpih hitam.

Konglomerat berwarna coklat, tersusun oleh kepingan batugamping, andesit, dan

kursa susu yang berukuran kerikil hingga kerakal, berbentuk membulat, dengan

masadasar tuf, terpilah buruk dengan kemas tertutup. Batupasir berwarna abu
9

hingga coklat kemerahan, berbutir halus hingga sedang emumnya kompak,

merupakan sisipan di antara serpih dan konglomerat. Batupasi tufan dan tuf

berwarna putih hingga abu-abu muda , berbutir sedang dan agak kompak. Sedang

serpih berwarna hitam, umumnya kurang kompak, gampingan. Formasi ini

menindih selaras Breksi Wobudu yang berumur Pliosen Awal sehingga diduga

berumur Pliosen Akhir hingga Pliotesn Awal.

h. Batuan Gunungapi Pinogu

Batuan ini terdiri dari perselingan aglomerat , tuf , dan lava. Aglomerat

berwarna abu – abu tersusun oleh kepingan andesit dengan ukuran berkisar antara

2 sampai 6 cm, berwarna abu –abu, menyudut tanggung, massadasar tuf, terpilah

buruk, dan agak kompak.

Tuf berwarna coklat muda hingga putih kecoklatan, berbutir sedang sampai

kasar dengan susunan andesit sampai dasit. Lava berwarna abu – abu tua,

tersusun atas andesit sampai basal. Satuan ini diduga menindih Breksi Wobudu,

sehingga umurnya diperkirakan Pliosen Akhir.

Batuan Terobosan (Intrusi)

i. Batuan Gabro (Teog)

Gabro dan mikrogabro berwarna abu – abu tua, holokristalin, masif,

terperidotkan dan terkloritkan, mengandung hornblenda. Diabas berwarna abu –

abu , berbutir sedang, berstruktur diabasik. Satuan batuan ini diterobos oleh

Diorit Bumbulun dan Diorit Boliohuto. Diduga Gabro ini terbentuk bersamaan
10

dengan batuan gunungapi yang terdapat dalam Formasi Tinombo sehingga

diperkirakan berumur Eosen hingga Oligosen

j. Diorit Bone (Tmb)

Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, adamelit. Satuan ini terdiri dari diorit masif

berukuran sedang sampai kasar dengan tekstur hipidiomorfik sampai

faneroporfiritik dengan hablur sulung piroksen dan feldspar yang mencapai

ukuran 0.5 cm. Diorit Bone yang berbutir halus mempunyai susunan mineral

yang mirip batuan andesitan dari batuan gunungapi Bilunggala. Berdasarkan hal

tersebut  , diorit Bone diduga sebagai mamgma induk dari batuan gunungapi

Bilunggala yang berumur Miosen Tengah hingga awal Miosen Akhir (Trail,

1974).

k. Diorit Boliohuto (Tmbo)

Satuan ini terdiri dari batuan diorit sampai granodiorit yang mengandung

kuarsa 20% dengan kandungan feldspar, dan biotit cukup menonjol. Beberapa

tempat dijumpai xenolit bersusunan basa. Kemungkinan satuan ini menerobos

batuan basa di bawah permukaan. Batuan ini menerobos Formasi Dolokapa.

Satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir.

l. Granodiorit Bumbulan (Tpb)

Satuan ini terdiri dari granodiorit, granit, dasit, dan monzonit kuarsa.

Granodiorit berwarna abu – abu , masif, berbutir sedang, mengandung biotit dan

piroksen. Granit berwarna abu – abu muda hingga abu – abu berbutir sedang

sedikit mengandung mineral mafik jenis biotit, dan umumunya terkekarkan.


11

Sedang dasit berwarna abu – abu muda berbutir halus dengan mineral kuarsa dan

feldspar. Monzonit kuarsa berwarna abu – abu , masif, berbutir menengah ,

dengan penyusun utama berupa kuarsa , plagioklas, dan feldspar alkali. Menurut

Sukamto (1973 ) batuan ini berumur Pliosen.

2.2. Alterasi Hidrotermal

Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang

melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh

interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi evolusi

fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu

pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding

(Pirajno, 1992).

Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan

dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral

ubahan (mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,

2002).

Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :

1. Karakter batuan dinding.

2. Karakter fluida ( Eh, pH ).

3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert

dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2002 ).

4. Konsentrasi.

5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2002 ).


12

Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia

fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses

alterasi hidrotermal ( Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2002 ). Henley dan

Ellis ( 1983, dalam Sutarto, 2002 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada

sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan

tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.

Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi

yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan

lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan

derajat alterasi (terkait dengan stabilitas pembentukan). Stabilitas mineral primer

yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi ( style of alteration )

pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2002 ). Pada kesetimbangan tertentu,

proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal

sebagai himpunan mineral  ( mineral assemblage ) (Guilbert dan Park, 1986,

dalam Sutarto, 2002). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi

( type of alteration ). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai

bersama ( asosiasi mineral ), walaupun mempunyai tingkat stabilitas

pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan

piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan

mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah

batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati

larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding

dapat bertindak sebagai host rock.


13

2.2.1. Pola Alterasi

Kuantitas alterasi pada batuan disebabkan oleh derajat dan lamanya proses

alterasi. Terdapat tiga jenis pola alterasi (Sutarto, 2004), yaitu :

a. Pervasive

Yaitu penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan.

Semua mineral primer pembentuk batuan telah mengalami alterasi, walaupun

intensitasnya berbeda.

b. Selectively pervasive

Proses alterasi hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan.

Misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja, sedangkan plagioklas

tidak ada yang terubah sama sekali.

c. Non-pervasive

Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami alterasi

hidrotermal.

2.2.2. Proporsi Mineral Alterasi

Proporsi satu mineral alterasi tertentu dalam batuan digolongkan sebgai

berikut (Sutarto, 2004) :

a. Jarang (rare)                               : < 1 %

b. Sedikit (minor)                           :  1-5%

c. Sedang (moderate)                   :  5-10%

d. Banyak (major)                         :  10-50%

e. Melimpah (predominant)     :  >50%


14

2.2.3. Intensitas Ubahan

Adapun intensitas terubahnya mineral dalam suatu batuan, antara lain:

a. Tidak terubah (unaltered) : tidak ada mineral sekunder

b. Lemah (weak) : mineral sekunder <25% volume batuan

c. Sedang (moderate) : mineral sekunder 25-75% volume batuan

d. Kuat (strong) : mineral sekunder >75% volume batuan

e. Intens (intense) : seluruh mineral primer terubah (kecuali

kuarsa, zirkon, dan apatit), tetapi tekstur primernya masih terlihat

f. Total (total) : seluruh mineral primer terubah (kecuali

kuarsa, zirkon, dan apatit), serta tekstur primer sudah tidak tampak lagi

2.2.4. Ukuran Mineral

Penggolongan ukuran mineral seperti yang digunakan pada batuan beku

(Morrison, 1997) :

a. Sangat halus (very fine) :  <0,05 mm

b. Halus (fine) :  0,05 – 1 mm

c. Sedang (medium) :  1 – 5 mm

d. Kasar (coarse) :  5 – 30 mm

e. Sangat kasar (very coarse) :  >30 mm

2.2.5. Jenis Alterasi Hidrotermal

Setiap tipe endapan hidrothermal selalu membawa mineral-mineral yang

tertentu (spesifik), berikut alterasi yang  ditimbulkan berbagai macam batuan


15

dinding. Tetapi mineral-mineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit

(CuFeS2), florida-florida hampir selalu terdapat dalam ketiga tipe endapan

hidrotermal. Sedangkan alterasi yang ditimbulkan untuk setiap tipe endapan pada

berbagai batuan dinding. Alterasi hidrotermal dapat dibedakan menjadi tiga

berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh

kandungan mineralnya, yaitu Epitermal, Mesotermal, dan Hipotermal.

Keadaan Batuan Dinding Hasil Alterasi


Batugamping Silisifikasi
Alunit, clorit, pirit, beberapa
Lava
Epitermal serisit, mineral-mineral lempung
Klorit, epidot, kalsit, kwarsa,
Batuan beku intrusi
serisit, mineral-mineral lempung
Batugamping Silisifikasi
Selisifikasi, mineral-mineral
Serpih, Lava
lempung
Mesotermal
Sebagian besar serisit, kwarsa,
Batuan beku asam
beberapa mineral lempung
Batuan beku basa Serpentin, epidot dan klorit
Greissen, topaz, mika putih,
Hipotermal Granit, Sekis, Lava
tourmalin, piroksen, amphibole.
              
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au),

magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS),

pirrotit (FeS), galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO 4, Scheelit

(CaWO4), kasiterit (SnO2), Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs),

spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral gangue antara lain : topaz, feldspar-

feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-karbonat.


16

Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah :

stanite (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu3AsS4), Cu sulfida, Sb

sulfida, stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit (Cu2S), galena (PbS),

dan kalkopirit (CuFeS2), dengan mineral-mineral ganguenya : kabonat-karbonat,

kuarsa, dan pirit.

Paragenesis endapan ephitermal dan mineral ganguenya adalah : native

cooper (Cu), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS 2),

pirit (FeS2), cinabar (HgS), realgar (AsS), antimonit (Sb 2S3), stannit (CuFeSn),

dengan mineral-mineral ganguenya : kalsedon (SiO 2), Mg karbonat-karbonat,

rhodokrosit (MnCO3), barit (BaSO4), zeolit (Al-silikat).

Batas – batas peralihan antara batuan – batuan yang terbentuk pada kondisi

hypotermal ; mesotermal dan epitermal tidak begitu terlihat, serupa bisa diberikan

dengan membandingkan kandungan – kandungan mineralnya pada endapan

hypotermal, mesotermal dan epitermal, karena ada mineral yang khas terdapat

pada kondisi yang tertentu.

Disamping itu ada juga mineral – mineral yang kita dapat pada semua

kondisi (hypotermal , mesotermal dan epitermal). Misal : mineral Pirit, kalkopirit

dan kuarsa yang bisa terbentuk pada hampir semua temperatur dari juga hampir

semua batuan memungkinkan terdapatnya mineral tersebut.

2.2.6 Tekstur dan Struktur Mineral Alterasi

Pembentukan mineral bijih atau mineral dapat terjadi melalui proses–

proses tertentu seperti open space filling. Open space filling merupakan proses
17

pengisian ruang-ruang kosong pada batuan oleh larutan silikat atau larutan encer

berupa larutan hidrotermal. Proses open space filling ini meliputi:

1. Cavity filling

yaitu proses pengisian rekahan-rekahan atau celah batuan oleh larutan sisa

yang pada umumnya bersifat encer dan panas walaupun ada kalanya bersifat

meteorik dan dingin, sehingga akan menghasilkan endapan-endapan mineral baik

endapan mineral logam maupun mineral non logam.

2. Stockwork

merupakan suatu proses pengisian pada retakan-retakan akibat proses

hidrotermal dan mineral bijih yang terbentuk tersebar secara merata, stock work

mengalami dua proses yaitu tahap pertama proses ini akan menghasilkan rongga-

rongga pada batuan sehingga menyerupai suatu intrusi stock dan tahap kedua akan

terjadi proses pengisian oleh larutan-larutan hidrotermal. Bentuk vein/veinlet

stockwork yaitu saling memotong satu dengan yang lain.

Berdasarkan ukuran vein (urat) terdiri atas 3 ukuran (Corbett and Leach,

1998), yaitu:

1. Stringer (lebar <2mm)

2. Veinlet (lebar 2 – 10 mm)

3. Vein (lebar >10 mm).

Tipe vein/veinlet mineralisasi terdiri atas tiga bentuk yaitu :

1. Single vein yaitu vein/veinlet yang hanya terdiri dari vein tunggal

2. Sheeted vein yaitu beberapa vein/veinlet yang berbentuk sejajar

3. Stockwork vein yaitu beberapa vein/veinlet yang saling memotong.


18

Struktur dan tekstur yang sering diperlihatkan oleh jebakan hidrotermal

antara lain :

- Banded (urutan perlapisan mineral)

- Crustified (perulangan perlapisan mineral)

- Cockade (ring structure/struktur pembungkusan)

- Comb (struktur sisir)

- Colloform (struktur membulat, sepeti kumpulan buah anggur)

- Breksiasi

- Kombinasi

Struktur replacement memperlihatkan bentuk antara lain :

 Marginal/rim structure (bagian tepi mineral yang mengalami penggantian)

 Core/atol structure (bagian tengah/inti yang mengalami penggantian

 Selektive (penggantian secara selektif)

 Relict (struktur sisa mineral asal)

 Difuse penentration (penggantian secara difusi)

2.3 Tipe Alterasi

Creasey (1966, dalam Sutarto, 2002) membuat klasifikasi alterasi

hidrotermal pada endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik,

argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970,

dalam Sutarto, 2002) membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan

bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa,
19

serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi antara

lain :

1. Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,

illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C

pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah

yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam

Sutarto, 2002), terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir

pada tipe propilitik, yaitu :

 Klorit-kalsit-kaolinit.

 Klorit-kalsit-talk.

 Klorit-epidot-kalsit.

 Klorit-epidot.

2. Argilik

Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu

muskovot-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit.

Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C

(Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2002), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.

3. Potasik

Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu

sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari

beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa

biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan


20

biotit sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik

terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian

menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen.

Dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-

magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan

titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada

daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas

(>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat.

Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan

potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama

piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari

mineral piroksin terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami

ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara

mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk

klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses

metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan

sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan

klorit, aktinolite, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit.

Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk

menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang

terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.
21

Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona

potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang

terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma

sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi

dan mengkristal pada rekahan batuan.

4. Filik

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas

zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang

berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit

dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta

sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis

yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral

feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan

penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini

tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak

mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang

mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada

temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam,

pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat.

Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang

berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh

metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan

karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya
22

kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh

banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya

dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai

pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena.

5. Propilitik dalam ( inner propilitik )

Menurut Hedenquist dan Linndqvist zona alterasi pada sistem epitermal

sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnya

menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan

istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi

(>300°C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit

(Sutarto, 2002).

6. Argilik lanjut ( advanced argilic ) 

Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),

ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan

mineral pirofilit + diaspor ± andalusit ± kurasa ± turmalin ± enargit-luzonit

(untuk temperatur tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mineral kaolinit +

aluni ± kalsedon ± kuarsa ± pirit (untuk temperatur rendah,< 180 °C)

(Sutarto, 2002).

7. Skarn

Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan

karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan

kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini

dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit


23

serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada

kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit,tremolit –

aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Garnet-piroksen-karbonat adalah

kumpulan yang paling umum dijumpai pada batuan induk karbonat yang

orisinil (Taylor, 1996, dalam Sutarto, 2002). Amfibol umumnya hadir pada

skarn sebagai mineral tahap akhir yang menutupi mineral-mineral tahap awal.

Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah mineral amfibol yang paling

umum hadir pada skarn. Jenis piroksen yang sering hadir adalah diopsid

(CaMg) dan hedenbergit (CaFe).

Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi

dengan temperatur tinggi (sekitar 300°-700°C). Proses pembentukkan skarn

akibat urutan kejadian Isokimia – metasomatisme – retrogradasi.

Dijelaskan sebagai berikut :

 Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan

batuan samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari

batuan samping yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh

temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat konduktif).

 Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan

samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan –

bukaan yang dilewati larutan magma.

  Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah

menyebar pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan

water falk sehingga air tanah turun dan bercampur dengan larutan.
24

8. Greisen

Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau lipidolit)

dengan sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan florit yang

dibentuk oleh alterasi metasomatik post-magmatik granit (Best, 1982,

Stempork, 1987, dalam Sutarto, 2002).

9. Silisifikasi

Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai

dan merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-

quartz, atau β-quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi kandungan

kuarsanya (>573°C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk yang paling

umum adalah quartzrendah, kristobalit, dan tridimit kebanyakan ditemukan di

batuan volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk devitrivikasi gelas

volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.

Selama proses hidrotermal, silika mungkin didatangkan dari cairan yang

bersirkulasi, atau mungkin ditinggalkan di belakang dalam bentuk silika

residual setelah melepaskan (leaching) dari dasar. Solubilitas silika

mengalami peningkatan sesuai dengan temperatur dan tekanan, dan jika

larutan mengalami ekspansi adiabatik, silika mengalami presipitasi, sehingga

di daerah bertekanan rendah siap mengalami pengendapan (Pirajno, 1992). 


25

Gambar 2.2 : Model zona alterasi mineralisasi endapan tembaga –


porfiri di San Manuel – Kalamazoo. a) Zona alterasi
(Lowel dan Guilbert, 1970 dalam Guilbert dan Park,
1986),b) Zona alterasi modifikasi dari Lowel dan
Guilbert, 1970.

Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan

ditemukan beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk

tahap awal observasi batuan tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang

tampak sebagai himpunan mineral. Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-

mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit, maka disebut sebagai himpunan

mineral klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2002).

Anda mungkin juga menyukai